Seharian Leon hanya berada diruangannya untuk menyelesaikan dokumen-dokumen yang harus ia tandatangani. Saat makan siang pun dia hanya meminta tolong pada Devano untuk memesankannya. Ponsel Leon pun berdering, tertera nama istri tercinta di ponselnya."Pah, jam belapa pulangnya?" tanya Noah dari sebrang telepon sana."Sebentar lagi papah pulang Noah, Bunda mana?""Halo, Pah ... kamu masih dikantor?" tanya Anin "Nih lagi siap-siap mau pulang, Tunggu ya jangan dimatiin!" titah Leon seraya ia merapihkan laptop dan dokumen kemudian menmasukannya kedalam tas. Kemudian Leon pun melangkah keluar dari ruangannya, ia berjalan lebih dulu diikuti Devano dibelakangnya."Van, kalau aku nanti jadi pindah ke Indonesia, aku titip perusahaan ini padamu." ucap Leon saat mereka berdua didalam lift."Apa Bang Leon gak balik kesini lagi?" "Sesekali aku akan kesini untuk meminta laporan padamu. Kau harus bertanggung jawab, aku percaya padamu." ujarnya lagi."Saya juga sebenarnya mau pulang ke Indonesia
Rena dan Anin tergesa menyusuri koridor rumah sakit. Kedua wanita itu terlihat cemas, Anin menitipkan anak-anaknya kepada kedua orang tuanya.Hasan melihat keduanya yang berjalan menghampirinya. Setelah itu Hasan mengajak mereka untuk masuk kedalam ruangan, Mereka pun masuk kedalam ruang rawat ini Leon masih terbaring tak sadarkan diri, perban menempel di kepala pria itu dan dimata sebelah kirinya. Anin dan Rena tak kuasa menahan tangis mereka melihat keadaan Leon yang mengenaskan."Kek Leon!" lirih Anin sambil berurai air mata, mengusap wajah sang suami pelan. "Ini mamah, Leon! Kamu .... Kamu ..." Rena pun tak bisa melanjutkan perkataannya, wanita itu jatuh tak sadarkan diri. Anin pun berteriak, dia sungguh sangat panik dia khawatir pada ibu mertuanya. Hasan pun membantu membawa wanita itu berbaring di sofa, lalu memanggil suster penjaga."Tidak apa-apa, ibu anda hanya shock," seru sang suster kemudian. Anin pun kembali menghampiri suaminya yang masih terbaring tak sadarkan diri,
Anin mendekati Leon lagi, ia menatap suaminya dengan tatapan heran."Kamu kenapa?" tukas Anin kesal."Pergi kamu! Keluar!" balas Leon kasar."Pah ... Istighfar, kamu kenapa sih?" ujar Anin lagi seraya memegang tangan Leon."Pergi Anin, tinggalkan saja aku sendiri disini.""Aku gak mau, aku gak akan tinggalin kamu, apalagi dalam keadaan kamu seperti ini.""Pergi Anin, aku suami yang tak berguna, aku sudah cacat." teriak Leon lagi.Anin memeluk suaminya erat, seraya menangis tersedu."Jangan usir aku Kak, aku tidak akan beranjak sedikitpun dari sisimu, aku sayang kamu apapun yang terjadi.""Aku sudah lumpuh Anin, apa yang bisa kau harapkan lagi dari suami seperti aku." isaknya sambil membalas pelukan Anin."Aku tak bisa melindungimu dan anak-anak lagi." ujar Leon putus asa.Anin menggelengkan kepala, "Tidak, kamu akan sembuh. Kamu pasti bisa sembuh!" "Kita akan melewati ini semua bersama, tolong jangan usir aku." ucap Anin seraya tergugu dalam pelukan Leon."Aku, Noah, Shafiyya dan Mam
