"Freya!! Freya ...." Dengan langkah kaki gemetaran, Evan berjalan mendekati kantong plastik berisi tulang belulang Freya lalu ia terjatuh bersimpuh te[at di depan tulang sang istri dengan hati yang hancur dan tercabik-cabik.Dengan tangan yang gemetaran dan , Peter melepas jas yang ia kenakan lalu meletakkannya di tanah dan ia mengambil satu per satu tulang Freya kemudian meletakkannya di atas jas miliknya."Evan, sebaiknya kita kuburkan saja Freya di sini agar tidak ada lagi yang bisa mengusiknya dan ... agar Freya bisa beristirahat dengan tenang," ucap Peter dengan suara bergetar.Evan hanya mengangguk lemas seraya mengambil tulang istrinya lalu memeluknya erat, bendungan air matanya jebol tak bisa menahan emosinya yang bercampur aduk. Kemarahan, dendam dan rasa bersalahnya yang ia pendam di dalam dadanya seperti bom waktu yang siap meledak menghancurkan semua musuhnya yang telah membuat hidupnya bagai di neraka."Peter, tolong persiapkan semuanya," titah Evan."Ya," jawab Peter.Ev
"Simon!! Cepat kejar mobil Henry, Evan di bawah kolong mobil dan dia akan mati terseret kalau kita tidak segera menolongnya," ujar Peter sambil berlarian keluar dari parkiran VVIP klab malam milik pimpinan mafia Ndrangheta.Simon dan Peter masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di luar gedung dan mereka bersiap mengejar mobil Henry yang sudah terlebih dahulu meninggalkan parkiran VVIP. Mobil Mercedez Benz hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi menyusuri jalan raya tapi ...CKIIIIIITT!! Mobil berhenti mendadak hingga tubuh Peter dan Simon sampai terpelanting ke depan membentur jok kursi yang berada di depan mereka."Aaaakkhhh!!" Pekik Peter dan Simon, keduanya mendesis kesakitan karena ulah sang sopir yang mengerem mobil secara dadakan."What the hell!! Apa yang kau lakukan?! Apa kau ingin bunuh diri, huh?! Kenapa kau berhenti mendadak?!" Maki Peter."Apa yang kau lakukan? Cepat kejar mobil Henry untuk menyelamatkan tuan Evan," titah Simon yang terlihat geram karena ulah sang sopir
"Jangan berbicara omong kosong, Bitch!! Aku tidak akan membiarkan Evan mendapatkan apa yang diinginkannya," ujar Julian kesal."Tapi kau juga tidak bisa menghentikan Evan, bukan? Buktinya kau tidak berani menyerang Evan untuk merebut kembali adikmu," hina Stella sambil tersenyum sinis.Emosi Julian kembali terpancing hingga ia memegang dagu Stella kencang seakan ingin meremukkan wajah cantik sang wanita yang selalu berhasil membuat darahnya mendidih. Harga dirinya selalu direndahkan dan diinjak-injak oleh Stella setiap kali wanita itu berbicara sampai kesabarannya yang setipis rambut dibelah 7 mencapai batas."Rendahkan aku sekali lagi dan wajahmu yang cantik ini akan kuhancurkan dan kubuat cacat seumur hidup," ancam Julian yang membuat nyali Stella seketika menciut."Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak bisa melakukan apapun saat ini," tanya Stella."Bersumpahlah kalau kau akan melakukan semua yang aku perintahkan dan aku akan memberikan banyak keuntungan untuk keluargam
"Kau ... serahkan tubuhmu dan puaskan hasratku setiap kali aku sedang bergairah maka aku dengan senang hati akan mengabulkan satu permintaanmu," ujar Evan yang membuat mata Iris membelalak.Iris tidak menyangka kalau Evan menjadi semakin gila dengan memberikan syarat yang menurutnya sangatlah merugikannya sebagai seorang wanita, ia menyadari betapa kejamnya dunia mafia yang digeluti oleh sang kakak sehingga kini dirinyalah yang harus menanggung semua perbuatan Julian dan membuatnya semakin tersiksa."Kau benar-benar keterlaluan!! Apa kau tidak takut dengan hukum karma? Bagaimana kalau hal yang menimpaku sekarang ini juga akan menimpa anak perempuanmu di kemudian hari?" Ucap Iris dengan air mata yang terus berlinang membasahi pipinya."Aku tidak akan pernah membiarkan hal buruk itu menimpa anak-anakku, tidak akan pernah!! Kalau perlu, aku akan membunuh semua musuh-musuhku agar anak-anakku bisa hidup dengan aman termasuk kakakmu, Julian." Timpal Evan."Kalian boleh saling serang dan sal
