Share

BAB 5

Author: Pie
last update Last Updated: 2021-09-02 15:54:49

Winter, 2010.

            Cerita Lian dan Hasung tak selamanya berjalan mulus, juga tak akan mungkin tetap semanis macaroon seperti yang dikatakan kebanyakan orang. Ada satu hal yang akan terasa amat menyakitkan bagi Lian hanya untuk sekadar mengenangnya. Lian memang tak mau mengingatnya, akan tetapi mau bagaimana lagi? Itu adalah bagian dari sejarah berharga yang ia miliki bersama Hasung.

Waktu itu, pertengahan musim panas.

Gomawo,” ucap Lian begitu menemukan Hasung yang menunggu ia mengganti baju yang basah dengan hoodie milik Hasung. Diikuti dengan Jiwoo yang juga baru selesai mengganti pakaian dengan kaus fakultas yang ia bawa, sedangkan Jiyul harus pulang lebih dulu karena tak membawa apa pun untuk mengganti pakaiannya.

“Bukankah kalian ada kelas?” tanya Jaehan.

Jiwoo mengangguk, “Prof. Hwang tidak bisa mengisi kelas. Asdos Kim seharusnya menggantikan, tapi dia juga tidak bisa hadir.”

“Jadi, karena itu kalian mandi hujan dan menari-nari tidak jelas?” tanya Hasung.

Jiwoo dan Lian saling menatap sembari terkekeh.

 “Kudengar ada pameran seni di Sungai Han[1]. Ayo kita ke sana besok,” tawar Lian sembari menatap teman-temannya satu persatu. Namun, hanya Jiwoo saja yang mengangguk. Sedangkan Hasung, Giseok, Youngmin, dan Jaehan tak bereaksi. “Kenapa?” tanya Lian heran.

“Tidak bisa.” Hasung yang menjawab mewakili ketiga kawannya.

“Kenapa?” tanya Lian sekali lagi.

“Ada tes fisik besok,” jawab Youngmin.

“Tes fisik?” ulang Lian. Ia mendadak ragu. “Untuk wajib militer?”

Hasung mengangguk, disusul dengan anggukan dari kawan-kawannya.

“Siapa yang akan pergi?” Kali ini Jiwoo yang bertanya, ia terlihat benar-benar penasaran.

“Kami semua. Kurasa akan lebih baik jika kami melakukannya bersama-sama,” jelas Hasung.

Jiwoo mengangguk mengerti sebelum melihat Youngmin mengangkat alisnya dan menunjuk Adelian yang berada di sampingnya. Jiwoo menemukan Adelian yang diam-diam menangis dengan menyembunyikan wajahnya di balik kupluk hoodie yang ia kenakan.

“Kau menangis?” tanya Jiwoo tak percaya.

Hasung segera mendekati Lian, “Kenapa? Apa yang terjadi?” tanya Hasung sembari menyingkap poni tipis yang hampir sempurna menyembunyikan mata Lian.

 “Adelian, kenapa kau menangis?” tanya Giseok yang ikut terheran.

“Apa kau menyukai lelaki malang seperti Hasung ini?” kata Youngmin yang segera merangkul Hasung dan berniat melucu.

Namun, Hasung buru-buru melepas paksa rangkulan Youngmin.

“Dia sedih karena tidak bisa menyantap makanan buatan ibuku lagi,” kata Hasung, entah membela Lian atau melindungi jantungnya yang mulai berdesir tak karuan. “Jangan menangis! Wajib Militer hanya dua tahun, itu juga ada waktu libur. Jadi, aku bisa menemuimu. Kita juga bisa bertukar surat sesering mungkin.” Hasung berusaha menenangkan Lian dengan belaian kecil di kepala gadis itu yang dibaluti kupluk hoodie.

Tetapi Lian masih terisak. “Aku bilang jangan menangis,” pinta Hasung sekali lagi.

Lian pun menyeka air matanya. Namun, ia tak lantas berhenti menangis. Jiwoo menggeleng ketika mata Hasung mengisyaratkan kebingungan padanya. Jadilah Hasung hanya menenangkan Lian dengan elusan kecil saja karena ia tak tahu harus bagaimana. Hasung jadi bingung. Rasanya sangat aneh melihat Lian menangis untuk pertama kalinya seperti ini hanya karena tahu Hasung akan segera menjalani masa Wajib Militer.

