Beranda / CEO / Wanita Incaran CEO Arogan / BAB 7 ~ BERTEMU KEMBALI

Share

BAB 7 ~ BERTEMU KEMBALI

Penulis: R_niThio
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

William baru saja keluar dari lift khusus direksi yang berada di lorong sebelah kiri lobi ketika matanya menangkap sosok wanita yang terasa tidak asing. Wanita itu tengah berjalan menuju meja resepsionis. Mata William terus mengamati gerak-gerik si wanita sementara telinganya sudah tak mendengarkan lagi obrolan sekretaris di sampingnya yang sekaligus juga merupakan sahabat dekatnya itu.

“Eh, kamu duluan aja, Leon. Nanti aku menyusul,” ucap William tanpa memandang Leon, sang sekretaris.

“Ha? Apa? Memangnya ada apa?” tanya Leon dengan raut bingung.

“Sudah sana! Tunggu aja di mobil. Nih, kuncinya. Aku ada urusan sebentar,” usir William dengan enteng sembari mengulurkan kunci mobil di hadapan Leon.

“Astaga! Kamu ini!” Leon meninju bahu William sebelum menyambar kunci itu. “Mentang-mentang aku ini bawahan sekaligus sahabat baikmu, kamu main usir aku gitu aja?”

“Ck,” decak William tak sabar sambil melirik Leon dengan tajam. Mereka sudah hampir mencapai meja resepsionis.

“Baiklah, baiklah. Aku pergi. Tapi kamu utang penjelasan padaku,” timpal Leon tak mau kalah seraya melangkahkan kaki meninggalkan William.

William masih melangkah dengan perlahan. Tatapannya masih tertuju pada sosok yang sudah dikenalinya sejak beberapa saat yang lalu. Ia menanti momen si Wanita Es menyadari keberadaannya.

Dengan sabar, William menunggu wanita itu yang rupanya baru saja menukarkan kartu tanda pengenal tamu dengan kartu tanda pengenalnya sendiri. Hingga wanita itu berbalik hendak meninggalkan meja resepsionis, belum ada tanda-tanda si Wanita Es menyadari keberadaannya. William akhirnya memutuskan untuk langsung menghampirinya.

Tangan wanita itu sedang berada di dalam tas ketika kepala bermahkota rambut panjang terurai itu menoleh ke arah William. Namun, mata sipitnya hanya menatap sedetik saja. Pandangan matanya langsung turun lagi ke arah dompet dan KTP yang tengah disimpannya. Kakinya pun tak tinggal diam. Tungkai berbalut celana kain hitam itu turut bergerak menuju pintu keluar.

William terperangah selama beberapa saat. ‘Astaga! Apa dia gak mengenaliku? Lagi?’ William segera bergegas menjajari langkah kaki si Wanita Es.

“Halo. Kita ketemu lagi,” sapa William tanpa basa-basi yang langsung menghentikan ayunan kaki si Wanita Es.

“Eh?” Wanita itu kembali menolehkan kepalanya. Tubuhnya terhuyung ke belakang sedikit dan mata sipitnya membesar.

“Kamu gak mengingatku lagi?” tanya William sambil memaksakan senyum. Ada sedikit rasa kecewa dalam hati melihat sosok yang diajak bicara hanya mengernyitkan dahi.

“Maaf. Anda siapa, ya? Sepertinya Anda salah orang. Saya sama sekali tidak ingat kalau kita pernah bertemu.”

“Benarkah?” ucap William sedikit tak percaya. “Tapi kita pernah ketemu kok.”

Melihat wanita di hadapannya hanya menggeleng pelan, William kemudian memancing, “Akhir pekan yang lalu?”

William hanya mendapatkan gelengan kepala yang semakin kuat dan kernyitan dahi yang semakin dalam. Mendapati respons seperti itu, William hanya bisa mengerang dalam hati. ‘Astaga! Belum juga lewat dari seminggu. Benar-benar wanita berhati es!’

William berdeham, mengatur emosi dalam hatinya. “Di Nath’s  Café?” William kembali mencoba mengingatkan pertemuan pertama mereka. Masih belum ada respons apa-apa dari wanita di hadapannya.

‘Ya, ampun! Sabar, Will, sabar!’

