Aku kembali menginjakkan kakiku di Ibu Kota. Kembali menjalankan rutinitas seperti biasa. Kali ini aku ingin ke Supermarket milikku untuk memantau kinerja para karyawan. Aku bosan terus menerus di rumah tanpa mengerjakan apapun, jadi lebih baik aku kesini saja.
Baru membolak-balikkan lembar demi lembar yang harus ku cek. Priska, salah satu karyawanku tergesa-gesa menghampiriku yang kini tengah duduk di sofa santai dalam ruangan ber-AC itu.
“Maaf, Bu! Ada pak Aldi di bawah!” terangnya, membuatku langsung menegakkan dudukku.
“Saya nggak salah dengar, Pris? Ngapain, kalau mau belanja, layani saja seperti yang lain.” sahutku.
“Nggak, Bu. Pak Aldi mengambil beberapa buah dan mie instan, pak Aldi mencoba kabur tanpa membayar. Dia hanya berteriak kalau Ibu sudah mengizinkan.” terangnya lagi membuatku geleng-geleng kepala.
Aku langsung meminta Priska untuk membawaku ke tempat di mana Aldi me
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, walaupun hari ini adalah hari minggu. Aku ingin berjalan-jalan disekitaran komplek, karena kata mamaku, bagus untuk ibu hamil. Setelah selesai bermunajat, aku memilih menuju dapur untuk membuat susu.Aku beruntung, karena kehamilanku tidak terjadi mual yang cukup parah. Aku hanya mual pada trimester awal saja. Jadi sekarang, aku malah akan mual kalau telat makan. Tita--dokter kandungan sekaligus tetanggaku mengatakan memang lebih banyak mual muntah dijumpai pada trimester pertama, tapi tak jarang ada yang sampai 9 bulan pun masih merasakannya.Aku melihat pantulan wajahku di cermin bulat dengan ukiran unik disetiap pinggirannya itu yang ku letakkan di ruang tamu. Aku amati wajahku, kemudian terkekeh sendiri. Rasanya sangat lucu melihat wajahku yang sekarang. Ternyata menjadi gendut tidak terlalu buruk. Aku menikmati perubahan ini.Setelah menenggak habis susu hamil rasa strawberry, aku berjalan melewati rumah-
Alunan musik klasik memenuhi seantero rumahku yang di dominasi cat berwarna putih. Aku memilih duduk dengan bantal yang menopang bagian belakang tubuhku. Pinggangku sudah sangat pegal sekali kalau duduk tidak menyandar pada apapun.Kini aku tengah menanti kelahiran anakku, karena usia kehamilanku sudah memasuki 9 bulan.“Nduuk, ini buahnya.” aku mengangguk sambil menerima piring kecil berisi buah-buahan dari Mbok Nah. Rasanya damai sekali saat seperti ini. Hanya alunan musik, aroma terapi yang menenangkan, suasana yang bagus. Hmm, aku suka ini.Ting.. Tong..Bel rumah berbunyi, aku berusaha bangun dari dudukku. Namun dicegah oleh Mbok Nah. Dengan cekatan wanita itu menuju pintu bercat biru tua dan membukanya.Aku tersenyum hangat pada seseorang yang baru saja duduk dan membelai perutku. Aku yakin pipiku bersemu merah sekarang.“Kamu nggak ngantor? Kok, malah kesini,“ tanyaku padanya,
Jam menunjukkan pukul 3 dinihari. Namun, perutku terasa mulas dan nyeri yang sangat hebat dibagian pinggang, rasanya panas sekali. Keringat sudah membanjiri tubuh, sedangkan nafasku sudah tak beraturan.Aku mencoba turun dari ranjang menuju pintu dan membukanya. Setengah mati aku merasakan perutku yang nyeri luarbiasa.“Mbook, Mbook,” panggilku lirih.Ku gigit bibirku untuk menahan rasa nyeri pada bagian perut dan pinggang. Aku memilih duduk dibibir tangga dan menelpon Risjad. Panggilan ketiga, lelaki itu baru mengangkatnya.“Ssshh, Ris ... Ka-mu b-bisa kesini ng-ngak, Ris ...” ucapku terengah-engah.“Kamu kenapa Sayang?! Iya, aku kesana sekarang. Tunggu aku!”Sambungan telpon terputus dan aku masih berusaha memanggil Mbok Nah. Beruntung, karena dari bibir tangga aku bisa melihat wanita itu tengah menapaki tangga dengan sedikit mempercepat langkah.“Ya Allah
