Wajahnya yang sempurna memucat kala mendengar kata-kataku barusan. Semudah itu aku mengatakannya, tidak merasa terbebani, meski dalam hatiku sedikit terasa perih. Hanya sedikit.
“Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Rose, Re! Dia kekasih Erick saat di Aussie. Dan memang, wanita itu pernah menyatakan cinta padaku sampai menyusulku ke Kanada.” terangnya.
“Aku tidak percaya secepat itu kalau sudah mendengarnya langsung dari mulut Erick juga Rose. Pergilah. Suasana hatiku sedang tidak bagus.”
Sedetik kemudian, lelaki itu memelukku erat. Menghirup dalam-dalam aroma parfum yang tertinggal di leherku. “Sudahlah, Ris. Kalau memang benar, kamu tidak perlu takut kehilangan aku.”
Pelukannya mengurai, ditangkupnya wajahku dengan kedua tangannya yang besar terasa seperti membingkai wajah. Kemudian mengecup sekilas pipi kiri dan kananku.
“Apapun itu. Aku tidak mau kehilangan kamu untuk yang
Lelaki itu membuang pandangan agar tidak terlibat kontak mata langsung denganku. Aku tahu, Aldi masih mencintaiku.“Sudah aku bilang, aku benar-benar tidak pantas untukmu, Rena.” ucapnya masih memandang kearah lain.“Baiklah Di, setelah ini aku tidak akan menanyakan apapun lagi. Tapi, tolong pandang aku, lihat mataku Di,” pintaku, dan lelaki itu memandangku dengan sorot mata terluka. Setidaknya itu yang aku lihat.“Apa benar kamu tidak mencintaiku lagi Di?” ucapku lirih sambil memegangi wajah putih itu.“Lihatlah, Re! Aku tidak mencintaimu!” sentaknya membuatku terkejut. Lelaki itu pergi menjauh dari Cafe dan aku merasa benar-benar dia telah menjauhiku.Mungkin disinilah, aku memang tidak perlu berharap memiliki keluarga harmonis dengannya. Mulai hari ini, aku harus bisa mengalihkan semuanya pada Risjad.Dengan langkah berat, aku pergi menjauhi bangunan Cafe.
Astaga, selain Wulan ternyata ada yang lebih gila dari dia. Yaitu wanita ini. Bagaimana bisa dia meminta terang-terangan seseorang agar tanggungjawab padahal bukan perbuatannya? Kepalaku geleng-geleng tak habis pikir. Ingin rasanya aku tertawa di depannya langsung.Tiba-tiba aku ingin mengusili wanita berwajah bule ini. Aku bergelayut manja dan melingkarkan tanganku di lengan kekar Risjad sambil memamerkan cincin berlian di hadapan wanita itu.“Sayang, perdebatan ini membuatku kehausan,” rengekku. Jujur saja, aku ingin tertawa dengan aksiku karena selama ini aku tidak pernah begini pada Risjad.Bahkan lelaki itu pun terlihat kaget dengan apa yang aku ucapkan. Sayang? Oh, yang benar saja. Pasti banyak kupu-kupu berterbangan di perut Risjad.Kulirik wanita berambut blonde itu yang nampak garang menatapku. Aku semakin membenamkan wajahku pada dada bidang Risjad. Sungguh, aku sangat terhibur!“Mau minum a
Hari ini, dengan disaksikan banyak tamu undangan, kami menikah. Pernikahan yang sebelumnya aku minta dilaksanakan private, sekarang aku putuskan untuk menyerahkan pada Risjad dan membolehkannya mengundang siapapun yang dia mau.Aku hanya ingin menyenangkan hatinya yang sudah sedemikian rupa menantiku. Jam 09:30, kami sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Saat acara bersalam-salaman, mataku menangkap Wulan dan Mas Aldi tengah menginjak karpet merah dan menuju kearahku.Entahlah ini perasaanku saja atau bukan. Namun, aku seperti melihat kilatan kesedihan dari mata sipit mantan suamiku itu. Sedangkan Wulan, dirinya hanya tersenyum dan mengusap lengan Mas Aldi. Jujur saja, hatiku sedikit perih.“Selamat menempuh hidup baru, Rena. Semoga, lelaki di sampingmu bisa lebih menghargai cintamu juga Katya,” ucapnya ketika jemari kami saling bertaut.“Hebat dong, dapat suami yang lebih berduit dari mantan suami?” Wul