Pulang dari Rumah sakit, Zahir menuju ke kediamnnya. Sudah tiga hari ini dia tidak menginap di Klub lagi. Berawal saat pertemuannya dengan Hasna kembali beberapa hari lalu, ia senang Hasna sudah tidak histeris ketika melihatnya, tapi dia tetap menjaga jarak dengan Zahir. Tetap tidak mau berkontak mata langsung dengannya. Tapi Zahir bersyukur, setidaknya dia tidak takut denga Zahir. Kata ibunya, Hasna seperti itu karena dia merasa malu, bukannya takut.Zahir masuk kedalam rumah, dia tidak menemukan seseorang pun, dia mencari ibunya didapur tapi tidak ada. Zahir mendengar suara tawa dari halaman belakang rumahnya. Rupanya ibu sedang menceritakan sesuatu yang membuat gadis itu tertawa, tawa yang indah bagi Zahir. "Benarkah, Bu? Lalu apa ayah memarahi Zahir?" tanya gadis itu dengan senyum tak lepas dari bibirnya. Zahir yang merasa jika dirinya lah yang sedang menjadi bahan perbincangan kedua wanita itu pun ikut tersenyum. Tapi, apa-apaan ibunya ini, menceritakan hal memalukan tentangnya
Pagi ini Hasan sudah berada dirumah Anin hendak menemui kedua orang tua Anin dan mengantarkannya sampai ke Madinah kerumah orang tuanya. Ia bertemu ayah Anin diruang tamu dan berbincang dengannya terlebih dahulu."Paman dan bibimu memang niat mau umroh dulu sepulang dari sini biar sekalian." Ayah Anin mulia bercerita."Tadinya Raga juga mau ikut, tapi dikantor lagi banyak urusan belum bisa ditinggal, jadinya nanti dia mau menyusul langsung ke Madinah saja," sambung pria setengah baya itu."Aku juga sudah ngabarin ibu kalau paman dan bibi akan berangkat sekarang."Hasan menimpali ucapan pamannya.Kemudian Leon dan Anin muncul, bersama bundanya Anin yang sudah siap. "Sudah siap? Ayo kita berangakat sekarang!" seru Ayan Anin.Anin pun memeluk kedua orang tuanya, dan mencium tangan mereka takzim."Bunda-Ayah hati-hati dijalan, kalau ada apa-apa kabari Anin ya, Salam buat bibi Maryam!" ucap Anin sendu. Sebenarnya Anin ingin ikut ke Madinah, dia belum diwisuda setelah dinyatakan lulus dar
Leon sedang menggendong Shafiyya diruang tamu ketika Taka datang bersama istrinya.Laki-laki keturunan Jepang-Indonesia itu mengenakan pakaian santai, bukan pakaian formal yang biasa ia kenakan saat bertemu Leon maupun Hasan."Selamat datang, Apa kabarmu Taka?" tanya Leon sambil tersenyum ramah menjabat tangan Taka.Leon menundukkan kepala tanda menghormati kala Taka memperkenalkan istrinya yang cantik."Ini istriku, Hana!" ujar Taka memperkenalkan.Leon memegang dada nya kemudian menunduk sopan pada Hana.Lalu ia mengajak sepasang suami istri itu menuju ruang makan. Rena pun keluar lalu berkenalan dengan mereka. "Biar mamah bawa Shafiyya kedalam kamar!" tawar sang Mamah. Leon pun memberikan bayi mungilnya itu untuk digendong neneknya. "Lucu sekali bayimu, berapa bulan umurnya?" tanya Hana ia memperhatikan Shafiyya yang sedang tertidur pulas didalam pelukan neneknya."Umurnya baru tiga bulan, dia memang sangat menggemaskan." balas Leon."Nanti kita akan buat yang lebih lucu dari itu
Suara Zahir yang terengah dari sebrang telepon sana membuat Leon khawatir. Saat ini sahabatnya itu sedang berada di dalam Klub seorang diri. Jantungnya seakan berdetak lebih kencang, kalau saja kakinya tidak lumpuh, dia langsung akan pergi menyusul Zahir. Dia khawatir Zahir terluka, dia juga ingin melihat seberapa parah kerusakan dimarkas mereka. Leon menghubungi Hasan, tapi ponsel pria itu tidak aktif. Akhirnya Leon pun mencoba menghubungi bibi Maryam."Maaf Bi, apa Hasan sedang bersama bibi, Leon menghubungi ponselnya tapi tidak aktif." ujar Leon. Lalu bibi Maryam pun memberikan ponselnya pada Hasan."Ada apa Leon, mengapa kau menghubungi ibuku?" "Aktifkan ponselmua sekarang, San . Ini Gawat!" Hasan pun segera mengembalikan ponsel itu pada ibunya, tidak mungkin dia berbicara masalah yang penting didepan ibunya. Setelah itu ia menuju kamarnya yang dulu dipakai Anin saat masih tinggal disana. Pria itu mengaktifkan ponselnya dan balik menghubungi Leon."Ada apa, Le?""Markas kita d
