"Kau ... serahkan tubuhmu dan puaskan hasratku setiap kali aku sedang bergairah maka aku dengan senang hati akan mengabulkan satu permintaanmu," ujar Evan yang membuat mata Iris membelalak.Iris tidak menyangka kalau Evan menjadi semakin gila dengan memberikan syarat yang menurutnya sangatlah merugikannya sebagai seorang wanita, ia menyadari betapa kejamnya dunia mafia yang digeluti oleh sang kakak sehingga kini dirinyalah yang harus menanggung semua perbuatan Julian dan membuatnya semakin tersiksa."Kau benar-benar keterlaluan!! Apa kau tidak takut dengan hukum karma? Bagaimana kalau hal yang menimpaku sekarang ini juga akan menimpa anak perempuanmu di kemudian hari?" Ucap Iris dengan air mata yang terus berlinang membasahi pipinya."Aku tidak akan pernah membiarkan hal buruk itu menimpa anak-anakku, tidak akan pernah!! Kalau perlu, aku akan membunuh semua musuh-musuhku agar anak-anakku bisa hidup dengan aman termasuk kakakmu, Julian." Timpal Evan."Kalian boleh saling serang dan sal
"Tuan Luciano, apa yang anda lakukan? Pasien butuh perawatan dan anda tidak bisa membawanya," protes sang dokter melihat pasiennya digendong Evan."Jangan banyak bicara!! Aku melakukan ini demi keselamatan wanitaku dan juga semua orang berada di dalam rumah sakit ini," ketus Evan yang langsung membawa pergi Iris keluar menuju ke parkiran mobil.Sang pengawal membukakan pintu mobil untuk agar pimpinannya bisa masuk dengan mudah dan mereka bergegas pergi meninggalkan rumah sakit untuk menghindari serangan anggota Ndrangheta yang semakin intens."Berhentilah di jalan yang sepi di depan sana," titah Evan seraya memindahkan dan merebahkan Iris ke bangku, ia mengambil dua pistol Desert Eagle andalannya dari balik baju lalu mengisinya dengan amunisi penuh."Anda mau apa, Tuan?" Tanya sang pengawal."Membunuh lalat," jawab Evan. "Jaga Iris," titahnya singkat sambil membuka pintu mobil kemudian keluar."Tuan Evan ...." Seorang pengawal bergegas keluar mobil sambil membawa pistolnya yang ia gun
"Jangan menggodaku, Iris. Kau tahu betapa liarnya diriku saat sedang bercinta, bukan? Dan aku tahu kalau kau tidak menginginkan hal ini," ujar Evan seraya menempelkan dahinya ke dahi Iris.Tangan kekar Evan merabai punggung dan perlahan turun di bongkahan pantat seksi yang berbentuk gitar Spanyol, tangannya meremas kencang hingga tubuh sang wanita tersentak. Manik abu-abunya lekat menatap setiap ekspresi wajah yang ditunjukkan Iris, dan Evan sangat menyukai saat Iris menunjukkan ekspresi wajah campur aduk antara takut, menikmati dan menolak saat ia menyentuh area sensitif sang wanita."Lakukan saja dengan cepat agar aku bisa secepatnya terbebas dari siksaanmu," ucap Iris.Punggung Iris tiba-tiba ditekan oleh tangan Evan hingga tubuhnya terdorong maju yang membuat tubuhnya menempel di tubuh kekar sang pria, tangan langsingnya reflek bergerak mendorong dada kokoh agar tubuhnya tidak lagi bersentuhan dengan tubuh Evan akan tetapi semakin ia mencoba untuk menjauh maka Evan semakin kuat me
"Simon dan semuanya, menyebar!! Laporkan kepadaku situasi yang kalian lihat di tempat masing-masing dan jangan sampai ketahuan," titah Evan melalui alat komunikasi khusus.PLAK!! Peter menampar pipinya sendiri untuk membunuh beberapa atau mungkin ratusan pasukan hewan penghisap darah yang selalu menyerbu serta menghisap darahnya setiap kali ia melakukan pengintaian di semak-semak, ia tidak berani mengomel karena sejak berangkat tadi wajah Evan selalu nampak masam dan ia takut terkena dampratan Evan."Damn!! Pakai cream ini, aku sudah menyiapkannya untukmu," ucap Evan sambil melempar cream anti nyamuk ke arah Peter yang sedang berjongkok tepat di sampingnya."Sekarang ini aku tidak takut lagi sama nyamuk tapi aku takut mellihat wajahmu ... ada apa denganmu? Apakah kau ... tidak mendapat jatah dari Iris?" Tanya Peter dengan suara lirih.Evan hanya diam tidak merespon ucapan Peter yang hanya akan membuat kepalanya berdenyut sakit, sudah hasratnya tidak tersalurkan dan sekarang harus men