Rumah yang semula ramai berganti menjadi sunyi, sepi. Apa lagi anak semata wayang ku tidur. Aku beruntung memiliki seorang bayi yang terus terlelap sepanjang malam. Jadi, aku bisa istirahat dan menyusuinya 2 jam sekali.Mataku enggan terpejam meskipun novel tebal sudah habis kubaca. Pikiranku gelisah tentang Aldi yang mau ke rumah menengok putriku yang ku beri nama “Katya Lyubov Oxana” terserah kalau nanti dia memprotes namanya. Ini bayiku, anakku dan aku lebih berhak atasnya.Aku pandangi wajah mungil kemerahan di sampingku. Untuk saat ini, wajah mungil itu memang mendominasi wajah Aldi. Tapi kata sebagian orang, bayi akan berubah seiring bertambahnya usia dan aku berharap, Katya akan semakin mirip denganku.Apa aku harus mempertimbangkan permintaan Risjad yang meminta pernikahan dipercepat? Jujur saja, aku belum siap. Aku masih trauma menjalani rumah tangga. Tapi kalau aku mau menjalani rumah tangga dengannya, pasti Aldi akan lebi
“Kenapa kamu bilang begitu, Ris?!” hatiku masih dongkol dengan ucapannya yang baru saja memberi lampu hijau pada mantan suamiku untuk leluasa menemui Katya.“Apa yang salah, Re? Katya adalah anaknya. Kamu tidak bisa lepas dari itu semua walaupun aku juga tidak suka kamu masih bertemu dengan lelaki itu. Tapi ikatan darah tidak bisa hilang begitu saja Re,” jawabnya dengan suara lembut.“Meskipun Katya adalah anaknya, aku tetap tidak rela, Ris! Aku tetap tidak setuju kalau dia mengunjungi anaknya dengan mudah setelah dia mengabaikan aku saat aku tengah mengandung anaknya!” sentakku tajam sambil menaikan volume suaraku.Katya menangis. Mungkin karena suaraku yang telah mengagetkannya.“Tenang dulu, Re ... Maaf kalau kata-kata ku tadi tidak kamu sukai. Tapi bukankah salah kalau kamu berusaha menjauhkan anakmu dengan Papanya--”“Dan mengenal Wulan sebagai Ibu Tirinya, begitu?!&
Keesokan harinya, aku kembali pada rutinitasku. Ke Supermarket dan menengok Restoran. Sudah sebulan aku memilih bersantai dan menikmati peran ini. Setelah aku bersiap, aku titipkan Katya pada babysitter yang baru malam tadi sampai di rumahku.Babysitter yang menurutku wajahnya tidak begitu asing. Namun, aku tetap tidak tahu dia siapa.Ku lajukan mobil sport berwarna merah milikku. Kali ini yang menjadi tujuanku adalah Supermarket milikku yang terletak disebuah Mall dan sudah ada beberapa cabang dengan orang-orang kepercayaanku yang membantu mengelolanya.Sesampainya di sana, aku tidak langsung masuk kedalam ruanganku. Namun, aku ingin melihat dulu para karyawan yang mulai sibuk menata barang, dan mengecek ketersediaan barang yang lain. Semua karyawan mengangguk hormat dengan senyum manisnya padaku dan tentu saja kubalas dengan sebuah senyuman manis pula.Saat aku sedang berbicara dengan karyawanku di meja Kasir, netraku menan
Wajahnya yang sempurna memucat kala mendengar kata-kataku barusan. Semudah itu aku mengatakannya, tidak merasa terbebani, meski dalam hatiku sedikit terasa perih. Hanya sedikit.“Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Rose, Re! Dia kekasih Erick saat di Aussie. Dan memang, wanita itu pernah menyatakan cinta padaku sampai menyusulku ke Kanada.” terangnya.“Aku tidak percaya secepat itu kalau sudah mendengarnya langsung dari mulut Erick juga Rose. Pergilah. Suasana hatiku sedang tidak bagus.”Sedetik kemudian, lelaki itu memelukku erat. Menghirup dalam-dalam aroma parfum yang tertinggal di leherku. “Sudahlah, Ris. Kalau memang benar, kamu tidak perlu takut kehilangan aku.”Pelukannya mengurai, ditangkupnya wajahku dengan kedua tangannya yang besar terasa seperti membingkai wajah. Kemudian mengecup sekilas pipi kiri dan kananku.“Apapun itu. Aku tidak mau kehilangan kamu untuk yang
