Share

5. Restrained

Author: Strrose
last update Last Updated: 2025-01-03 13:46:49

Selena baru selesai berganti pakaian saat mendengar ketukan keras di pintu kamarnya "APA?!" Selena berteriak, melepaskan amarahnya ketika pintu terbuka dan menampilkan sosok Matthias "Kau bilang tak akan mengganggu selama tinggal di sini."

“Kau menciumnya?” katanya dengan suara rendah dan mengancam.

“Hah? Apa?” Selena menatapnya bingung, dia berusaha menjaga jarak saat Matthias mendekat. Namun Matthias tetap melangkah maju mendekatinya “Kau ini kenapa? Bisakah bertingkah seperti kita orang asing saja" suara Selena terdengar lelah, hampir bosan dengan sikap Matthias yang terus mengganggunya.

"Kau mencium bajingan itu?" tanyanya, suaranya tegas, penuh tuntutan, mengabaikan respon Selena

“Kau membicarakan dirimu sendiri?” Balas Selena dengan mencemooh

Matthias berhenti sejenak, matanya menyipit, menatap Selena dengan tajam. “Jangan bermain-main denganku, Selena" ucapnya, suara rendah penuh ancaman. “Pria itu, kau menciumnya?” Sambungnya

“Mark maksudmu?” Selena berdiri tegak, menatap Matthias "Aku merasa tak perlu menjelaskan apapun padamu, dia kekasihku dan kau tahu itu" jawabnya dengan suara tak kalah datar, meskipun hatinya berdebar ketika Matthias terus maju dan memojokkannya

“Oh ya?” Suara Matthias menggantung, tajam seperti pisau yang mengiris keheningan di antara mereka. Dia berhenti hanya beberapa inci dari Selena, cukup dekat hingga dia bisa merasakan napas hangatnya

Sebelum Selena sempat mengatakan apa pun, Matthias sudah membungkuk, mengangkat tubuhnya dengan mudah.

"Matthias! Apa-apan kau! Keluar dari kamarku, sialan! Woy gila!" Selena meronta, tangannya memukul-mukul bahu pria itu. Namun Matthias tetap diam, wajahnya gelap dengan ekspresi keras yang tidak bisa diganggu gugat

Pria itu memaksanya masuk ke dalam kamar mandi, berjalan ke bawah pancuran dan dengan satu gerakan tajam, menyalakan air dingin. Selena terpekik saat semburan air dingin langsung membasahi tubuhnya, membuat bajunya melekat di kulit.

"Apa kau gila?!" teriak Selena, mencoba meraih keran untuk mematikan air, tapi Matthias menahannya di tempat. Air terus mengalir, membasahi mereka berdua. Matthias sama sekali tidak bergerak, hanya menatap Selena dengan intensitas yang membuatnya semakin gugup.

"Jawab aku" katanya pelan, suaranya nyaris terkubur oleh suara air yang mengalir, tapi penuh ancaman yang tidak bisa diabaikan. "Kau menciumnya?"

Selena menggigil, bukan hanya karena dinginnya air, tetapi juga karena tatapan Matthias yang menusuk. "Apa pentingnya bagimu, Matthias?" jawabnya, suaranya bergetar, meskipun dia mencoba terlihat kuat. "Apa yang aku lakukan bukan urusanmu!"

"Itu urusanku!" bentak Matthias, nadanya kasar, meski tangannya yang menahan Selena tetap lembut, memastikan dia tidak terjatuh

“Aku akan menembakmu jika kau macam-macam Matthias!” Selena berusaha untuk melawan, mengepalkan tangannya dengan keras, siap untuk bertindak. Matanya yang penuh amarah bertemu dengan tatapan Matthias yang tak bergeming, penuh kendali. Namun, Matthias tidak mengindahkan ancamannya..

Pria itu mundur selangkah, membiarkan Selena tetap berada dibawah pancuran air

“Bersihkan dirimu” perintah Matthias dengan suara rendah, namun penuh kuasa. “Aku tidak suka ada aroma lain pada milikku.”

“Apa yang kau maksud dengan itu?” suara Selena mulai terdengar tajam, penuh kekesalan. “Milikmu? Kau pikir aku seperti barang milikmu?”

Matthias memandangnya datar “Kau sudah mulai melupakan tempatmu, Princess?” tanyanya dengan tenang.

