Pagi ini Leon terlihat semringah, dari tadi senyum tak lepas dari bibirnya. Setelah hampir satu bulan dia tidak bisa menyentuh Anin, akhirnya semalam dia mendapatkan apa yang diinginkannya.Leon sedang menggendong Shafiyya yang merengek, sedangkan Anin masih sibuk didapur menyiapkan sarapan."Sayang, masih lama gak. Ini Fiyya haus kayanya!" seru Leon menghampiri sang istri.Rena dan Noah pun menghampiri meja makan, Rena melihat Leon yang kewalahan menghadapi Shafiyys yang sedang menangis. Ia pun berjalan mendekati Leon."Sini biar mamah gendong!" ucap Rena. Tapi Shafiyya masih terus saja menangis. "Nin, kasian nih Fiyya biar dikasih nen dulu, haus dia." seru ibu mertua Anin."Biar mamah yang terusin masakny nanti.""Iya Mah sebentar." Anin pun segera mencuci tangannya kemudian menggendong putri kecilnya itu. "Dikamar mamah aja neneninnya biar Fiyya bisa bobo lagi!" tawar Rena pada Anin.Anin pun menuju kamar mamah mertuanya, dan mulai berbaring sambil menyusui Fiyya. Bayi itu langsu
Leon menjalankan mobil seperti orang kesetanan. Sedangkan dibelakangnya Zahir memeluk tubuh Hasna yang berselimut dengan eratnya, sambil memandangi wajah cantik Hasna yang penuh luka. Rasa bersalah kian menyeruak kedalam hati pria itu. Kalau saja dia tidak menolak Hasna, kalau saja dia tidak menyakiti perasaan gadis itu dengan kata-katanya kemarin. Mungkin saat ini Hasna masih ada dirumahnya, gadis itu tidak akan pergi dari rumahnya. Dia ... tidak akan terluka seperti ini. "Hasna." lirih Zahir sambil memandangi wajah Hasna. Kejam sekali mereka melakukan ini pada Hasna. Zahir tidak bisa terima, dia tidak akan terima kalau Hasna sampai mati. Tidak, dia tidak akan membiarkannya. Ternyata melihat Hasna yang terluka seperti ini lebih membuatnya sakit.Setelah sampai dirumah sakit, dengan cepat Zahir menggendong wanita malang itu menuju Emergency."Tolong dokter, tolong selamatkan dia ... Kumohon selamatkan dia." ujar Zahir sendu sambil tersedu. Sementara Hasna sedang ditangani oleh tenag
Saat ini Leon sudah berada dirumah, ia pulang ketika Hasan dan ibunya Zahir datang. Ia sangat lelah setelah seharian menemani Zahir dirumah sakit. "Assalammu'alaikum." Leon mengucap salam memasuki kamarnya dilihatnya Anin sedang menyusui Shafiyya. Bayi mungil itu sudah mulai terlelap karena kekenayangan setelah menyusu."Wa'alaikumussalam." jawab Anin dengan suara pelan khawatir putrinya terbangun lagi. Leon membuka jas dan kemejanya, lalu menuju ke kamar mandi. Setelah selesai Leon berbaring disamping Anin dan memeluk istrinya itu dengan penuh sayang."Kamu mau makan, Pah?" "Aku mau tidur saja, ngantuk banget mata aku, seharian menemanin Zahir di Rumah sakit."Leon pun menceritakan tentang peristiwa yang dialami Zahir kepada istrinya."Aku gak bisa ngebayangin kalau itu terjadi sama kamu atau Helen," ujar Leon sambil menciumi kepala Anin. Walaupun Anin pernah diculik oleh Teo sepupunya, tapi Anin masih lebih beruntung karena Teo tidak sempat menyentuh Anin."Semoga Hasna segera pu
Leon sudah sampai dikantornya setelah mengantarkan Anin kembali kerumah. Hari ini ia ada janji bertemu dengan MrRiki saat jam makan siang. "Van, kamu sudah reservasi tempat makan siang untuk bertemu Mr. Riki?" tanya Leon kepada sang sekertaris."Sudah Pak, di Pacific Seafood, jam 1 siang.""Baiklah, saya ada waktu 1,5 jam lagi kalau begitu." Leon melihat ke arah jam tangannya. Baru saja dia ingin membuka dokumen yang harus dia tandatangani, ponselnya berbunyi.Leon menjawab panhg dari sahabatnya, Hasan dan mulai berbincang."Le, pelaku penganiayaan Hasna bukanlah kelompok Houthi, tapi mereka salah satu orang kerajaan." jelas Hasan."Bagaimana kau bisa mengetahuinya?" "Setelah sekian lama mereka tidak mengintai kediaman Zahir, merek datang lagi bertepatan dengan keluarnya Hasna dari rumah Zahir. Ada saksi yang melihat Hasna dibawa masuk ke mobil orang itu."Leon menghela napas panjang, dia pun menceritakan kejadian pagi tadi saat Anin diikuti dua orang pria tak dikenal didalam super