”Katya nangis, Ris.” saat kami berdua tengah menikmati secangkir teh, anak bayiku menggeliat sembari menangis. Posisi tubuhnya sudah tengkurap. Aku yang hendak menghampirinya kembali mematung karena Haris Risjad sudah lebih dulu menggendong bayi mungilku itu. Katya nampak nyaman dalam dekapannya, sesekali badannya masih menggeliat. Dari mulutnya, nampak Katya mencari sumber makanan utamanya, membuatku kembali bangkit untuk mengambil Katya.Aku menimang bayiku itu, masuk ke dalam lagi untuk menyusuinya. Namun tiba-tiba aku terkejut, saat sebuah tangan kekar kini memeluk pinggangku. Sedangkan posisiku membelakanginya karena sedang menyusui.Ia hirup pelan-pelan aroma rambutku yang menempel di leher. ”Ngapain, sih, Risjad.” tandasku.”Nggak. Itu Katya belum selesai?” keningku berkerut mendengarnya.”Katya, gantian dong, Nak,” ucap Risjad.”Risjaaaaad!” ucapku sembari menaikkan suara, dan Risjad hanya tertawa.Beberapa saat setelah tawanya reda, Katya kembali tidur. Risjad menatap mataku
Tanpa berkata apapun lagi, Aldi menaruh Katya di stroller, kemudian pergi begitu saja. Disahuti senyuman manis oleh Risjad yang merasa menang.”Udah lama dia.” suara Risjad terdengar dingin di gendang telingaku.Aku yang memang repot dengan Katya yang menangis tidak langsung menjawabnya. Namun Risjad malah kembali menanyakan hal yang sama. Kuhela napas kasar, memandangnya kesal.”Sebentar,” jawabku singkat. Aku kembali berkutat dengan Katya.”Apa yang kalian omongin tadi selama aku nggak ada?” pertanyaannya membuatku mengerutkan kening. Jadi ... lelaki di sampingku ini cemburu? Sekali lagi, aku memutar badan, berhadapan dengan wajahnya yang tampan tapi tampak menyebalkan.”Haris Risjad. Apa harus banget seorang Haris menjadi Harus?” jawabku dengan suara meninggi. Beberapa orang bahkan menoleh dan menahan senyum.”Tinggal jawab aja, sih. Apa salahnya,” ucapnya lagi. ”Dia cuma ngomong, Wulan udah ke Surabaya,” jawabku cuek.Wajahnya terlihat tidak puas dengan jawabanku. Alisku terangka
Aku menitipkan Katya pada Shila, karena rencana hari ini aku akan ke supermarket dan restoran. Kemarin, setelah aku telepon dengan Mita, tak berlangsung lama dari itu kak Adi menelpon dan bilang tidak bisa ke restoran karena tengah mempersiapkan pernikahan.Mita juga bilang, jika persiapan pernikahan nya sebentar lagi selesai. Sedangkan suamiku dari pagi-pagi sekali sudah terbang ke Balikpapan untuk urusan bisnis setelah cuti kantor setelah pernikahan.Berkendara dari tadi membuat pinggangku cukup pegal. Aku mampir ke supermarket terlebih dahulu untuk mengecek persediaan barang, dan kondisi di sana setelah kutinggal beberapa hari. Sedangkan untuk ke restoran, aku sudah meminta seseorang untuk menghandle, meski sepertinya dia belum datang. Sebelum jam makan siang mungkin aku akan ke sana.Kak Adi juga sudah bilang akan kembali memimpin perusahaan milik papa, maka dari itu kakakku itu tak bisa lagi setiap hari ada di restoran milikku. Dering ponsel mengalihkanku. Aku lekas mengambil po