Lelaki itu membuang pandangan agar tidak terlibat kontak mata langsung denganku. Aku tahu, Aldi masih mencintaiku.“Sudah aku bilang, aku benar-benar tidak pantas untukmu, Rena.” ucapnya masih memandang kearah lain.“Baiklah Di, setelah ini aku tidak akan menanyakan apapun lagi. Tapi, tolong pandang aku, lihat mataku Di,” pintaku, dan lelaki itu memandangku dengan sorot mata terluka. Setidaknya itu yang aku lihat.“Apa benar kamu tidak mencintaiku lagi Di?” ucapku lirih sambil memegangi wajah putih itu.“Lihatlah, Re! Aku tidak mencintaimu!” sentaknya membuatku terkejut. Lelaki itu pergi menjauh dari Cafe dan aku merasa benar-benar dia telah menjauhiku.Mungkin disinilah, aku memang tidak perlu berharap memiliki keluarga harmonis dengannya. Mulai hari ini, aku harus bisa mengalihkan semuanya pada Risjad.Dengan langkah berat, aku pergi menjauhi bangunan Cafe.
Semalaman Rena tidak tidur, bahkan ia hanya duduk sambil menyender di pojok ranjangnya. Sementara, Katya berada dengan ibu kandung Rena karena memang sedari pemakaman kemarin, Rena hanya mengurung diri di kamar. Matanya memerah dan menimbulkan tanda hitam di bawahnya. Air matanya sudah kering, ia sudah tidak menangisi suaminya, akan tetapi ia masih belum bisa untuk mengikhlaskannya. Ikhlas? Satu kata dengan sejuta kesulitan.”Aku mau berlama-lama di sini sama Risjad, Kak.” Suara Rena serak, saat Adisana menyuruhnya pulang karena terlalu lama di pemakaman tadi siang.”Apa ada yang bisa kulakukan buat kamu, Yang, biar kamu tetep hidup?” racau Rena.Adisana mengusap wajahnya mendengar suara parau adiknya semakin membuatnya pilu. ”Dek, doakan Haris agar tenang di sana.”Rena mengerling tajam ke arah Adisana, ia tidak suka mendengar ucapan Adisana. ”Tenang? Aku yakin dia belum tenang kalau aku belum bertemu dengan pembunuhnya. Lagipula, apa motif Clara? Kenapa sasarannya ke aku dan Risjad
Rena segera berlari ke ruangan dokter Regant untuk memberitahukan suaminya menggerakkan tangan ke atas dan ke samping. Bahkan matanya berkedip seperti orang yang berusaha bangun dari tidur. Suara gumaman pun terdengar kembali.”Dok, suami saya! Suami saya menggerakkan tangannya, dia juga berkedip!” Rena terlalu antusias hingga tak memperdulikan jika dokter Regant tengah melakukan pertemuan dengan tamunya. Senyumnya memudar saat menyadari jika Rena tidak sopan, ia menunduk dan kembali membuka pintu.”Mari, Bu Rena, akan saya lihat keadaan Pak Haris,” katanya. Rena mengangguk canggung. ”Maaf, Dok.””Nggak pa-pa, ini ibu saya.”Mereka berdua jalan saling beriringan menuju ruang ICU. Dokter Regant juga meminta 2 susternya untuk ikut. Sesampainya di dalam, mata Rena membesar, tubuhnya mematung karena suaminya membuka mata. Tanpa dipinta, air mata bening mengalir di pipi Rena, ia begitu terharu.Dokter Regant memeriksa kondisi Haris dan tersenyum cerah ke arah Rena. ”Alhamdulillah, Bu, ko