Selena menggigit bibirnya, berusaha menahan amarah yang semakin membara “Bajingan” umpatan itu terdengar pelan, mata Selena berair, dia merasa dilecehkan.

“Bersihkan dirimu. Sekarang!” bisiknya dengan nada tajam.

Rasa marah Selena memuncak. “Kau benar-benar keterlaluan!” ujarnya “Keluar sana!” usirnya, meski tidak ada niat untuk benar-benar mengikuti perintah Matthias untuk membersihkan diri

Matthias menatapnya satu detik lagi, matanya menyiratkan ketegasan yang tak terbantahkan, sebelum akhirnya berjalan keluar dari kamar mandi.

“Ck Bastard! Bajingan sialan! Terkutuklah kau Matthias Walton!” Makian itu terlontar dengan ringannya saat Selena berdiri beberapa saat di bawah aliran air. Tubuhnya terasa kaku, pikirannya bergejolak antara amarah dan kebingungannya atas perlakuan Matthias. Pria itu memang berubah, tapi perubahannya justru membuat Selena lebih sengsara dibanding masa kecil mereka “Aku sungguh tak suka dia!”

Setelah beberapa saat, Selena akhirnya menutup kran air dan keluar dari kamar mandi, merasa lelah dan tidak tahu harus berbuat apa lagi.

Dia membungkus tubuhnya dengan handuk, mengusap tubuh dengan gerakan lambat, seolah mencari ketenangan di tengah kekacauan yang terjadi. Untunglah Matthias sudah tak ada di kamarnya, jadi dia bisa menghela napas lega untuk sejenak.

Selena tak mau keluar dari kamar. Suasana tegang yang dipicu oleh Matthias masih terasa di sekelilingnya, tetapi rasa lapar yang datang tak bisa diabaikan. Akhirnya, dengan langkah ragu, dia membuka pintu kamar dan keluar.

Saat ia melangkah ke dapur, pandangannya langsung tertuju pada Matthias yang sedang sibuk memasak di atas kompor. Sungguh pemandangan langka jika dibandingkan dengan kelakuan pria itu beberapa saat lalu

‘Andai dia memiliki sikap gentle sedikit saja, mungkin aku bisa lupa dengan kejadian dulu’ batin Selena

“Kemarilah” panggil Matthias tanpa menoleh.

Selena tetap diam, tak bergerak atau bahkan bersuara. Ia menatap Matthias yang masih memotong sayuran tanpa mengalihkan perhatian dari pekerjaannya.

Matthias akhirnya mengangkat wajahnya, menangkap pandangan Selena. “Kemari Selena” panggilnya lagi.

“Tidak mau” tolak Selena cepat

Netra abu itu menghunus tajam, menatap Selena yang berdiri di perbatasan antara dapur dan ruang tamu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia melangkah cepat menuju Selena, lalu dalam gerakan yang begitu tiba-tiba, Matthias mengangkat tubuh Selena dengan mudah dan menempatkannya di meja pantry yang ada di dapur.

"Hey!" Selena terkejut dan mencoba melawan, tangannya mendorong dada Matthias, namun tidak banyak berarti. "Bisa tidak berikan aba-aba sebelum mengangkatku!"

“Kau lebih baik duduk dan tenang. Aku akan menyelesaikan ini” katanya, suaranya rendah namun penuh kekuasaan.

Selena mengernyitkan dahi, mencoba meronta, tapi semakin melawan, semakin kuat cengkeraman Matthias. Dia duduk dengan paksa di meja pantry, tepat disamping Matthias yang memasak

“Kau memang keterlaluan” ujarnya dengan nada kesal, meskipun dia tahu Matthias tidak akan peduli "Kau tahu, kau tidak perlu bersikap seperti ini."

Matthias menoleh sekilas ke arahnya, ekspresinya tetap datar, tapi ada tatapan tajam yang menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. "Aku melakukan ini karena kau mulai melupakan tempatmu, Selena. Jangan buat aku mengulangnya" katanya dengan suara serak, penuh ancaman yang samar namun terasa nyata.

Selena mengernyitkan dahi, mencoba menenangkan diri. Suasana di dapur semakin terasa panas, seolah-olah setiap detik yang berlalu semakin menambah ketegangan yang mengikat dirinya dan Matthias.