"Tuan Luciano, apa yang anda lakukan? Pasien butuh perawatan dan anda tidak bisa membawanya," protes sang dokter melihat pasiennya digendong Evan."Jangan banyak bicara!! Aku melakukan ini demi keselamatan wanitaku dan juga semua orang berada di dalam rumah sakit ini," ketus Evan yang langsung membawa pergi Iris keluar menuju ke parkiran mobil.Sang pengawal membukakan pintu mobil untuk agar pimpinannya bisa masuk dengan mudah dan mereka bergegas pergi meninggalkan rumah sakit untuk menghindari serangan anggota Ndrangheta yang semakin intens."Berhentilah di jalan yang sepi di depan sana," titah Evan seraya memindahkan dan merebahkan Iris ke bangku, ia mengambil dua pistol Desert Eagle andalannya dari balik baju lalu mengisinya dengan amunisi penuh."Anda mau apa, Tuan?" Tanya sang pengawal."Membunuh lalat," jawab Evan. "Jaga Iris," titahnya singkat sambil membuka pintu mobil kemudian keluar."Tuan Evan ...." Seorang pengawal bergegas keluar mobil sambil membawa pistolnya yang ia gun
"Jangan menggodaku, Iris. Kau tahu betapa liarnya diriku saat sedang bercinta, bukan? Dan aku tahu kalau kau tidak menginginkan hal ini," ujar Evan seraya menempelkan dahinya ke dahi Iris.Tangan kekar Evan merabai punggung dan perlahan turun di bongkahan pantat seksi yang berbentuk gitar Spanyol, tangannya meremas kencang hingga tubuh sang wanita tersentak. Manik abu-abunya lekat menatap setiap ekspresi wajah yang ditunjukkan Iris, dan Evan sangat menyukai saat Iris menunjukkan ekspresi wajah campur aduk antara takut, menikmati dan menolak saat ia menyentuh area sensitif sang wanita."Lakukan saja dengan cepat agar aku bisa secepatnya terbebas dari siksaanmu," ucap Iris.Punggung Iris tiba-tiba ditekan oleh tangan Evan hingga tubuhnya terdorong maju yang membuat tubuhnya menempel di tubuh kekar sang pria, tangan langsingnya reflek bergerak mendorong dada kokoh agar tubuhnya tidak lagi bersentuhan dengan tubuh Evan akan tetapi semakin ia mencoba untuk menjauh maka Evan semakin kuat me
"Simon dan semuanya, menyebar!! Laporkan kepadaku situasi yang kalian lihat di tempat masing-masing dan jangan sampai ketahuan," titah Evan melalui alat komunikasi khusus.PLAK!! Peter menampar pipinya sendiri untuk membunuh beberapa atau mungkin ratusan pasukan hewan penghisap darah yang selalu menyerbu serta menghisap darahnya setiap kali ia melakukan pengintaian di semak-semak, ia tidak berani mengomel karena sejak berangkat tadi wajah Evan selalu nampak masam dan ia takut terkena dampratan Evan."Damn!! Pakai cream ini, aku sudah menyiapkannya untukmu," ucap Evan sambil melempar cream anti nyamuk ke arah Peter yang sedang berjongkok tepat di sampingnya."Sekarang ini aku tidak takut lagi sama nyamuk tapi aku takut mellihat wajahmu ... ada apa denganmu? Apakah kau ... tidak mendapat jatah dari Iris?" Tanya Peter dengan suara lirih.Evan hanya diam tidak merespon ucapan Peter yang hanya akan membuat kepalanya berdenyut sakit, sudah hasratnya tidak tersalurkan dan sekarang harus men
"Mati kau, Evan!!" Orlando menancapkan ujung pena yang lancip di dada Evan, menekannya semakin dalam hingga darah segar mengucur deras dari ujung pena.Evan mencengkeram erat pergelangan tangan Orlando sambil menatap mata musuhnya dengan tatapan penuh kemarahan, otot-otot tangan serta wajahnya mencuat dari permukaan kulitnya saat ia menahan kekuatan dorongan Orlando sehingga pena yang tadinya menancap di dadanya kini telah berhasil ia keluarkan."Kau tidak akan pernah bisa membunuhku dengan benda sialan ini," ujar Evan yang kini merebut balik pena berlumuran darahnya lalu balik menusuk perut Orlando."Aaakkh," erang Orlando kesakitan.Evan mencekik leher Orlando beberapa detik lalu ia menendang musuhnya hingga tersungkur ke lantai sebelum tubuhnya hampir merosot ke lantai namun Peter bergerak cepat menangkap lalu menopang tubuhnya."Evan!! Kau baik-baik saja?" Tanya Peter seraya melingkarkan tangan kekar Evan ke bahunya.Napas Evan terengah-engah dan tangannya sedang memegangi dadanya