Saat ini Leon sudah kembali ke tempat dia menginap, setelah menemui Helen dirumah keluarga Richard. Ia khawatir dengan adiknya itu, selain mempunyai asma yang sedari ia kecil sudah dideritanya. Masalah Mr.Richard dan tamunya tadi membuat Leon tak tenang. Walapun Leon sudah melunasi hutang pria tua itu kepada tamunya tadi. Ternyata Mr. Richard berhutang uang kepada pria bertubuh gempal itu, untuk membayar biaya Rumah sakit beberapa bulan lalu. Kondisi tubuh adiknya yang lemah, tapi Helen sendiri tetap memaksakan diri untuk bekerja di restoran karena ia tidak mau membebani lagi kakek dan neneknya yang sudah tua.Sebelum pulang tadi Leon memberikan sejumlah uang kepada adiknya, Pria itu juga menyarankan kepada Helen, untuk meneruskan kuliahnya. Tapi Helen bilang ia akan memikirkannya terlebih dahulu. Saat ini ia sedang terbaring diatas ranjangnya sambil mencoba menghubungi Anin, yang sejak tadi tidak diangkat oleh istrinya itu. Apa dia sudah tidur? batinnya. Baru dua hari Leon pergi, i
"Aaah ...!" Helen berteriak, gadis itu terperangah melihat peluru yang ditembakkan Arnold mengenai seorang pria yang saat ini sedang melindungi tubuh sang kakak.Darah mengucur deras dari lengan Brian, tapi pria itu tidak mempedulikannya, dengan gerakan cepat ia langsung menembak balik Arnold kepala Arnold saat itu juga. Sehingga pria bertubuh gempal itu roboh seketika diatas ranjang.Helen yang melihat itu pun langsung berlari menghampiri Leon, dan memeluk kakaknya itu seraya menangis tersedu."Apa kamu tidak apa-apa, Kak?" Seru Helen panik sambil memperhatikan keseluruhan tubuh kakaknya, ia takut kalau kakaknya terkena peluru Arnold."Aku tidak apa-apa, Helen. Tenanglah, kamu sudah aman bersamaku." ujar Leon menenangkan adiknya itu."Terima kasih, Bri!" Sahut Leon seraya melihat luka tembak yang bersarang.Kemudian mereka bertiga pergi ke kediaman keluarga Richard. Sesampainya disana, sudah ada petugas keamanan yang berada dirumah itu. Kemudian Helen pun menceritakan apa yang terjad
Leon dan Anin sudah berada didalam kamar mereka saat ini. Wanita itu sedang menunggu mba Marni yang sedang membuatkannya asinan buah. Air liurnya hampir menetes, ketika dia melihat tampilan asinan buah yang terlihat segar dan enak di beranda sosmednya, pada saat perjalanan pulang dari rumah sakit tadi, lalu Anin menelpon pelayannya itu untuk dibuatkan asinan buah."Aku turun nemuin Hasan dulu, ya," ucap Leon sambil mencium kening istrinya kemudian meninggalkan wanita itu seorang diri. Anin pun beristirahat, merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil mendengarkan murrotal lewat ponselnya.Sesampainya dibawah, Hasan sedang menerima panggilan dari seseorang."Aku kesana sore, mau barengan fitting bajunya?" Seru Hasan terlihat semringah bahagia. Kemudian ia melanjutkan," Oke, nanti aku jemput, setelah dari rumah Leon," sambung pria berhidung bangir dan berambut ikal itu.Setelah Hasan menutup panggilannya, Leon mengajaknya menuju ruang kerja. Ada beberapa urusan kantor yang harus mereka b
Leon terkejut ketika nama adiknya disebut oleh Anin, ia langsung terduduk kemudian terdiam beberapa saat."Darimana kamu tahu Helen?" tanya Leon seraya membalikkan tubuh sang istri agar berhadapan dengannya.Anin terdiam, ia memperhatikan wajah suaminya yang sedikit tegang, Apakah kecurigaannya benar? batinnya."Tadi dia telpon kamu, tapi gak aku angkat," balas Anin masih menatap Leon dengan lekat untuk mencari kebenaran dalam manik biru suaminya.Leon menghela napas panjang, kemudian tersenyum tipis sambil membelai rambut sang istri."Dia ... adik tiriku ... Setelah kejadian penculikan yang menimpa Zahira, aku jadi memikirkan tentang adik perempuanku ... Apakah dia hidup dengan baik selama ini ataukah dia sedang dalam kesulitan," ujar Leon."Aku tidak bisa membencinya walau bagaimanapun dia adalah adikku, darah papah mengalir juga didalam tubuhnya, apalagi dia satu-satunya adik yang kupunya, walaupun mungkin ia lahir dari kesalahan, tapi tetap saja gadis itu tidak bersalah apa-apa ..