“Di area parkir?” sambung William lagi yang masih mencoba menggali ingatan si wanita.

Sesudah beberapa waktu berlalu, kernyitan pada wajah bak porselen itu akhirnya menghilang. “Oh! Yang itu!”

”Ya, yang itu,” ucap William membeo. Senyum cerah menghiasi wajah tampannya.

“Puji Tuhan,” batin William senang, “akhirnya kamu berhasil mengingatku.”

“Maafkan saya. Saya sama sekali nggak ingat sebelumnya,” ujar wanita itu lebih lanjut. Kedua ujung bibirnya terangkat sedikit. Sangat sedikit. Kalau saja William tidak sedang memperhatikan wajah porselennya, ia mungkin tidak akan menangkap gerakan sekecil itu.

“Uhm. Gak apa-apa. Oh ya, kalau boleh tahu, apa yang sedang kamu lakukan di sini?”

“Oh, itu. Eh ... urusan pekerjaan.” Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel dari dalam tas yang dibawa wanita itu.

“Silakan diangkat dulu,” ucap William mempersilakan.

“Maaf,” ujar wanita itu seraya menjauh sedikit untuk menerima panggilan.

Tak ingin dianggap menguping pembicaraan orang, William pun ikut membuka ponsel yang digenggamnya sejak tadi. Namun, indra pendengarannya masih bisa menangkap pembicaraan searah wanita itu dengan sosok di seberang telepon. Sesekali, William mencuri pandang ke arah wanita yang membelakanginya itu.

“Halo, Fan … iya, barusan selesai … lumayanlah job-nya … hahaha, belumlah, baru juga mulai … iya, Tuan Putri, kita ketemu langsung di sana. See you … bye.”

Begitu mematikan sambungan telepon, wanita itu kembali menghampiri William. “Maaf, saya masih ada keperluan lain. Saya harus pergi sekarang,” pamit wanita itu sembari tersenyum kaku dan menganggukkan kepala sedikit. Tubuhnya berbalik dan berlalu begitu saja dari hadapan William.

William termangu beberapa detik, lalu menyadarkan dirinya sendiri dan ikut beranjak dari lobi gedung. “Astaga, ini seperti dejavu! Dan sial! Lagi-lagi aku belum berhasil mengetahui namanya. Siapa dia? Masa aku harus menyebutnya Wanita Es terus?” gumam William kesal sambil menggelengkan kepala dan terus melangkah menyusul Leon.

Sesampainya di samping mobil dengan model hatchback warna hitam, William mengetuk kaca jendela penumpang bagian depan. Kaca jendela pun segera turun yang langsung mengembuskan sedikit hawa sejuk dan lantunan suara instrumen bersamaan dengan munculnya seraut wajah bulat telur milik Leon. Kedua alis sahabatnya yang hitam tebal terangkat dengan mata sipit yang dipenuhi tanya.

“Kamu yang setir.” Tanpa basa-basi, William langsung memberi perintah disertai dengan gerakan keempat jari tangan kanan yang mengepal dan ibu jari mengarah ke luar menjauhi mobil.

“Eh, tumben. Biasanya kamu nggak pernah mau disopiri orang lain. Yakin nih?” Meskipun nadanya dipenuhi keheranan dan ketidakpercayaan, Leon tetap membuka pintu mobil dan melangkah ke luar.

William langsung menempati kursi yang baru saja ditinggalkan oleh pria berpostur kurus dengan tinggi 173 sentimeter itu dan memasang sabuk pengaman. Sosok sang sekretaris pun tengah mengitari bagian depan mobil menuju pintu kemudi. Sejurus kemudian, mobil hatchback dengan logo berupa huruf H berbingkai kotak dengan warna dasar merah itu pun melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibu kota yang cukup padat.

Angan William mengembara ke hari Sabtu dini hari kemarin hingga hari ini. Lebih tepatnya ke saat-saat ia bertemu dengan wanita yang sudah menarik perhatiannya sejak pertama kali ia melihatnya. Pada awalnya, ia sebenarnya tidak merasakan apa-apa, hanya perasaan tidak enak karena telah menabrak seseorang dan menumpahkan minuman pada pakaiannya.