Hari ini cukup penat, aku memilih untuk pulang saja agar bisa merebahkan badan. Mungkin karena sudah lama tidak bekerja, jadi tubuhku kembali terkejut. Setelah sampai di rumah, aku segera mengetuk pintu. Namun, alangkah terkejutnya aku saat mendengar tangis Katya yang sangat keras disertai bunyi benda jatuh.Kugedor-gedor pintu, akan tetapi tidak ada yang membukanya. ”Mbok Nah! Shilla! Buka pintunya!” Derak langkah tergesa-gesa kudengar mendekat, kemudian wajah yang kukenal muncul dari pintu yang terbuka. Aku segera menerobos masuk. Di dekat sofa merah, Shilla menatapku ketakutan, sedangkan anakku berada di dekapan Mbok Nah.Kurengkuh tubuh mungil Katya, tangisnya belum berhenti. Aku meneliti bagian wajahnya, terdapat tanda merah seperti sebuah lingkaran mengelilingi mulut. Tubuhku lelah, kemudian melihat anakku dalam keadaan seperti ini adalah hal yang sangat membuatku kesal.Kuhela napas panjang, mengeluarkannya, berusaha menenangkan diri. Aku memilih duduk di dekat baby sitter an
Risjad berdiri tegap, meski wajahnya terlihat letih. Senyumnya mengembang saat aku menatapnya.”Kamu berantakan banget, Yang?”Risjad memindai wajahku yang memang berantakan. Aku semalam tidak bisa tidur dengan baik, rupanya lelaki di hadapanku sudah berhasil membuatku memikirkan dirinya.”Buat apa kamu pulang secepat ini? Yakin nggak ada yang kehilangan kalau kamu tinggal,” sindirku. Wajah lelahnya berkerut, ”siapa?”Aku mengedikkan bahu, tanda tak berniat menjawabnya. Aku mengambil handuk baru di lemari dan bersiap menuju kamar mandi. Tapi pergerakanku terhenti karena tangan Risjad menarik piyama yang kukenakan. Aku hanya melihat Risjad melalui ekor mata saja.Lelaki itu bangkit seraya mengendus leher jenjangku, tapi segera kutepis.”Aku baru bangun tidur,” ucapku singkat seraya menghindar.”Nggak perduli. Aku kangen sama kamu, There.” Suaranya lembut dengan pandangannya yang sendu. Aku mendorong dada bidangnya, kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi.Begitu selesai mandi,
Semalaman Rena tidak tidur, bahkan ia hanya duduk sambil menyender di pojok ranjangnya. Sementara, Katya berada dengan ibu kandung Rena karena memang sedari pemakaman kemarin, Rena hanya mengurung diri di kamar. Matanya memerah dan menimbulkan tanda hitam di bawahnya. Air matanya sudah kering, ia sudah tidak menangisi suaminya, akan tetapi ia masih belum bisa untuk mengikhlaskannya. Ikhlas? Satu kata dengan sejuta kesulitan.”Aku mau berlama-lama di sini sama Risjad, Kak.” Suara Rena serak, saat Adisana menyuruhnya pulang karena terlalu lama di pemakaman tadi siang.”Apa ada yang bisa kulakukan buat kamu, Yang, biar kamu tetep hidup?” racau Rena.Adisana mengusap wajahnya mendengar suara parau adiknya semakin membuatnya pilu. ”Dek, doakan Haris agar tenang di sana.”Rena mengerling tajam ke arah Adisana, ia tidak suka mendengar ucapan Adisana. ”Tenang? Aku yakin dia belum tenang kalau aku belum bertemu dengan pembunuhnya. Lagipula, apa motif Clara? Kenapa sasarannya ke aku dan Risjad
Rena segera berlari ke ruangan dokter Regant untuk memberitahukan suaminya menggerakkan tangan ke atas dan ke samping. Bahkan matanya berkedip seperti orang yang berusaha bangun dari tidur. Suara gumaman pun terdengar kembali.”Dok, suami saya! Suami saya menggerakkan tangannya, dia juga berkedip!” Rena terlalu antusias hingga tak memperdulikan jika dokter Regant tengah melakukan pertemuan dengan tamunya. Senyumnya memudar saat menyadari jika Rena tidak sopan, ia menunduk dan kembali membuka pintu.”Mari, Bu Rena, akan saya lihat keadaan Pak Haris,” katanya. Rena mengangguk canggung. ”Maaf, Dok.””Nggak pa-pa, ini ibu saya.”Mereka berdua jalan saling beriringan menuju ruang ICU. Dokter Regant juga meminta 2 susternya untuk ikut. Sesampainya di dalam, mata Rena membesar, tubuhnya mematung karena suaminya membuka mata. Tanpa dipinta, air mata bening mengalir di pipi Rena, ia begitu terharu.Dokter Regant memeriksa kondisi Haris dan tersenyum cerah ke arah Rena. ”Alhamdulillah, Bu, ko