Hasan berlari disepanjang koridor rumah sakit, kabar yang ia dapat dari ibu mertuanya setelah ia mendarat membuatnya sangat khawatir. Hasan melihat Nyonya Anna dengan wajah sedih berurai air mata, ia mendekati wanita itu dan memeluknya. "Hasan! Zahir, San ... Zahiiir!" lirih wanita setengah baya itu."Tenanglah, Bu! Tenang, aku sudah disini!" ujar Hasan menguasap punggung ibu mertuanya."Bagaimana kondisinya sekarang?" "Lihatlah kedalam!" seru wanita yang sedang menangisi putranya.Kemudian tanpa pikir panjang Hasan masuk kedalam kamar, Zahir sedang dibantu dengan alat kejut jantung, tapi monitor disana tetap mengeluarkan bunyi yang sama dan panjang.Ya Allah ... tolong selamatkan sahabatku, batin Hasan berdoa. Di ranjang sebelah Zahir ia melihat Hasna yang sedang tak sadarkan diri juga. Tak lama ibu mertuanya ikut masuk kedalam ruangan, ia menghampiri Zahir."Zahiir! Sadarlah,Nak! Jangan tinggalkan ibu!" isak wanita itu ia menggenggam tangan sang putra. Dokter pun sudah menyerah, m
"Setelah Papahnya Kak Leon meninggal dunia, ia dan Mamah Rena mengalami cobaan yang berat, aku rasa mungkin kamu juga sudah pernah mendengar ceritanya bukan dari ibumu atau mamah Rena." ucap Anin."Dan ternyata setelah semua cobaan yang dialami Kak Leon, Allah mempertemukan kembali denganku, saat itu aku sudah tinggal di Madinah bersama bibiku dan kuliah disana. Sedangkan saat itu Leon dan mamahnya baru habis menjalankan ibadah umroh, keduanya mampir kerumah bibiku, karena ternyata Leon adalah sahabat baik Kak Hasan, kakak sepupuku, anak dari bibiku itu. Begitulah cara Allah mempertemukan kami kembali. Tidak ada yang menyangkanya bukan." Anin terkekeh kembali mengingat semua kejadian demu kejadian dihari itu."Dan aku tidak bisa membohongi diriku bahwa aku masih mencintainya, walaupun kami sudah terpisah selama hampir tiga tahun, dan begitu juga dengan Kak Leon masih mencintai didalam hatinya.""Wah, sangat indah ya Kak cara Allah mempertemukan kembali kak Anin dan Kak Leon, andai ak
"Jadi, maukah kamu memaafkan kebodohanku ini?" tanya Leon serius menatap Anin. "Maukah kamu tetap menjadi tunanganku?" Ia menatap Anin penuh harap.Lama Anin terdiam dan berpikir. Sampai akhirnya ia berbicara."Aku ... Aku sebelumnya ingin meminta maaf karena telah menuduhmu saat itu," ucap Anin pelan syarat dengan penyesalan."Aku sudah memaafkanmu, tapi ..." Anin menjeda ucapannya. "Maaf, Aku ... tidak bisa menjadi tunangan mu lagi, Kak," ucap Anin menatap Leon dalam-dalam. "Maaf," lirihnya lagi.Leon terlihat kecewa, dia menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya."Saat ini, aku sedang mencoba memperbaiki diriku menjadi wanita yang lebih baik." Anin mulai berbicara lagi.Leon masih setia mendengarkan wanita yang sangat dia cintai itu berbicara."Menikah adalah ibadah terpanjang. Dan aku ingin melakukannya bersama dengan lelaki yang memiliki tujuan yang sama denganku," ucap Anin kembali. "Aku ingin bersamanya tidak hanya di dunia, tapi juga sampai ke surga." Anin mengucapkanny