“Buka mulutmu” titahnya

Selena menghela napas, menahan dorongan untuk melontarkan komentar tajam dan membuka mulut saat Matthias menyendokan Risotto padanya

Selena merasa risotto yang masuk ke mulutnya memiliki rasa yang luar biasa, meskipun situasi saat ini membuatnya sulit untuk menikmatinya sepenuhnya. Dia mengunyah perlahan, mencoba mengalihkan perhatian dari tatapan Matthias yang masih mengawasinya dengan intensitas yang membuatnya tak nyaman.

“Enak, kan?” tanya Matthias, suaranya sedikit lebih lembut, tapi tetap dengan nada yang membuat Selena merasa seperti sedang diuji.

Selena mengangguk tipis, meski enggan mengakui. “Lumayan” jawabnya singkat, sambil meneguk air untuk menyembunyikan wajahnya.

Matthias tertawa kecil, namun nada tawanya mengandung kepuasan. “Syukurlah, tak sia-sia aku mempelajari resep ini, Aunty Lumia bilang kau paling suka Risotto”

Selena tak tahu harus merespon seperti apa, perubahan pria itu terlalu mendadak "Emm.. Hiri belum pulang?" Selena bertanya, berusaha mengalihkan pembicaraan agar dirinya tidak terlalu terpancing emosi. Suaranya terdengar lebih ringan dari sebelumnya, meskipun hati kecilnya berdebar.

"Dia tak pulang malam ini" jawab Matthias sambil melanjutkan memotong jamur untuk ia tumis dengan tangannya yang terampil.

"Huh?" Selena merespon dengan kebingungan. Pikiran di benaknya mulai berputar, mencoba mengonfirmasi apa yang baru saja dia dengar.

"Dia akan kembali besok" Matthias menambahkan dengan santai, seolah-olah itu adalah hal yang biasa saja. Suaranya begitu tenang, tidak ada tanda-tanda bahwa dia menyadari betapa tidak nyamannya Selena saat ini

Seketika, gelombang kekhawatiran menerjang benak Selena.

Tunggu sebentar, apa ini berarti dia hanya akan tinggal berdua dengan Matthias malam ini? Tidak mungkin! Dia tidak ingin terjebak dalam situasi seperti ini, terutama setelah apa yang baru saja terjadi diantara mereka.

Related chapters

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   6. Locked

    Selena berjalan mondar-mandir di kamar, kepalanya dipenuhi oleh berbagai pikiran yang saling bertubrukan. Ponselnya tergenggam erat di tangan, dan dia menekan nomor Hiriety dengan gerakan cepat. Dering pertama hingga ketiga tidak diangkat, membuat Selena semakin frustrasi.“Ayo, Hiriety! Angkat teleponmu!” gerutunya sambil terus berjalan di atas lantai keramik yang dingin, sementara pikirannya sibuk memikirkan solusi.Matanya melirik pintu kamar, seolah takut Matthias akan tiba-tiba masuk. Dia mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba meredakan kekesalan yang semakin memuncakBeberapa dering berlalu, dan untuk sesaat, dia berpikir Hiriety tidak akan menjawab. Namun, suara mengantuk Hiriety akhirnya terdengar di ujung telepon."Halo? Ada apa, Selena?" tanya Hiriety dengan nada malas."Kau serius, Hiri?" Selena langsung meledak tanpa basa-basi. "Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau menginap di rumah temanmu? Kau meninggalkanku sendirian

    Last Updated : 2025-01-14
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   7. Stalker

    Selena tertidur saat jam mulai menujukan pukul 01.10 dini hari. Meskipun sesekali dia terbangun karena suara-suara samar di luar namun tubuhnya yang kelelahan tidak mampu melawan rasa kantuk yang terus menariknya ke alam mimpi.Cahaya bulan menembus tirai tipis, menerangi kamar yang kini dipenuhi keheningan malam. Sayangnya, keheningan itu tidak bertahan lama.Di luar balkon, bayangan gelap bergerak dengan hati-hati. Matthias, dengan tubuh tegap dan gerakan penuh kehati-hatian, berhasil membuka pintu geser balkon yang ternyata tidak terkunci dengan sempurna.Dia masuk ke kamar Selena tanpa suara, langkahnya begitu tenang hingga hampir seperti bayangan yang meluncur di lantai. Selena lupa satu hal—lokasi kamar tamu dan kamarnya yang bersebelahan, memudahkan Matthias untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa terdeteksi.Matthias berhenti di tengah kamar, matanya mengamati meja rias yang Selena geser untuk mengganjal pintu. Senyum geli terl

