Share

6. Locked

Author: Strrose
last update Last Updated: 2025-01-14 15:00:13

Selena berjalan mondar-mandir di kamar, kepalanya dipenuhi oleh berbagai pikiran yang saling bertubrukan. Ponselnya tergenggam erat di tangan, dan dia menekan nomor Hiriety dengan gerakan cepat. Dering pertama hingga ketiga tidak diangkat, membuat Selena semakin frustrasi.

“Ayo, Hiriety! Angkat teleponmu!” gerutunya sambil terus berjalan di atas lantai keramik yang dingin, sementara pikirannya sibuk memikirkan solusi.

Matanya melirik pintu kamar, seolah takut Matthias akan tiba-tiba masuk. Dia mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba meredakan kekesalan yang semakin memuncak

Beberapa dering berlalu, dan untuk sesaat, dia berpikir Hiriety tidak akan menjawab. Namun, suara mengantuk Hiriety akhirnya terdengar di ujung telepon.

"Halo? Ada apa, Selena?" tanya Hiriety dengan nada malas.

"Kau serius, Hiri?" Selena langsung meledak tanpa basa-basi. "Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau menginap di rumah temanmu? Kau meninggalkanku sendirian dengan Matthias! Kau tahu aku tidak nyaman dengannya!"

“Aduh maaf aku lupa” Hiriety menghela napas panjang, suaranya terdengar santai.

“Lupa katamu? Ayolah Rie, sudah berapa kali kau memberikan alasan itu sejak kakakmu datang kesini?!” Selena berdecak sedangkan kekehan ringan Hiriety terdengar “Jangan tertawa! Pulang sekarang!” titah Selena

Tawa Hiriety semakin keras “Maaf Sel, aku nggak bisa pulang sekarang" jawab Hiriety santai, suara tawanya masih tersisa. "Aku sudah janji bantu temanku mengerjakan sesuatu malam ini. Lagi pula, kak Matthias tak akan macam-macam. Apa yang perlu dikhawatirkan?”

"Apa yang perlu dikhawatirkan?" Selena hampir berteriak. "Hiri, dia pria dewasa, manipulatif, dan—" Selena berhenti, mencoba memilih kata-kata yang tepat. "Dan kau tahu aku tidak pernah nyaman berada di dekatnya terlalu lama!"

"Kakakku tak akan melakukan apa-apa" Hiriety menjawab dengan nada enteng. "Aku tidak paham kenapa kau begitu khawatir, Selena" tambah Hiriety dengan nada mulai terdengar tidak sabar. "Dia tidak akan melukaimu. Percayalah padaku."

Selena mendengus, berhenti mondar-mandir dan menatap keluar jendela. "Ini bukan soal melukai atau tidak, ini soal bagaimana dia memperlakukan orang lain, Hiri. Dia tidak peduli dengan privasi atau batasan siapa pun. Bahkan aku bisa merasakan bahwa dia sedang memainkan sesuatu."

"Aku akan kembali besok pagi" Hiriety memotong. "Nikmati saja malam ini, Selena. Sampai jumpa besok” Putus Hiriety

“Hiri! Rie! Akh sialan” Hiriety memutus sepihak panggilan mereka

Selena mendesah keras, memandang layar ponselnya dengan frustrasi. Hiriety benar-benar meninggalkannya dalam situasi yang paling tidak nyaman. Dengan kesal, dia melempar ponselnya ke atas tempat tidur dan berjalan menuju lemari, meraih tas kecil yang biasa dia gunakan.

Dia mengisinya dengan beberapa barang penting—dompet, ponsel, dan kunci cadangan—lalu berjalan keluar dari kamar dengan langkah tegas. Saat mencapai ruang tamu, matanya menangkap sosok Matthias yang sedang duduk di sofa dan nampak sibuk dengan  tabletnya.

Tanpa memedulikannya, Selena melangkah menuju pintu depan dengan niat untuk keluar. Namun, saat dia memutar menekan tombol dan menarik pintu, pintu itu tak bergeming. Dia mencoba lagi, lebih keras kali ini, tetapi hasilnya tetap sama, pintu itu tak terbuka

Alis Selena berkerut, dia menoleh ke arah Matthias yang masih duduk santai di sofa. "Kenapa pintunya tidak bisa dibuka?" tanyanya dengan nada curiga.