Namun, ketika melihat adegan wanita itu yang melabrak seorang pria membuat hatinya mulai tergelitik. Terlebih lagi ketika melihat wanita itu kepayahan memapah temannya yang mabuk. Jiwa penyelamat dalam dirinya langsung meronta-ronta ingin membantu.

William tidak berharap akan bertemu lagi dengan wanita itu jika menilik dari sikapnya yang dingin sepanjang interaksi mereka. Ia tampak seperti seseorang yang tidak suka bersosialisasi dan tidak suka hang out, biarpun dirinya sendiri juga bukan penyuka dunia malam. Jadi, sangat mengejutkan sekaligus menggembirakan baginya ketika ia melihat wanita itu lagi hari ini, apalagi di kantornya.

“Hmm, pekerjaan apa yang dia maksud?” gumam William. “Apa dia melamar pekerjaan? Divisi mana yang dia tuju? Seingatku ada beberapa lowongan yang tengah dibuka di kantor.”

Bab terkait

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 8 ~ HANGATNYA PERSAHABATAN

    Lamunan William sedikit buyar ketika panggilan Leon sampai ke gendang telinganya. “Hmm?” Meskipun demikian, William masih belum fokus menanggapi sahabatnya. ‘Sepertinya aku harus mengeceknya nanti.’ “Barusan kamu ngomong apa sih? Apa ada masalah?” tanya Leon. “Sudah kuperhatikan dari tadi, kamu itu kayak lagi nggak di sini pikirannya. Melamun terus dari tadi, bahkan dari mobil mulai bergerak, lo. Ada apa sih?” William mendesah sebelum menjawab, “Gak ada apa-apa.” “Nggak ada apa-apa, tapi kenapa mendesah gitu? Kayak yang lagi berbeban berat aja,” seloroh Leon. “Yang harusnya berbeban berat tuh aku. Kamu kasih kerjaan nggak tanggung-tanggung,” imbuhnya kemudian disusul dengan kekehan pelan. “Ck! Apa kamu mau makan gaji buta? Kalau gitu, bulan ini potong gaji, oke?” “Buset! Calm down, Bos! Aku cuma bercanda,” dalih Leon. Setelah jeda sesaat, suara Leon kembali mengisi kabin mobil di tengah-tengah alunan instrumen yang masih diputar. “Hari ini kamu kenapa sih? Benar-benar di luar k

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 9 ~ SIAPA SIH?

    “Ko Niel?” celetuk Fanny ketika melihat siapa yang menghampiri meja mereka. Sedetik kemudian senyum lebar tersungging di bibirnya. “Sendirian aja, Ko?” tanya Fanny lebih lanjut. Debby hanya melirik sekilas dari samping. Merasa tidak mengenal sosok yang baru saja menghampiri mereka, Debby tak memedulikan lagi pria tersebut. Tak ingin mengganggu interaksi antara sahabatnya dengan pria itu, Debby memutuskan untuk membuka ponselnya. Ia sempat melirik sekilas pada sahabatnya yang masih tersenyum ceria. “Enggak. Tuh, sama mereka.” Indra pendengaran Debby menangkap suara berat pria itu yang menjawab pertanyaan Fanny. “Halo, Debby.” Tiba-tiba suara berat itu beralih padanya. “Kita ketemu lagi nih.” Debby yang tengah menunduk menekuri layar ponselnya, terperanjat. “Eh, iya,” sahut Debby tergagap. Dirinya tak menyangka akan disapa. ‘Dari mana dia tahu namaku? Apa kami pernah ketemu sebelumnya?’ Benak Debby diliputi keheranan. Melalui tatapan mata sipitnya, Debby bertanya pada Fanny, tetapi