”Maafin mbak, Shil. Mbak terlalu mengandalkan kamu dan Wulan, sedang mbak di rumah ongkang-ongkang kaki tanpa mikirin kalian berdua banting tulang buatku dan ibu. Karena aku yang nggak mau terbebani hutang yang ditinggalkan almarhum bapak, kamu dan Wulan jadi korban,” racau Fitria sambil memandangi peti mati di hadapannya.Sudah berapa bulir air mata yang keluar, Fitria tidak tahu, yang jelas kini ia tengah merunduk sambil memegangi kayu peti itu dengan bahu terguncang. Kehilangan 2 adiknya dalam waktu berdekatan sangat menyiksanya. Meski ia hidup, agaknya Fitria akan merasa bersalah sepanjang hidupnya.Kemeja hitam yang dipakainya sudah basah untuk mengelap air mata. Semalam ia menelfon Fais untuk memberitahukan kematian Shilla, Fitria meminta tolong untuk membantu pemakaman adiknya. Bahkan Fais sudah pulang lebih dulu karena sebelumnya mengadakan pengajian untuk Wulan.Pikirannya menerawang pada saat ia kembali dari kantor polisi dan mendengar cerita dari Rose, jika adiknya mengalam
POV AuthorDi Jakarta tengah gaduh, lebih tepatnya di kediaman Rose karena polisi yang sudah hampir 2 minggu mencari biang keladi dari semua rentetan kejadian akhirnya mengirimi surat agar Aldi ke kantor polisi karena tersangka sudah ditangkap meski yang satunya lagi masih dalam status buron.Keadaan Shilla seperti mayat hidup sekarang, bahkan hidupnya bergantung pada alat-alat yang menopang hidupnya. Fitria benar-benar terpukul saat 2 hari sebelum Haris mengalami kecelakaan, infus milik adiknya justru terisi cairan yang diduga racun. Tubuh Shilla langsung mengejang, bahkan dari mulutnya mengeluarkan busa hingga urat-urat di sekitar lehernya membiru.Mendengar pelakunya sudah ditangkap meski belum semua membuat Fitria mengepalkan tangannya. Ia bahkan berjanji pada adiknya akan menampar pelaku itu hingga membuat kelima jarinya membekas. Fitria mendekati Rose dan Aldi, menatap mereka dengan tatapan datar namun hatinya bergemuruh.”Ajak aku ke sana, Di. Aku mohon,” pintanya.Aldi menoleh
PoV RenaIni adalah kedua kalinya aku berada di rumah sakit. Satu kali saat melahirkan Katya, dan ini yang kedua kalinya karena mengalami kecelakaan. Aku sangat menyesal karena menyusul suamiku kemari dan menjadi penyebab dirinya seperti ini. Rasa rindu yang kukira akan menyelamatkanku dari rasa haus kasih sayang Risjad, kini justru menjadi boomerang untukku. Kini melihatnya hanya diam tanpa ada kosa kata pun yang keluar dari mulutnya membuatku semakin lemah. Hatiku sudah ditawan olehnya. Dia sudah mendapatkan seluruh hatiku yang sebelumnya sudah hampir mati rasa akibat dihianati oleh Aldi.Dia yang membuatku merasakan kembali bagaimana indahnya dicintai sebaik ini. Bahkan dia juga yang membuatku merasa menjadi wanita yang sangat diinginkan. Kuusap keningnya yang bersih tanpa cela, kucium kening itu lama. Seolah berada dalam sebuah film, aku berharap ini adalah mimpi.”Sus, nggak pa-pa tinggalin saya di sini.”Aku ingin berdua saja dengan suamiku, memeluknya meski selang infusku meng
