Jam menunjukkan pukul 3 dinihari. Namun, perutku terasa mulas dan nyeri yang sangat hebat dibagian pinggang, rasanya panas sekali. Keringat sudah membanjiri tubuh, sedangkan nafasku sudah tak beraturan.
Aku mencoba turun dari ranjang menuju pintu dan membukanya. Setengah mati aku merasakan perutku yang nyeri luarbiasa.
“Mbook, Mbook,” panggilku lirih.
Ku gigit bibirku untuk menahan rasa nyeri pada bagian perut dan pinggang. Aku memilih duduk dibibir tangga dan menelpon Risjad. Panggilan ketiga, lelaki itu baru mengangkatnya.
“Ssshh, Ris ... Ka-mu b-bisa kesini ng-ngak, Ris ...” ucapku terengah-engah.
“Kamu kenapa Sayang?! Iya, aku kesana sekarang. Tunggu aku!”
Sambungan telpon terputus dan aku masih berusaha memanggil Mbok Nah. Beruntung, karena dari bibir tangga aku bisa melihat wanita itu tengah menapaki tangga dengan sedikit mempercepat langkah.
“Ya Allah
Rumah yang semula ramai berganti menjadi sunyi, sepi. Apa lagi anak semata wayang ku tidur. Aku beruntung memiliki seorang bayi yang terus terlelap sepanjang malam. Jadi, aku bisa istirahat dan menyusuinya 2 jam sekali.Mataku enggan terpejam meskipun novel tebal sudah habis kubaca. Pikiranku gelisah tentang Aldi yang mau ke rumah menengok putriku yang ku beri nama “Katya Lyubov Oxana” terserah kalau nanti dia memprotes namanya. Ini bayiku, anakku dan aku lebih berhak atasnya.Aku pandangi wajah mungil kemerahan di sampingku. Untuk saat ini, wajah mungil itu memang mendominasi wajah Aldi. Tapi kata sebagian orang, bayi akan berubah seiring bertambahnya usia dan aku berharap, Katya akan semakin mirip denganku.Apa aku harus mempertimbangkan permintaan Risjad yang meminta pernikahan dipercepat? Jujur saja, aku belum siap. Aku masih trauma menjalani rumah tangga. Tapi kalau aku mau menjalani rumah tangga dengannya, pasti Aldi akan lebi
“Kenapa kamu bilang begitu, Ris?!” hatiku masih dongkol dengan ucapannya yang baru saja memberi lampu hijau pada mantan suamiku untuk leluasa menemui Katya.“Apa yang salah, Re? Katya adalah anaknya. Kamu tidak bisa lepas dari itu semua walaupun aku juga tidak suka kamu masih bertemu dengan lelaki itu. Tapi ikatan darah tidak bisa hilang begitu saja Re,” jawabnya dengan suara lembut.“Meskipun Katya adalah anaknya, aku tetap tidak rela, Ris! Aku tetap tidak setuju kalau dia mengunjungi anaknya dengan mudah setelah dia mengabaikan aku saat aku tengah mengandung anaknya!” sentakku tajam sambil menaikan volume suaraku.Katya menangis. Mungkin karena suaraku yang telah mengagetkannya.“Tenang dulu, Re ... Maaf kalau kata-kata ku tadi tidak kamu sukai. Tapi bukankah salah kalau kamu berusaha menjauhkan anakmu dengan Papanya--”“Dan mengenal Wulan sebagai Ibu Tirinya, begitu?!&
Keesokan harinya, aku kembali pada rutinitasku. Ke Supermarket dan menengok Restoran. Sudah sebulan aku memilih bersantai dan menikmati peran ini. Setelah aku bersiap, aku titipkan Katya pada babysitter yang baru malam tadi sampai di rumahku.Babysitter yang menurutku wajahnya tidak begitu asing. Namun, aku tetap tidak tahu dia siapa.Ku lajukan mobil sport berwarna merah milikku. Kali ini yang menjadi tujuanku adalah Supermarket milikku yang terletak disebuah Mall dan sudah ada beberapa cabang dengan orang-orang kepercayaanku yang membantu mengelolanya.Sesampainya di sana, aku tidak langsung masuk kedalam ruanganku. Namun, aku ingin melihat dulu para karyawan yang mulai sibuk menata barang, dan mengecek ketersediaan barang yang lain. Semua karyawan mengangguk hormat dengan senyum manisnya padaku dan tentu saja kubalas dengan sebuah senyuman manis pula.Saat aku sedang berbicara dengan karyawanku di meja Kasir, netraku menan
Wajahnya yang sempurna memucat kala mendengar kata-kataku barusan. Semudah itu aku mengatakannya, tidak merasa terbebani, meski dalam hatiku sedikit terasa perih. Hanya sedikit.“Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Rose, Re! Dia kekasih Erick saat di Aussie. Dan memang, wanita itu pernah menyatakan cinta padaku sampai menyusulku ke Kanada.” terangnya.“Aku tidak percaya secepat itu kalau sudah mendengarnya langsung dari mulut Erick juga Rose. Pergilah. Suasana hatiku sedang tidak bagus.”Sedetik kemudian, lelaki itu memelukku erat. Menghirup dalam-dalam aroma parfum yang tertinggal di leherku. “Sudahlah, Ris. Kalau memang benar, kamu tidak perlu takut kehilangan aku.”Pelukannya mengurai, ditangkupnya wajahku dengan kedua tangannya yang besar terasa seperti membingkai wajah. Kemudian mengecup sekilas pipi kiri dan kananku.“Apapun itu. Aku tidak mau kehilangan kamu untuk yang