Seharian Leon hanya berada diruangannya untuk menyelesaikan dokumen-dokumen yang harus ia tandatangani. Saat makan siang pun dia hanya meminta tolong pada Devano untuk memesankannya. Ponsel Leon pun berdering, tertera nama istri tercinta di ponselnya."Pah, jam belapa pulangnya?" tanya Noah dari sebrang telepon sana."Sebentar lagi papah pulang Noah, Bunda mana?""Halo, Pah ... kamu masih dikantor?" tanya Anin "Nih lagi siap-siap mau pulang, Tunggu ya jangan dimatiin!" titah Leon seraya ia merapihkan laptop dan dokumen kemudian menmasukannya kedalam tas. Kemudian Leon pun melangkah keluar dari ruangannya, ia berjalan lebih dulu diikuti Devano dibelakangnya."Van, kalau aku nanti jadi pindah ke Indonesia, aku titip perusahaan ini padamu." ucap Leon saat mereka berdua didalam lift."Apa Bang Leon gak balik kesini lagi?" "Sesekali aku akan kesini untuk meminta laporan padamu. Kau harus bertanggung jawab, aku percaya padamu." ujarnya lagi."Saya juga sebenarnya mau pulang ke Indonesia
Rena dan Anin tergesa menyusuri koridor rumah sakit. Kedua wanita itu terlihat cemas, Anin menitipkan anak-anaknya kepada kedua orang tuanya.Hasan melihat keduanya yang berjalan menghampirinya. Setelah itu Hasan mengajak mereka untuk masuk kedalam ruangan, Mereka pun masuk kedalam ruang rawat ini Leon masih terbaring tak sadarkan diri, perban menempel di kepala pria itu dan dimata sebelah kirinya. Anin dan Rena tak kuasa menahan tangis mereka melihat keadaan Leon yang mengenaskan."Kek Leon!" lirih Anin sambil berurai air mata, mengusap wajah sang suami pelan. "Ini mamah, Leon! Kamu .... Kamu ..." Rena pun tak bisa melanjutkan perkataannya, wanita itu jatuh tak sadarkan diri. Anin pun berteriak, dia sungguh sangat panik dia khawatir pada ibu mertuanya. Hasan pun membantu membawa wanita itu berbaring di sofa, lalu memanggil suster penjaga."Tidak apa-apa, ibu anda hanya shock," seru sang suster kemudian. Anin pun kembali menghampiri suaminya yang masih terbaring tak sadarkan diri,
Anin mendekati Leon lagi, ia menatap suaminya dengan tatapan heran."Kamu kenapa?" tukas Anin kesal."Pergi kamu! Keluar!" balas Leon kasar."Pah ... Istighfar, kamu kenapa sih?" ujar Anin lagi seraya memegang tangan Leon."Pergi Anin, tinggalkan saja aku sendiri disini.""Aku gak mau, aku gak akan tinggalin kamu, apalagi dalam keadaan kamu seperti ini.""Pergi Anin, aku suami yang tak berguna, aku sudah cacat." teriak Leon lagi.Anin memeluk suaminya erat, seraya menangis tersedu."Jangan usir aku Kak, aku tidak akan beranjak sedikitpun dari sisimu, aku sayang kamu apapun yang terjadi.""Aku sudah lumpuh Anin, apa yang bisa kau harapkan lagi dari suami seperti aku." isaknya sambil membalas pelukan Anin."Aku tak bisa melindungimu dan anak-anak lagi." ujar Leon putus asa.Anin menggelengkan kepala, "Tidak, kamu akan sembuh. Kamu pasti bisa sembuh!" "Kita akan melewati ini semua bersama, tolong jangan usir aku." ucap Anin seraya tergugu dalam pelukan Leon."Aku, Noah, Shafiyya dan Mam
Pulang dari Rumah sakit, Zahir menuju ke kediamnnya. Sudah tiga hari ini dia tidak menginap di Klub lagi. Berawal saat pertemuannya dengan Hasna kembali beberapa hari lalu, ia senang Hasna sudah tidak histeris ketika melihatnya, tapi dia tetap menjaga jarak dengan Zahir. Tetap tidak mau berkontak mata langsung dengannya. Tapi Zahir bersyukur, setidaknya dia tidak takut denga Zahir. Kata ibunya, Hasna seperti itu karena dia merasa malu, bukannya takut.Zahir masuk kedalam rumah, dia tidak menemukan seseorang pun, dia mencari ibunya didapur tapi tidak ada. Zahir mendengar suara tawa dari halaman belakang rumahnya. Rupanya ibu sedang menceritakan sesuatu yang membuat gadis itu tertawa, tawa yang indah bagi Zahir. "Benarkah, Bu? Lalu apa ayah memarahi Zahir?" tanya gadis itu dengan senyum tak lepas dari bibirnya. Zahir yang merasa jika dirinya lah yang sedang menjadi bahan perbincangan kedua wanita itu pun ikut tersenyum. Tapi, apa-apaan ibunya ini, menceritakan hal memalukan tentangnya