Waktu yang Hilang- Resah"Mas Saga, mau makan apa?" tanya Mbak Harti menghampiri. Hanya wanita itu atau karyawan laki-laki yang berani mendekat Kalau para karyawan cewek pada segan. Karena Saga tidak pernah mengajak mereka bicara kalau tidak ada hal penting."Nanti saja, Mbak," tolaknya sambil terus sibuk mengetik pesan untuk Melati. Padahal tadi perutnya sampai berbunyi karena lapar, tapi karena istrinya tidak menjawab panggilan. Saga lupa kalau sedang lapar.Mbak Harti kemudian pergi karena melihat Saga yang begitu serius menatap layar ponsel. Namun ia tetap membuatkan segelas teh hangat untuk Saga. Karena Melati sering menyiapkan minuman itu saat suaminya pulang."Tehnya, Mas.""Makasih, Mbak. Tunggu sebentar!" tahan Saga ketika wanita itu berbalik."Iya, Mas.""Tadi Melati nelepon sama Mbak Harti apa tidak?""Jam delapan tadi telepon saya. Nanyain Mas Saga sudah pulang apa belum. Saya jawab belum.""Itu saja?""Sama tanya tentang kafe, Mas.""Oke, Mbak." Saga kembali fokus ke po
Melati duduk bersandar pada kepala dipan kayu sambil memangku Shaka yang tengah minum ASI.Bayinya kembali terlelap setelah beberapa saat dikasih ASI. Pandangan Melati lurus ke dinding hadapan. Dadanya terasa sesak mengingat pesan yang dikirimkan Gama tadi. Hati kecilnya percaya kalau Saga tidak mungkin bertindak macam-macam. Mungkin juga benar penjelasan sang suami di dalam pesannya tadi. Bahwa ia hanya kebetulan menolong Alita.Tetapi jujur saja, istri mana yang tidak cemburu melihatnya. Apalagi tangan perempuan itu seenaknya saja berpegangan pada pinggang suaminya. Belum lagi paha mulusnya yang terekspos, begitu rapat di tubuh Saga.Apa tujuan Gama mengiriminya foto itu kalau bukan ingin membuat hubungannya dengan Saga kacau. Ia juga tahu kalau Gama iri pada suaminya. Walaupun Melati sesadar itu menyikapi apa yang terjadi malam ini, tapi dalam hati kecilnya tidak bisa memungkiri, kalau ia sangat cemburu dan marah.Melati takut kembali dikhianati. Dulu Moana juga masih kecil saat Ak
Waktu yang Hilang- Amarah Saga dan Gama bertemu tepat di tangga pertama sebelum masuk ke beranda kantor. Saga menatap dingin, sedangkan Gama tersenyum licik. "Sepulang kerja, aku tunggu kamu di suatu tempat. Nanti kukasih tahu," ucap Saga lirih, menjajari langkah sepupunya."Untuk apa?""Kalau kamu lelaki sejati, datanglah nanti. Kutunggu! Aku ingin bicara denganmu." Saga membuka pintu kaca, kemudian langsung bergegas ke lantai dua. Menuju ke ruangannya.Sementara Gama yang wajahnya merah padam karena merasa terhina, melangkah pelan sambil menatap geram pada Saga yang sama sekali tidak menoleh ke arahnya.Dua resepsionis yang mereka lewati tampak saling pandang, karena merasa ada gelagat yang ganjil dari dua saudara itu. Saga yang masuk ke ruang kerjanya, melepaskan jaket dan menggantungnya di standing hanger yang ada di pojok ruangan. Diambilnya ponsel di saku celana, baru ia duduk di kursi.Kembali ia menghubungi sang istri. Setelah dua kali panggilan, baru dijawab oleh Melati.
