2. Bau alkohol "Kamu mau apa, Mas?" Anna berancang-ancang menahan Aditya, tapi Aditya tak menggubris ketakutan Anna, tapi justru membuka pintu mobil. "Mas. Jangan keluar. Kalau mereka melukaimu bagaimana?" Anna masih berusaha menahan Aditya dengan menarik lengan bajunya. "Aku yang akan melukai mereka terlebih dahulu!" "Mas! Aduuh. Kamu ini." Terlambat buat Anna untuk mencegah Aditya keluar, karena anak-anak berandalan yang berada di luar menatap ke arah Aditya. "Kamu. Di dalam saja, dan saksikan pertunjukan, mengerti!" "Tapi, Mas..." Pintu tertutup, dan Anna hanya bisa diam dan menyaksikan apa yang akan terjadi di luar sana. Anna juga sesekali menyaksikan angka berupa hitungan detik untuk menunjukkan berapa lama lampu merah itu akan menyala. Waktu menunjukkan detik ke-20. Perkiraan Anna masih ada kira-kira 40 detik ke depan bila perkiraan memang benar, kalau hitungan sekali jalan lampu merah menyala adalah satu menit atau 60 detik. Aditya terlihat berbicara dengan seorang an
Setiap kali mengaca di kamar mandi, seperti sebuah pengingat buat Anna soal keberadaan Aditya. Keraguan terbesit di sana. Anna belum berani menceritakan pada siapa-siapa, selain hanya pada dirinya sendiri. "Tuh kan, Anna. Kamu di buat terpana lagi." Pertahanan Anna mulai runtuh lagi. "Apa yang di lakukan Mas Aditya tadi tuh keren banget. Belum pernah aku lihat cowok so gentleman kayak dia." Sedetik kemudian Anna tertunduk lesu saat melihat jam tangan dan mendapati waku sudah menunjukkan pukul 7 lewat lima menit, kepanikan langsung menghampiri Anna. "Aduh. Bisa ngomel itu Tuan Judes kalau aku kelamaan." Anna kemudian mundur beberapa langkah, untuk lebih memastikan kerapian penampilannya, tapi hanya sebentar saja Anna kemudian segera menyambar tasnya dan berjalan cepat ke arah luar. Anna jadi gugup, karena tidak di jumpai Aditya di luar kamar mandi seperti baisanya. Aditya selalu menunggunya bila berada di kamar mandi khusus wanita meskipun itu dalam waktu yang lumayan lama. Da
Saat akan mengikuti langkah Aditya, Anna yang melewati area lobby lounge, menyempatkan diri untuk melihat keluar. Di lihatnya langit masih dipenuhi air hujan deras disertai kilatan petir tak henti-hentinya menyambar. Keinginan untuk segera pulang tampaknya belum mungkin Anna lakukan saat ini. Kini Anna berada di tengah-tengah lobby lounge, antara melihat ke luar dan ke arah Aditya yang sudah berada di depan lift. Anna mengalami kebimbangan. Apakah akan menunggu hujan reda di salah satu sofa di lobby lounge itu ataukah mengobati rasa penasaran dengan mendengarkan cerita Aditya soal apa saja yang di bisikkan atasannya tadi pada Aditya. Anna kembali beralih ke arah luar setelah melihat Aditya dan tampak hujan masih terlihat deras. "Tapikan aku nggak boleh terlalu dekat dengannya. Nggak boleh!" gumam Anna dalam lingkaran antara setan dan malaikat. "Tapi kepingin tahu banget. Gimana, dong?" tanyanya pada diri sendiri. Saat beralih lagi ke Aditya. Anna terkejut, karena Aditya te
"Anna. Mulai sekarang kamu harus hati-hati." "Ke kenapa?" "Jangan sembarangan bercerita sama orang lain, meskipun itu sahabatmu sendiri. Mulai sekarang kalau ada yang ingin kamu bicarakan atau tanyakan soal Alan dan yang berhubungan dengan pekerjaanmu, soal apapun itu yang ada hubungannya denganku juga, kamu harus mengatakannya padaku dulu. Kamu mengerti Anna?" Mata Anna terbelalak. "Aku...iya..." Aditya langsung menyambar memberi kesimpulan sendiri. "Berarti kamu mengerti!" Aditya lalu menarik tangan Anna lagi, tapi kali ini adalah telapak tangannya. "Dengar. Aku bertanya padamu dahulu." "Apa itu?" Anna menatap pada tangan Aditya yang menggenggamngnya, tapi di biarkan saja, tidak ada penolakan sama sekali dari Anna. Tapi Aditya melepaskan genggamannya itu dengan lembut. Anna segera bergeser kembali pada tempat duduknya semula, tangannya memegang dadanya, mengatur nada jantung yang berdetak tak beraturan antara senang tapi juga takut. Ketakutan akan perasaan yang tersimpan di h
