Mbok Nah terbelalak, seraya memindai wajahku. Dari netranya, ia tidak percaya dengan apa yang kukatakan.”Risjad selingkuh, Mbok. Aku lihat sendiri ....” Aku kembali mengulang kata-kataku.”Sudah bicarain ini sama Den Haris?” tanyanya. Aku menggeleng.”Nduk ... rumah tangga itu dipikul berdua. Jangan yang terlihat salah di mata Non, lantas benar nyatanya salah. Kan Non belum tau penjelasan dari Den Haris,” kata Mbok Nah.Bukan aku tak ingin mendengar penjelasan suamiku, aku hanya takut jika kenyataannya semakin menyakitiku. Dulu saat bersama Aldi, aku sangat tergesa-gesa hingga setiap hari kucecar dia tentang perselingkuhan itu. Sekarang untuk mendengar jawaban dari Risjad, aku takut menancapkan duri dalam jantungku sendiri. Bahkan beberapa hari ini, dalam diamku, Risjad tidak berusaha menjelaskan. Ia ikut diam sepertiku.”Non mandi dulu, ya. Tenangin pikiran. Nanti, kalau waktunya dirasa pas, Non ajak ngomong Den Haris.”Aku memilih duduk di ruang makan dengan hati dan pikiran yang
”Kita tu lagi di kantor, Riiis.” Aku menepis tangannya yang bergerak nakal membuka kancing blazer yang kukenakan. ”Ya, emang kenapa?” Tanyanya polos. Aku segera menjitak kepalanya. ”Auw!””Lagian kamu bilang, kan, nanti malem? Kenapa minta sekarang, sih,” ujarku seraya membenahi pakaian.”Tapi kamu percaya, kan, kalo aku nggak main di belakang kamu? Aku nggak selingkuh,” rengek Risjad. Dagunya ia taruh di bahuku. Sementara tangannya satu kembali menyelinap masuk ke dalam blazer.Aku segera berdiri hingga Risjad kehilangan keseimbangan. Tubuh Risjad hampir menubruk meja kerjanya. Bibirnya mengerucut. Tidak berlangsung lama, karena kemudian bibirnya tersenyum lebar.”Kamu cemburu sama Imelda, ya? Itu tandanya kamu udah cinta lagi sama aku,” katanya sambil menaikturunkan alisnya.Lelaki di hadapanku itu berdiri, sementara aku memandanginya dengan kening berkerut.”Wah! Theresia. Rena Theressia, udah cinta lagi sama Haris Risjad. Nggak pa-pa, deh, diteriakin Risjad terus seumur hidup. As
”Aku tuh ketagihan sama kamu,” jawabnya. Aku berdiri hendak meninggalkan Risjad, tapi diurungkan saat ponselku berdering. Wajahku berubah seiring dengan apa yang Mbok Nah tuturkan begitu kuangkat. ”Aku pulang sekarang, Mbok.””Kenapa? Kenapa buru-buru?” Risjad memegangi tanganku.”Ris, Shila balik ke rumah.”Risjad langsung berdiri, ”Ayo kita pulang.””Dia sama Aldi,” ucapku lirih.Rahangnya kulihat mengeras seiring dengan kerasnya pegangannya padaku. Aku sampai mengaduh, hingga akhirnya Risjad melonggarkan pegangan.”Mending kita pulang sekarang, deh, biar kita tau apa yang terjadi di sana. Kata Mbok Nah, Aldi lagi marah-marah.”Kemudian kami berjalan beriringan. ”Pak, saya butuh tanda tangan untuk beberapa berkas,” ujar salahsatu staff suamiku, saat baru saja keluar ruangan. Aku memberi isyarat agar ia kembali bekerja, tapi Risjad justru menggeleng.”Kamu ngantor dulu aja. Masalah di rumah biar aku yang handle,” ujarku. Risjad mendesah kesal. ”Nanti aku pulang begitu udah nggak