”Maafin mbak, Shil. Mbak terlalu mengandalkan kamu dan Wulan, sedang mbak di rumah ongkang-ongkang kaki tanpa mikirin kalian berdua banting tulang buatku dan ibu. Karena aku yang nggak mau terbebani hutang yang ditinggalkan almarhum bapak, kamu dan Wulan jadi korban,” racau Fitria sambil memandangi peti mati di hadapannya.Sudah berapa bulir air mata yang keluar, Fitria tidak tahu, yang jelas kini ia tengah merunduk sambil memegangi kayu peti itu dengan bahu terguncang. Kehilangan 2 adiknya dalam waktu berdekatan sangat menyiksanya. Meski ia hidup, agaknya Fitria akan merasa bersalah sepanjang hidupnya.Kemeja hitam yang dipakainya sudah basah untuk mengelap air mata. Semalam ia menelfon Fais untuk memberitahukan kematian Shilla, Fitria meminta tolong untuk membantu pemakaman adiknya. Bahkan Fais sudah pulang lebih dulu karena sebelumnya mengadakan pengajian untuk Wulan.Pikirannya menerawang pada saat ia kembali dari kantor polisi dan mendengar cerita dari Rose, jika adiknya mengalam
POV AuthorDi Jakarta tengah gaduh, lebih tepatnya di kediaman Rose karena polisi yang sudah hampir 2 minggu mencari biang keladi dari semua rentetan kejadian akhirnya mengirimi surat agar Aldi ke kantor polisi karena tersangka sudah ditangkap meski yang satunya lagi masih dalam status buron.Keadaan Shilla seperti mayat hidup sekarang, bahkan hidupnya bergantung pada alat-alat yang menopang hidupnya. Fitria benar-benar terpukul saat 2 hari sebelum Haris mengalami kecelakaan, infus milik adiknya justru terisi cairan yang diduga racun. Tubuh Shilla langsung mengejang, bahkan dari mulutnya mengeluarkan busa hingga urat-urat di sekitar lehernya membiru.Mendengar pelakunya sudah ditangkap meski belum semua membuat Fitria mengepalkan tangannya. Ia bahkan berjanji pada adiknya akan menampar pelaku itu hingga membuat kelima jarinya membekas. Fitria mendekati Rose dan Aldi, menatap mereka dengan tatapan datar namun hatinya bergemuruh.”Ajak aku ke sana, Di. Aku mohon,” pintanya.Aldi menoleh
PoV RenaIni adalah kedua kalinya aku berada di rumah sakit. Satu kali saat melahirkan Katya, dan ini yang kedua kalinya karena mengalami kecelakaan. Aku sangat menyesal karena menyusul suamiku kemari dan menjadi penyebab dirinya seperti ini. Rasa rindu yang kukira akan menyelamatkanku dari rasa haus kasih sayang Risjad, kini justru menjadi boomerang untukku. Kini melihatnya hanya diam tanpa ada kosa kata pun yang keluar dari mulutnya membuatku semakin lemah. Hatiku sudah ditawan olehnya. Dia sudah mendapatkan seluruh hatiku yang sebelumnya sudah hampir mati rasa akibat dihianati oleh Aldi.Dia yang membuatku merasakan kembali bagaimana indahnya dicintai sebaik ini. Bahkan dia juga yang membuatku merasa menjadi wanita yang sangat diinginkan. Kuusap keningnya yang bersih tanpa cela, kucium kening itu lama. Seolah berada dalam sebuah film, aku berharap ini adalah mimpi.”Sus, nggak pa-pa tinggalin saya di sini.”Aku ingin berdua saja dengan suamiku, memeluknya meski selang infusku meng
”Halo, Di?”Adisana memang hendak menelfon Aldi untuk mengabarkan kondisi Katya. Meski adiknya berkata agar tidak perlu menghubungi Aldi karena pasti sibuk mengelola cafe barunya. (”Ya, Kak?”)Adisana menghirup napas dalam-dalam. ”Katya kecelakaan, dan sekarang ada di Surabaya. Lo nggak perlu dateng, karena pasti lo banyak pekerjaan. Gue cuma mau ngabarin aja, Di.”(”Di rumah sakit mana, Kak? Besok gue ke sana.”)Adisana yang tak ada pilihan lain pun mengatakan di mana rumah sakit Katya dirawat. Ia pun menceritakan bagaimana Katya sampai seperti sekarang.Di seberang, Aldi langsung terduduk lemas karena mendengar musibah yang menimpa mantan istri beserta anaknya.(”Sekarang kabar Haris gimana?”)Adisana menggeleng meski lawannya tak melihat. ”Dokter bilang, cuma mukjizat yang bisa sembuhin dia. Gue nggak bilang ke Rena, gue nggak mau adek gue stress. Dia lagi hamil.”Mendengar fakta itu, Aldi hanya diam dengan pikiran tak menentu.(”Pasti Rena sedih banget pas tau ini, Kak. Semoga Al
