"Aku ingin bercinta tapi dengan cara dan suasana yang berbeda, yaitu dengan alat." Ucap Evan yang membuat Iris sontak mendelik."Tidak mau!! Aku tidak mau melakukannya, itu hubungan yang tidak sehat, Evan. Aku tidak mau," tolak Iris sambil menggeleng cepat.Evan mendengkus kesal karena ide gilanya mendapat penolakan dari Iris, wajahnya berubah masam dan rasa kesalnya namun ia mencoba untuk meredakan amarahnya agar tidak lagi menyakiti Iris."Oke, kita akan bicarakan ini nanti malam. Sekarang aku mau pergi ke kantor dulu," ucap Evan yang menyudahi pembicaraannya dengan Iris dan ia tidak lupa merapihkan kembali dress Iris agar tubuh molek wanitanya tidak dilihat oleh anak buahnya.Evan bangkit dari tempatnya duduk dan hendak berjalan menuju ke pintu tapi Iris tiba-tiba menyambar lengan kekarnya sehingga langkah kakinya seketika terhenti."Ada apa?" Tanya Evan dengan nada suara agak ketus."Aku bosan di rumah terus, apakah nanti malam aku boleh ikut denganmu ke klab malam?" Tanya Iris sa
"Iris, what the hell!!" Seru Evan kesal kepada Iris yang membuat keributan di depan rekan bisnisnya. "Hentikan," ujarnya marah.Evan mencengkeram lengan langsing Iris dan menjauhkan wanitanya dari sang penari telanjang sebelum terjadi keributan yang lebih besar lagi."Si pelacur sialan itu duluan yang membuatku marah," sengit Iris tidak terima dengan ucapan Evan."Memangnya apa yang dilakukan oleh pegawaiku sampai membuatmu menggila seperti ini?" Tanya Evan dengan suara tegas."Wanita murahan itu ingin menggodamu dengan tubuh kotornya agar kau mau menidurinya," jawab Iris dengan nada tinggi sambil menunjuk sang penari telanjang yang sedang menutupi tubuhnya dengan selimut pemberian Simon.Massimo berdiri dari tempat duduknya dan bermaksud melerai pertengkaran Evan dengan Iris, lelaki bertubuh atletis itu memegangi bahu Evan sambil berkata. "Evan, sebaiknya kau bawa pulang wanitamu dan selesaikan masalah kalian di rumah.""Simon, bawa penari itu pergi dari sini," titah Evan sambil menu
"Evan, Evan!! Itu kepala Paul dan rekan bisnismu!!" Iris berteriak histeris sambil memeluk tubuh kekar dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Evan karena ia sangat ketakutakan melihat kepala Paul serta Massimo yang kini tergeletak di lantai balkon kamarnya."WHAT THE FUCK!!" Ujar Evan marah dengan tangan yang mengepal kuat. "PETER, SIMON, FREDD!!" Serunya kencang memanggil anak buahnya."Evan ...."Evan membawa Iris masuk ke kamar sambil menyambar kimono yang tergeletak di atas ranjang lalu memakaikannya ke tubuh Iris dan tepat setelah itu belasan pria masuk ke dalam kamar termasuk Peter dan Simon."Simon!! Antarkan Iris ke kamarnya dan suruh Bertha untuk menemani Iris," titah Evan kepada Simon."Baik, Tuan." Ucap Simon."Aku takut, Evan. Tolong jangan tinggalkan aku sendirian," pinta Iris mengiba."Aku akan menyusulmu setelah membereskan masalah ini. Ada Simon dan Bertha yang akan menemanimu selama aku pergi," ucap Evan. "Aku akan segera datang," lanjutnya kemudian untuk menenang
"Lepaskan wanitaku atau aku tidak akan segan untuk menendang kau dan bibi keluar dari rumahku," ujar Evan emosi tak terima wanitanya diperlakukan kasar oleh sang bibi.Claudia dan Michael tersinggung dengan ucapan kasar Evan yang lebih memilih wanita asing ketimbang mereka berdua yang merupakan bagian keluarga Luciano, ibu dan anak itu kesal setengah mati karena tidak dihormati sama sekali oleh Evan sehingga mereka berencana memakai hak mereka sebagai senjata untuk menekan Evan agar mau menerima mereka di mansion megah Luciano."Jangan kurang ajar, Evan!! Aku adalah bibimu dan sudah sepantasnya mendapatkan penghormatan darimu," tuntut Claudia.Evan bersikap acuh dan memilih untuk menolong Iris daripada mendengarkan omelan bibinya. "Jangan harapkan penghormatan dariku kalau bibi tidak bisa menghormatiku dan juga wanitaku," sengitnya."Evan, aku sangat mengantuk. Bawa aku ke kamar manapun atau kalau perlu kamar pelayan juga tidak masalah asalkan aku bisa tidur," lirih Iris."Mana mungki
