"SHIT!! IRIS!!" Evan kehilangan Iris dan tidak berhasil menyeret tawanannya yang kini telah berhasil keluar dari celah tembok."Simon dan kalian semua berpencar, cari Iris sampai dapat!!" Titah Peter cepat."Baik, Tuan." Simon dan puluhan orang lainnya langsung berlari menuju gerbang belakang mansion yang menuju ke hutan dan mereka juga membawa anjing-anjing pelacak yang terlatih untuk mengejar Iris.Evan marah besar bahkan wajahnya terlihat merah padam dengan rahang yang mengeras, tangannya meremas sepatu flat yang Iris yang berhasil ia raih. "FUCK!! Kenapa bisa ada celah sebesar itu di taman bunga?!" Makinya."Aku tidak tahu, Evan. Nanti akan aku tanyakan kepada penjaga taman," jawab Peter asal."Berengsek!!" Maki Evan sambil membanting sepatu milik Iris ke tanah, ia berjalan cepat menuju ke hutan menyusul anak buahnya yang sudah terlebih dahulu mengejar ke sana.Evan memulai pencariannya dengan menyusuri jalan yang terlihat tidak pernah dilalui manusia, ia berjalan mengikuti feelin
"Selidiki si tua bangka itu, aku ingin tahu apa yang sedang direncanakannya bersama dengan keluarga Fabrisio," titah Julian kepada anak buahnya. "Jalan," titahnya kemudian."Baik, Tuan."Saat mobil Julian hendak berjalan pergi, gerbang rumah kediaman Fabrisio terbuka dan mobil Porche merah berjalan meninggalkan rumah megah. Julian sekilas melihat Stella yang mengendarai mobil mewah tersebut dan ia seketika berubah pikiran."Ikuti mobil itu," titah Julian.Mobil Julian langsung berputar arah mengejar mobil Stella yang melaju dengan kecepatan sedang menuju ke tengah kota."Hadang mobil Porche itu," titah Julian kepada sang sopir."Baik, Tuan."Mobil Cadillac CTS-V melaju kencang mendahului mobil Porche yang dikendarai Stella dan tiba-tiba berhenti dengan posisi melintang menghalangi jalan yang kebetulan sedang sepi, Julian terlihat sangat tenang meski mobil Porche melaju kencang ke arahnya dan tidak mengurangi kecepatan sama sekali hingga ....CKKIIIIIIIIT!! Mobil Porche berhenti tepat
Fuck!! Henryyyy!! Akan kuhancurkan kepala tua bangka itu," maki Julian sambil merusak mobil Stella untuk melampiaskan kemarahannya."Akkkhh!! Kau benar-benar gila!! Akan kuadukan kau kepada kakakku dan kau pasti akan mati," semprot Stella yang tidak terima dengan perlakuan kasar Julian.Julian yang sedang emosi langsung memegang dagu Stella lalu menghempaskannya kasar sampai tersungkur ke aspal karena ia sangat terganggu dengan ocehan Stella yang memekakkan telinganya makanya ia reflek berbuat kasar pada sang wanita."Bawa wanita sialan itu!! Kita pulang sekarang juga," titahnya kepada anak buahnya."Baik, Tuan."Kedua lengan Stella diapit dua pria bertubuh kekar lalu diseret masuk ke dalam mobil sedangkan mobil Porche miliknya dibiarkan begitu saja di bahu jalan, ia terus memberontak saat kedua tangannya diikat kemudian hidungnya dibekap dengan menggunakan sapu tangan yang telah ditetesi obat bius sampai akhirnya ia tidak sadarkan diri saat dibawa ke kediaman Marchetti.Sementara itu
"Freya!! Freya ...." Dengan langkah kaki gemetaran, Evan berjalan mendekati kantong plastik berisi tulang belulang Freya lalu ia terjatuh bersimpuh te[at di depan tulang sang istri dengan hati yang hancur dan tercabik-cabik.Dengan tangan yang gemetaran dan , Peter melepas jas yang ia kenakan lalu meletakkannya di tanah dan ia mengambil satu per satu tulang Freya kemudian meletakkannya di atas jas miliknya."Evan, sebaiknya kita kuburkan saja Freya di sini agar tidak ada lagi yang bisa mengusiknya dan ... agar Freya bisa beristirahat dengan tenang," ucap Peter dengan suara bergetar.Evan hanya mengangguk lemas seraya mengambil tulang istrinya lalu memeluknya erat, bendungan air matanya jebol tak bisa menahan emosinya yang bercampur aduk. Kemarahan, dendam dan rasa bersalahnya yang ia pendam di dalam dadanya seperti bom waktu yang siap meledak menghancurkan semua musuhnya yang telah membuat hidupnya bagai di neraka."Peter, tolong persiapkan semuanya," titah Evan."Ya," jawab Peter.Ev