***

            Sudah beberapa minggu ini Lian mengasingkan diri dari pandangan Hasung. Sejujurnya, ia kecewa. Seingat Lian, Hasung pernah mengatakan ia akan Wajib Militer tahun depan, tapi nyatanya Hasung malah memutuskan Wajib Militer tahun ini dan tak mengatakan apa pun sebelum itu. Seandainya Lian tak menawarkan untuk menonton pameran di Sungai Han waktu itu, sudah pasti Lian tak akan mengetahuinya. Ia kecewa, untuk pertama kalinya. Dia juga sedih dan takut, bagaimana jika Hasung benar-benar pergi?

            “Apa kau benar-benar menyukai Hasung?” tanya Jiwoo pada Lian yang tampak lesu di tempat tidurnya.

“Mungkin bukan seperti itu. Karena Adelian merasa Hasung sahabat terbaiknya, jadi Lian sedih.” Jiyul membela Lian yang masih membisu.

“Tapi aku baru kali ini menemukan seorang yang berstatus teman menangis hanya karena temannya akan Wajib Militer. Bukankah kata ‘teman’ terlalu berlebihan?” lanjutnya lagi.

“Jika kau benar-benar menyukainya katakan saja padanya.” Jiwoo memberi saran.

“Aku yang harus mengatakannya?” tanya Lian yang baru membuka suara.

Jiwoo mengangguk mantap. “Dari pada kau menyesal nantinya. Kau tahu Goo Nara masih mengincarnya, ‘kan?”

“Benar!” Jiyul setuju, “Kurasa Hasung juga begitu. Dia pasti ingin berkencan sebelum Wajib Militer.”

“Semua laki-laki menginginkan itu.” Jiwoo menambahkan.

***

[1] Sebuah sungai yang membelah Kota Seoul, terbentuk akibat pertemuan dari sungai Namhan  yang bermata air di gunung Daedeok , Korea Selatan dan Sungai Bukhan yang berhulu dari lembah gunung Geumgang  di Korea Utara. Sungai Han  mengalir melewati Seoul dan bergabung dengan Sungai Imjin sebelum bermuara ke laut Kunging.

Related chapters

  • Waltz 101   BAB 6

    “Hasung-ah, sepertinya Adelian benar-benar menyukaimu.” Giseok berkomentar. Melihat Hasung yang tak berselera makan, membuatnya memikirkan Lian yang sudah beberapa minggu tak kelihatan. “Berhenti berbicara omong kosong,” ujar Hasung sembari melahap jajangmyun[1]-nya dengan suapan besar. “Aku serius,” balas Giseok meyakinkan. “Saat melihatnya menangis karena tahu kau akan Wajib Militer, aku langsung bisa menebaknya. Terlebih lagi, sudah beberapa minggu ini dia terus menghindarimu” “Dia tidak menghindar, dia ada kerja.” Hasung mengelak, meskipun pada kenyataannya ia juga merasa Lian menghindarinya beberapa waktu terakhir ini. “Tapi, kau juga menyukainya, ‘kan?” Giseok mencari kejelasan sekali lagi. Hasung diam, ia ragu dan tak tahu bagaimana untuk menjawab. “Giseok sudah punya pacar. Aku dan Youngmin juga, hanya kau yang belum,” celetuk

    Last Updated : 2021-09-02
  • Waltz 101   BAB 7

    Winter, 2010. Shin Hasung, lelaki dengan setelan jeans yang membawa ransel di punggungnya berjalan pelan bersama wanita mungil berponi tipis dengan dress biru muda yang tak lain adalah Adelian. Keramaian pengunjung Sungai Han yang berlalu lalang tanpa henti membuat tangan kiri Hasung dan tangan kanan Lian terus berbenturan. Suasana di antara mereka semakin canggung. Ditambah Hasung ternyata mendapat informasi yang salah karena pameran di Sungai Han sudah selesai kemarin malam. Sekarang, Hasung sedang berpikir keras, ke mana tujuan yang harus ia tempuh bersama Lian untuk sisa waktunya yang sangat sedikit ini. “Apa aku boleh menggenggam tanganmu?” tanya Hasung berusaha santai. Lian mengulum senyum. “Kenapa kau bertanya? Rasanya sangat aneh karena biasanya kau selalu menggenggam tanganku tanpa mengatakan apa pun.” “Bukankah sekarang sudah berbeda? Sekarang aku bukan l