    Last Updated : 2025-01-15
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   8. Supervised

    “Selena cantik, aku suka” katanya dengan suara yang jernih dan penuh kepolosanSelena, yang masih berusia 7 tahun, langsung merasa pipinya memanas. Wajahnya yang imut memerah seketika, membuatnya terlihat semakin malu dan lucu. Dia sedikit menundukkan kepala, lalu dengan suara pelan tapi penuh kejujuran, dia berkata, “Matthias juga tampan, Selena suka.”Gadis kecil itu masih menatap Matthias dengan pandangan yang jujur, tanpa ada rasa malu yang dipahami sepenuhnya. Bagi Selena, segala hal yang datang dari Matthias adalah sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata biasa. Matthias, yang tampaknya sedikit terkejut dengan respons tersebut, hanya tertawa ringan.“Selena mau jadi punya aku?”Malu-malu Selena mengangguk“Terima kasih, Selena” jawab Matthias dengan senyum bahagianya. Saat itu Selena tidak sepenuhnya mengerti dampak dari kata-katanya pada bocah lelaki 11 tahun itu.“HAH!&r

    Last Updated : 2025-01-16
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   9. Humor Wanita

    Hiriety kembali ke meja makan dengan langkah santai, meskipun pikirannya masih berantakan akibat percakapan singkat dengan Matthias. Dia berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang, meskipun Selena menatapnya dengan sedikit curiga."Semua baik-baik saja?" tanya Selena, menyendok sisa makanannya sambil tetap memperhatikan Hiriety."Ya, hanya urusan kecil, kakakku bilang dia ketinggalan sesuatu" jawab Hiriety sambil mengibaskan tangan, mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia mengambil segelas air, menyesapnya perlahan, lalu menatap Selena dengan senyum tipis. "Ngomong-ngomong, kita punya kelas yang sama jam satu nanti."Selena mengangkat alis. "Kelas apa?"“Branding strategy" jawab Hiriety, sambil menghela napas kecil. "Kau mungkin lupa karena aku jarang muncul di kelas. Tapi kali ini, aku memutuskan untuk hadir."Selena menyeringai kecil, tidak benar-benar percaya. "Apa yang membuatmu tiba-tiba rajin?"Hiriety terkekeh. "Kudengar ada dosen p

    Last Updated : 2025-01-17
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   10. Boyfriend

    Ketika kelas selesai, Selena dan Hiriety bergegas berkemas. Namun, sebelum mereka sempat keluar dari ruangan, seorang pria dengan jaket denim masuk ke dalam kelas“Mark? Kenapa kesini?” Tanya Selena heran namun tak ayal dia senang dengan kedatangan kekasihnya ituMark berdiri di depan Selena dengan senyum tipis. Matanya melirik Hiriety sejenak sebelum kembali ke Selena.“Aku merindukanmu” ucapnya memeluk Selena, mengabaikkan ekspresi muak Hiriety yang sengaja ditunjukan hanya pada MarkSelena tersenyum tipis, membalas pelukan Mark dengan lembut. Namun, dia segera melepaskannya, menyadari tatapan tajam Hiriety yang penuh sindiran.“Hiriety ada di sini” bisik Selena, mencoba mengingatkan Mark agar sedikit menjaga sikap.“Aku tahu” jawab Mark santai, melirik Hiriety dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. “Hei, Hiriety. Kau tak keberatan, kan?”Hiriety mendengus pelan, melipat

    Last Updated : 2025-01-18
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   11. Threat

    Mark mengantarkan Selena pulang ke apartemennya setelah makan malam. Mobilnya terparkir rapi di basement, suasana parkiran cukup sepi, hanya ada beberapa kendaraan lain yang tersusun rapi. Mereka berdua keluar dari mobil, langkah mereka bergema di lantai beton saat mereka menuju lift.Selena menekan tombol lift, dan pintu logam itu terbuka dengan bunyi halus. Mereka masuk ke dalam, dan Selena menekan angka lantai unit apartemennya. Perjalanan naik lift berlangsung hening, hanya ditemani suara mesin yang samar. Mark berdiri di samping Selena, satu tangannya menggenggam tangan Selena dan sebelahnya dimasukkan ke dalam saku celana, tampak sedikit ragu.Ketika pintu lift terbuka di lantai apartemen Selena, ia melangkah keluar lebih dulu, namun berhenti sejenak di depan pintu unitnya. Ia menoleh pada Mark dengan senyuman kecil."Terima kasih sudah mengantarkan aku pulang" katanya.Mark tersenyum, tetapi tak langsung beranjak pergi. Ia menggaruk tengkuknya, seo