FlashBack Anin Saat itu aku dan Leon sempat bertemu dan membicarakan kejadian di apartemen Leon." Anin mulai bercerita lagi pada Dewi tentang masa lalunya.Selesai dari butik pakaian muslimah, Anin dan Ibunya menuju kediaman Rena mamahnya Leon.Setelah sampai, keduanya mengucapkan salam, dan disambut dengan hangat oleh sang Tuan Rumah." Anin! Kamu cantik banget ... Tante sampe pangling lho," Rena terkejut menatap Anin yang mengenakan pakaian syar'i.Anin dan Ibunya hanya tersenyum mendengar perkataan wanita itu."Ceritanya, tadi Anin kan ku ajak ke butik cari abaya buat aku umroh. Eh, dia langsung suka sama abaya hitam itu, pas dicoba ternyata cocok." Mira ibunya Anin menjelaskan dengan semringah."Cantik banget lho, Nin," ucap mamahnya Leon."Makasih, Tante," ucap Anin malu-malu."Mari masuk!" sambung Rena mempersilakan keduanya. "Kita keruang makan aja, sekalian cicipin kue buatan Tante ya, Nin!" seru Rena bersemangat.Anin hanya menanggapi dengan senyum manisnya."Leon pasti kage
Flashback AninPintu apartemen Kak Leon—tunanganku—terbuka setelah aku menekan password-nya. Aku memperhatikan seisi ruangan yang sepi. Tunggu! Aku mendengar sayup-sayup suara dari arah kamar. Aku lalu berjalan pelan menghampiri pintu kamar itu. Sebelum pintu kubuka, aku mendengar suara yang membuat jantungku berdebar kencang. "Anin ... Anin ...." Kak Leon mendesahkan namaku. Ada apa dengannya?"Leon ... Sayang ...." Deg!Itu ... itu suara seorang wanita dari dalam kamar. Jantungku berdegup kencang. Kak Leon bersama siapa?Suara-suara itu kini membuat tubuhku gemetar, jantung ini bertalu kian kencang, lututku lemas. Ya, Tuhan, apa Kak Leon telah ...?Namun, sebisa mungkin aku mencoba untuk tidak panik dan bergerak perlahan-lahan. Anin kamu bisa, batinku menenangkan. Kutarik napas panjang sebelum membuka pintu kamar itu dengan kasar.Braakk!Pintu beradu dengan dinding kamar.Mata ini melebar ketika di hadapan terlihat seorang wanita berambut pirang, berpakaian setengah telanjang b
Leon memandang Vladimir dengan serius, lalu menyeringai."Dia sepupuku baru saja datang dari Indonesia, menggantikan Devano untuk sementara, karena istrinya akan melahirkan." terang Leon pada kedua tamunya."Ups, Sorry ... aku tidak tahu. Tapi dia sungguh cantik." Vladimir berkat jujur, saat pertama kali melihatnya tadi ia sudah merasa tertarik. Wajahnya yang putih, make up yang tipis membuatnya terlihat sederhana dan cantik.""Namanya Dewi, baru aja lulus kuliah di Kota Bandung, Indonesia." jelas Leon lagi seraya tersenyum."Aku gak keberatan kalau kamu niatnya serius sama dia, tapi kalau untuk main-main. Silahkan cari yang lain, Orang tuanya menitipkannya padaku untuk menjaganya, Vla." sambung Leon lagi. "Aku serius!" ucap Vladimir dengan wajah tenang."Seperti yang kalian bilang kan, aku harus segera menikah lalu punya keluarga sendiri. Aku memang berniat mencari istri juga ikut Yuri ke sini." Vladimir mengatakannya sambil terkekeh."Tapi Yuri malah berburuk sangka padaku, bagaima
Anin sedang memasak, ketika mendengar keramaian didepan rumahnya. Kali ini ia tengah membuat bakso sapi, karena request dari Leon dan Noah, tentu saja Anin pun dengan senang hati membuatkannya karena sudah cukup lama mereka tidak memakannya. Apalgi disantap saat musim dingin, bisa untuk menghangatkan badan sekaligus mengenyangkan perut."Bundaaaa ... Bibi Helen dataaaang!" Noah menghampiri sang bunda ke dapur dengan berteriak begitu lantang seraya berlari."Astagfirulloh Noah, bunda sudah bilang berapa kali jangan suka berteriak dsn berlarian seperti itu," oceh Anin pada putranya."Siapa tadi yang datang?" tanya Anin lagi."Bibi Helen dengan suaminya juga yang lainnya Bun!" terang bocah laki-laki itu menerengkan, matanya berbinar.Anin pun segera memakai cadarnya dan berjalan menghampiri tamu yang Noah katakan tadi. "Maa syaa Allah, Helen! kenapa gak bilang mau main kesini, Mari masuk semuanya!" Anin pun menggandeng tangan adik iparnya itu lalu memeluknya. Yuri dan Vladimir yang mem