Lelaki itu membuang pandangan agar tidak terlibat kontak mata langsung denganku. Aku tahu, Aldi masih mencintaiku.“Sudah aku bilang, aku benar-benar tidak pantas untukmu, Rena.” ucapnya masih memandang kearah lain.“Baiklah Di, setelah ini aku tidak akan menanyakan apapun lagi. Tapi, tolong pandang aku, lihat mataku Di,” pintaku, dan lelaki itu memandangku dengan sorot mata terluka. Setidaknya itu yang aku lihat.“Apa benar kamu tidak mencintaiku lagi Di?” ucapku lirih sambil memegangi wajah putih itu.“Lihatlah, Re! Aku tidak mencintaimu!” sentaknya membuatku terkejut. Lelaki itu pergi menjauh dari Cafe dan aku merasa benar-benar dia telah menjauhiku.Mungkin disinilah, aku memang tidak perlu berharap memiliki keluarga harmonis dengannya. Mulai hari ini, aku harus bisa mengalihkan semuanya pada Risjad.Dengan langkah berat, aku pergi menjauhi bangunan Cafe.
Astaga, selain Wulan ternyata ada yang lebih gila dari dia. Yaitu wanita ini. Bagaimana bisa dia meminta terang-terangan seseorang agar tanggungjawab padahal bukan perbuatannya? Kepalaku geleng-geleng tak habis pikir. Ingin rasanya aku tertawa di depannya langsung.Tiba-tiba aku ingin mengusili wanita berwajah bule ini. Aku bergelayut manja dan melingkarkan tanganku di lengan kekar Risjad sambil memamerkan cincin berlian di hadapan wanita itu.“Sayang, perdebatan ini membuatku kehausan,” rengekku. Jujur saja, aku ingin tertawa dengan aksiku karena selama ini aku tidak pernah begini pada Risjad.Bahkan lelaki itu pun terlihat kaget dengan apa yang aku ucapkan. Sayang? Oh, yang benar saja. Pasti banyak kupu-kupu berterbangan di perut Risjad.Kulirik wanita berambut blonde itu yang nampak garang menatapku. Aku semakin membenamkan wajahku pada dada bidang Risjad. Sungguh, aku sangat terhibur!“Mau minum a
Hari ini, dengan disaksikan banyak tamu undangan, kami menikah. Pernikahan yang sebelumnya aku minta dilaksanakan private, sekarang aku putuskan untuk menyerahkan pada Risjad dan membolehkannya mengundang siapapun yang dia mau.Aku hanya ingin menyenangkan hatinya yang sudah sedemikian rupa menantiku. Jam 09:30, kami sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Saat acara bersalam-salaman, mataku menangkap Wulan dan Mas Aldi tengah menginjak karpet merah dan menuju kearahku.Entahlah ini perasaanku saja atau bukan. Namun, aku seperti melihat kilatan kesedihan dari mata sipit mantan suamiku itu. Sedangkan Wulan, dirinya hanya tersenyum dan mengusap lengan Mas Aldi. Jujur saja, hatiku sedikit perih.“Selamat menempuh hidup baru, Rena. Semoga, lelaki di sampingmu bisa lebih menghargai cintamu juga Katya,” ucapnya ketika jemari kami saling bertaut.“Hebat dong, dapat suami yang lebih berduit dari mantan suami?” Wul
”Katya nangis, Ris.” saat kami berdua tengah menikmati secangkir teh, anak bayiku menggeliat sembari menangis. Posisi tubuhnya sudah tengkurap. Aku yang hendak menghampirinya kembali mematung karena Haris Risjad sudah lebih dulu menggendong bayi mungilku itu. Katya nampak nyaman dalam dekapannya, sesekali badannya masih menggeliat. Dari mulutnya, nampak Katya mencari sumber makanan utamanya, membuatku kembali bangkit untuk mengambil Katya.Aku menimang bayiku itu, masuk ke dalam lagi untuk menyusuinya. Namun tiba-tiba aku terkejut, saat sebuah tangan kekar kini memeluk pinggangku. Sedangkan posisiku membelakanginya karena sedang menyusui.Ia hirup pelan-pelan aroma rambutku yang menempel di leher. ”Ngapain, sih, Risjad.” tandasku.”Nggak. Itu Katya belum selesai?” keningku berkerut mendengarnya.”Katya, gantian dong, Nak,” ucap Risjad.”Risjaaaaad!” ucapku sembari menaikkan suara, dan Risjad hanya tertawa.Beberapa saat setelah tawanya reda, Katya kembali tidur. Risjad menatap mataku