Dinner yang Risjad inginkan akhirnya tercapai. Meski aku mengatakan tidak bisa keluar malam karena Katya, Risjad tak masalah. Suamiku itu memilih dinner di balkon dengan lilin yang menghiasi lantai berbentuk love. Meski hanya di rumah, aku tak ingin mengecewakan Risjad yang bekerja keras untuk membangun moment ini. Aku mengenakan dress hitam yang terlihat sangat cocok dengan kulitku. Begitu juga dengan apa yang Risjad kenakan. Kami terlihat serasi.Risjad menggandeng tanganku. Aku berjalan sepelan mungkin agar suara heels milikku tidak membuat Katya terbangun. Tapi baru saja berada di ambang pintu, bayiku merengek. Kutatap mata Risjad, ia tersenyum dan menyuruhku untuk menyusui Katya terlebih dahulu. Akhirnya aku merangkak ke tempat tidur untuk menyusui Katya.”Aku main game di luar, ya?” ucapnya. Aku mengiyakan.Cukup lama aku menyusui, bukan Katya yang mengantuk, melainkan diriku. Kedua mata bulat milik Katya justru menatapku lekat disertai gumaman kecil. Anakku itu justru memainka
Sudah menjelang sore, aku keluar dari supermarket milikku setelah mengambil beberapa barang untuk kebutuhan bulanan ke bagasi. Tadi pagi Risjad sudah bilang akan pulang telat karena bertemu dengan klien di luar, jadi aku harus pulang lebih cepat ke rumah untuk membantu Mbok Nah menyiapkan makanan. Acara belanja ke mall gagal, mungkin aku akan membeli baju Katya dari online shop saja, atau mungkin lain waktu.”Halo, Mbok,” sahutku begitu panggilan terjawab. Aku menelfonnya karena ingin menanyakan makanan yang ku order, apakah sudah sampai. Aku lega, karena kata Mbok Nah semua makanan yang kupesan sudah berada di meja.”Baiklah, Mbok. Aku lagi jalan pulang, udah dulu ya,” ucapku seraya mematikan sambungan.Aku segera melajukan roda empatku untuk menuju rumah. Tapi baru beberapa menit aku berbaur dengan kendaraan lainnya, aku melihat seorang lelaki yang kukenal tengah berpakaian rapi sedang mondar-mandir. Lelaki itu terlihat sibuk.”Apa dia kerja di sini?” Aku bermonolog.Lelaki itu men
Aku pulang cepat karena perutku tidak bisa diajak kompromi. Sesampainya di rumah, aku memeluk botol berisi air panas untuk menghangatkan perut. Aku bahkan sampai merintih beberapa kali karena nyeri yang kurasa.”Non, ini obat untuk mengurangi nyeri,” ucap Mbok Nah sambil menyodorkan pil berwarna putih bulat padaku. Aku segera meraihnya dan meminumnya bulat-bulat.Tidak begitu lama, rasa nyeriku berkurang. ”Makasih, Mbok.” Aku duduk hingga berhadapan dengan wanita di depanku yang tengah menimang Katya. ”Maaf ya, Mbok, banyak ngrepotin. Lusa babysitter Katya dateng,” ujarku.Mbok Nah tersenyum, ”Katya nggak rewel kok, Non. Mbok seneng juga seharian sama Katya, jadi inget cucu Mbok sendiri. Sejak Non Rena punya anak, rasa kangen Mbok sedikit terobati karena ada Non Katya.”Aku tersenyum haru.”Aku nggak tega kalau Mbok harus gendong Katya terus. Mbok kan udah jauh lebih berumur dibanding saat Rena kecil.” Aku terkekeh. ”Biar gini-gini, Mbok masih kuat, Non,” sahutnya.”Eh, Mbok, bel b
Sesampainya di rumah, aku langsung menghempaskan diriku ke kasur. Hatiku dipengaruhi tanda tanya yang besar. Bagaimana bisa?”Yang, kamu kenapa sih, dari tadi diem aja?”Alih-alih menjawab, aku justru memiringkan badan masih tidak menyangka dengan apa yang kulihat tadi.”Ris, gimana bisa?” Aku menghela napas, ”gimana bisa, Ris?”Tadi, di restoran, saat aku tergesa-gesa hendak menuju meja, aku benar-benar terkejut saat kulihat wanita yang sempat berselisih dengan suamiku justru menjadi gandengan Aldi.”Hai,” cakapnya pertama kali saat melihatku. Aku sudah mengusahakan agar tidak terkejut, tapi aku benar-benar terkejut dan tidak bisa menyembunyikannya.”Rose?” gumamku hampir tak terdengar, tapi nyatanya Rosaline mendengarnya.”Maaf atas apa yang pernah terjadi di antara kita, Rena. Aku sudah menyadari jika apa yang kulakukan ini salah,” jelasnya.”Nggak masalah. Itu udah lama,” jawabku.Kami berbincang dalam satu meja, meski aku tidak menimpalinya dan pura-pura sibuk dengan Katya, tapi