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 10 ~ SEBUAH NAMA

    “Aku kayaknya nggak asing sama salah satu dari mereka,” cetus Leon kemudian. “Pernah lihat di mana, ya? Oh iya, di lobi tadi, ya? Benar, ‘kan?” William hanya melirik sekilas ke arah sahabatnya tanpa menghiraukan reaksi maupun pertanyaan pria itu. Pandangannya kembali terarah pada si Wanita Es. William yang tak sempat memperhatikan wanita itu dengan saksama saat di lobi tadi, kali ini bisa memuaskan mata memandangi si Wanita Es. Sekarang ia bisa memperhatikan dari ujung kepala hingga ujung kaki meski bukan dari jarak yang sangat dekat. Tubuhnya tinggi semampai. Cara berjalannya tegap dan penuh percaya diri, bukan berlenggak-lenggok bak kucing berjalan. Langkah kakinya kecil dengan sedikit goyangan pada pinggul. Busana yang dikenakan pun tak seperti kulit kedua yang menempel ketat di tubuhnya. Namun, hal itu justru menambah daya tarik tersendiri bagi William. Ia jadi bisa berimajinasi dan menerka-nerka apa yang ada di balik busana itu. Bahkan hingga saat ini, William masih bisa mengin

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 11 ~ DITAGIH UTANG

    “Siapa sih mereka sebetulnya? Kalian kenal di mana? Sudah berapa lama kalian saling kenal? Bukankah yang bernama Debby itu yang tadi ada di meja resepsionis? Yang membuatku terusir? Yang kamu pandangi terus tadi? Apa kamu tertarik padanya? Wah, wah, wah … ini benar-benar pemandangan langka. Aku belum pernah lihat kamu kayak gini sebelumnya. Ck, ck, ck ….” Rasa ingin tahu Leon yang menggunung berubah menjadi rasa geli ketika mengingat tingkah sahabatnya itu beberapa saat yang lalu. Senyum miring tercetak di bibir merah muda milik pria berwajah oriental itu. Kepalanya pun tak mau ketinggalan ikut menggeleng-geleng kecil, menegaskan kalau pernyataan terakhirnya tadi benar-benar di luar kebiasaan William. “Astaga, mulutmu itu!” Mata William membeliak. “Kamu ini laki-laki apa perempuan sih? Cerewetnya melebihi Mami,” keluh William tanpa menjawab satu pun pertanyaan dari Leon. Bukannya tersinggung, Leon justru tergelak mendengar keluhan William. “Aku ini kan sahabatmu, Will. Masa kamu ngg

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 12 ~ PATAH HATI

    Dari ekor matanya, Fanny melihat Niel membungkuk ke arah meja rendah di tengah ruang duduk. Ia hanya tertawa keras tanpa mengomentari. Perhatiannya sudah kembali beralih pada isi lemari pendingin di hadapannya. “Mau jus buah apa minuman soda, Ko?” “Jus buah aja.” “Oke,” sahut Fanny yang langsung mengeluarkan kotak karton berisi sari buah jeruk dari dalam lemari pendingin. Ia kemudian mengambil dua buah gelas tinggi dan menuang sebagian isi kotak ke dalam gelas. Selagi menuang cairan berwarna kuning tersebut, tiba-tiba Niel muncul di sampingnya. “Kamu masih punya ini, Fan?” tanya lelaki itu sembari menunjukkan bungkus kosong crackers asin ke hadapannya. Lengan kanannya yang terulur memperlihatkan tato harimau tengah berjalan dan mengaum di antara pergelangan tangan bagian dalam hingga beberapa sentimeter sebelum lipatan siku. Setelah melirik sekilas crackers yang dimaksud oleh Niel, Fanny yang tingginya terpaut lima belas sentimeter dengan lelaki itu harus mendongak saat menatap wa

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 13 ~ HANCUR

    Indra pendengaran Fanny tiba-tiba menangkap suara gelas kaca membentur meja kayu yang datangnya seperti dari kejauhan. Wanita itu hanya diam membeku menatap nanar ke arah Niel. Lelaki itu menoleh ke belakang dengan cepat, lalu memelesat ke arah Fanny. “Ya ampun, Fan! Kok bisa jatuh sih? Awas! Gelasnya menggelinding!” seru Niel. Fanny yang sesaat merasa bagai tersihir akhirnya gelagapan dan menunduk ke arah meja makan. “Eh, ini terlepas gitu aja dari tanganku. Gelasnya licin, Ko.” Dengan sigap, pria bermata sipit itu berhasil menangkap gelas kaca yang baru saja terjun bebas sebelum mencapai lantai. Namun, tumpahan sari buah jeruk di atas meja sudah mengucur dan menetes-netes ke permukaan granit di sekitar kaki Fanny. Niel pun meletakkan gelas itu kembali ke atas meja. Lelaki itu bahkan sempat berseru kepada Fanny untuk berhati-hati, tetapi terlambat. Fanny yang berputar dengan cepat dan hendak berlalu untuk mengambil tongkat pel justru hilang keseimbangan ketika salah satu kakin

