Share

Cinta Pada Pandangan Pertama

Sebenarnya ada sesuatu yang ingin Alan bagi kepada Aditya, tapi di urungkannya, selain itu juga ada Anna dan sopirnya.

"Kita sudah sampai. Aku lakukan reservasi dulu ya. Takutnya full booked. Kalian tunggu dulu di sini." Alan lalu keluar dari mobil seorang diri dan sengaja berjalan cepat ke arah resepsionis restoran seafood yang di kenal ini.

Setelah kepergian Alan, suasana

Anna berpaling ke belakang dengan balasan tergagap. "I iya pak?"

Aditya tersenyum, disodorkannya beberapa permen mint dalam genggaman tangannya. "Ini permen...Ambillah."

Anna mengambil satu permen. Dia mengambil dengan hati-hati agar kulit jarinya sedapat mungkin tidak menyentuh kulit telapak tangan Aditya.

"Te... terima kasih, Pak," jawab Anna sembari menganggukkan kepalanya.

Aditya tersenyum tanpa membalas ucapan terima kasih Anna, kemudian Aditya berpaling pada sopir pribadi Alan, menawarkan permen padanya juga.

Tak beberapa lama setelahnya, Alan datang dan membuka pintu mobil.

"Akhirnya dapat juga. Maklumlah, waktunya makan siang."

Aditya kemudian keluar dari mobil, tapi dia berbalik ke arah bagian depan, pada kursi penumpang di samping sopir. Mengetuk jendela kacanya, dan terbukalah kaca jendela tersebut.

"Lho. Anna? Kamu kok nggak turun?" tanya Aditya keheranan.

"Hah? Oh... Nggak, Pak," sahutan malu-malu Anna.

Aditya menatap Alan keheranan. "Dia nggak kamu ajak makan juga?" tanya Aditya kemudian.

"Tidak."

"Bukannya dia asistenmu?"

"Sebenarnya tidak, lagian aku ingin bicara bisnis dan masalah pribadi secara bersamaan. Hanya kita berdua saja. Anna biar cari makan sama sopirku."

"Aku bisa pastikan dia gadis yang bisa di percaya."

Mendapatkan balasan Aditya ini, akhirnya Alan membawa Anna turut serta. Meja mereka berada di dekat aquarium besar berisi ikan-ikan dari menu yang di sajikan di restoran seafood ini.

Suatu pemandangan baru buat gadis dari latar belakang keluarga biasa seperti Anna masuk ke dalam restoran. Anna tidak lepaskan tatapannya pada aquarium berukuran besar tersebut. Berbagai ikan berukuran jumbo jadi perhatian Anna satu persatu.

"Kamu pilih menu apa?" tanya Alan pada Aditya.

Aditya belum menyahut, tapi justru sedang menatap Anna dengan senyuman, saat Anna menatap penuh takjub pada aquarium tempat ikan-ikan yang bisa di jadikan pilihan menu itu.

"Hmm? Kamu tanya apa tadi?" Aditya baru menyadari kalau sekarang Alan sedang melotot padanya. "Oh ya, menu ya?" segera saja Aditya menyambar buku daftar menu dan mulai melihat-lihat, tapi lantas terganggu dengan bunyi ponsel Alan.

Adityapun mengurungkan melihat daftar menu, dan lebih memperhatikan Alan yang telah menjawab telpon.

"Maunya sekarang? Ok. Tidak masalah. Aku ke sana." Alan memasukkan ponselnya sebelum berbicara lagi dengan Aditya. "Aku harus pergi. Buru-buru banget." Alan kemudian berdiri. "Maafkan aku. Tapi, ini urusan yang mendesak banget."

"Tak apa. Aku mengerti kok." sahut Aditya meskipun tak mengetahui dengan pasti apa yang jadi urusan Alan.

"Thank you. Aku pergi dulu."

Aditya mengangguk.

Setelah berpamitan dengan Aditya, Alanpun berniat pergi, tapi kemudian terhalang seseorang di hadapannya.

"Saya sudah siap, Pak."

Alan terdiam membeku mendengar ucapan Anna barusan.

"Memangnya kamu mau kemana?" tanya Alan pada Anna kemudian.

"Mau ikut Bapak. Bukannya, itu yang harus saya lakukan sebagai pegawai Bapak?" Anna nggak kalah bingungnya.

"Oh ya. Aku hampir saja melupakanmu." Alan terlihat bingung, karena ingin pergi hanya di temani sopirnya saja, bukannya orang lain termasuk itu Anna.

"Dia bisa bersamaku."

"Good," sahut Alan senang. "Dia akan bersamamu dan kembalikan ke kantor tepat sebelum jam kerja selesai."

"Tapi, Pak? Tapi..." Belum selesai Anna mengajukan pertanyaan, Alan sudah terburu-buru beranjak dari meja mereka dan terlihat berjalan cepat ke arah parkiran tempat mobilnya berada.