    Last Updated : 2021-09-02
  • Waltz 101   BAB 8

    Senyuman di bibir Lian mengembang ketika tangannya memasukkan sepucuk surat ke dalam amplop berwarna merah. Karena Hasung sedang Wajib Militer, ia merasa minat belajarnya semakin menurun. Jadi, daripada menyia-nyiakan biaya dan tenaga, ia memutuskan untuk mengambil cuti. Jiyul dan Jiwoo juga akan melakukan hal yang sama. Lian akan mencari pekerjaan lebih selama cuti, begitu pula dengan Jiyul. Sedangkan Jiwoo, ia hanya ingin beristirahat. Minat kuliah Jiwoo juga mendadak turun mendengar keputusan Lian dan Jiyul yang ingin mengambil cuti. “Kau baru akan mengirim surat untuk Hasung? Bukankah sebentar lagi dia akan menerima libur pertamanya?” celetuk Jiyul. Ia sedang sibuk memperhatikan Lian yang terus tersenyum sejak tadi. Entah apa yang ada dalam surat itu. Namun, Jiyul berpikir itu pasti hal yang sangat menyenangkan bagi Lian dan Hasung. “Goo Nara, barangmu jatuh,” cegat Jiwoo yang baru tiba di kelas, menemukan barang milik Goo Nara yang terjatuh di lantai. Goo Nara m

    Last Updated : 2021-09-02
  • Waltz 101   BAB 9

    End of Spring, 2017. Ia membesarkan mata sipitnya sembari membuka mulut, tak percaya. Di antara megah dan mewahnya acara malam ini, ia mengagumi ciptaan Tuhan yang satu itu. Wanita berambut hitam, panjang sedikit melebihi bahu. Wanita itu mengenakan gaun sederhana, tapi sangat pas dengan tubuh mungilnya. Ditambah lagi dengan make up tipis yang membuat wajahnya segar berseri. Tak ada aksesoris yang mencolok yang ia kenakan. Akan tetapi, ia terlihat sangat memukau, indah, dan anggun. High heels yang ia kenakan memang membuat tubuhnya sedikit lebih tinggi, juga lebih dewasa. Namun, ia tetap terlihat menggemaskan. Membuat pemilik mata yang memandanginya itu semakin terkagum. Kagum karena lama tak mengetahui kabarnya, juga bahagia karena ternyata selama ini wanita itu baik-baik saja. Lelaki itu bersorak dalam diam, juga bersyukur dalam diam karena Tuhan telah mempersembahkan kejutan tak terduga untuknya malam in

    Last Updated : 2021-09-29
  • Waltz 101   BAB 10

    Malam itu benar-benar seperti mimpi buruk yang tak mau Lian ingat lagi. Ingin rasanya Lian menghapus kejadian itu dari museum kenangan dalam kepalanya. Namun, apa boleh buat? Kenyataan memang seperti itu. Selama ini secara tidak langsung, dengan menolak semua lelaki yang berusaha mendekatinya, Lian melakukan penantian tak berdasar selama tujuh tahun ke pada Hasung yang sudah memiliki seorang kekasih. Sejak pertemuan malam itu, Lian enggan menyisakan waktunya untuk menonton drama di malam hari. Karena waktu malam adalah waktu penayangan drama yang ditulis oleh Han Jinhee, penulis muda yang katanya sangat berbakat itu. Akibatnya, Lian terpaksa bertukar shif dengan rekan kerjanya. Kini ia bebas di siang hari dan bertugas saat malam datang. Meski sudah dua minggu berlalu, Lian masih tetap merasa seolah-olah kejadian itu baru terjadi tadi malam. Jadi, ia tak pernah bahagia sepenuhnya ketika pagi datang. Sama seperti pagi ini, ia bermalas-malasan bangkit dari temp

    Last Updated : 2021-09-29
  • Waltz 101   BAB 11

    Lelah mendengar bujukan Hasung, akhirnya Jinhee menyetujui keputusan Hasung untuk menyewa apertemen itu. Tidak ada alasan kuat yang Jinhee miliki untuk terus-menerus menolak. Setelah menekan kontrak, malam-malam Hasung langsung memindakan barang-barang dan menatanya di sana. Lian pasti akan sangat senang bertetangga dengannya lagi, pikir Hasung. Ketika merasa sudah tak kuat, Hasung memutuskan untuk tidur sebentar sebelum pagi benar-benar datang. Hingga beberapa jam kemudian, Hasung terbangun karena ponselnya berbunyi. Sms pagi dari Jinhee, ia hanya tersenyum dan membalasnya dengan beberapa kata singkat sebelum berlalu untuk membersihkan tubuhnya. Ketika tengah bersiap, Hasung mendengar suara derapan kaki di balkon. Hasung segara melangkah ke sana dan menemukan Lian yang membungkus dirinya dengan selimut sembari menyesap kopi, persis seperti yang ia lakukan beberapa hari yang lalu saat Hasung sedang mencari rumah.  