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 14 ~ BERUSAHA TEGAR

    Begitu pintu menutup di belakangnya, Niel berbalik sebentar untuk menatap lurus-lurus ke arah pintu. Dengan menghela napas panjang, Niel mengacak-acak rambutnya sendiri dan berbalik dengan cepat menuju mobilnya terparkir. Sesampainya di dalam mobil SUV warna hitam, Niel tak kunjung menyalakan mesin, hanya duduk berdiam diri. Beberapa detik kemudian, keningnya diletakkan di atas kedua punggung tangan yang tengah memegang kemudi mobil di bagian atas. Sesekali, keningnya dibentur-benturkan dengan pelan ke punggung tangan yang berada di bawahnya. “Apa yang ada di dalam otakmu, Niel?” geramnya pada diri sendiri. “Fanny itu sudah kayak adikmu sendiri!” kecamnya lagi beberapa saat kemudian. Bayangan mereka berdua yang setengah berpelukan kembali muncul dalam kepalanya. Sejak tadi, bayangan tersebut tak mau menghilang dari isi kepalanya, selalu kembali setiap kali pikirannya kehilangan fokus. Selama ini, tak tebersit satu kali pun dalam otaknya kalau Fanny sekarang telah menjelma menjadi w

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 15 ~ MAK COMBLANG

    Sudah hampir tiga tahun ini, Debby menempati rumah modern minimalis berukuran sedang yang dibeli dari hasil keringatnya sendiri. Salah satu ruangan di dalam rumah yang didominasi warna putih dan cokelat itu telah ia sulap menjadi ruang kerja yang nyaman. Meskipun bekerja sebagai desainer grafis lepas, Debby tetap menerapkan aturan kerja yang jelas bagi dirinya sendiri. Hari Minggu atau hari libur menjadi me time bagi wanita yang memiliki tubuh dengan lekukan-lekukan yang pas di tempat-tempat yang tepat itu untuk melakukan hal-hal yang disukainya. Waktu libur selalu dimanfaatkan oleh Debby dengan sebaik-baiknya. Kadang kala, ia memanjakan diri sendiri dengan perawatan-perawatan tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki yang bisa dilakukan sendiri di rumah. Di lain waktu, ia akan menyalurkan hobinya membuat kue atau sekadar bersih-bersih rumah. Wanita berparas oriental itu selalu berusaha menjauhkan pekerjaan dari otaknya ketika ia sedang berlibur. Pada suatu Minggu sore, Debby sedang

Bab terbaru

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 187 ~ BUKAN ALERGI

    “Apa maksudmu, Baby?!” tuntut William yang kaget setengah mati.Jantungnya langsung menggila mendengar keputusan sepihak yang meluncur dari bibir mungil sang kekasih. Hati William menolak keras untuk mencerna maksud yang terkandung di dalamnya. Namun, otaknya jelas-jelas menerima pesan tersebut dengan sangat gamblang. Seketika, otaknya dipenuhi dengan kata-kata keramat yang sangat dihindari oleh lelaki itu.William pun langsung menyambar tangan Debby yang keburu membelakanginya. Namun, sebelum tubuh kekasihnya berbalik sepenuhnya, William masih sempat melihat kekasihnya menutup mulut dan mendengar suara isakan lirih. William langsung mengernyit. Hatinya sedikit terusik dengan sikap dan omongan Debby yang lagi-lagi saling bertolak belakang di saat bersamaan.“Baby?” panggil William dengan lebih lembut saat wanita itu tetap me