Pov AuthorRena berlari menaiki tangga setelah mendengar tangis bayinya, tapi begitu sampai di tangga terakhir, ia bisa bernapas lega karena Mbok Nah ada di kamarnya tengah menggendong Katya.Ternyata Katya memang sudah bangun dari tadi dan Mbok Nah pun mendengar saat menyapu. Rena menceritakan perihal Katya yang rewel semalaman pada Mbok Nah, dan Mbok Nah pun berkata akan memijat Katya.”Baiklah Mbok, nanti kalau udah mandi pakein baju yang ini ya,” ucap Rena sambil menaruh sepasang baju lucu lengkap dengan sepatunya.”Yang, aku kangen salahsatu makanan di restoran kamu deh.” Suara Risjad membuat aku dan Mbok Nah menoleh. ”Kita ke sana sekarang, yuk, Yang,” ajaknya.”Ngapain ke sana, makan opornya Mawar aja sana!” Cetus Rena sambil mencebik dan menyebut nama Rose dalam bahasanya.Mbok Nah terkekeh sambil berlalu menuju kamar mandi. ”Mbok, abisin aja opornya semua ya. Jangan sampai tersisa satu pun,” titah Risjad pada Mbok Nah, kemudian menarik tangan Rena yang semula ogah-ogahan tap
Semalaman Rena tidak tidur, bahkan ia hanya duduk sambil menyender di pojok ranjangnya. Sementara, Katya berada dengan ibu kandung Rena karena memang sedari pemakaman kemarin, Rena hanya mengurung diri di kamar. Matanya memerah dan menimbulkan tanda hitam di bawahnya. Air matanya sudah kering, ia sudah tidak menangisi suaminya, akan tetapi ia masih belum bisa untuk mengikhlaskannya. Ikhlas? Satu kata dengan sejuta kesulitan.”Aku mau berlama-lama di sini sama Risjad, Kak.” Suara Rena serak, saat Adisana menyuruhnya pulang karena terlalu lama di pemakaman tadi siang.”Apa ada yang bisa kulakukan buat kamu, Yang, biar kamu tetep hidup?” racau Rena.Adisana mengusap wajahnya mendengar suara parau adiknya semakin membuatnya pilu. ”Dek, doakan Haris agar tenang di sana.”Rena mengerling tajam ke arah Adisana, ia tidak suka mendengar ucapan Adisana. ”Tenang? Aku yakin dia belum tenang kalau aku belum bertemu dengan pembunuhnya. Lagipula, apa motif Clara? Kenapa sasarannya ke aku dan Risjad
Rena segera berlari ke ruangan dokter Regant untuk memberitahukan suaminya menggerakkan tangan ke atas dan ke samping. Bahkan matanya berkedip seperti orang yang berusaha bangun dari tidur. Suara gumaman pun terdengar kembali.”Dok, suami saya! Suami saya menggerakkan tangannya, dia juga berkedip!” Rena terlalu antusias hingga tak memperdulikan jika dokter Regant tengah melakukan pertemuan dengan tamunya. Senyumnya memudar saat menyadari jika Rena tidak sopan, ia menunduk dan kembali membuka pintu.”Mari, Bu Rena, akan saya lihat keadaan Pak Haris,” katanya. Rena mengangguk canggung. ”Maaf, Dok.””Nggak pa-pa, ini ibu saya.”Mereka berdua jalan saling beriringan menuju ruang ICU. Dokter Regant juga meminta 2 susternya untuk ikut. Sesampainya di dalam, mata Rena membesar, tubuhnya mematung karena suaminya membuka mata. Tanpa dipinta, air mata bening mengalir di pipi Rena, ia begitu terharu.Dokter Regant memeriksa kondisi Haris dan tersenyum cerah ke arah Rena. ”Alhamdulillah, Bu, ko