Matthias menatap Selena sambil meletakkan tablet di meja. Senyum tipis tercipta dibibirnya "Aku memasang password" katanya dengan nada santai, seolah-olah itu hal yang biasa dilakukan.

Selena menatapnya dengan marah "Kau apa? Kau tidak punya hak mengunci pintu apartemenku seperti ini!" Selena berjalan mendekat dengan langkah penuh amarah

Matthias hanya mengangkat bahu, tidak terganggu oleh kemarahan Selena. "Kau terlalu gegabah. Aku hanya memastikan kau tidak melakukan sesuatu yang bodoh, seperti keluar di tengah malam dengan emosi tidak terkendali."

"Emosi tidak terkendali?" Selena hampir berteriak. "Matthias, aku bukan anak kecil! Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti ini. Bukalah pintu sekarang juga!"

Matthias berdiri perlahan, tinggi tubuhnya yang menjulang membuat Selena merasa semakin terintimidasi. "Aku bisa membuka pintu itu kapan saja" katanya dengan tenang, melangkah mendekati Selena. "Tapi aku tidak akan melakukannya malam ini. Kau butuh istirahat, bukan pelarian."

"Pelarian?" Selena menatapnya dengan mata membelalak, merasa kata-kata Matthias semakin menyulut amarahnya. "Aku hanya ingin menjauh dari pria manipulatif tak jelas yang terus-menerus mencampuri hidupku!"

Matthias menyeringai tipis, lalu menundukkan kepala sedikit hingga tatapan mereka sejajar. "Kalau begitu, berhenti melarikan diri, Princess. Kau tidak bisa kabur dariku."

Selena menggigit bibirnya, menahan dorongan untuk berteriak. Dia tahu Matthias tidak akan mengubah keputusannya dengan mudah, tetapi dia tidak akan menyerah begitu saja. "Listen Ashole! Kau tidak bisa mengontrol hidupku”" katanya dengan suara penuh tekad.

“I can. I locked you up here, tonight Princess” Potong Matthias tertawa kecil, suara rendahnya terdengar dingin di telinga Selena.

"Kau tidak punya hak untuk mengurungku, Matthias!" Selena menggeram. “Dan berhenti memanggilku begitu!”

Matthias mengabaikan protesnya, menatap dengan tenang. "Kembali ke kamarmu dan istirahat dengan tenang" jawabnya, nada suaranya yang rendah itu seolah menggema dalam ruangan.

Selena mendengus kesal, memutar tubuh dengan kasar, dan berjalan cepat menuju kamarnya. Saat melewati Matthias, dia dengan sengaja menyenggol bahunya, cukup keras hingga pria itu menoleh. Matthias tidak bereaksi, hanya menatap punggung Selena dengan senyum kecil yang entah apa artinya.

Sesampainya di kamar, Selena membanting pintu dengan keras, lalu bersandar disana untuk beberapa detik. Napasnya terengah-engah, dadanya terasa sesak dengan amarah yang bercampur frustrasi. Dia merogoh ponselnya, menekan nomor kekasihnya, dengan harapan suara pria itu bisa membuatnya merasa lebih baik.

Dering pertama hingga kedua berlalu, dan akhirnya panggilan terhubung. Namun, alih-alih suara Mark yang menyapa, suara seorang wanita yang asing terdengar.

"Halo?" tanya suara itu, lembut namun penuh percaya diri.

Selena langsung menegang. "Siapa ini?" tanyanya tajam, alisnya berkerut.

"Oh" wanita itu terdengar ragu sebelum menjawab, "Ini sepupu Mark. Ada yang bisa ku bantu?"

"Sepupu?" Selena mengulang dengan nada penuh kecurigaan. "Di mana Mark? Kenapa kau yang menjawab teleponnya?"

“Oh itu, Mark sedang keluar sebentar" jawab perempuan itu santai "Aku akan bilang padanya kau menelepon. Selamat malam." Sambungnya terdengar sedikit tergesa-gesa.