Saat ini Yuri, Helen, Isabel dan Vladimir sudah berada dalam pesawat prbadinya menuju Dubai. Pria itu tidak bisa menolak keinginan Helen untuk pergi mengunjungi keluarganya disana. Dengan ijin dari dokter kandungan Helen, akhirnya mereka pun berangkat. Helen masih tertidur, tadi ia sempat merasa pusing dan mual, saat pesawat baru saja terbang. Yuri pun memijiti kepala dan tengkuk istrinya itu dan memberi permen jahe kesukaan Helen tatkala mual melanda. Memang ini bukan kehamjlsn yang pertama bagi Helen, karena sebelummya ia sudah pernah hamil walaupun harus mengalami keguguran ketika usia janinnya baru empat bulan. Di kehamilan yang keduanya ia lebih rileks dan tenang, tapi Yuri lah yang begitu protektif padanya. Ia begitu dimanja, sehingga tak jarang Helen mengerjai suaminys untuk.dibuatkan sesuatu, seperti membuat bubur ayam, mie rebus ataupun Teh khas Timur Tengah. Yuri pun selalu menuruti apa maunya, bagi Yuri ia akan berbuat apapun untuk membahagiakan istrimya yang sedang hamil
Sementara itu di Moskow, Rusia. Yuri sedang membuatkan sesuatu untuk istrinya tercinta. Helen yang tengah berbadan dua minta dibuatkan mie rebus yang berasal dari Indonesia. Entah mengapa akhir-akhir ini ia sering membayangkan mie rebus yang sering dibuat Anin saat ia masih tingga bersama dirumah Leon. Lengkap dengan sayurannya, baso dan telor yang dicampur.Yuri tersenyum karena telah berhasil membuat mie rebus yang Helen inginkan, ia membawanya dengan wajah semringah."Taraaaa! Mie rebus indonesia sudah jadi!" Yuri menaruh mangkok mie itu didepan Helen yang tengah duduk diruang keluarga."Terima kasih, suamiku Sayang!" Helen pun mengecup pipi Yuri dengan mesra membuat pria itu semakin bahagia."Sama-sama Ratuku, silahkan dicicipi!" Helen mengambil sendok dan mulai menyicipi kuah mie rebus itu.Dahi Helen mengernyit aneh, ini bukan rasa yang pernah ia makan, rasanya berbeda. Ia pun menyudahinya dan menjadi tidak berselera. Yuri yang melihat istrinya tidak jadi memakan mie buatanny
Sementara itu dikediaman Leon saat ini, Anin sedang gelisah menunggu kabar dari Leon. Terakhir kali dua hari lalu Leon menghubunginya untuk mengabarinya bahwa ia langsung terbang keluar negri karena harus menemui kliennya, begitu yang Leon katakan. Tapi setelahnya suaminya tidak memberikan kabar lagi sehingga membuatnya khawatir. "Bundaaa! Papah pulang!" Noah berteriak menghampiri ibunya yang sedang memasak didapur. Anin tersadar dari lamunannya ketika mendengar teriakan Noah. Hatinya menjadi lega seketika, gundah yang menggelayuti pun sirna tatkala melihat Leon datang menghampirinya seraya tersenyum dengan tampannya."Assalammu'alaikum, Papah pulang!" Anin pun mencuci tangannya dulu sebelum menyambut kedatangan suaminya. Ia mencium tangan Leon dengan takzim."Wa'alaikumussalam, selamat datang kembali kerumah, alhamdulillah kamu tidak apa-apa, aku khawatir, karena kamu tidak memberikan kabar lagi kemarin." ujar Anin sedikit merajuk."Maaf, Sayang telah membuatmu khawatir. Aku rind