    Last Updated : 2021-10-14
  • Waltz 101   BAB 12

    “Hasung tinggal bertetangga denganmu?” seru wanita berjas biru muda itu ketika mendengar penuturan Lian. Ketika melihat Lian mengangguk, ia semakin tak percaya. “Kau baik-baik saja? Jika kau tak tahan, datanglah ke rumahku. Kau bisa tinggal sampai kau puas di sana.” Sebagai teman ia merasa sangat khawatir. “Aku tidak bisa menjauh lagi, aku harus menghadapinya. Aku harus melupakannya,” ucap Lian sembari memutar pipet di dalam segelas jus di hadapannya. “Kau tidak benci padanya? Jika kau mau membunuhnya, aku sanggup membantumu, Teman.” Wanita itu langsung menggenggam kedua tangan Lian, membuat Lian merasa lucu. “Jaksa macam apa yang berkata seperti itu?” Mereka akhirnya tertawa konyol. Namun, tawa wanita itu segera lenyap disusul dengan kening Lian yang berkerut heran. Wanita itu menyadari waktu di ponselnya. Ia tak bisa berlama-lama berada di luar karena masih banyak kasus yang

    Last Updated : 2021-10-14
  • Waltz 101   BAB 13

    Hasung, selaku ketua tim pemasaran dan beberapa anggota eksekutif yang terdiri dari Direktur, Wakil Direktur, Ketua Tim Editor, dan beberapa lainnya tengah menatap satu sama lain. Di hadapan mereka sudah ada bagian kopi masing-masing serta map tipis untuk melengkapi rapat kali ini. “Biarkan saya menjelaskan sekali lagi.” Hasung memohon dengan sangat di tengah keheningan rapat. “Sudah cukup.” Wakil Direktur Oh menyergah dengan killing smile khasnya. Wanita itu menatap wajah masam Hasung tanpa iba. “Baiklah, silahkan masukkan vote kalian.” Kali ini Direktur Min yang bersuara. Lelaki dengan kerutan kecil yang menumpuk di wajahnya itu mengangkat kotak berbentuk celengan lalu meletakkannya di tengah-tengah meja. Satu persatu anggota eksekutif memasukkan kertas kecil ke dalamnya. Hingga yang terakhir adalah giliran Hasung, lelaki yang terlihat setengah hidup di tempat duduknya. “Giliranmu.” Suara Ketua Tim Editor, wanita modi

    Last Updated : 2021-10-14

Latest chapter

  • Waltz 101   BAB 36

    “Karena sebuah takdir itu persis seperti melempar bumerang. Sejauh apa pun kau melemparnya, ia akan kembali kepada titik semula. Sejauh apa pun kau bersembunyi dan menutup diri dari kenyataan, niscaya kau akan kembali berjalan pada takdir yang seharusnya. Jika pada satu kisah kau tak bertemu dengannya lagi, itu berarti dia bukan takdirmu. Sebenarnya, cara Tuhan sesederhana itu. Hanya saja, kadang kau berusaha terlalu keras untuk menghindar dan berjalan pada jalan yang tidak seharusnya. Jikalau karena itu kau pun terluka, jangan salahkan Tuhan. Salahkan dirimu yang tak mau percaya pada takdir-Nya.”Itulah bunyi tulisan hangat dalam sebuah lukisan raksasa di sudut pekarangan vila. Semua orang dapat melihat tulisan yang dipersembahkan oleh Han Jinhee itu. Semua orang tersentuh sembari memandangi satu sama lain untuk melempar senyuman.Hampir dua tahun telah berlalu. Lian sudah kembali ke Korea setelah menyelesaikan tugasnya di Ja