"Mati kau, Evan!!" Orlando menancapkan ujung pena yang lancip di dada Evan, menekannya semakin dalam hingga darah segar mengucur deras dari ujung pena.Evan mencengkeram erat pergelangan tangan Orlando sambil menatap mata musuhnya dengan tatapan penuh kemarahan, otot-otot tangan serta wajahnya mencuat dari permukaan kulitnya saat ia menahan kekuatan dorongan Orlando sehingga pena yang tadinya menancap di dadanya kini telah berhasil ia keluarkan."Kau tidak akan pernah bisa membunuhku dengan benda sialan ini," ujar Evan yang kini merebut balik pena berlumuran darahnya lalu balik menusuk perut Orlando."Aaakkh," erang Orlando kesakitan.Evan mencekik leher Orlando beberapa detik lalu ia menendang musuhnya hingga tersungkur ke lantai sebelum tubuhnya hampir merosot ke lantai namun Peter bergerak cepat menangkap lalu menopang tubuhnya."Evan!! Kau baik-baik saja?" Tanya Peter seraya melingkarkan tangan kekar Evan ke bahunya.Napas Evan terengah-engah dan tangannya sedang memegangi dadanya
"HUEK!! HUEK!!" Sambil menutupi mulutnya dengan santu tangan, Iris melompat turun dari ranjang lalu berlari masuk ke dalam kamar mandi.Iris membuka tutup kloset lalu ia memuntahkan semua isi perutnya di sana, entah kenapa ia bisa merasa mual setelah mendapatkan titah yang menurutnya sangatlah menjijikkan dari Evan. Jangankan junior, bahkan makanan yang tidak higienis saja tidak akan pernah mau dicicipi oleh gadis yang memiliki body bak gitar Spayol tersebut ya terang saja kalaui reaksi yang ditunjukkan oleh Iris juga di luar prediksi."Kau baik-baik saja? Apa kau mau aku panggilkan dokter?" Tanya Evan sambil berjalan masuk ke dalam kamar mandi menyusul Iris."Jangan mendekat ... hueek!!" Iris mengibaskan tangannya untuk mengusir Evan keluar dari kamar mandi akan tetapi pria bertubuh kekar itu tidak memperdulikan kode tangannya."Kau bukan wanita pertama yang muntah di depanku, jadi ... kau tidak perlu khawatir," ucap Evan yang sedang berjongkok tepat di belakang Iris sambil mengusap
"WHAT THE FUCK!! AKAN KUBUNUH GADIS KERAS KEPALA ITU KARENA BERANI MELARIKAN DIRI," ujar Evan dengan nada suara menggelegar bagai petir. "Simon!! Ikuti aku," titahnya kepada sang anak buah.Evan berlalu pergi begitu saja setelah mengajak beberapa anak buahnya untuk pergi mengikutinya. Jika Evan memilih untuk mencari Iris keluar rumah lain halnya dengan Peter yang memilih pergi ke ruang pemantauan CCTV untuk mencari keberadaan Iris, di sana ia memeriksa satu per satu layar dengan sangat teliti hingga ia mendapatkan apa yang ia cari."Itu dia, Iris!! Layar nomor satu, ada dimana itu?" Pekik Peter seraya menunjuk layar yang berada di sudut teratas."Taman bunga mawar, tempat dimana nyonya Freya dimakamkan," jawab sang pria penjaga ruang kendali CCTV.Peter menepuk pundak anak buahnya kemudian berlari menuju ke taman bunga akan tetapi ia tidak melihat sosok wanita yang ia sedang ia cari sehingga ia berjalan mendekati makam Freya. Sambil berkacak pinggang ia menolehkan kepalanya ke kanan l
"Tolong ... tolong ... sakiit," lirih Iris sembari terbaring lemah di lantai sambil memegangi perutnya.Darah segar terus meleleh dari inti tubuh Iris yang bercampur dengan cairan putih pekat, Iris menangis dan terus mencoba meminta pertolongan akan tetapi Evan yang sedang berada dalam pengaruh alkohol dan mengantuk setelah bercinta malah tertidur pulas tidak bisa dibangunkan.Iris yang terus merintih kesakitan terus berjuang untuk mencari bantuan, ia merayap perlahan menyeret tubuhnya mendekati pintu dengan menggunakan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya. Tangannya mengetuk pintu dengan ketukan sangat lemah untuk menarik perhatian orang yang mungkin saja sedang melintas di depan kamar."To ... long," lirih Iris sambil mengetuk pintu dari dalam.Tubuh Iris semakin melemah dan darah yang meleleh keluar dari tubuhnya kini membentuk genangan kecil yang artinya sekarang ini nyawanya sedang berada di ujung tanduk.Sementara itu ...Peter tampak gelisah dan terus berjalan mondar-mandir sepe