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 186 ~ UJUNG PENANTIAN

    William berusaha keras untuk tidak menyentuh wanita yang duduk di sampingnya—meski tak sedekat biasanya, apalagi saat wanita itu mengangguk tak mantap sambil menggigit bibir bawahnya.“Kurang lebih,” jawab Debby. “Aku sadar kalau aku selalu menghindar tiap kali Koko memintaku buat melangkah ke jenjang yang lebih serius. Kupikir aku bisa kayak gitu dulu buat sementara waktu. Tapi ternyata yang terakhir kemarin itu ....”Debby mengangkat bahu sambil tersenyum sendu sementara William agak terusik dengan sesuatu yang diucapkan kekasihnya. Ia pun menautkan kedua alisnya meski berusaha untuk tak menyela.“Aku nggak tahu apa yang terakhir itu yang paling parah,” lanjut Debby, “atau justru saking banyaknya Koko nimbun kekesalan jadi bikin Koko jaga jarak sama aku. Tapi apa pun itu, yang jelas aku mau minta maaf sama Koko soal ini. Bolak-balik aku selalu mengecewakan Koko. M

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 185 ~ IRIT BICARA BIKIN GALAU

    “Wow!” seru Debby yang masih takjub dengan kabar bahagia yang dibawa oleh sahabatnya. Ujung-ujung bibir Debby sudah terangkat sejak tadi.“Jadi, benar ini dari Ko Niel?” tanya Debby lagi sembari mencermati sebentuk cincin bermata berlian tunggal yang tersemat pada jari manis tangan Fanny.Wanita berambut sebahu itu sekarang sudah duduk di hadapannya. Namun, Debby belum melepas genggaman tangannya sejak dirinya melihat kilau sebuah cincin baru yang ia tahu belum pernah dikenakan oleh Fanny sebelumnya.Debby ikut berbahagia untuk Fanny yang senyumnya juga tak pernah lekang dari wajah perseginya sejak muncul di hadapan Debby. “Aku benar-benar ikut senang, Fan. Ya ampun. Selamat, ya, Say. Selamat. Omong-omong, kapan Ko Niel melamar?”“Uhm ... baru hari Sabtu kemarin sih,” ucap Fanny dengan pipi merona.

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 184 ~ PAMER CINCIN

    Di hadapan William, kini tersaji semangkuk bubur ayam tanpa kuah bumbu. Hanya ada bubur nasi yang sudah bercampur dengan potongan daging ayam dengan pugasan kulit pangsit goreng, irisan seledri, tongcai, dan cakwe. Kekasihnya bahkan juga menyediakan kecap asin di mangkuk terpisah yang ukurannya jauh lebih kecil.William kembali termangu sambil menatap sajian itu. Hatinya benar-benar terbelah dua. Ia merasa sangat bahagia sekaligus frustrasi. Baru kali ini, ia dilayani untuk sarapan sampai sedemikian rupa, apalagi oleh wanita yang sangat dicintai dan diinginkannya. Selain sosok sang mami tentu saja.“Kenapa cuma dilihat aja, Ko? Oh, astaga! Apa Koko nggak suka bubur ayam?”Suara merdu sang kekasih menyentak angan William. Ia gelagapan sesaat sebelum menimpali, “Oh, gak apa-apa kok, Baby. Siapa bilang Koko gak suka bubur ayam? Koko cuma lagi

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 183 ~ DI PERSIMPANGAN

    William memang memutuskan untuk bersikap biasa saja sebelum mengetahui dengan pasti apa keinginan kekasihnya dari hubungan mereka ini. Namun, tetap saja lelaki itu tak bisa menahan ujung-ujung bibirnya yang mulai terangkat setelah mendengar pesan suara dari Debby. Ia pun melempar tubuhnya ke matras sambil terkekeh kecil.“Ya, Tuhan. Seperti ini nih yang bikin Koko gak bisa berpaling dari kamu, Baby. Bagaimana kelak Koko bisa hidup tanpamu?”Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi. Ada satu lagi pesan suara yang masuk dari kekasihnya.“Ko Billy? Koko baik-baik aja? Kenapa nggak ada respons, Ko? Aku tahu Koko sudah buka pesan suaraku. Jangan nakut-nakutin aku, Ko. Aku mencemaskan Koko. Kalau Koko butuh aku, bilang aja. Aku bakal menemani Koko. Aku sayang sama Koko.”Lagi-lagi William tak bisa menahan senyum. Namun, se