"Simon!! Cepat kejar mobil Henry, Evan di bawah kolong mobil dan dia akan mati terseret kalau kita tidak segera menolongnya," ujar Peter sambil berlarian keluar dari parkiran VVIP klab malam milik pimpinan mafia Ndrangheta.Simon dan Peter masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di luar gedung dan mereka bersiap mengejar mobil Henry yang sudah terlebih dahulu meninggalkan parkiran VVIP. Mobil Mercedez Benz hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi menyusuri jalan raya tapi ...CKIIIIIITT!! Mobil berhenti mendadak hingga tubuh Peter dan Simon sampai terpelanting ke depan membentur jok kursi yang berada di depan mereka."Aaaakkhhh!!" Pekik Peter dan Simon, keduanya mendesis kesakitan karena ulah sang sopir yang mengerem mobil secara dadakan."What the hell!! Apa yang kau lakukan?! Apa kau ingin bunuh diri, huh?! Kenapa kau berhenti mendadak?!" Maki Peter."Apa yang kau lakukan? Cepat kejar mobil Henry untuk menyelamatkan tuan Evan," titah Simon yang terlihat geram karena ulah sang sopir
"Jangan berbicara omong kosong, Bitch!! Aku tidak akan membiarkan Evan mendapatkan apa yang diinginkannya," ujar Julian kesal."Tapi kau juga tidak bisa menghentikan Evan, bukan? Buktinya kau tidak berani menyerang Evan untuk merebut kembali adikmu," hina Stella sambil tersenyum sinis.Emosi Julian kembali terpancing hingga ia memegang dagu Stella kencang seakan ingin meremukkan wajah cantik sang wanita yang selalu berhasil membuat darahnya mendidih. Harga dirinya selalu direndahkan dan diinjak-injak oleh Stella setiap kali wanita itu berbicara sampai kesabarannya yang setipis rambut dibelah 7 mencapai batas."Rendahkan aku sekali lagi dan wajahmu yang cantik ini akan kuhancurkan dan kubuat cacat seumur hidup," ancam Julian yang membuat nyali Stella seketika menciut."Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak bisa melakukan apapun saat ini," tanya Stella."Bersumpahlah kalau kau akan melakukan semua yang aku perintahkan dan aku akan memberikan banyak keuntungan untuk keluargam
"Kau ... serahkan tubuhmu dan puaskan hasratku setiap kali aku sedang bergairah maka aku dengan senang hati akan mengabulkan satu permintaanmu," ujar Evan yang membuat mata Iris membelalak.Iris tidak menyangka kalau Evan menjadi semakin gila dengan memberikan syarat yang menurutnya sangatlah merugikannya sebagai seorang wanita, ia menyadari betapa kejamnya dunia mafia yang digeluti oleh sang kakak sehingga kini dirinyalah yang harus menanggung semua perbuatan Julian dan membuatnya semakin tersiksa."Kau benar-benar keterlaluan!! Apa kau tidak takut dengan hukum karma? Bagaimana kalau hal yang menimpaku sekarang ini juga akan menimpa anak perempuanmu di kemudian hari?" Ucap Iris dengan air mata yang terus berlinang membasahi pipinya."Aku tidak akan pernah membiarkan hal buruk itu menimpa anak-anakku, tidak akan pernah!! Kalau perlu, aku akan membunuh semua musuh-musuhku agar anak-anakku bisa hidup dengan aman termasuk kakakmu, Julian." Timpal Evan."Kalian boleh saling serang dan sal
"Tuan Luciano, apa yang anda lakukan? Pasien butuh perawatan dan anda tidak bisa membawanya," protes sang dokter melihat pasiennya digendong Evan."Jangan banyak bicara!! Aku melakukan ini demi keselamatan wanitaku dan juga semua orang berada di dalam rumah sakit ini," ketus Evan yang langsung membawa pergi Iris keluar menuju ke parkiran mobil.Sang pengawal membukakan pintu mobil untuk agar pimpinannya bisa masuk dengan mudah dan mereka bergegas pergi meninggalkan rumah sakit untuk menghindari serangan anggota Ndrangheta yang semakin intens."Berhentilah di jalan yang sepi di depan sana," titah Evan seraya memindahkan dan merebahkan Iris ke bangku, ia mengambil dua pistol Desert Eagle andalannya dari balik baju lalu mengisinya dengan amunisi penuh."Anda mau apa, Tuan?" Tanya sang pengawal."Membunuh lalat," jawab Evan. "Jaga Iris," titahnya singkat sambil membuka pintu mobil kemudian keluar."Tuan Evan ...." Seorang pengawal bergegas keluar mobil sambil membawa pistolnya yang ia gun