"Anna. Duduklah," perintah Aditya dari balik punggungnya.

Jantung Anna berdetak layaknya drum pada parade marching band. Ia merasakan kegugupan tapi tak bisa memungkiri juga senang berada di dekat Aditya seperti ini.

"Kamu mau makan ikan apa jadinya?" Pertanyaan Aditya setelah seorang pelayan berdiri di sampingnya, dengan membawa catatan pesanan.

Pertanyaan itu segera membuat Anna melihat lagi ke arah kumpulan ikan-ikan berenang berhimpitan karena ukuran mereka yang besar-besar.

"Ehmm..." Anna mengangkat jari telunjuknya. "Yang... ehmm..."

"Paket nasi dengan Ikan bawal dan kakap merah, dan dua es kelapa muda."

Anna melihat ke buku menu di hadapannya. Gambar-gambar minuman pada deretan pilihan 'Milkshake' sebenarnya yang dia incar, tapi karena Aditya sudah melakukan pesanan terlebih dahulu, dan buku daftar menu sudah di ambil pelayan, Anna pasrah saja dengan pesanan yang sudah Aditya pilihkan ini.

"Kamu kelamaan!" Nada bicara Aditya sedikit meninggi, membuat Anna menunduk sambil memainkan tali tasnya. "Memangnya kamu di sini sendirian?"

Anna baru mengangkat wajahnya, tapi dengan ekspresi bingung. "Sen sendirian? Kan tadi sama Bapak, sama Pak Alan juga?"

'Lha iya, makanya."

Sontak Anna membuang muka ke aquarium jumbo lagi.

"Memangnya, ikan-ikan itu lebih menarik perhatian daripada manusia yang ada di depanmu ini, ya?"

"Eh, nggak kok Pak. Bapak menarik." Anna segera terdiam setelah mengatakannya.

Itulah Anna. Salah satu ciri sifatnya, adalah suka telat menyadari apa yang telah dia ucapkan. Kecepatan berpikir kalah cepat di banding dengan kecepatan bibir ini ingin mengeluarkan kata-kata.

Satu alis Aditya terangkat. "Benarkah? Menurutmu aku menarik?"

Memang usia Aditya tidak bisa di bilang muda. Garis-garis kedewasaan sebagai seorang pria sudah terlihat tegas pada wajah Aditya, tapi hal ini justru membuat Aditya terlihat lebih manly, bila di tambah dengan bentuk dan postur tubuh tingginya.

"Iya. Bapak menarik," sahut Anna dengan polosnya.

"Dasar. Masih kecil!"

"Hah? Apa? Masih kecil?!" tandas Anna, lalu berdiri dengan ekspresi kesal. "Kalau Bapak menganggap saya masih kecil, saya nggak akan berada di sini! Saya bakal di sekolah TK!"

"Hmm. Jawabannya saja masih seputaran anak TK!" sahut Aditya enteng.

Anna ternganga tak percaya. Luntur sudah rasa kagum selangit pada Aditya selama dua jam belakangan.

"Lha terus jawaban saya harus bagaimana?! Kalau saya anak TK, berarti Bapak anak SD. Cuma beda tipis! Sama-sama masih anak-anaknya!" sahutan Anna jadi sebuah amarah.

"That's wrong! Kamu yang masih anak-anak!" Aditya masih pada kesimpulan pertamanya, dan Anna tetap jadi orang yang salah.

"Ya sudah kalau begitu, saya pergi!" dengus Anna sambil meraih tas kerjanya, dan berniat beranjak pergi. Tapi saat memundurkan kursi, tangannya di tahan dari belakang.

"Aku hanya bercanda." Ternyata tangan Aditya mengenggam pergelangan tangan Anna dengan di sertai senyuman.

Suasana kaku kemudian tercipta untuk beberapa detik, karena seorang pelayan menyiapkan minuman yang sudah terlebih dahulu tersedia.

Anna menyesap sekali es kelapa mudanya, lalu mengambil ponsel dari tasnya, membaca tiap notifikasi yang muncul, sekaligus sebagai pelarian agar tidak terlalu lama berinteraksi dengan Aditya. Namun sayangnya, tidak ada notifikasi penting di ponselnya tersebut.

Aditya terdengar berdeham sekali, tapi tidak membuat Anna mengangkat wajah. Di baca-baca lagi pesan dari teman-temannya di group, seolah ada kesibukan saja pikir Anna.

Anna tidak menyadari kalau sebenarnya Aditya telah memperhatikannya sambil tersenyum. Posisi kepala tertunduk seperti itu, membuat Aditya lebih leluasa menatap dan menikmati wajah cantik alami milik Anna. Aditya merasa seperti remaja yang sedang kasmaran untuk pertama kalinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status