    Last Updated : 2025-01-19
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   12. Dangerous Man

    “Selena stop! kau sudah minum cukup banyak" Elsa, salah satu teman satu jurusannya itu memperingatkan dengan cemas.Jika boleh jujur, sebenarnya Elsa agak menyesal mengajak Selena bergabung dengannya. Niat awalnya adalah untuk membuat Selena santai setelah wanita itu datang ke klub sambil memaki namun sekarang, Selena justru nampak semakin depresi“Kau ada masalah dengan Mark?” tanya Giselle mencoba menebak alasan dibalik frustasi Selena"Tidak ada" jawab Selena, mencoba tersenyum meskipun suaranya mulai terdistorsi sedikit.“Masalah dengan Hiriety?” Laura lanjut bertanya“Tak mungkin lah” Jawab Elsa cepatSemua orang di Polietecnico tahu bagaimana dekatnya kedua putri dari keluarga berpengaruh itu“lalu kenapa lagi? Jarang sekali aku lihat Selena seperti ini” Giselle berucap sambil menyesap vodka-nya“ingin cerita Sel?” tanya LauraSelena menggeleng pelan

    Last Updated : 2025-01-20
  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   13. Want so bad

    “Ayo pulang” ulang Matthias dengan nada datar namun penuh otoritas, seolah keputusan itu tidak dapat dibantah.Selena menelan ludah, darahnya berdesir di bawah tatapan Matthias yang seolah menembus dirinya. Ia mencoba melawan, tetapi tubuhnya terasa ringan saat Matthias dengan mudah mengangkatnya, seolah-olah ia tidak lebih berat dari boneka kain. Tangan Matthias mencengkram pinggangnya dengan kuat, sementara tangan yang lain dengan santai meraih tasnya yang tergeletak di meja.“Matthias! Apa yang kau lakukan?!” Selena berusaha meronta, tinjunya menghantam dada pria itu tanpa hasil. Matthias bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda terpengaruh, melanjutkan langkahnya dengan tenang menuju pintu keluar.“Bill kalian sudah kubayar” ucap Matthias sambil melirik ke arah teman-teman Selena yang masih duduk tertegun.“A… ah, ya, terima kasih…” sahut Elsa dengan suara lemah, sementara kedua teman lainnya h

    Last Updated : 2025-01-21

Latest chapter

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   45. Excitement

    Selena membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat, seolah ia baru saja terlelap setelah pertarungan panjang melawan pikirannya sendiri. Cahaya redup dari lampu di sudut ruangan memberikan kesan hangat yang anehnya menenangkan.Detik berikutnya, ia menyadari sesuatu—sesuatu yang membuat napasnya tertahan.Ada lengan kokoh yang melingkar di pinggangnya, menariknya erat dalam kehangatan yang asing tapi familiar.Matthias.Selena menoleh perlahan, jantungnya mulai berdebar tak karuan saat melihat wajah Matthias begitu dekat dengannya. Pria itu tertidur, napasnya teratur, dadanya naik turun dengan ritme yang stabil. Ekspresinya jauh lebih tenang dibandingkan biasanya, tidak ada seringai tajam atau tatapan penuh intensitas yang selalu membuatnya gugup.Pikiran Selena berusaha mengingat bagaimana ia bisa berakhir di sini, di ranjang Matthias, dalam pelukan pria itu. Yang terakhir ia ingat, mereka berbicara tentang perlindungan, tentang a