Leon kembali lagi menuju dapur, ia langsung menghubungi Helen. Leon menunggu cukup lama, dan beberapa kali karena gadis itu tak menjawab panggilannya. Ia semakin khawatir, takut terjadi sesuatu yang buruk lagi pada adiknya itu.Kemudian Leon menghubungi Bryan, untuk menanyakan tentang adiknya."Tuan Leon ... ada apa?" tanya suara disebrang sana."Apa Helen baik-baik saja?" tanya Leon balik menanyai Brian."Dia baik-baik saja, hanya tadi kami ... Umm ... semua dalam keadaan baik, Tuan. Apa ... Tuan ingin berbicara dengan Helen?" tanya Brian kembali." Saat ini ... Umm ... Saya ... sedang bersama Helen," ujar pria itu dengan ragu.Mengapa suara Bryan terdengar aneh, apa ada yang ia sembunyikan dariku, batin Leon curiga."Ha-hallo, Kak," Helen menyapa Leon."Apa sesuatu telah terjadi, maaf ketika kamu menghubungi aku sedang berada dikamar mandi, Helen," ujar Leon menjelaskan."Tidak terjadi apa-apa, Kak. Maaf tadi aku hanya ingin mengabarkan sesuatu padamu, tapi sepertinya nanti saja aku
Leon terperangah mendengar ucapan mamahnya, ia bahagia sang mamah semudah itu mau memaafkan. Dipeluknya tubuh wanita itu dengan erat."Baiklah, nanti Leon akan antarkan mamah menemui Helen, Leon akan atur jadwal kantor dulu," ujar Leon pada Rena dengan wajah semringah."Helen pasti akan senang, bisa bertemu dengan mamah. Kakek dan neneknya, mereka orang yang ramah dan baik." "Mamah jadi tak sabar, ingin bertemu dengan mereka," seru Rena tersenyum TLeon sangat bersyukur, karena masalah didalam keluarganya sudah membaik. Perasaanya lega ketika mengungkapkan tentang Helen kepada ibunya. Semoga ini akan menjadi awal yang baik untuk keluarga mereka kedepannya."Ini masih malam, lebih baik mamah segera tidur lagi," ucap Leon sambil membantu memakaikan selimut kepada Rena yang sudah terbaring lagi diranjangnya."Kamu juga segera tidur Leon," ujar sang mamah.Leon hanya mengangguk kemudian meninggalkan ibunya, lalu menuju kamar tidurnya. Anin masih terlelap dengan damainya, saat Leon sudah
Wanita itu menunjukkan foto-foto dirinya dan Leon didalam suatu kamar diatas ranjang. Ia melemparnya ke atas meja dan membuat mata pria itu terbelalak. Leon benar-benar tak habis pikir, bagaimana ada poto dirinya bersama wanita itu sedangkan dirinya belum pernah bertemu. Sialan ... Ini jebakan, dia dijebak lagi, tapi siapa yang mencoba menjebaknya."Mengapa kau sangat terkejut, Leon? Aku kecewa kau telah melupakanku," Catherin berucap dengan nada pura-pura sedih."Siapa yang menyuruhmu?" ucap Leon dengan nada mengintimidasi dan tatapan membunuh.Ingin sekali rasanya dia mencekik wanita ini sekarang juga, tapi dia harus bisa menahan diri untuk bisa menggali informasi wanita itu. Dia harus tahu siapa dalangnya, batin Leon."Apa maksudmu, Sayang? Aku tidak mengerti," wanita itu mengelak. Leon sudah tidak tahan lagi, ia pun dengan emosi menggebrak meja dihadapannya.Braaak !"Jangan main-main denganku, Nona! Lebih baik kau jujur sekarang sebelum aku ...." Leon belom selesai bicara tapi p
Leon terkejut ketika pria itu membuka topengnya."Apa kau masih mengingatku?" Pria itu tersenyum dengan wajah mengejek."Apa kabar sepupu? Kulihat kau sangat bahagia tinggal di negara ini, mengapa kau jarang mengunjugi kami di New York," ucap Teo dengan nada sedih yang dibuat-buat."Ternyata kalian memata-mataiku sampai sejauh ini!" Leon menggeram menahan amarah.Leon tidak menduga bahwa sepupunya yang sudah merebut perusahaan papahnya di New York sekarang berada disini. Apalagi yang di inginkan Teodhor kali ini, jelas dia harus sangat waspads dengan ular satu ini."Aku mengkhawatirkanmu, Bro. Aku takut hidupmu tak baik di negara yang gersang ini!" "Tapi sepertinya aku salah, kau terlihat baik ... bahkan sangat baik, hahaha ....""Maaf mengecewakanmu, Teo," ucap Leon dengan senyum sinis."Well, sorry kalau pertemuan pertama kita ditempat yang seperti ini, kau tahu ... Catherin tidak suka keramaian," "Oh yeah ... Perempuan sialan itu sangat serasi sekali denganmu, kalian sama-sama ul