Klik. Sambungan terputus.

Selena menatap layar ponselnya yang kini gelap dengan ekspresi campuran antara marah dan bingung. Dia merasakan sesuatu yang tidak beres, tetapi memutuskan untuk menyingkirkannya sementara. Dengan kesal, dia melempar ponselnya ke kasur, membiarkannya terhempas di antara bantal dan selimut.

Dia mendesah panjang, lalu berjalan ke pintu kamarnya. Tangannya memutar kunci hingga berbunyi klik. Selena memastikan pintu terkunci rapat, memutar gagangnya beberapa kali untuk memastikan tidak ada yang bisa membukanya dari luar.

Dia menatap pintu itu selama beberapa detik, lalu dengan tenaga yang agak terburu-buru, dia mulai mendorong meja rias kecilnya ke depan pintu. Bunyi derit kaki meja di atas lantai kayu memenuhi ruangan, namun Selena tidak peduli.

Setelah meja itu terpasang dengan kokoh di depan pintu, dia berhenti sejenak, tangannya bertumpu pada pinggang, napasnya sedikit memburu. Dia memeriksa lagi pintu yang kini tertutup rapat dan terganjal meja

“Dia tak akan bisa masuk” gumamnya pelan, seolah meyakinkan dirinya sendiri. Bayangan masa kecilnya muncul di pikirannya, seperti mimpi buruk yang tak pernah benar-benar pergi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   7. Stalker

    Selena tertidur saat jam mulai menujukan pukul 01.10 dini hari. Meskipun sesekali dia terbangun karena suara-suara samar di luar namun tubuhnya yang kelelahan tidak mampu melawan rasa kantuk yang terus menariknya ke alam mimpi.Cahaya bulan menembus tirai tipis, menerangi kamar yang kini dipenuhi keheningan malam. Sayangnya, keheningan itu tidak bertahan lama.Di luar balkon, bayangan gelap bergerak dengan hati-hati. Matthias, dengan tubuh tegap dan gerakan penuh kehati-hatian, berhasil membuka pintu geser balkon yang ternyata tidak terkunci dengan sempurna.Dia masuk ke kamar Selena tanpa suara, langkahnya begitu tenang hingga hampir seperti bayangan yang meluncur di lantai. Selena lupa satu hal—lokasi kamar tamu dan kamarnya yang bersebelahan, memudahkan Matthias untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa terdeteksi.Matthias berhenti di tengah kamar, matanya mengamati meja rias yang Selena geser untuk mengganjal pintu. Senyum geli terl

    Last Updated : 2025-01-15
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   8. Supervised

    “Selena cantik, aku suka” katanya dengan suara yang jernih dan penuh kepolosanSelena, yang masih berusia 7 tahun, langsung merasa pipinya memanas. Wajahnya yang imut memerah seketika, membuatnya terlihat semakin malu dan lucu. Dia sedikit menundukkan kepala, lalu dengan suara pelan tapi penuh kejujuran, dia berkata, “Matthias juga tampan, Selena suka.”Gadis kecil itu masih menatap Matthias dengan pandangan yang jujur, tanpa ada rasa malu yang dipahami sepenuhnya. Bagi Selena, segala hal yang datang dari Matthias adalah sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata biasa. Matthias, yang tampaknya sedikit terkejut dengan respons tersebut, hanya tertawa ringan.“Selena mau jadi punya aku?”Malu-malu Selena mengangguk“Terima kasih, Selena” jawab Matthias dengan senyum bahagianya. Saat itu Selena tidak sepenuhnya mengerti dampak dari kata-katanya pada bocah lelaki 11 tahun itu.“HAH!&r

    Last Updated : 2025-01-16
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   9. Humor Wanita