"Kirana. Masuk ke ruangan. Sekarang!" perintah seorang atasan bernama Alan."Sa saya, Pak?" sahut Anna yang telah berdiri dengan sikap bingung. Belum pernah ada sejarah Alan memanggil pegawai dengan jabatan rendah seperti dirinya."Iya. Siapa lagi? Cepat ke sini!" perintah Alan lagi lalu masuk ke ruangannya.Anna lalu menuju ke ruangan Alan dengan pikiran penuh tanda tanya. "Selamat pagi. Iya, Pak?"Alan menelusuri wajah cantik alami Kirana. Ada tujuan terselubung Alan menginginkan Anna untuk melakukan perintahnya kali ini, yaitu agar menarik rekan bisnisnya ini untuk mau bekerjasama dengannya. "Ada tugas untukmu. Setelah ini aku ada meeting penting, jadi antarkan dokumen ini ke temanku.""Baik, Pak."Alan menyodorkan sebuah tas file transparan dan berisi beberapa tumpukan berkas. Annapun meraihnya. "Saya berikan berkas ini di mana, Pak?" tanyanya setelah menerima lalu menaruh di pangkuannya."Gedung apartemen Oakwood. Apa kamu tahu, Anna?""Gedung apartemen setelah puteran balik lamp
Aditya kini semakin menyadari, kemungkinan semalam Jessica telah memberinya minuman yang di campur dengan obat-obatam tertentu, dan kemungkinan besar adalah obat penambah stamina dan gairah khusus bagi pria.Setelah berargumen hebat dengan Jessica dan memutuskan kembali ke apartemen pada tengah malam, Aditya juga menutup komunikasi dengan istrinya tersebut. Namun justru rasa menyiksa ini baru di sadarinya pagi tadi. Hal ini jadi salah satu alasan Aditya tak bisa temui Alan."Lanjutkan tuangkan jus jeruk juga untukku," perintah Aditya kemudian."Baik, Pak." Anna segera bergegas ke meja pantry yang ada di dapur setelah terlepas, lalu melakukan perintah tanpa sekalipun membalas tatapan Aditya dengan gemetaran.Suara gemericik jus jeruk itu jadi penutup langkah Aditya yang semakin mendekat pada Anna."Anna," panggil Aditya setelah berdehem sekali untuk memulai obrolan, dan menuntutnya untuk tak membelakanginya.Anna berbalik cepat, karena terkejut setengah mati, dimana tiba-tiba Aditya su
Sebenarnya ada sesuatu yang ingin Alan bagi kepada Aditya, tapi di urungkannya, selain itu juga ada Anna dan sopirnya."Kita sudah sampai. Aku lakukan reservasi dulu ya. Takutnya full booked. Kalian tunggu dulu di sini." Alan lalu keluar dari mobil seorang diri dan sengaja berjalan cepat ke arah resepsionis restoran seafood yang di kenal ini.Setelah kepergian Alan, suasanaAnna berpaling ke belakang dengan balasan tergagap. "I iya pak?"Aditya tersenyum, disodorkannya beberapa permen mint dalam genggaman tangannya. "Ini permen...Ambillah."Anna mengambil satu permen. Dia mengambil dengan hati-hati agar kulit jarinya sedapat mungkin tidak menyentuh kulit telapak tangan Aditya."Te... terima kasih, Pak," jawab Anna sembari menganggukkan kepalanya.Aditya tersenyum tanpa membalas ucapan terima kasih Anna, kemudian Aditya berpaling pada sopir pribadi Alan, menawarkan permen padanya juga.Tak beberapa lama setelahnya, Alan datang dan membuka pintu mobil."Akhirnya dapat juga. Maklumlah, w
"Bagaimana sama lututmu?" Pertanyaan tiba-tiba Aditya."Kok tahu?""Gerakanmu berusaha menutupi lutut itu yang buatku curiga.""Baik-baik saja kok."Sikap Aditya berubah dingin. Tak banyak obrolan terjadi. Suasana ini terjadi sampai mereka selesai makan. Aditya beranjak terlebih dulu dari meja mereka. "Aku ke kamar mandi, lalu ke kasir. Kamu nanti menyusul."Anna berikan anggukan. Belum juga sehari, Anna bisa gambarkan sikap asli Aditya. Bukan hanya dingin dan kaku, ada sisi lain sebagai pesona tersendiri Aditya yang membuat wanita merasa nyaman di dekatnya. Salah satu yang Anna rasakan adalah tatapan dalam dan juga perhatian tiba-tiba Aditya pada lawan bicaranya."Tidak. Aku juga mau ke toilet."Anna dan Aditya kemudian berjalan berdampingan menuju ke toilet restoran. Anna berusaha tidak berjalan terlalu dekat atau bersinggungan kulit dengan tubuh Aditya. Suasana restoran sedang ramai, sehingga beberapa kali harus bertemu dan melewati sekelompok orang."Karena kita tadi menumpang sam