”Halo, Di?”Adisana memang hendak menelfon Aldi untuk mengabarkan kondisi Katya. Meski adiknya berkata agar tidak perlu menghubungi Aldi karena pasti sibuk mengelola cafe barunya. (”Ya, Kak?”)Adisana menghirup napas dalam-dalam. ”Katya kecelakaan, dan sekarang ada di Surabaya. Lo nggak perlu dateng, karena pasti lo banyak pekerjaan. Gue cuma mau ngabarin aja, Di.”(”Di rumah sakit mana, Kak? Besok gue ke sana.”)Adisana yang tak ada pilihan lain pun mengatakan di mana rumah sakit Katya dirawat. Ia pun menceritakan bagaimana Katya sampai seperti sekarang.Di seberang, Aldi langsung terduduk lemas karena mendengar musibah yang menimpa mantan istri beserta anaknya.(”Sekarang kabar Haris gimana?”)Adisana menggeleng meski lawannya tak melihat. ”Dokter bilang, cuma mukjizat yang bisa sembuhin dia. Gue nggak bilang ke Rena, gue nggak mau adek gue stress. Dia lagi hamil.”Mendengar fakta itu, Aldi hanya diam dengan pikiran tak menentu.(”Pasti Rena sedih banget pas tau ini, Kak. Semoga Al
Bianglala yang dinaiki Rena berada di posisi tertinggi, dengan pengait yang hampir putus. Bahkan kurungan bianglala tak jauh darinya sudah jatuh hingga pengunjung pasar malam semakin histeris. Haris memeluk Katya dan istrinya yang panik, ditambah suara dalam telfon yang seakan menertawakan kepanikan mereka.”Ris ....” Rena benar-benar tak tahu untuk berbuat apa, sedangkan petugas yang menjalankan bianglala berusaha memperbaiki mesinnya. Perlahan tapi pasti, Rena merasa ia akan menjadi yang selanjutnya yang akan jatuh.Haris berusaha membuka pintu bianglala yang ia naiki, tapi nihil karena dalam keadaan panik membuat semuanya terlihat sulit. Rena, Katya dan Lira berpelukan bersama ...Hingga,Kreek!”Aaaaakkkk! Risjad!”Selama hidup, Rena merasa ini adalah bagian yang paling menyakitkan di hidupnya. Ia merasa dipermainkan oleh takdir. Kebahagiaan yang baru saja ia reguk seakan kembali direnggut.Pengunjung pasar malam dapat melihat bagaimana kurungan yang terdapat keluarga kecil Rena
Sudah seminggu ini Rena tidak ke mana-mana, bahkan untuk ke supermarket atau ke restoran. Rena merasa tidak memiliki semangat seperti biasa untuk mengganggu Rose, bahkan sekedar menanyakan kabar Shilla saja dia tidak menanyakannya. Bahkan saat Mita datang ke rumah dan mengajaknya hang out, Rena menolak ajakan Mita. Hidupnya terasa tidak bergairah setelah suaminya akan pergi 2 hari lagi ke Amerika. Bukan ia tidak ingin suaminya semakin sukses mendapat proyek besar, hanya saja ada perasaan lain yang ia pun tidak tahu.Ketika perasaan aneh itu muncul, Rena hanya akan menangis sambil menelfon suaminya dan merengek agar membatalkan kepergiannya ke Amerika. Bahkan meski Haris kehilangan proyek besar itu, Rena tidak perduli dibanding berjauhan selama itu.”Kamu tau kan aku nggak bisa LDR. Pikiran aku gampang banget parno. Kamu pulang aja, Ris ...,” rengeknya. ”Nggak bisa, Sayang. Gini deh, kamu kasih kepercayaan buat aku, dan bisa aku pastiin kalo nggak ada bule yang nempel nantinya di hat
”Clara dorong aku, Mbak. Dia juga ke sini kemarin siang saat Lira lagi di kantin. Dia ancam aku, dan nggak bolehin aku buat ngomong ini ke siapa pun. Clara ... Clara ....”Shilla terisak, tangannya menyentuh perut. Shilla benar-benar merasa kesakitan di sekitar perutnya saat terisak. Braak!Semua orang sontak melihat ke arah pintu. Mata Shilla, Rose dan Rena terbuka lebar. Sedangkan Fitria dan Lira tidak tahu siapa gadis yang tengah melangkah mendekati Shilla sambil membawa buah-buahan yang tersusun rapi.”Oh, lo udah cerita, Shil? Baguslah, jadi gue pun tau ternyata orang yang gue kira sahabat pun cepuin gue.” Clara memandang Rose.Fitria bagai baru tersadar jika gadis di hadapannya ini adalah gadis yang baru saja mereka bicarakan. Fitria berdiri sambil melangkah mendekati Clara, tak segan-segan ia bahkan mendaratkan cap lima jari di pipi mulus Clara.”Ja-lang! Harusnya lo yang gue gampar! Keluarga lo busuk semua!” maki Clara. Tangannya mendorong Fitria, namun Fitria kembali berdiri