"Kau memang gila!! Perbuatan yang kau lakukan kepada pelayan itu benar-benar bejat, aku tidak akan tinggal diam!! Akan kulaporkan perbuatanmu ini kepada Evan," ujar Iris."Bitch!!" Michael berjalan cepat mengejar Iris cepat lalu menangkap lengan langsing sang gadis yang kemudian ia dorong kasar sampai membentur dinding.Michael memelintir tangan Iris ke belakang tubuh yang membuat sang gadis meringis kesakitan, karena tak ingin ditendang dari mansion megah milik sepupunya sehingga mau tak mau ia harus bisa menutup mulut Iris seperti ia menutup mulut sang pelayan."Awwh, sakit!!" Pekik Iris sembari melakukan perlawanan."Jangan katakan apapun kepada Evan atau nyawamu dan pelayan itu akan melayang," ancam Michael."Aku tidak takut dengan ancamanmu!! Aku adalah Iris March--" Ucapan Iris seketika terhenti karena teringat kalau ia sudah bukan bagian dari keluarga Marchetti lagi. "Evan akan membunuhmu kalau dia melihat perlakuan kasarmu kepadaku," ralatnya cepat.Michael mengumpat tanpa sua
"HENTIKAN, EVAN!! Kau tega sekali mengancam sepupumu dengan pistol," hardik Claudia yang langsung bertindak cepat melindungi putra kesayangannya dengan melompat di tengah Michael dan Evan yang tengah bersitegang."Oh, ayolah, Mama. Apa kau tidak tahu siapa Evan? Dia tidak akan berani menembakku," ucap Michael meremehkan Evan.Rahang Evan terlihat semakin mengeras dan ia ingin memberikan sebuah pelajaran untuk Michael agar tidak semakin melunjak, diarahkannya pistolnya ke paha sepupunya lalu ia menarik pelatuk pistol.DOR!! Timah panas melesat kencang ke paha Michael hingga pria bertubuh jangkung itu ambruk ke lantai dengan kaki yang bersimbah darah."Aaaakkkh, fuck!!" Teriak Michael dengan suara lantang.Claudia berteriak histeris melihat putra semata wayangnya ditembak Evan, ia terlihat sangat panik melihat darah segar mengucur deras di paha putranya. "MICHAEL!! MICHAEL," jeritnya sambil menangis."Aku peringatkan kalian berdua sekali lagi, kalau kalian masih ingin tinggal di rumahku
"Iris, tetaplah di dekatku agar aku bisa melindungimu," ucap Evan yang langsung diangguki oleh Iris.Evan bergegas keluar dari mobil dan diikuti oleh Iris yang berjalan di belakangnya dengan kawalan beberapa bodyguard bertubuh kekasr, ia berjalan masuk ke dalam ruangan jenazah dan berniat untuk menemui keluarga Massimo akan tetapi di sana ia tidak menemukan satu pun keluarga mendiang Massimo."Peter, apakah prosesi pemakaman sudah selesai?" Tanya Evan."Tidak, mereka tidak memakamkan Massimo tapi mengkremasinya. Sekarang mereka ada di ruang kremasi," jawab Peter."Peter, kau tetap di sini dan jaga Iris. Biar aku dan Simon yang masuk ke ruangan kremasi," titah Evan."Tapi, Evan. Matteo tidak ingin melihatmu dan dia tidak mengizinkanmu untuk menghadirii acara kremasi sampai kau berhasil menghabisi semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Massimo," ucap Peter."Omong kosong," ujar Evan sambil berlalu pergi tanpa mau mendengarkan ucapan Peter.Evan berjalan menuju ke ruangan kremasi dan
Tangan kekar Evan terjulur menangkap pergelangan tangan Iris lalu menariknya cepat hingga tubuh langsing wanita bermata besar itu seketika terhempas ke tubuh kekar. Evan memeluk erat tubuh Iris yang tengah gemetaran karena hampir terjatuh ke perairan."Apa kau baik-baik saja?" Tanya Evan seraya memegangi kedua lengan Iris dan menatap wajah cantik yang kini terlihat pucat pasi. "Kau sedang memikirkan apa? Kau ini sangat ceroboh, bagaimana kalau kau benar-benar terjatuh lalu terluka, hah?!" Omelnya kemudian."Maaf, aku tadi takut kalau kau tiba-tiba berubah pikiran padahal dari dulu aku ingin sekali naik gondola ini," lirih Iris dengan kepala tertunduk dan kakiknya menendangi tanah ."Dasar bodoh, isi di dalam kepalamu itu sepertinya harus dibersihkan lagi agar kau tidak berbuat ceroboh lagi," ujar Evan sembari melepaskan pelukan Iris lalu melompat ke atas gondola.Evan dan Iris saling berhadapan namun keduanya berada di pijakan yang berbeda. Manik biru Iris lekat menatap mata Evan seol