Bianglala yang dinaiki Rena berada di posisi tertinggi, dengan pengait yang hampir putus. Bahkan kurungan bianglala tak jauh darinya sudah jatuh hingga pengunjung pasar malam semakin histeris. Haris memeluk Katya dan istrinya yang panik, ditambah suara dalam telfon yang seakan menertawakan kepanikan mereka.”Ris ....” Rena benar-benar tak tahu untuk berbuat apa, sedangkan petugas yang menjalankan bianglala berusaha memperbaiki mesinnya. Perlahan tapi pasti, Rena merasa ia akan menjadi yang selanjutnya yang akan jatuh.Haris berusaha membuka pintu bianglala yang ia naiki, tapi nihil karena dalam keadaan panik membuat semuanya terlihat sulit. Rena, Katya dan Lira berpelukan bersama ...Hingga,Kreek!”Aaaaakkkk! Risjad!”Selama hidup, Rena merasa ini adalah bagian yang paling menyakitkan di hidupnya. Ia merasa dipermainkan oleh takdir. Kebahagiaan yang baru saja ia reguk seakan kembali direnggut.Pengunjung pasar malam dapat melihat bagaimana kurungan yang terdapat keluarga kecil Rena
Sudah seminggu ini Rena tidak ke mana-mana, bahkan untuk ke supermarket atau ke restoran. Rena merasa tidak memiliki semangat seperti biasa untuk mengganggu Rose, bahkan sekedar menanyakan kabar Shilla saja dia tidak menanyakannya. Bahkan saat Mita datang ke rumah dan mengajaknya hang out, Rena menolak ajakan Mita. Hidupnya terasa tidak bergairah setelah suaminya akan pergi 2 hari lagi ke Amerika. Bukan ia tidak ingin suaminya semakin sukses mendapat proyek besar, hanya saja ada perasaan lain yang ia pun tidak tahu.Ketika perasaan aneh itu muncul, Rena hanya akan menangis sambil menelfon suaminya dan merengek agar membatalkan kepergiannya ke Amerika. Bahkan meski Haris kehilangan proyek besar itu, Rena tidak perduli dibanding berjauhan selama itu.”Kamu tau kan aku nggak bisa LDR. Pikiran aku gampang banget parno. Kamu pulang aja, Ris ...,” rengeknya. ”Nggak bisa, Sayang. Gini deh, kamu kasih kepercayaan buat aku, dan bisa aku pastiin kalo nggak ada bule yang nempel nantinya di hat
”Clara dorong aku, Mbak. Dia juga ke sini kemarin siang saat Lira lagi di kantin. Dia ancam aku, dan nggak bolehin aku buat ngomong ini ke siapa pun. Clara ... Clara ....”Shilla terisak, tangannya menyentuh perut. Shilla benar-benar merasa kesakitan di sekitar perutnya saat terisak. Braak!Semua orang sontak melihat ke arah pintu. Mata Shilla, Rose dan Rena terbuka lebar. Sedangkan Fitria dan Lira tidak tahu siapa gadis yang tengah melangkah mendekati Shilla sambil membawa buah-buahan yang tersusun rapi.”Oh, lo udah cerita, Shil? Baguslah, jadi gue pun tau ternyata orang yang gue kira sahabat pun cepuin gue.” Clara memandang Rose.Fitria bagai baru tersadar jika gadis di hadapannya ini adalah gadis yang baru saja mereka bicarakan. Fitria berdiri sambil melangkah mendekati Clara, tak segan-segan ia bahkan mendaratkan cap lima jari di pipi mulus Clara.”Ja-lang! Harusnya lo yang gue gampar! Keluarga lo busuk semua!” maki Clara. Tangannya mendorong Fitria, namun Fitria kembali berdiri