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   44. Enemy

    "Kau tak mendapatkannya?" Suara itu dingin, penuh kemarahan yang tertahan.Pria itu berdiri di dalam ruangan remang-remang, menatap layar besar yang menampilkan siaran langsung dari kekacauan yang terjadi di pesta pertunangan Selena dan Matthias. Tangannya mengepal kuat, kukunya hampir menancap ke telapak tangannya sendiri.Di hadapannya, seseorang berseragam hitam berlutut, kepalanya tertunduk dalam ketakutan. "Maafkan kami, Tuan. Caid Walton sudah mengantisipasi semuanya. Putranya membawa Selena pergi sebelum kami sempat menyentuhnya."Pria itu menghela napas panjang, mencoba meredam emosinya. Namun, matanya yang gelap bersinar penuh obsesi."Matthias Vercent Walton... kau pikir kau bisa memiliki Selena begitu saja?" gumamnya, suaranya bergetar oleh amarah yang mendidih.Dia berbalik, mengambil segelas anggur merah dari meja marmer di dekatnya, menyesapnya perlahan. Kemudian, dia menatap puluhan foto yang terbingkai rapi di atas meja—foto S

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   43. Dunia kita

    DOR!BUM...Selena hampir tidak bisa memproses apa yang baru saja terjadi. Sebuah ledakan dan suara tembakan yang sangat keras, suara tembakan yang seakan-akan mengoyak udara di sekitarnya.Tubuh Selena terlonjak, dan untuk sesaat dunia seakan berputar. Matanya membelalak, menatap Hiriety yang masih menggenggam tangannya dengan cengkeraman yang lebih kuat dari sebelumnya.Wajah Hiriety yang tadinya tampak acuh dan santai kini berubah menjadi ekspresi yang sulit diungkapkan. Ada kegilaan yang tersembunyi di balik senyumnya yang semakin lebar, dan itu adalah sesuatu yang membuat darah Selena terasa membeku.“Selamat datang di dunia kita, Selena...” suara Hiriety terdengar seperti bisikan yang penuh dengan makna yang tidak bisa dijelaskan, suara itu justru semakin menakutkan setelah suara tembakan itu.“Rie”Selena menatapnya, tak tahu harus berkata apa. Dunia yang selama ini ia kenal, dunia yang ia anggap aman, k

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   42. His Fiance

    Pesta pertunangan Selena tak bisa dikatakan sederhana, Selena sendiri tak yakin bagaimana mereka menyiapkan segalanya dengan cepat.Kurang dari dua hari sejak dia setuju untuk bertunangan dengan Matthias. Pesta mewah ini telah terselenggara dengan sempurna. Gaun putih gading yang membalut tubuhnya terasa begitu pas, seolah memang telah disiapkan khusus untuknya sejak lama. Namun, tidak ada yang terasa nyata bagi Selena—semua ini terjadi terlalu cepat, terlalu tiba-tiba, hingga ia bahkan belum sempat memahami apa yang sebenarnya ia rasakan.Kerumunan tamu berseliweran di aula besar yang dihiasi lampu kristal dan bunga-bunga mahal. Musik klasik mengalun lembut di latar belakang, melengkapi kemewahan malam ini. Semua orang yang hadir tampak bersuka cita, memberikan ucapan selamat seolah ini adalah perayaan yang memang dinantikan.Tapi Selena?Selena merasa seperti burung dalam sangkar emas.Matthias berdiri di sampingnya, tangan kekarnya melingk

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   41. Control

    Selama ini Matthias selalu bermimpi melakukan banyak hal pada Selena, Dia bahkan sudah segala cara untuk memastikan bahwa wanita itu tetap berada dalam genggamannya.Obsesi yang ia miliki terhadap Selena bukan sekadar keinginan sementara—itu adalah sesuatu yang mengalir dalam darahnya, sesuatu yang ia yakini sebagai bagian dari takdirnya.Dia telah melakukan banyak hal, beberapa di antaranya mungkin tidak bisa Selena terima jika ia tahu semuanya. Matthias selalu mengawasi, memastikan bahwa tidak ada satu pria pun yang bisa mendekati Selena lebih dari yang ia iz inkan. Ia menyingkirkan semua ancaman yang bisa menjauhkan wanita itu darinya—baik dengan cara halus maupun yang lebih… ekstrem.Dan sekarang, ketika Selena berada di pelukannya, nampak tak berdaya dan tak memiliki kuasa untuk menolaknya "Kau tahu sudah berapa lama aku menantikan momen ini, Princess?" Ia mengucapkan nama itu dengan kelembutan yang berbahayaSelena yang bersandar