    Hiriety kembali ke meja makan dengan langkah santai, meskipun pikirannya masih berantakan akibat percakapan singkat dengan Matthias. Dia berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang, meskipun Selena menatapnya dengan sedikit curiga."Semua baik-baik saja?" tanya Selena, menyendok sisa makanannya sambil tetap memperhatikan Hiriety."Ya, hanya urusan kecil, kakakku bilang dia ketinggalan sesuatu" jawab Hiriety sambil mengibaskan tangan, mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia mengambil segelas air, menyesapnya perlahan, lalu menatap Selena dengan senyum tipis. "Ngomong-ngomong, kita punya kelas yang sama jam satu nanti."Selena mengangkat alis. "Kelas apa?"“Branding strategy" jawab Hiriety, sambil menghela napas kecil. "Kau mungkin lupa karena aku jarang muncul di kelas. Tapi kali ini, aku memutuskan untuk hadir."Selena menyeringai kecil, tidak benar-benar percaya. "Apa yang membuatmu tiba-tiba rajin?"Hiriety terkekeh. "Kudengar ada dosen p

    Last Updated : 2025-01-17
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   10. Boyfriend

    Ketika kelas selesai, Selena dan Hiriety bergegas berkemas. Namun, sebelum mereka sempat keluar dari ruangan, seorang pria dengan jaket denim masuk ke dalam kelas“Mark? Kenapa kesini?” Tanya Selena heran namun tak ayal dia senang dengan kedatangan kekasihnya ituMark berdiri di depan Selena dengan senyum tipis. Matanya melirik Hiriety sejenak sebelum kembali ke Selena.“Aku merindukanmu” ucapnya memeluk Selena, mengabaikkan ekspresi muak Hiriety yang sengaja ditunjukan hanya pada MarkSelena tersenyum tipis, membalas pelukan Mark dengan lembut. Namun, dia segera melepaskannya, menyadari tatapan tajam Hiriety yang penuh sindiran.“Hiriety ada di sini” bisik Selena, mencoba mengingatkan Mark agar sedikit menjaga sikap.“Aku tahu” jawab Mark santai, melirik Hiriety dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. “Hei, Hiriety. Kau tak keberatan, kan?”Hiriety mendengus pelan, melipat

    Last Updated : 2025-01-18
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   11. Threat

    Mark mengantarkan Selena pulang ke apartemennya setelah makan malam. Mobilnya terparkir rapi di basement, suasana parkiran cukup sepi, hanya ada beberapa kendaraan lain yang tersusun rapi. Mereka berdua keluar dari mobil, langkah mereka bergema di lantai beton saat mereka menuju lift.Selena menekan tombol lift, dan pintu logam itu terbuka dengan bunyi halus. Mereka masuk ke dalam, dan Selena menekan angka lantai unit apartemennya. Perjalanan naik lift berlangsung hening, hanya ditemani suara mesin yang samar. Mark berdiri di samping Selena, satu tangannya menggenggam tangan Selena dan sebelahnya dimasukkan ke dalam saku celana, tampak sedikit ragu.Ketika pintu lift terbuka di lantai apartemen Selena, ia melangkah keluar lebih dulu, namun berhenti sejenak di depan pintu unitnya. Ia menoleh pada Mark dengan senyuman kecil."Terima kasih sudah mengantarkan aku pulang" katanya.Mark tersenyum, tetapi tak langsung beranjak pergi. Ia menggaruk tengkuknya, seo

    Last Updated : 2025-01-19
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   12. Dangerous Man

    “Selena stop! kau sudah minum cukup banyak" Elsa, salah satu teman satu jurusannya itu memperingatkan dengan cemas.Jika boleh jujur, sebenarnya Elsa agak menyesal mengajak Selena bergabung dengannya. Niat awalnya adalah untuk membuat Selena santai setelah wanita itu datang ke klub sambil memaki namun sekarang, Selena justru nampak semakin depresi“Kau ada masalah dengan Mark?” tanya Giselle mencoba menebak alasan dibalik frustasi Selena"Tidak ada" jawab Selena, mencoba tersenyum meskipun suaranya mulai terdistorsi sedikit.“Masalah dengan Hiriety?” Laura lanjut bertanya“Tak mungkin lah” Jawab Elsa cepatSemua orang di Polietecnico tahu bagaimana dekatnya kedua putri dari keluarga berpengaruh itu“lalu kenapa lagi? Jarang sekali aku lihat Selena seperti ini” Giselle berucap sambil menyesap vodka-nya“ingin cerita Sel?” tanya LauraSelena menggeleng pelan

