Broto tengah duduk di sofa ruang tamu sambil sesekali matanya melirik istrinya yang tengah sibuk merias meja. Meja bundar dengan dihiasi lilin yang akan membawakan kesan mewah di malam hari. Broto dapat melihat raut wajah istrinya yang terlihat begitu bahagia.”Ma, kira-kira Yuda sampai disini jam berapa?” tanya Broto ditengah keheningan. Tak seperti biasanya, Puji membalas pertanyaan Broto dengan lembut. Jarang-jarang istrinya bisa berkata selembut itu. “Kita tungguin saja dulu Pa... Oh iya! Daripada kamu hanya duduk manis doang mendingan kamu suruh Anya untuk datang ke rumah kita” ujar Puji.“Tapi ini sudah makan Ma... Papa tidak enak sama Dirga” ujar Broto.Puji yang tadinya mendadak lembut kini kembali menunjukkan taringnya yang sempat tertahan. Puji memaki-maki suaminya dan memaksanya untuk segera menghubungi Anya. Dengan perasaan ketakutan, Broto pun mengiyakan. Tak berselang lama Anya mengangkat teleponnya dan mengiyakan ajakan papanya tersebut.“Nah gitu dong!!!” gerutu Puji p
Anya pulang dalam keadaan berantakan dengan mata yang sembab. Ia masuk ke dalam kamar tidur dan langsung naik ke atas kasur yang saat ini kebetulan Dirga juga lagi tiduran di atas kasur. Awalnya Dirga tak mengetahui Anya yang pulang dalam keadaan marah namun ia menjadi tahu lantaran sikap Anya berubah.“Sayang tolong matikan lampunya dulu karena aku enggak bisa tidur gara-gara lampunya nyala” pinta Dirga.Anya tak bergeming dan malah menarik selimut sampai ke atas kepalanya. Melihat hal itu Dirga pun kembali mengajak istrinya berbicara. “Anya, kamu dengar atau tidak yang aku katakan barusan?” Dirga mencoba melihat reaksi Anya namun tetap saja Anya memilih diam.Dirga mulai merapatkan tubuhnya ke tubuh Anya dan mulai mengelus rambut panjang istrinya tersebut dengan lembut. Sambil mengelus rambut Anya, Dirga mencoba untuk menanyakan kondisi Anya.“Sayang, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya dan dibalas gelengan kepala dari Anya.“Sayang coba kamu perlihatkan wajah kamu ke aku? Aku ingin
Kehidupan tidak lagi berarti hanya asap kegelapan yang kini mengelilingi hati. Dalam ruangan yang gelap itu Anya menangis sesenggukan. Tangisan yang tak akan dapat merubah waktu yang telah berlalu. Ia memegang sebuah alat yang biasa digunakan untuk mengukur kehamilan seseorang. Terlihat sangat jelas dari alat itu memunculkan garis dua.“Aku harus bagaimana? Aku tidak mungkin memberitahukan hal ini pada suamiku” gumam Anya dalam hati.“Tapi... Aku juga tidak mungkin memberitahukan kehamilan ini pada bajingan itu! Aku tidak ingin berhadapan lagi dengan dia!” Seharian penuh ia menghabiskan waktu di dalam kamar tidur. Dirga yang masih bekerja tidak mengetahui kondisi istrinya yang saat ini tidak sedang baik-baik. Dalam penuh kepalsuan, Anya akan menceritakan kehamilannya itu pada suaminya dengan menjadikan Dirga sebagai ayah biologis pada janin tersebut. Saat malam hari telah tiba.... Dirga pun pulang dengan rasa lelah yang teramat sangat sakit. “Sayang, kamu pasti lelah sekali?” tanya
“Anya tunggu aku!” Rangga berteriak memanggil Anya saat Anya berusaha untuk menjauh darinya. Rangga yang telah berhasil meraih tangan Anya mencoba untuk mengajak wanita cantik itu berbicara empat mata. “Aku ingin berbicara sama kamu” ujarnya sambil terus memegang tangan Anya.“Lepasin!” seru Anya menatap tajam ke arah Rangga. Namun usahanya itu tak dapat menggoyahkan Rangga yang sudah kehilangan kesabaran.“Aku tidak akan melepaskan kamu kalau kamu menghindari aku seperti ini” ujar Rangga.Anya menolehkan kepalanya ke arah kiri dan kanan seakan tengah melihat situasi disekelilingnya. Melihat keadaan sepi, Anya pun angkat bicara.“Aku dan kamu sudah tidak ada lagi perjanjian. Aku sudah melayani kamu dan kamu juga sudah membayar ku. Jadi, mengapa kamu masih ingin berkomunikasi dengan diriku?” tanya Anya.“Aku... Aku tidak tahu tapi aku” Rangga yang kebingungan untuk menjawab membuat Anya sedikit kesal. Ditambah lagi Taher datang dihadapan mereka dengan raut wajah tak berdosa. Anya yang