"Evan ... Evan," lirih Iris sembari mengguncang pelan tubuh kekar Evan.Evan melenguh pelan dan matanya yang sempat terpejam sejenak kini perlahan mulai terbuka, ia mengumpulkan seluruh kekuatannya dan berusaha agar tetap sadar agar ia bisa melindungi Iris dari bahaya yang masih mengintai. Tangan kekar Evan bergerak mengeratkan rangkulan tangannya di kedua ketiak Iris, ia kembali berenang dan menarik Iris menuju ke rakit kayu yang terapung di tengah perairan."Iris, kau baik-baik saja?" Tanya Evan sembari berpegangan pada pinggiran rakit kayu dengan satu tangannya."Dadaku sakit sekali," jawab Iris."Apa kau bisa naik ke atas rakit?" Tanya Evan."Aku tidak mempunyai tenaga untuk naik ke atas rakit, aakkkkh." Erang Iris yang terus terus saja merintih kesakitan."Pegang tali rakit ini agar kau tidak hanyut," titah Evan, ia meletakkan tali di telapak tangan Iris dan memastikan wanitanya itu menggenggam tali tampar pengikat rakit dengan erat.Evan bergegas naik ke atas rakit dan langsung
"EVAAAN!!"BYUR!!Peter berseru kencang memanggil pimpinannya dan langsung melompat masuk ke dalam air lalu menyelam setelah melihat pimpinannya terlempar ke dalam air, tanpa memperdulikan nyawanya sendiri ia mencari keberadaan Evan yang tenyata sedang tenggelam dan dalam keadaan tidak sadarkan diri.Peter menyelam semakin dalam untuk mencari keberadaan Evan, ia berhenti sejenak lalu kembali ke permukaan air untuk mengambil napas kemudian kembali menyelam untuk mencari pimpinannya. Lelaki tampan bertubuh atletis itu mengendarkan pandangannya ke seluruhmengulurkan satu tangannya saat Evan sudah hampir dalam jangkauannya.TEPP!! Peter menangkap pergelangan tangan Evan dan langsung menariknya menuju ke permukaan air."KADE!! HANS!!" Seru Peter memanggil bawahannya, dengan susah payah ia berenang sembari menarik tubuh kekar Evan yang sedikit menyulitkannya. "Tarik, Evan. Hati-hati," titahnya kepada kedua bawahannya.Hans dan Kade bergegas menarik Evan ke atas speedboat tapi dengan sangat
"Kalau aku menginginkan Iris, apakah kau akan memberikannya kepadaku?" Peter menatap wajah sang pria dengan tatapan menantang."Oh, jadi kau diam-diam menyukai adikku, huh? Sayang sekali Evan tidak bisa mendengar percakapan kita sekarang kalau dia mendengarnya pasti sekarang ini kepalamu sudah hancur berceceran di tanah," kekeh Julian.Julian berjalan santai lalu duduk di bangku kayu, kaki kanannya ia angkat lalu ia tumpukan ke kaki kirinya dan sambil menyenderkan punggungnya ia menatap Peter dengan tatapan tajam."Aku tidak mengatakan kalau aku menyukai Iris, Julian!! Aku hanya mengatakan kalau aku menginginkan Iris dan itu bukan berarti kalau aku menyukai adikmu, bukan?" Ralat Peter."Katakan alasan kenapa kau menginginkan Iris?" Tanya Julian sambil menatap Peter dengan tatapan selidik bercampur emosi yang sedang ia tahan.Peter tersenyum sarkas lalu menghela napas, menghirup udara segar di malam hari yang terasa dingin karena saat ini memang sedang memasuki awal musim dingin. Lelak
"Maafkan aku, Evan. Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku meskipun aku selalu mengingkarinya tapi aku tidak bisa," gumam Peter sembari menatap nanar tanah yang sedang dipijaknya.Untuk pertama kali dalam hidupnya, Peter yang humoris dan selalu terlihat ceria itu menunjukkan ekspresi wajah murung serta penuh penyesalan. Selama ini di dalam otaknya tidak pernah terbersit sedikitpun keinginan menusuk Evan dari belakang seperti ini akan tetapi setelah bertemu dengan Julian, keteguhan serta kesetiaan Peter goyah dan hal yang tidak pernah terpikir olehnya pun seketika meluncur dari mulutnya begitu saja.Sungguh, kecantikan paras Iris mampu membuat semua lelaki tergoda termasuk Peter. Tapi ... apakah Peter bisa berbuat lebih jauh lagi demi bisa mendapatkan wanita yang ia sukai? Apakah Peter mampu mengkhianati Evan yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri?Peter menghela napas panjang seraya menatap ke sekeliling taman yang tampak gelap dan sangat sepi tersebut, kakinya mulai melangkah