"Sssshh, awwh!!" Iris terbangun di pagi hari dengan tubuh yang terasa remuk dan tak henti meringis kesakitan merasakan perih di punggungnya yang terluka.Manik biru bulat indah tampak sibuk memindai seluruh ruangan untuk mencari keberadaan pria kejam yang telah mengurungnya selama beberapa bulan di mansion megah, kamar yang ia tempati kini terasa sunyi dan ia merasa sangat lega karena tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Evan di kamar. Iris bangkit perlahan dari ranjang lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi setelah ia mengunci rapat pintu kamarnya agar Evan atau siapapun tidak bisa masuk ke dalam saat ia sedang mandi.Iris melepas satu per satu pakaian yang menempel di tubuhnya seksinya lalu ia berdiri di bawah guyuran pancuran air shower yang hanya membasahi tubuh bagian depannya saja karena luka di punggungnya masih belum boleh terkena air, tubuhnya yang terasa penat dan sakit berangsur membaik berkat air dingin yang membasahi tubuh moleknya.Iris membasuh wajahnya dan tidak lu
"Aku bisa membuatmu mendesah dengan sangat mudah apalagi membuatmu jatuh cinta," ucap Evan sambil menatap manik biru indah yang masih banjir air mata."Kalian semua mengerikan ... kau, paman Henry dan kak Julian. Kalian semua jahat dan aku sangat membenci kalian," ujar Iris."Iris--""Jangan panggil namaku dengan mulut kotormu, Evan!! Aku sangat membencimu," potong Iris dengan nada suara meninggi, ia membuang muka ke samping karena sudah muak melihat wajah Evan."Aku tahu," ucap Evan. " Aku hanya ingin mengatakan bahwa dunia mafia memang sangat gelap dan kejam, semua orang bisa saling mengkhianati bahkan keluarga sekalipun. Kau dan Freya adalah korban dari kekejaman orang-orang bangsat seperti kami," jelasnya.Evan memegang dagu Iris lalu memutar kepala sang gadis ke arahnya agar ia bisa melihat mata biru yang selalu memancarkan sorot kesedihan serta ketakutan setiap kali ia menatapnya."Sekarang kau sendirian, Iris. Kau tidak memiliki rumah untuk kembali pulang ataupun keluarga yang a
"SHIT!! IRIS!!" Evan kehilangan Iris dan tidak berhasil menyeret tawanannya yang kini telah berhasil keluar dari celah tembok."Simon dan kalian semua berpencar, cari Iris sampai dapat!!" Titah Peter cepat."Baik, Tuan." Simon dan puluhan orang lainnya langsung berlari menuju gerbang belakang mansion yang menuju ke hutan dan mereka juga membawa anjing-anjing pelacak yang terlatih untuk mengejar Iris.Evan marah besar bahkan wajahnya terlihat merah padam dengan rahang yang mengeras, tangannya meremas sepatu flat yang Iris yang berhasil ia raih. "FUCK!! Kenapa bisa ada celah sebesar itu di taman bunga?!" Makinya."Aku tidak tahu, Evan. Nanti akan aku tanyakan kepada penjaga taman," jawab Peter asal."Berengsek!!" Maki Evan sambil membanting sepatu milik Iris ke tanah, ia berjalan cepat menuju ke hutan menyusul anak buahnya yang sudah terlebih dahulu mengejar ke sana.Evan memulai pencariannya dengan menyusuri jalan yang terlihat tidak pernah dilalui manusia, ia berjalan mengikuti feelin
"Selidiki si tua bangka itu, aku ingin tahu apa yang sedang direncanakannya bersama dengan keluarga Fabrisio," titah Julian kepada anak buahnya. "Jalan," titahnya kemudian."Baik, Tuan."Saat mobil Julian hendak berjalan pergi, gerbang rumah kediaman Fabrisio terbuka dan mobil Porche merah berjalan meninggalkan rumah megah. Julian sekilas melihat Stella yang mengendarai mobil mewah tersebut dan ia seketika berubah pikiran."Ikuti mobil itu," titah Julian.Mobil Julian langsung berputar arah mengejar mobil Stella yang melaju dengan kecepatan sedang menuju ke tengah kota."Hadang mobil Porche itu," titah Julian kepada sang sopir."Baik, Tuan."Mobil Cadillac CTS-V melaju kencang mendahului mobil Porche yang dikendarai Stella dan tiba-tiba berhenti dengan posisi melintang menghalangi jalan yang kebetulan sedang sepi, Julian terlihat sangat tenang meski mobil Porche melaju kencang ke arahnya dan tidak mengurangi kecepatan sama sekali hingga ....CKKIIIIIIIIT!! Mobil Porche berhenti tepat