"Freya pasti sangat sedih melihat kau sudah berpaling hati darinya dan ia pasti sangat kecewa karena ranjangnya kini telah ditiduri oleh seorang pelacur yang asal-usulnya tidak jelas," ujar Claudia yang seketika membuat darah Evan mendidih.Evan marah tapi ia mencoba untuk menahan amarahnya agar tidak meledak setelah mendengar ucapan bibinya yang membuat telinga dan hatinya panas, tanpa berbalik ataupun mau menatap wajah bibinya yang menjengkelkan ia berkata."Bukankah pekerjaan bibi dulu sebelum menikah dengan paman Tobias adalah seorang pelacur? Kalau bukan karena paman Tobias pastinya sekarang ini bibi masih bekerja menjadi pemuas birahi lelaki hidung belang," ujar Evan sambil tersenyum meledek bibinya."EVAN!! TUTUP MULUTMU, BERANI SEKALI KAU MENGHINAKU!! AKU INI ADALAH--""Kau adalah wanita yang dinikahi pamanku dan kau sudah mendapatkan harta peninggalan pamanku, lalu apa tujuanmu datang ke rumahku?" Sela Evan cepat dan kini ia membalikkan badannya agar ia bisa melihat wajah bib
"Kau memang gila!! Perbuatan yang kau lakukan kepada pelayan itu benar-benar bejat, aku tidak akan tinggal diam!! Akan kulaporkan perbuatanmu ini kepada Evan," ujar Iris."Bitch!!" Michael berjalan cepat mengejar Iris cepat lalu menangkap lengan langsing sang gadis yang kemudian ia dorong kasar sampai membentur dinding.Michael memelintir tangan Iris ke belakang tubuh yang membuat sang gadis meringis kesakitan, karena tak ingin ditendang dari mansion megah milik sepupunya sehingga mau tak mau ia harus bisa menutup mulut Iris seperti ia menutup mulut sang pelayan."Awwh, sakit!!" Pekik Iris sembari melakukan perlawanan."Jangan katakan apapun kepada Evan atau nyawamu dan pelayan itu akan melayang," ancam Michael."Aku tidak takut dengan ancamanmu!! Aku adalah Iris March--" Ucapan Iris seketika terhenti karena teringat kalau ia sudah bukan bagian dari keluarga Marchetti lagi. "Evan akan membunuhmu kalau dia melihat perlakuan kasarmu kepadaku," ralatnya cepat.Michael mengumpat tanpa sua
"HENTIKAN, EVAN!! Kau tega sekali mengancam sepupumu dengan pistol," hardik Claudia yang langsung bertindak cepat melindungi putra kesayangannya dengan melompat di tengah Michael dan Evan yang tengah bersitegang."Oh, ayolah, Mama. Apa kau tidak tahu siapa Evan? Dia tidak akan berani menembakku," ucap Michael meremehkan Evan.Rahang Evan terlihat semakin mengeras dan ia ingin memberikan sebuah pelajaran untuk Michael agar tidak semakin melunjak, diarahkannya pistolnya ke paha sepupunya lalu ia menarik pelatuk pistol.DOR!! Timah panas melesat kencang ke paha Michael hingga pria bertubuh jangkung itu ambruk ke lantai dengan kaki yang bersimbah darah."Aaaakkkh, fuck!!" Teriak Michael dengan suara lantang.Claudia berteriak histeris melihat putra semata wayangnya ditembak Evan, ia terlihat sangat panik melihat darah segar mengucur deras di paha putranya. "MICHAEL!! MICHAEL," jeritnya sambil menangis."Aku peringatkan kalian berdua sekali lagi, kalau kalian masih ingin tinggal di rumahku
"Iris, tetaplah di dekatku agar aku bisa melindungimu," ucap Evan yang langsung diangguki oleh Iris.Evan bergegas keluar dari mobil dan diikuti oleh Iris yang berjalan di belakangnya dengan kawalan beberapa bodyguard bertubuh kekasr, ia berjalan masuk ke dalam ruangan jenazah dan berniat untuk menemui keluarga Massimo akan tetapi di sana ia tidak menemukan satu pun keluarga mendiang Massimo."Peter, apakah prosesi pemakaman sudah selesai?" Tanya Evan."Tidak, mereka tidak memakamkan Massimo tapi mengkremasinya. Sekarang mereka ada di ruang kremasi," jawab Peter."Peter, kau tetap di sini dan jaga Iris. Biar aku dan Simon yang masuk ke ruangan kremasi," titah Evan."Tapi, Evan. Matteo tidak ingin melihatmu dan dia tidak mengizinkanmu untuk menghadirii acara kremasi sampai kau berhasil menghabisi semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Massimo," ucap Peter."Omong kosong," ujar Evan sambil berlalu pergi tanpa mau mendengarkan ucapan Peter.Evan berjalan menuju ke ruangan kremasi dan