"Tapi tadi beneran, kan, Hana menyebut calon mantan suami? Itu artinya mereka tengah dalam proses perceraian. Ah, kenapa aku jadi begini, sih?" gumam Habibi seorang diri. "Maaf lama menunggu, Bib," ucap Hana yang keluar dengan karung berisi beberapa bungkusan paket yang siap dikirim. Habibi terkejut karena memang dia tengah berada dalam pikirannya sendiri. Sontak saja Habibi berdiri dengan wajah yang terlihat gugup. "Kamu kenapa, Bib? Kok gugup gitu?" ucap Hana dengan dahi mengernyit. "Oh enggak ada apa-apa kok. Sudah cuma ini saja?" tanya Habibi mencoba mencari topik pembicaraan lain. "Iya hari ini hanya ini. Maaf, ya, kalau merepotkan," jawab Hana. "Ya gak apa-apa, ini sudah tugasku sebagai kurir. Aku input dulu, ya!" kata Habibi.Habibi mengeluarkan peralatannya dan menginput paket milik Hana yang berjumlah dua puluh paket. Sembari menunggu semuanya selesai, Hana mengambilkan air minum serta sedikit camilan untuk Habibi. "Bib, teman-teman kita yang lain sekarang pada kemana,
Adam pergi dengan amarah yang memuncak di kepalanya. Dia tak terima jika Hana ada tamu seorang laki-laki. Seolah-olah Adam lupa jika dia lebih parah kelakuannya dari Hana. Alya yang sejak tadi bicara saja tidak didengarkan oleh Adam. Istri kedua Adam itu protes karena Adam terlihat cemburu pada Hana. Bukankah itu artinya Adam sudah ingat lagi dengan Hana?Alya sudah mengirim pesan kepada Romi soal tingkah Adam tadi. Tapi pesannya belum dibalas. Mungkin karena Romi tengah sibuk dengan Keenan karena memang dia sudah lama ingin menghabiskan waktu bersama sang anak. "Kamu gak dengerin aku bicara, Mas? Kamu itu kenapa, sih, Mas? Sejak dari rumah Hana, sikap kamu jadi aneh," tegur Alya karena kesal. Tak ada respon apapun dari Adam hingga membuat Alya semakin marah. Saking kesalnya, Alya sambil memukul lengan Adam agak keras hingga dia menjerit kesakitan. "Kamu kenapa, sih, Al? Bukankah sudah aku turuti keinginan kamu? Jadi tolong jangan ganggu aku sedang mengangguku yang sedang mengemud
"Fitnahan macam apa ini, Pak? Saya di sini itu kerja bukan aneh-aneh, Pak! Lihat itu di motorku banyak paket yang harus dikirimkan. Saya kemari untuk mengambil paket milik Hana," ucap Habibi membela diri. Dia tampak emosional karena tuduhan tak berdasar itu. "Mana ada maling mengaku? Paling itu cuma buat kamuflase saja!" lirih Adam tapi masih terdengar oleh Habibi dan yang lainnya. "Apa maksud Anda bicara seperti itu? Anda menuduh saya?" tanya Habibi dengan nada yang tinggi. "Astaghfirullah hal adzim! Sebegitu kejinya kamu memfitnahku, Mas? Kenapa kamu tidak introspeksi lebih dulu? Tak perlu aku bicarakan masalah kita di sini, kan?" kata Hana membuka Adam terdiam. Pak RT dan yang lain diam saja. Mereka tak berhak ikut campur dalam masalah rumah tangga warganya. Pak RT di sana hanya untuk melegakan hati Adam yang sejak tadi memaksanya. "Mohon maaf Mbak Hana jika memang semua ini kesalahpahaman. Kami bukan menuduh Mbak Hana dan Mas ini. Kami ke sini hanya ingin mengkonfirmasi saja.