    Last Updated : 2025-01-20
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   13. Want so bad

    “Ayo pulang” ulang Matthias dengan nada datar namun penuh otoritas, seolah keputusan itu tidak dapat dibantah.Selena menelan ludah, darahnya berdesir di bawah tatapan Matthias yang seolah menembus dirinya. Ia mencoba melawan, tetapi tubuhnya terasa ringan saat Matthias dengan mudah mengangkatnya, seolah-olah ia tidak lebih berat dari boneka kain. Tangan Matthias mencengkram pinggangnya dengan kuat, sementara tangan yang lain dengan santai meraih tasnya yang tergeletak di meja.“Matthias! Apa yang kau lakukan?!” Selena berusaha meronta, tinjunya menghantam dada pria itu tanpa hasil. Matthias bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda terpengaruh, melanjutkan langkahnya dengan tenang menuju pintu keluar.“Bill kalian sudah kubayar” ucap Matthias sambil melirik ke arah teman-teman Selena yang masih duduk tertegun.“A… ah, ya, terima kasih…” sahut Elsa dengan suara lemah, sementara kedua teman lainnya h

    Last Updated : 2025-01-21
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   14. Trigger

    Panas, memabukkan dan menggairahkan.Ini bukan pertama kalinya Selena berciuman namun ini pertama kalinya Selena mendapat perasaan mendamba seperti iniSelena tak tahu jika ciuman akan bisa memberikan sensasi seperti ini.“Ennh.. Matthias...”Matthias tidak memberi ruang bagi Selena untuk menyelesaikan kata-katanya. Ciumannya semakin dalam, lebih menuntut, seolah ingin memastikan bahwa setiap serat dalam tubuh Selena mengingatnya. Tangan Matthias yang semula berada di dinding kini berpindah ke pinggang Selena, menarik tubuhnya lebih dekat hingga tak ada ruang tersisa di antara mereka bahkan didalam lift yang sempit ituSelena merasakan dadanya berdebar keras, napasnya menjadi berat seiring dengan intensitas ciuman itu. Tangannya, yang awalnya ingin mendorong Matthias, kini tanpa sadar mencengkeram bahu pria itu, mencoba mencari pegangan di tengah pusaran emosi yang melingkupinya.“Matthias…” gumam Selena di sel

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   114. Hari sebagai pasutri

    Selena berdiri di depan ruang ganti, tangannya masih terlipat di dada. Ia bisa mendengar Matthias bergerak di dalam, mungkin sedang mengganti pakaiannya.“Matthias?” suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Dari dalam terdengar suara Matthias. “Hm?”Selena menekan senyumannya. “Aku masuk.”Ia tidak menunggu jawaban sebelum membuka pintu dan menyelinap masuk.Matthias, yang hanya mengenakan kemeja putih yang belum dikancingkan sepenuhnya, menatapnya dengan satu alis terangkat. “Tidak sabar melihatku, huh?”Selena tidak menggubris godaannya. Ia melangkah mendekat dan dengan santai melingkarkan dasi di leher Matthias, menariknya sedikit hingga wajah mereka lebih dekat.Matthias tampak sedikit terkejut, tapi kemudian seringai itu kembali muncul. “Oh? Sekarang kau ingin membantuku berpakaian?”Selena tersenyum manis, tapi matanya penuh niat jahat. “Tentu saja&rd

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   113. Wedding

    Pernikahan itu berjalan begitu cepat—tanpa pidato panjang, tanpa perayaan meriah, hanya sumpah yang diucapkan di bawah tekanan waktu dan emosi yang masih menggantung.Matthias tidak memberi kesempatan pada siapa pun untuk menunda lebih lama. Begitu mereka berdiri di altar, suaranya tegas saat mengucapkan janji pernikahan, matanya tak sekalipun beralih dari Selena.“Dengan ini, kalian resmi menjadi suami istri”Matthias tidak menunggu aba-aba untuk mencium Selena. Bibirnya langsung menekan bibir Selena, mendominasi, menegaskan kepemilikannya di depan semua orang yang hadir.Sorakan kecil terdengar dari beberapa tamu, tetapi Matthias tidak peduli. Dia hanya menarik Selena lebih dekat, menyalurkan emosi yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.Begitu mereka masuk ke dalam mobil, keheningan menyelimuti mereka. Matthias duduk di sampingnya, tangannya tidak pernah lepas dari tubuh Selena—entah menggenggam jemarinya atau sek