  • Waltz 101   BAB 35

    Lian melangkah gontai keluar dari kamarnya. Ia ingin tidur, tapi tak bisa. Ia pun terpaksa ke luar. Lian tak ingin memikirkan apa pun. Namun, lelaki itu terus masuk ke kepalanya.“Astaga!” Mata Lian membesar. Tubuhnya terpental beberapa senti ke belakang, lalu langsung memaku bak patung.“Maaf, aku mengagetkanmu.” Suara itu keluar dari mulut Hasung yang sudah bersila di atas karpet di depan sofa dengan bungkusan makanan yang mengeluarkan aroma gochujang yang menyengat.“Apa yang membawamu ke sini?” tanya Lian. Ia belum berniat untuk mendekat.“Aku bawa Odeng dan Tteokpokki. Ayo makan bersama!” pinta Hasung. Wajahnya berseri, tidak seperti sebelumnya.Tentu saja Lian kebingungan. “Apa yang merasukimu?”Hasung tersenyum. Lama menunggu Lian yang masih tetap pada posisinya, Hasung langsung menarik tubuh Lian dan memintanya segera duduk. Lian tak memberontak, t

  • Waltz 101   BAB 34

    Sesi pembacaan naskah untuk naskah drama terbaru yang digarap Han Jinhee berjalan dengan sangat lancar. Semua pihak hadir tanpa terkecuali. Penulis novel yang digarap oleh Jinhee menjadi Naskah drama pun hadir ditemani Shin Hasung sebagai perwakilan dari pihak penerbitan Ahn Young. Di mana Ahn Young-lah penerbit yang membuat naskah novel ini menjadi best seller sampai beberapa kali cetakan hingga produser tertarik untuk menjadikannya sebuah drama. Hasung pulang. Kali ini tidak dengan Jinhee yang tadi pagi lebih dulu menawarkan diri untuk menjemputnya. Ia pulang sendiri dengan wajah yang tidak sesegar pagi tadi.Saat Hasung baru saja menapaki kakinya keluar dari lift, ia menemukan pintu rumah Lian yang baru saja tertutup. Sepertinya Lian baru pulang sama sepertinya. Hanya saja, jika Hasung bisa sedikit lebih cepat, mereka pasti akan bertemu dan Hasung mungkin tidak akan bisa me

  • Waltz 101   BAB 33

    Lian melangkah gontai menerobos dinginnya malam. Ia terpaksa pulang lebih dulu karena tak tahu harus berbuat apa. Di sepanjang jalan yang sepi, Lian terus terisak sembari menyembunyikan wajahnya dengan tekukan. Ia memeriksa sekeliling sebentar. Namun, semuanya tampak biasa dan bahkan Hasung pun tak muncul untuk mencegah kepergiannya seperti yang ia harapkan.Lian kembali terisak. Kali ini ia tak bisa menahan suaranya. Namun, ia tak berhenti melangkah. Meskipun kadang ada taksi yang berjalan pelan melintasinya Lian tak peduli.Sampai satu sedan merah berteriak dengan klaksonnya dan menghentikan langkah gontai Lian. Tanpa pikir panjang, Lian mendekat. Ada Jiwoo yang muncul dari balik kemudi. Sahabatnya itu tampak iba. Namun, tak bisa berbuat banyak. Untung saja Jiwoo tidak sedang sibuk sehingga tak lama dari saat Lian menghubunginya, ia sudah tiba.Satu loncatan kecil membuat Lian kini sudah berada di samping Jiwoo. Mata basah Lian menjelaskan semuanya, termasuk m

  • Waltz 101   BAB 32

    Hasung dan Lian sudah tiba di Lotte World[1]. Mereka tampak berjalan seperti biasa di tengah keramaian dengan setelan musim dingin yang juga terlihat biasa. Hanya saja, Lian sedikit terlihat berbeda karena menambah polesan make up di wajahnya yang terlihat tidak setipis biasanya.Lian menyadari sebagian besar pengunjung sudah memakai bando animasi yang didapatkannya di toko dekat pintu masuk. Lian pun mengajak Hasung untuk memakainya. Hasung menolak. Namun, Lian terus memaksanya hingga bando berbentuk kucing singgah di kepala Hasung dan Lian terlihat bahagia dengan bando kelinci yang sesuai dengan setelan white-peach nya.Saat berjalan-jalan memeriksa sudut taman bermain terbesar di Korea itu, Lian dan Hasung menikmati waktunya dengan menikmati latte hangat. Mereka persis terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang berkencan. Mereka juga menemukan ada banyak orang yang terlihat melakukan hal yang sama, tapi dengan