Rasa sedih sesekali masih mampir di hatinya. Menyayangkan segala peristiwa yang terjadi dalam hubungan mereka. Namun ada kalanya Bu Rista begitu legowo, bahwa semua yang terjadi sudah menjadi suratan takdir. Ini salahnya, juga salah Pak Norman. Ariani tidak bersalah karena awalnya dia tidak tahu apa-apa. Justru dia juga menjadi korban ketidakjujuran dari suami mereka kala itu. Kemudian dimusuhinya meski wanita itu berusaha mendekat untuk menjalin hubungan baik dengannya. Bahkan Saga yang tidak tahu apa-apa juga dibenci. Padahal sejak kecil, Saga menaruh hormat terhadapnya. Sopan dan tidak banyak bicara.Seperti biasa, setelah Moana berangkat ke sekolah. Bu Rista ke belakang rumah, merawat tanaman hidroponiknya. Ada sawi dan selada. Sebentar lagi seladanya panen. Nanti ada orang yang datang untuk mengambil. Sayuran organik itu akan masuk di jajaran sayur mayur di mall. Harganya lumayan tinggi, karena tanpa mengandung pestisida. Setiap menerima uang hasil penjualan sayur mayur, Bu Ris
Waktu yang Hilang- Senja dan Dua Pria"Dea," panggil Gama pada perempuan yang membuka kaca helmnya dan mematung tidak jauh dari mereka. Perempuan nekat yang berani menghentikan perkelahian dua lelaki.Wanita yang dipanggil Dea tampak kaget dan heran menatap Saga. Sebab wajahnya sangat mirip dengan Gama.Saga sendiri diam menatap mereka berdua. Baru kali ini ia bertemu dengan perempuan itu. Apa dia kenalannya Gama? Atau justru masih kerabat jauh mereka juga, hanya saja dirinya yang belum tahu. Tapi bagaimana dia bisa tahu kalau ada perkelahian dibalik tembok usang bangunan-bangunan terbengkalai ini.Dia sendirian, perempuan pula. Kalau sampai berani mencari dan menghampiri, berarti dia kenal dengan Gama. Apalagi sampai berani melerai tadi."Kenapa kamu ke mari?" tanya Gama pada wanita itu dengan nada tidak suka."Aku ngelihat mobilmu parkir di pinggir jalan sana."Mendengar cara wanita itu bicara, Saga bisa tahu kalau dia wanita yang kalem. Dari tatapannya, ia tampak khawatir. Namun
Sambil makan, Saga menceritakan kronologi kejadian tadi malam, sepulang dia dari kampus. Bahkan tentang Melati yang sempat marah karena mendapatkan kiriman foto dari Gama. Saga juga menceritakan kalau Alita adalah teman kuliahnya dulu, juga gadis yang pernah hendak dijodohkan dengannya."Gama memang keterlaluan. Bulek sudah menegurnya beberapa kali agar merubah sikapnya. Namun anak itu memang agak degil, Ga. Dia juga ngirim fotomu ke grup keluarga. Sampai komentar sepupumu yang lain begitu heboh di sana. Tapi bulek bilang, kalau itu nggak seperti yang mereka pikirkan. Bulek percaya kamu bukan tipe laki-laki seperti itu.""Makasih, Bulek.""Nanti bulek bilang di grup, bahwa ini hanya kebetulan saja dan kamu tidak selingkuh. Lalu bagaimana dengan Melati? Apa dia masih marah?""Tadi malam dia memang marah, nangis juga. Tapi pagi tadi sudah mau menerima VC dari saya. Saya paham, setelah pernah dikhianati Mas Akbar, tentu saja dia masih menyimpan rasa was-was dan khawatir."Saya mencintai
Waktu yang Hilang- Hati Lelaki "Mas," panggil Melati lagi."Hai," jawab Saga akhirnya."Mas, marah?""Tidak marah. Aku hanya cemburu," jawab Saga jujur. Namun Melati justru terkekeh. Dipikir ucapan sang suami merupakan lelucon baginya. Coba kalau dia yang dibuat cemburu, dipastikan Melati langsung diam. Ah, begitulah perempuan. "Lucu, ya?" tanya Saga."Enggak, sih. Mas Akbar ngasih hadiah itu untuk keponakannya, kan.""Iya."Hening sejenak. Di ujung sana yang terdengar suara jangkrik dari luar kamar. Saga kangen dengan suasana malam di desanya. Kangen sama Melati dan Shaka.Dulu dia mengimpikan akan tetap tinggal di lereng Arjuno sana. Nyatanya takdir membawanya ke Jogja. Dan mungkin akan menetap di sana. Entah selamanya atau hanya sementara."Mas, kok diam?" tanya Melati lagi. Dia khawatir kalau Saga sebenarnya kecewa karena Akbar memberikan perhatian dengan menghadiahi banyak barang untuk Shaka.Saga tertawa lirih. "Aku hanya tak sabar saja nunggu hari Sabtu, supaya bisa pulang k
Gama diam mendengar buleknya bicara. Mulutnya susah untuk mengunyah. Terasa perih dan kaku. Ditambah lagi kata-kata Bu Ariana yang secara tidak langsung telah menyalahkannya. Saga telah merebut perhatian banyak keluarganya. "Kamu tahu, Nak. Apa yang tersisa dari seorang laki-laki jika telah kehilangan kehormatan, martabat, ketangguhan, kemampuan, lebih parahnya lagi kehilangan harga diri. Apa yang tersisa coba? Selain seonggok daging yang bernyawa." Ucapan Bu Ariana begitu menohok bagi Gama."Bulek sayang sama kalian berdua. Sangat berharap kalian bisa rukun. Bulek nggak akan berat sebelah. Siapa yang salah, dia yang akan bulek tegur. Menyalahkan orang lain adalah hal paling mudah. Namun tanpa sengaja, kadang telah menjatuhkan harga diri sendiri. Bersainglah secara sehat dan terhormat, Nak."Hening. Bu Ariana menuangkan segelas air putih di gelas bening untuk Gama."Kamu sudah menyambangi Fellycia?" tanya Bu Ariana mengalihkan pembicaraan. Sebab laki-laki seperti Gama tidak bisa dige