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   112. Pernikahan yang tertunda

    Selena menatap dirinya di cermin, jantungnya berdebar tidak karuan.Gaun putih itu terasa begitu indah di tubuhnya, tetapi berat di hatinya. Bukan karena dia tidak ingin pernikahan ini terjadi, tetapi karena semuanya masih terasa seperti mimpi yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.Pintu ruang rias terbuka, dan Lumia masuk dengan senyum lembut."Sayang..." suara ibunya penuh kasih, tetapi ada sedikit kegelisahan di dalamnya. "Sudah waktunya."Selena menelan ludah, mencoba mengatur emosinya."Kau baik-baik saja?" tanya Lumia, mengulurkan tangan untuk menggenggam jemari putrinya.Selena menatap tangan mereka yang bertaut, lalu mengangguk pelan. "Aku... aku tidak tahu, Mom."Lumia tersenyum kecil. "Pernikahan tidak pernah mudah, Selena. Tapi yang perlu kau tanyakan pada dirimu sendiri hanyalah satu hal—apakah kau ingin hidup tanpanya?"Selena mengangkat wajahnya, menatap bayangannya sendiri di cermin.Apakah dia bisa h

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   111. Fallin for the beast

    Kesalahan Dylan adalah tak mengenalkan dunia mereka pada putrinyaKesalahan Lumia adalah tak memberitahu identitasnya pada SelenaDan kesalahan Matthias adalah melecehkannya bahkan mengenalkan Selena pada dunia dengan cara yang keliru.Selena seharusnya tahu sejak awal.Seharusnya dia mengerti bahwa dunia tempatnya hidup bukanlah dunia normal.Dunia mereka gelap. Kotor. Berdarah.Tidak ada keadilan di sini, hanya kekuasaan dan kelangsungan hidup.Tapi Dylan ingin melindunginya.Lumia ingin menjaganya.Dan Matthias... Matthias ingin memilikinya.Selama ini, semua orang mengambil keputusan untuknya. Mereka membungkusnya dalam kebohongan manis, berpikir itu akan membuatnya aman. Tapi justru itu yang membuatnya semakin rapuh.Selena menatap Matthias yang masih memeluknya erat di dapur.Pria itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.Dan pada saat yang sama, satu-satunya tempat dia bisa berpulang."Matthias" gumamnya pelan."Hm?""Aku ingin mati saja..."Matthias membeku.Tubuhnya yang

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   110. Keinginan Selena

    Brak“Putramu itu gila, Caid!”Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Dylan begitu dia tiba di markas Oletros, tepat diruang berkumpul yang mana Caid sedang duduk di kursinyaCaid terkekeh “Jika tak gila tentu saja bukan putraku” Jawab CaidDylan mengusap wajahnya dengan frustrasi, sementara Caid hanya menatapnya dengan senyum kecil penuh hiburan.“Ini pertama kalinya aku melihatmu kacau, Dylan” Enid mengucapkan dengan santainya sementara Dayn, kembaran Dylan hanya terkekeh“Kau tak tahu saja karena hanya memiliki anak lelaki” Seru DaynEnid mendengus kesal, melirik Dayn dengan tajam. “Kau pikir punya anak lelaki lebih mudah? Tunggu sampai salah satu dari mereka membawa pulang masalah sebesar Matthias.”Dayn terkekeh, menyilangkan tangan di dadanya. “Masalahnya, Matthias tidak sekadar membawa masalah. Dia adalah masalah itu sendiri.”Caid mengangg

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   109. Aku kacau....