”Maafin mbak, Shil. Mbak terlalu mengandalkan kamu dan Wulan, sedang mbak di rumah ongkang-ongkang kaki tanpa mikirin kalian berdua banting tulang buatku dan ibu. Karena aku yang nggak mau terbebani hutang yang ditinggalkan almarhum bapak, kamu dan Wulan jadi korban,” racau Fitria sambil memandangi peti mati di hadapannya.Sudah berapa bulir air mata yang keluar, Fitria tidak tahu, yang jelas kini ia tengah merunduk sambil memegangi kayu peti itu dengan bahu terguncang. Kehilangan 2 adiknya dalam waktu berdekatan sangat menyiksanya. Meski ia hidup, agaknya Fitria akan merasa bersalah sepanjang hidupnya.Kemeja hitam yang dipakainya sudah basah untuk mengelap air mata. Semalam ia menelfon Fais untuk memberitahukan kematian Shilla, Fitria meminta tolong untuk membantu pemakaman adiknya. Bahkan Fais sudah pulang lebih dulu karena sebelumnya mengadakan pengajian untuk Wulan.Pikirannya menerawang pada saat ia kembali dari kantor polisi dan mendengar cerita dari Rose, jika adiknya mengalam
POV AuthorDi Jakarta tengah gaduh, lebih tepatnya di kediaman Rose karena polisi yang sudah hampir 2 minggu mencari biang keladi dari semua rentetan kejadian akhirnya mengirimi surat agar Aldi ke kantor polisi karena tersangka sudah ditangkap meski yang satunya lagi masih dalam status buron.Keadaan Shilla seperti mayat hidup sekarang, bahkan hidupnya bergantung pada alat-alat yang menopang hidupnya. Fitria benar-benar terpukul saat 2 hari sebelum Haris mengalami kecelakaan, infus milik adiknya justru terisi cairan yang diduga racun. Tubuh Shilla langsung mengejang, bahkan dari mulutnya mengeluarkan busa hingga urat-urat di sekitar lehernya membiru.Mendengar pelakunya sudah ditangkap meski belum semua membuat Fitria mengepalkan tangannya. Ia bahkan berjanji pada adiknya akan menampar pelaku itu hingga membuat kelima jarinya membekas. Fitria mendekati Rose dan Aldi, menatap mereka dengan tatapan datar namun hatinya bergemuruh.”Ajak aku ke sana, Di. Aku mohon,” pintanya.Aldi menoleh
PoV RenaIni adalah kedua kalinya aku berada di rumah sakit. Satu kali saat melahirkan Katya, dan ini yang kedua kalinya karena mengalami kecelakaan. Aku sangat menyesal karena menyusul suamiku kemari dan menjadi penyebab dirinya seperti ini. Rasa rindu yang kukira akan menyelamatkanku dari rasa haus kasih sayang Risjad, kini justru menjadi boomerang untukku. Kini melihatnya hanya diam tanpa ada kosa kata pun yang keluar dari mulutnya membuatku semakin lemah. Hatiku sudah ditawan olehnya. Dia sudah mendapatkan seluruh hatiku yang sebelumnya sudah hampir mati rasa akibat dihianati oleh Aldi.Dia yang membuatku merasakan kembali bagaimana indahnya dicintai sebaik ini. Bahkan dia juga yang membuatku merasa menjadi wanita yang sangat diinginkan. Kuusap keningnya yang bersih tanpa cela, kucium kening itu lama. Seolah berada dalam sebuah film, aku berharap ini adalah mimpi.”Sus, nggak pa-pa tinggalin saya di sini.”Aku ingin berdua saja dengan suamiku, memeluknya meski selang infusku meng
”Halo, Di?”Adisana memang hendak menelfon Aldi untuk mengabarkan kondisi Katya. Meski adiknya berkata agar tidak perlu menghubungi Aldi karena pasti sibuk mengelola cafe barunya. (”Ya, Kak?”)Adisana menghirup napas dalam-dalam. ”Katya kecelakaan, dan sekarang ada di Surabaya. Lo nggak perlu dateng, karena pasti lo banyak pekerjaan. Gue cuma mau ngabarin aja, Di.”(”Di rumah sakit mana, Kak? Besok gue ke sana.”)Adisana yang tak ada pilihan lain pun mengatakan di mana rumah sakit Katya dirawat. Ia pun menceritakan bagaimana Katya sampai seperti sekarang.Di seberang, Aldi langsung terduduk lemas karena mendengar musibah yang menimpa mantan istri beserta anaknya.(”Sekarang kabar Haris gimana?”)Adisana menggeleng meski lawannya tak melihat. ”Dokter bilang, cuma mukjizat yang bisa sembuhin dia. Gue nggak bilang ke Rena, gue nggak mau adek gue stress. Dia lagi hamil.”Mendengar fakta itu, Aldi hanya diam dengan pikiran tak menentu.(”Pasti Rena sedih banget pas tau ini, Kak. Semoga Al