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 182 ~ ALARM GARIS KERAS

    William terjun ke dalam air dan langsung menghilang di bawah permukaan air yang seketika bergolak seakan baru saja terjadi gempa bumi. Setelah satu-dua menit, tiba-tiba William kembali muncul ke permukaan dengan gerakan yang kembali mengentak keras. Permukaan air pun kembali berguncang sementara air memercik ke mana-mana saat kepala William menengadah ke langit malam dengan gerakan cepat.Bibir William langsung terbuka lebar dengan suara tarikan napas yang terdengar sangat jelas. Sejurus kemudian, dadanya bergerak naik turun dengan sangat cepat. Ia sengaja menahan napas selama berada di dalam air. Egonya tengah tertantang untuk menguji batas kemampuan dirinya.Tanpa mengambil jeda untuk menetralkan debar jantungnya yang masih menggila, William kembali masuk ke dalam air setelah menghirup napas dalam-dalam. Kali ini, ia meluncur dengan cepat seperti ikan di bawah permukaan air yang langs

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 181 ~ NYONYA CHRISTIADJIE

    Debby menatap sosok laki-laki yang pada suatu waktu dahulu sangat dikaguminya, tetapi juga sekaligus sosok yang menorehkan luka yang dalam di hatinya. Debby menghela napas sambil menautkan tangan pada jari jemari William.“Ko Yuyun,” panggil Debby dengan penuh kesabaran, “aku benar-benar sudah memaafkan Koko. Tapi tolong jangan buat aku menyesali keputusanku ini. Berhentilah meminta sesuatu yang sudah nggak bisa kuberikan lagi. Aku berusaha buat menghormati Koko lagi sekarang.“Tapi kalau Koko terus-terusan memaksa, jangan salahkan aku kalau aku akhirnya benar-benar kehilangan respek sama Koko. Hal yang bisa kuberi saat ini cuma maaf buat Koko, nggak lebih. Jadi, tolong mengertilah, Ko. Aku nggak mungkin balik lagi sama Koko.”Untuk sesaat, Yunan hanya menatap Debby lurus-lurus dengan bibir membentuk garis lurus. Lelaki berambut gondrong itu diam seribu bahasa, hany

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 180 ~ DIBAYAR LUNAS

    Warning!!! Mengandung adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!*****Urat kendali diri William benar-benar sudah super tegang. Rasanya hanya butuh sentuhan ringan saja untuk memutus tali tak kasatmata itu. Ia bisa meledak kapan saja. William sampai ketakutan dengan dirinya sendiri. Ia seperti tak mengenali lagi sosoknya sendiri.Sebelum mengenal Debby, ia tak pernah lepas kendali. Namun, sekarang ini rasa-rasanya ia sanggup dan bersedia menghancurkan seseorang demi orang yang dikasihinya. Ia siap bertarung habis-habisan dengan siapa pun tanpa peduli risikonya!William benar-benar tak terima kekasihnya hendak diserobot dengan terang-terangan di bawah hidungnya!“Lebih baik diselesaikan sekarang aja, Ko, biar nggak berlarut-larut. Aku juga nggak mau terus-terusan kayak gini. Tolong percaya sama aku, Ko,&rd

  • Wanita Incaran CEO Arogan   BAB 179 ~ PERSAINGAN PANAS

    “Wah, ada angin apa Koko ke sini? Sendirian aja, Ko? Mana Fanny?” Debby tampak mencari-cari ke arah pintu pagar yang masih terbuka.Untuk sesaat, hati William kembali merasa terusik gara-gara sambutan hangat yang diberikan kekasihnya pada tamu tak diundang itu, apalagi melihat senyum manis yang menyertainya. William harus berjuang keras untuk meredam perasaan cemburu yang lagi-lagi menyeruak ke permukaan.“Astaga, Will! Kamu kenapa sih? Kenapa akhir-akhir ini kamu jadi sensitif gini? Ayo, kendalikan dirimu!” tegur William dalam hati.“Fanny enggak ikut,” sahut Niel. “Koko baru mau ke tempat Fanny nanti, setelah dari sini.”“Oh.”“Tamunya disuruh masuk dulu, Baby,” ucap William setelah berhasil mengendalikan perasaannya. Satu tangan

DMCA.com Protection Status