    Selena tak benar-benar dibiarkan pergi. Nyatanya, saat dia dan Daddynya tiba di bandara, tidak ada satu pun maskapai yang menerima kepergiannya.“Apa maksudnya tidak ada penerbangan?” Dylan menekan telepon di tangannya, berbicara dengan seseorang dari pihak bandara. Wajahnya mengeras. “Kami sudah memesan tiket sejak tadi malam.”“Maaf, Tuan, tetapi semua penerbangan Anda telah dibatalkan.”Dylan meremas gagang ponselnya erat. “Oleh Walton?” Tanya DylanPetugas di ujung telepon terdengar ragu sebelum menjawab. “Kami tidak bisa memberikan informasi itu, Tuan.”Dylan menoleh ke Selena, yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi yang tak kalah frustrasi.Matanya langsung menyipit. “Matthias.”Selena menghela napas panjang, menatap papan informasi keberangkatan yang kosong untuk mereka.Tentu saja.Tentu saja Matthias tidak akan membiarkannya pergi semuda

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   108. Menarik diri

    Sebulan kemudian....Monarki kembali berada di bawah kepemimpinan Leonardo, dan kartel Oletros kembali ke puncak kejayaannya. Seolah semuanya telah kembali seperti semula—stabil, terkendali. Namun, ada satu hal yang masih menggantung di udara: pria yang mengincar Selena masih belum ditemukan.Matthias duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop dengan ekspresi yang sulit ditebak. Informasi tentang pria itu terpampang jelas di depannya, tetapi tetap saja, seakan orang itu adalah bayangan yang terus menghilang setiap kali mereka mencoba menangkapnya“Belum ditemukan?” tanya DylanMatthias menggeleng “Jika aku menikahi Selena, apa kau pikir dia akan muncul?”Dylan mengangkat alisnya, menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi penuh pertimbangan. “Aku tak pernah mengizinkan kau menikahi putriku”Matthias terkekeh pelan, tetapi tatapannya tetap tajam. “Dan sejak kapan aku membutuhkan izinmu, P

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   107. Fakta sebenarnya

    Delusional Perceptive Syndrome.Mata Selena terpaku pada tulisan itu. Diagnosis yang mengubah segalanya."Aku sudah gila?" pikirnya.Matthias duduk di sofa, mengamatinya dalam diam. Ia tidak memaksanya bicara, tidak menuntut jawaban. Ia hanya menunggu Selena melakukan sesuatu.Hening menyelimuti ruangan.Selena akhirnya menarik napas panjang dan menatap padanya “Sejak kapan kau tahu tentang ini?”Matthias menatapnya sebentar sebelum menjawab, “Sejak lama.”Jantung Selena mencelos. “Sejak lama?” ulangnya, suaranya bergetar. “Berapa lama, Matthias?”Pria itu tetap tenang, tetapi ada sedikit keraguan di matanya. “Sejak kita masih kecil.”Selena terkesiap.“Apa?”Matthias mendekat, dia berlutut dibawah Selena, tangannya menyentuh tangan Selena "Ada dua faktor yang membuatmu seperti ini," ujar Matthias pelan, menatap langsung ke dalam mata S

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   106. I see the world

    “Dunia ini jauh lebih gelap dari yang kau kira, dan kau berada tepat di tengah-tengahnya, Princess...” Matthias mengusap pipi Selena dengan lembut “Mamaku adalah petinggi CIA dan Mommymu salah satu bagian penting dari FBI”Ucapan Matthias membuat Selena berpikir keras.Selena tahu jika kekeknya adalah perdana mentri terdahulu, tapi fakta jika ibunya adalah bagian dari FBI?Hal itu jauh lebih mengejutkan baginya. Bagaimana mungkin selama ini Selena tak tahu fakta itu?Ia merasa seolah hidupnya yang selama ini ia yakini sebagai sesuatu yang normal, ternyata penuh dengan kebohongan dan rahasia besar. Selena menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, semakin ia berpikir, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.“Apa lagi yang belum aku ketahui?” gumamnya pelan. Diabaikannya tangan Matthias yang mulai meremas pinggangnya cukup keras“Kau ingin tahu lebih banyak?” tanya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status