Anya terus menerus merasa mual membuat Dirga merasa khawatir dengan kondisi Anya yang seperti itu. Tak ingin istrinya kenapa-kenapa Dirga pun memintanya untuk tidak bekerja. Namun Anya menolak dengan alasan bahwa ia mesti profesional dalam pemotretan. Dirga yang merasa khawatir meminta istrinya untuk berboncengan dengan dirinya.“Aku akan mengendarai mobilku dan kamu lanjut saja bekerja” ujar Anya.“Aku sudah berhenti bekerja menjadi satpam di pasar besar sejak aku teririt hutang. Sekarang aku hanya kerja serabutan dan sorenya aku jadi satpam di kedai rumah makan teman aku itu” ujar Dirga.“Terserah kamu... Aku harus segera ke kantor!” seru Anya.Dengan terpaksa Anya diantar oleh suaminya karena ia tak ingin ribut dengannya. Sepanjang perjalanan Anya terus saja merasa ingin muntah namun tak keluar-keluar. Hingga sampailah di depan pintu pagar kantor yang telah di buka. Saat itu Anya tak berpikir apa-apa dan meminta suaminya untuk pulang.“Kamu yakin bisa bekerja dalam kondisi lemas se
Malam ini Anya tidak bisa tidur nyenyak. Ia teringat dengan kematian Rangga yang sangat mendadak. Tidak ingin merasa bersalah lantaran telah menolak cintanya, Anya mencoba untuk mencari tahu berita terkini di YouTube. Di beberapa sumber yang ia telah tonton ada perasaan aneh pada dirinya. “Mana mungkin Rangga mengakhiri hidupnya dengan meminum racun? Sedangkan saat kejadian dia tengah memakan bolu? Apakah ada seseorang yang terlibat di dalamnya?” Menyadari malam ini suaminya belum juga pulang membuat Anya sangat khawatir. Terlebih saat ini tengah asa hujan deras mengguyur kota jakarta. Anya mencoba menghubungi suaminya namun sama sekali tak ada jawaban. Ia lirik jam telah menunjukkan pukul 12:00 Malam dan seharusnya suaminya tengah menuju perjalanan pulang.“Semoga saja suamiku baik-baik saja” gumam Anya dalam hati.Tak berselang lama, Anya mendengar suara ketukan pintu dari arah pintu luar. Anya pikir suaminya telah pulang dan ia pun dengan buru-buru beranjak dari kasur ke arah sum
Anya terbangun dari tidurnya dan menyadari Myeline tidak ada disamping dirinya. Kebetulan juga ia ingin buang air kecil sehingga Anya pun berjalan menuju ke arah kamar mandi. Saat sampai ia terkejut melihat Dirga tengah berada di luar kamar mandi. Anya pun menghampirinya dan bertanya, “Kamu sedang ngapain?”Dirga terbelalak ketika melihat istrinya sudah ada didepan mata. Anya melirik pakaian yang tengah suaminya bawa dan meraihnya dengan paksa. Tanpa basa-basi Anya pun mengenali pakaian itu, pakaian yang dikenakan oleh Myeline. Yang lebih geregetnya lagi adalah Anya melihat celana dalam temannya itu di bawa oleh suaminya!“Ini apa-apaan?!” tanya Anya pada Dirga.“Kamu diam dulu ini itu salah paham” ujar Dirga yang mulai berkeringat dingin.Lalu tiba-tiba pintu kamar mandi pun terbuka dan Myeline berteriak, “Dirga mana pakaian aku?” Anya menatap ke arah Dirga sembari matanya sudah berlinang air mata. Anya dengan berberat hati memberikan pakaian itu kepada Myeline tanpa sepengetahuan Mye
“Aku sudah mendapatkan pekerjaan tetap tapi kenapa kamu tidak menyukai pekerjaanku?” tanya Dirga.“Tapi kamu bekerja di perusahaan Myeline! Sedangkan aku... Aku tidak menyukai kamu dekat dengan dia!” seru Anya.“Sudahlah... Aku lelah dengan kemiskinan ini. Gara-gara aku miskin, kamu menjadi pelacur dan gara-gara aku miskin... Orang tuamu menginjak harga diriku. Seharusnya kamu bersyukur karena aku bukanlah seorang pendendam yang bisa saja menyakiti kamu demi melihat orang tuamu sakit” ujar Dirga.“Apa yang kamu katakan? Ini hanya bercanda kan?” Anya berusaha untuk tetap tegar meskipun hatinya terasa sakit. Dirga melirik jam di pergelangan tangannya lalu ia berkata dengan ketus, “Aku sibuk dan aku mau berangkat sekarang!” Dirga menerobos istrinya hingga membuat Anya terjatuh ke lantai. Ini seakan mimpi buruk bagi seorang wanita seperti Anya. Tak biasanya Dirga bersikap seperti itu semenjak Myeline hadir di kehidupan mereka.“Apakah mungkin Myeline yang telah membocorkan rahasiaku pada