"Sudahlah lupakan itu. Sekarang hatimu sudah senang, kan?" kata Romi kemudian. Alya menganggukkan kepalanya. Terlihat tangan Romi mengambil sesuatu dari dalam tas yang dibawanya. Sebuah map tipis keluar dari sana. Lalu map itu diserahkan kepada Alya. Dahi Alya mengernyit. "Apa ini?" tanyanya pada Romi. "Sudah saatnya kamu keluar dari rumah itu. Kamu masih mau bersamaku, kan? Kita akan bersama-sama membesarkan Keenan. Bukan begitu?" ujar Romi. "Aku sudah menyiapkan semuanya untukmu. Rumah, mobil dan semua yang kamu inginkan akan aku kabulkan," lanjut Romi yang membuat mata Alya berbinar. Perempuan mana yang tak tersipu diperlakukan bak ratu oleh laki-laki. Semua fasilitas mewah siap diberikan oleh Romi kepadanya. Tentu saja Alya mau dan tak rela jika semuanya itu jatuh ke tangan perempuan lain. "Aku harus apa sekarang?" tanya Alya dengan mata berbinar. Alya sudah membayangkan hidupnya terjamin dan mewah. Dia sudah capek ikut dengan Adam karena kadang jika Alya ingin sesuatu tida
Adam luluh karena Alya merajuk. Dia akhirnya menandatangani kertas yang Adam sendiri tak tahu isinya karena tidak sempat membaca. Tentu saja Alya merasa di atas angin. Rencananya selama ini bersama dengan Romi akhirnya mencapai titik akhir. "Terima kasih, Mas," ucap Alya seraya tersenyum manis. Dia kemudian langsung masuk ke dalam. Tanpa menunggu lama, Alya langsung mengabari Romi jika misi sudah selesai. Mereka berdua tertawa bersama di telepon. Romi juga mengatakan pada Alya jika Alya harus sudah bersiap-siap mulai sekarang karena nanti Romi akan bisa menjemputnya kapan saja. Setelah mendapat kabar dari Alya, Romi segera memasang iklan. Iklan untuk menjual rumah yang di tempati oleh Adam dan Alya. Jika nanti rumah itu laku cepat, Romi akan segera mengusir Adam dari sana. Waktu cepat berlalu. Sudah satu minggu sejak Adam menandatangani surat pemindahan kekayaan miliknya kepada Romi. Adam belum tahu semua itu karena Alya masih di sana. Hanya saja, sikap Alya setelah hari itu berub
Pemandangan yang tak terduga dilihat oleh Adam. Alya tengah bermesraan dengan Romi di rumahnya. Ya, Romi yang selama ini dianggap sahabatnya sendiri. "Kamu juga ngapain di sini? Dan kalian sedang apa?" Begitu polosnya pertanyaan dari Adam. "Kamu b*ta atau pura-pura tidak lihat? Apa perlu kami ulangi lagi?" kata Romi dengan senyum piciknya. Adam langsung teringat dengan ucapan Hana. Hana pernah mengatakan jika Romi dan Alya ada sesuatu. Bahkan Hana mengatakan jika Keenan bukan anaknya. "Apa kalian?" Adam bahkan tak sampai hati menyelesaikan kalimatnya. Keduanya tertawa bersamaan. Mereka menertawakan keb*dohan Adam. Romi mendekat ke arah Adam. Dia memutari Adam sambil memegang pundak Adam. Sebuah senyuman penuh kemenangan terukir di bibir Romi. "Iya. Aku dan Alya ada hubungan. Dan kamu tahu Adam, Keenan itu bukan anakmu melainkan anakku," bisik Romi tepat di telinga Adam. "Jadi Hana selama ini benar? Kalian menipuku?" Adam mulai terpancing emosinya. Perempuan yang selama ini dia
Lama sekali Adam beristirahat di sana sambil merenungkan nasibnya kini. Semua yang dia punya sebenarnya bukan berasal dari harta ayahnya. Adam berjuang dari nol sampai dia bisa membeli rumah dan mobil. Namun tak demikian pikiran Romi. Saudara satu ayah itu menganggap itu harta ayahnya sehingga dengan tipu muslihatnya dia berhasil merebut semuanya dari tangan Adam. "Nak ..." Suara pria sepuh terdengar di telinga Adam. Seketika itu Adam menoleh dan mencari sumber suara. Adam mengucek matanya karena tak percaya dengan apa yang dilihat dihadapannya. Berulang kali dia melakukan itu tapi tetap saja yang dilihatnya sama. Hal itu membuat Adam bertanya-tanya apakah dia bermimpi? Tapi tidak, ini begitu nyata bagi Adam. "Ayah ..." seru Adam. Sang ayah tersenyum kepada Adam lalu mendekatinya. Ayah Adam memakai pakaian serba putih. Ayah Adam tersenyum melihat anaknya yang sekarang sudah besar. "Apa benar ini ayah?" tanya Adam yang masih tak percaya. Tangan Adam menyentuh tubuh ayahnya dan itu
Pak Muh terlihat memanggil istrinya dan mengajaknya ke dalam. Sepertinya ada yang akan dibicarakan oleh Pak Muh pada istrinya. Adam pun menunggu di ruang tamu dengan setia sembari dia berpikir apakah akan jadi mengambil kos ini atau tidak. "Tapi tadi Pak Muh sudah bilang sama istrinya kalau aku mau kos di sini. Padahal aku saja belum mengiyakan. Gimana ini? Apakah harus aku ambil?" tanya Adam pada dirinya sendiri. "Ini kuncinya, Nak!" Tiba-tiba saja Pak Muh muncul dan langsung memberikan kunci kamar kepada Adam."Lho apa ini, Pak? Saya, kan, belum setuju kos di tempat Bapak atau tidak. Kenapa saya diberi kunci?" tanya Adam yang kebingungan. "Gak apa-apa. Kamu bayar nanti setelah kamu punya uang gak apa-apa, Nak. Bapak hanya niat membantu saja," ucap Pak Muh yang tetap memaksa Adam mengambil kunci itu. "Tapi saya belum punya pekerjaan, Pak. Bagaimana nanti kalau saya tidak bisa bayar?" kata Adam dengan sejujur-jujurnya. Kepala Pak Muh menggeleng dan tangannya mengibas. "Gak masala