  • Waltz 101   BAB 31

    “Hasunglah yang bertemu dengan Goo Nara dan memintanya untuk menjelaskan semuanya padamu.”Deg! Degupan keras menghantam jantung Lian. Tak ada alasan pasti, hanya saja mendengar pengakuan Jiwoo jantungnya hampir berhenti berdetak. “Bagaimana mungkin?” Lian tak habis pikir.“Apa yang kau pikirkan ketika dia masih peduli kejadian tujuh tahun silam?” Jiwoo menginterogasi.Lian menggeleng sembari berusaha menyeimbangkan napasnya. “Kenapa dia harus melakukannya?” Lian bertanya pada Jiwoo juga pada dirinya sendiri yang terheran. “Dia bisa saja tak peduli apa pun tentang saat itu, tapi kenapa dia melakukannya?” tanya Lian sekali lagi.“Mungkin dia juga masih mengharapkanmu.” Jiwoo tak sepenuhnya yakin dengan apa yang ia katakan. “Seperti yang kau katakan. Jika dia memang tak punya harapan, seharusnya dia melupakannya, bukan?”Lian menghela napas dalam-dala

  • Waltz 101   BAB 30

    “Lian-ah.”Lian memutar tubuhnya spontan. “Oh, Hasung!” Suara Lian terdengar antusias ketika menemukan Hasung yang menyapanya dari balik kemudi.“Masuklah!” pinta Hasung sembari membuka kunci pintu mobil.Namun, Lian menggeleng sembari tersenyum. “Tinggal sedikit lagi,” ucapnya sembari menunjuk jalanan gelap yang hendak ia tempuh.Hasung pura-pura tak mendengar. Ia tetap mendorong pintu mobilnya dari dalam hingga terbuka lebar. Lian hanya bisa terkekeh lalu benar-benar mendekat dan masuk ke dalam mobil Hasung. Hasung ikut tertawa sembari menghidupkan mobilnya. Baru saja Hasung hendak menarik persneling, suara deringan ponsel menggagalkan niatnya. Ia lebih memilih untuk mengangkat teleponnya lebih dulu.“Oh, Jinseok-ah,” seru Hasung pada seseorang di balik earphone-nya sembari mengemudikan mobilnya dengan pelan.“Timjangnim, gawat! Par

  • Waltz 101   BAB 29

    Lian menyantap menu pilihannya, begitu pula dengan Ki Beom. Mereka menyantap makan malam tanpa kata selama beberapa saat.“Padahal aku berniat mentraktirmu di restoran yang lebih baik,” tukas Kibeom.Lian menggeleng. “Tidak apa-apa. Di sini makanannya enak.”Restoran sederhana yang terletak di lobi gedung apertemen tempat Lian tinggal ini memang memiliki menu yang enak. Lian sering menyantap makanan di sini ketika ia merasa jenuh mengonsumsi makanan siap saji di rumahnya.“Kalau begitu, kau masih tak mau berkencan denganku?” tanya Ki Beom setelah menyelesaikan makannya.Lian sama sekali tak terkejut karena ini bukan pertama kalinya ia mendengar tawaran Ki Beom soal itu. Dulu saat Ki Beom masih menjadi mentornya di rumah sakit, Ki Beom juga pernah menyatakan hal yang sama. Jadi, Lian tidak terlalu terkejut sama sekali. Hanya saja profesionalitas yang dimiliki Ki Beom memang benar-benar membuatnya kagum.&ld

  • Waltz 101   BAB 28

    Seoul, 2010.Pada istirahat pertama, Hasung memantapkan hatinya untuk pulang ke Seoul. Dengan masih berseragam Militer, Hasung mendatangi rumah kontrakan di mana ia tinggal bertetangga dengan Lian. Meskipun Jaehan sudah mengatakan tentang kepindahan Lian, tapi Hasung ingin membuktikannya sendiri.Benar saja. Kombinasi kunci yang biasa sudah tidak bisa digunakan. Sekian kali Hasung menekan bel, tak ada Lian yang keluar. Bahkan, rumah itu sudah kosong tak berpenghuni.Hasung mencari pemilik kontrakan dan menanyakan perihal itu. Namun, lagi-lagi informasi yang ia dapatkan hanyalah kepindahan Lian, ke mana dan dengan siapa? Tak ada yang mampu menjelaskannya.Hasung juga menyempatkan diri pergi ke kampus Lian, menanyakan tentang wanita itu pada mahasiswa keperawatan yang sempat sekelas dengannya. Namun, jawaban mereka sama saja. Tak ada yang mengetahui pasti ke mana Lian. Bahkan, tentang kedua temann

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status