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   40. His Obsession

    Hiriety menghembuskan asap rokoknya dengan pelan, membiarkan aroma tembakau memenuhi udara sebelum perlahan menghilang tersapu angin dari jendela yang sedikit terbuka. Matanya masih terpaku pada hamparan langit malam yang kelam, hanya diterangi bintang-bintang redup yang berserakan seperti kenangan yang dulu pernah ia tinggalkan di kamar ini.Tiga belas tahun bukan waktu yang singkat. Selama itu, ia tak pernah menjejakkan kaki di kamar ini lagi. Namun, berkat rencana gila kakaknya, ia kini kembali. Ada perasaan aneh yang menggelayuti hatinya—campuran antara nostalgia, kebingungan, dan ketidaknyamanan.Ia menghela napas, mematikan rokoknya di asbak yang ia ambil dari meja kecil di samping ranjang. Tangannya kemudian mengusap seprai berwarna biru tua yang terasa asing namun akrab di saat yang bersamaan.Di sudut ruangan, sebuah foto lama masih tergantung di dinding. Foto dirinya dan Selena, diambil saat mereka masih kecil, tertawa lepas dengan mata berbinar.

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   39. His Princess

    Dylan melangkah keluar dari kamar, meninggalkan putrinya berdua dengan Matthias. Pintu tertutup dengan suara pelan, tetapi bagi Selena, itu terdengar seperti jeruji besi yang mengunci takdirnya di dalam ruangan ini.Keheningan menyelimuti mereka. Selena tetap duduk di kasurnya, sementara Matthias berdiri di sisi ruangan, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Tatapannya gelap, intens, namun ada sesuatu di sana yang berbeda kali ini. Sesuatu yang lebih dalam dari sekadar dominasi dan obsesi—sesuatu yang bahkan Selena sendiri tak yakin apakah ia ingin memahami atau justru ingin menjauh darinya.“Aku lelah, Matthias” Selena bersuara pelanMatthias tidak langsung merespons. Ia menatap Selena, matanya menyapu setiap lekuk wajahnya, seakan mencari sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.“Lelah karena apa?” tanyanya akhirnya, suaranya datar, namun di balik nada tenangnya ada ketegangan yang tersembunyi.Selena

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   38. Hidden

    “Selena sayang, kau salah paham” Dylan memeluk putrinya. Mungkin sejak awal cara didiknya agak salah karena membiarkan Selena hidup bak seorang putri. Selena selalu dimanja hingga dia tak mengerti bagaimana dunia ini berjalan“Kenapa kalian terus melakukan tindakan tak benar seperti ini? Daddy memiliki perusahaan yang besar, Paman Caid memiliki maskapai penerbangan tapi kenapa tetap melakukan bisnis kotor itu? Apa kalian sangat haus akan harta?” suara Selena bergetar, bukan karena takut, melainkan karena emosinya yang meluap-luap.“Kau tak akan pernah bisa mengerti Selena” Jawab Caid, ditatapnya lekat netra“Tentu aku tak bisa mengerti jika paman dan Daddy tak pernah menjelaskan apapun padaku. Sebenarnya kenapa kalian harus terus melakukan ini?” Tanya Selena dengan suara lirih, matanya berkaca-kaca dengan perasaan yang sulit dikontrolDylan melirik Caid. Disaat seperti ini dia hanya bisa menunggu sang Alpha

  • Wanita Dambaan Sang Billionaire   37. His Trap

    Selena terbangun dengan rasa bingung dan kecemasan yang melanda dirinya. Kepalanya terasa berat, seolah seluruh tubuhnya tertarik oleh gravitasi, dan ada sensasi yang aneh merambat di sekujur tubuhnya yang lemas.“Mom?” Gumam Selena bergumam dengan suara serak. Tubuhnya terasa berat, dan ia berusaha mengingat kembali bagaimana ia bisa berada di tempat ini. Pikiran-pikirannya terasa kabur, seperti diselimuti kabut tebal.“Hai sayang, bagaimana kondisimu?” Lumia tersenyum tipis, diusapnya kepala putri tunggalnya itu penuh sayangDitatapnya wanita cantik yang duduk di sisi ranjang tempatnya berbaring, itu ibunya, Lumia. “A-ku baik, tapi bagaimana-““Maaf ya sayang, Mom terlibat dengan semua ini” kata Lumia dengan nada yang penuh penyesalan, matanya tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang terkandung di dalamnya.Selena mengerutkan kening bingung “Apa maksudnya?” Tanya Selena tak paham.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status