Fuck!! Henryyyy!! Akan kuhancurkan kepala tua bangka itu," maki Julian sambil merusak mobil Stella untuk melampiaskan kemarahannya."Akkkhh!! Kau benar-benar gila!! Akan kuadukan kau kepada kakakku dan kau pasti akan mati," semprot Stella yang tidak terima dengan perlakuan kasar Julian.Julian yang sedang emosi langsung memegang dagu Stella lalu menghempaskannya kasar sampai tersungkur ke aspal karena ia sangat terganggu dengan ocehan Stella yang memekakkan telinganya makanya ia reflek berbuat kasar pada sang wanita."Bawa wanita sialan itu!! Kita pulang sekarang juga," titahnya kepada anak buahnya."Baik, Tuan."Kedua lengan Stella diapit dua pria bertubuh kekar lalu diseret masuk ke dalam mobil sedangkan mobil Porche miliknya dibiarkan begitu saja di bahu jalan, ia terus memberontak saat kedua tangannya diikat kemudian hidungnya dibekap dengan menggunakan sapu tangan yang telah ditetesi obat bius sampai akhirnya ia tidak sadarkan diri saat dibawa ke kediaman Marchetti.Sementara itu
"Freya!! Freya ...." Dengan langkah kaki gemetaran, Evan berjalan mendekati kantong plastik berisi tulang belulang Freya lalu ia terjatuh bersimpuh te[at di depan tulang sang istri dengan hati yang hancur dan tercabik-cabik.Dengan tangan yang gemetaran dan , Peter melepas jas yang ia kenakan lalu meletakkannya di tanah dan ia mengambil satu per satu tulang Freya kemudian meletakkannya di atas jas miliknya."Evan, sebaiknya kita kuburkan saja Freya di sini agar tidak ada lagi yang bisa mengusiknya dan ... agar Freya bisa beristirahat dengan tenang," ucap Peter dengan suara bergetar.Evan hanya mengangguk lemas seraya mengambil tulang istrinya lalu memeluknya erat, bendungan air matanya jebol tak bisa menahan emosinya yang bercampur aduk. Kemarahan, dendam dan rasa bersalahnya yang ia pendam di dalam dadanya seperti bom waktu yang siap meledak menghancurkan semua musuhnya yang telah membuat hidupnya bagai di neraka."Peter, tolong persiapkan semuanya," titah Evan."Ya," jawab Peter.Ev
"Simon!! Cepat kejar mobil Henry, Evan di bawah kolong mobil dan dia akan mati terseret kalau kita tidak segera menolongnya," ujar Peter sambil berlarian keluar dari parkiran VVIP klab malam milik pimpinan mafia Ndrangheta.Simon dan Peter masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di luar gedung dan mereka bersiap mengejar mobil Henry yang sudah terlebih dahulu meninggalkan parkiran VVIP. Mobil Mercedez Benz hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi menyusuri jalan raya tapi ...CKIIIIIITT!! Mobil berhenti mendadak hingga tubuh Peter dan Simon sampai terpelanting ke depan membentur jok kursi yang berada di depan mereka."Aaaakkhhh!!" Pekik Peter dan Simon, keduanya mendesis kesakitan karena ulah sang sopir yang mengerem mobil secara dadakan."What the hell!! Apa yang kau lakukan?! Apa kau ingin bunuh diri, huh?! Kenapa kau berhenti mendadak?!" Maki Peter."Apa yang kau lakukan? Cepat kejar mobil Henry untuk menyelamatkan tuan Evan," titah Simon yang terlihat geram karena ulah sang sopir
"Jangan berbicara omong kosong, Bitch!! Aku tidak akan membiarkan Evan mendapatkan apa yang diinginkannya," ujar Julian kesal."Tapi kau juga tidak bisa menghentikan Evan, bukan? Buktinya kau tidak berani menyerang Evan untuk merebut kembali adikmu," hina Stella sambil tersenyum sinis.Emosi Julian kembali terpancing hingga ia memegang dagu Stella kencang seakan ingin meremukkan wajah cantik sang wanita yang selalu berhasil membuat darahnya mendidih. Harga dirinya selalu direndahkan dan diinjak-injak oleh Stella setiap kali wanita itu berbicara sampai kesabarannya yang setipis rambut dibelah 7 mencapai batas."Rendahkan aku sekali lagi dan wajahmu yang cantik ini akan kuhancurkan dan kubuat cacat seumur hidup," ancam Julian yang membuat nyali Stella seketika menciut."Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak bisa melakukan apapun saat ini," tanya Stella."Bersumpahlah kalau kau akan melakukan semua yang aku perintahkan dan aku akan memberikan banyak keuntungan untuk keluargam