Bianglala yang dinaiki Rena berada di posisi tertinggi, dengan pengait yang hampir putus. Bahkan kurungan bianglala tak jauh darinya sudah jatuh hingga pengunjung pasar malam semakin histeris. Haris memeluk Katya dan istrinya yang panik, ditambah suara dalam telfon yang seakan menertawakan kepanikan mereka.”Ris ....” Rena benar-benar tak tahu untuk berbuat apa, sedangkan petugas yang menjalankan bianglala berusaha memperbaiki mesinnya. Perlahan tapi pasti, Rena merasa ia akan menjadi yang selanjutnya yang akan jatuh.Haris berusaha membuka pintu bianglala yang ia naiki, tapi nihil karena dalam keadaan panik membuat semuanya terlihat sulit. Rena, Katya dan Lira berpelukan bersama ...Hingga,Kreek!”Aaaaakkkk! Risjad!”Selama hidup, Rena merasa ini adalah bagian yang paling menyakitkan di hidupnya. Ia merasa dipermainkan oleh takdir. Kebahagiaan yang baru saja ia reguk seakan kembali direnggut.Pengunjung pasar malam dapat melihat bagaimana kurungan yang terdapat keluarga kecil Rena
Sudah seminggu ini Rena tidak ke mana-mana, bahkan untuk ke supermarket atau ke restoran. Rena merasa tidak memiliki semangat seperti biasa untuk mengganggu Rose, bahkan sekedar menanyakan kabar Shilla saja dia tidak menanyakannya. Bahkan saat Mita datang ke rumah dan mengajaknya hang out, Rena menolak ajakan Mita. Hidupnya terasa tidak bergairah setelah suaminya akan pergi 2 hari lagi ke Amerika. Bukan ia tidak ingin suaminya semakin sukses mendapat proyek besar, hanya saja ada perasaan lain yang ia pun tidak tahu.Ketika perasaan aneh itu muncul, Rena hanya akan menangis sambil menelfon suaminya dan merengek agar membatalkan kepergiannya ke Amerika. Bahkan meski Haris kehilangan proyek besar itu, Rena tidak perduli dibanding berjauhan selama itu.”Kamu tau kan aku nggak bisa LDR. Pikiran aku gampang banget parno. Kamu pulang aja, Ris ...,” rengeknya. ”Nggak bisa, Sayang. Gini deh, kamu kasih kepercayaan buat aku, dan bisa aku pastiin kalo nggak ada bule yang nempel nantinya di hat
”Clara dorong aku, Mbak. Dia juga ke sini kemarin siang saat Lira lagi di kantin. Dia ancam aku, dan nggak bolehin aku buat ngomong ini ke siapa pun. Clara ... Clara ....”Shilla terisak, tangannya menyentuh perut. Shilla benar-benar merasa kesakitan di sekitar perutnya saat terisak. Braak!Semua orang sontak melihat ke arah pintu. Mata Shilla, Rose dan Rena terbuka lebar. Sedangkan Fitria dan Lira tidak tahu siapa gadis yang tengah melangkah mendekati Shilla sambil membawa buah-buahan yang tersusun rapi.”Oh, lo udah cerita, Shil? Baguslah, jadi gue pun tau ternyata orang yang gue kira sahabat pun cepuin gue.” Clara memandang Rose.Fitria bagai baru tersadar jika gadis di hadapannya ini adalah gadis yang baru saja mereka bicarakan. Fitria berdiri sambil melangkah mendekati Clara, tak segan-segan ia bahkan mendaratkan cap lima jari di pipi mulus Clara.”Ja-lang! Harusnya lo yang gue gampar! Keluarga lo busuk semua!” maki Clara. Tangannya mendorong Fitria, namun Fitria kembali berdiri