“Selamat pagi sayang,”
Itu adalah kalimat yang semakin akrab dengan pagiku, entah yang memulai duluan itu aku atau Sari yang jelas kalimat itu adalah kalimat awal menandakan pagiku.“Jangan lupa makan ya sayang,”Itu adalah kalimat yang sangat populer di ponsel ku, nyaris hampir setiap hari dan 3 kali sehari kalimat itu keluar dari kami.“Selamat tidur ya sayang,”Itu adalah kalimat yang selalu kami tunggu di malam hari sebagai penutup aktivitas kami selama sehari ini.Sebenarnya aku juga tidak akan pernah lupa terhadap pagiku, makanku bahkan malamku. Dulu kalimat itu adalah kalimat yang bagiku tidak penting, bahkan terkesan bodoh. Mana ada orang yang lupa makan? Sebodoh apa orang itu sampai lupa makan. Terus orang mana yang tidak tahu bahwa apabila matahari terbit adalah pagi dan matahari tenggelam adalah malam. Jujur aku baru kali ini merasakan perhatian seperti ini, semua kalimat yang sederhana bisa membuat aku merSeharian ini aku hanya duduk diteras kos Sari, aku tidak melakukan apa-apa kecuali cemas dengan kondisi Sari. Tidak terasa waktu sudah hampir gelap harusnya ini adalah waktuku untuk bekerja lagi tapi mana mungkin aku meninggalkan Sari seorang diri. Tapi kalau aku tidak kerja aku merasa tidak enak sama Pak Sholeh karena akhir-akhir ini aku sering tidak masuk.Aku mencoba untuk meminta izin masuk kedalam kos Sari supaya aku bisa melihat kondisi Sari, aku ditemani masuk oleh panjaga kos. Aku mengetuk pintu Sari beberapa kali, sampai akhirnya Sari membuka pintu dengan kondisi badan yang masih terlihat lemas.“Loooohhh… dari tadi belum pulang yang?” tanya Sari.“Belum yang, aku masih nunggu diteras dari tadi,” jawabku sembari melihat kondisi Sari.“Pulang aja yang gak papa aku udah baikan,” suruh Sari kepadaku.“Hmmm beneran gak papa?” tanyaku memastikan.“Iya gak papa,” ucap Sari
Hari ini adalah hari ke 3 aku menemani Sari yang sedang sakit, aku masih bolos kerja karena tidak mungkin aku meninggalkan Sari sendiri dengan kondisi yang masih lemas.Meski sebenarnya Sari menyuruh aku untuk tetap masuk kerja, tapi aku memilih menunggu Sari diteras kos.Aku duduk diteras sembari membaca majalah dan bermain handphone selang beberapa menit tiba-tiba seseorang menyapaku.“Mas Sari belum sembuh?” ternyata itu adalah suara Kina. “Oooh.. iya Kin belum,” jawabku singkat.“Masnya dari semalam?” tanya Kina lagi.“Dari jam 6 tadi,” jawabku singkat.“Oohh iya Mas, Kina pamit dulu ya,” ucap Kina dengan sopan.“Kamu gak kuliah Kin?” tanyaku.“Nanti Mas jam 9,” jawab Kina.Kina masuk ke dalam kos nya membawa sebotol air mineral, kenapa aku mulai suka dengan cara Kina bicara ya? Seolah-olah ada nilai tambah dari tutur katanya yang lembut, Sari ju
Pagi hari ini dihari ke 4 Sari sakit aku menuju kos Sari dengan membawa 1 bungkus bubur ayam, dengan harapan semoga Sari sudah sehat hari ini. Aku akan membeli bubur tidak jauh dari kos Sari kata dia itu adalah bubur yang paling enak yang pernah dia makan, memang bubur disini cukup popular bagi mahasiswa dan pekerja kantoran. Disamping rasanya enak dan porsinya juga banyak disini juga lumayan terjangkau harganya, sebenarnya aku tidak perduli dengan itu semua, aku tidak tertarik untuk membeli, karena antrianya yang cukup panjang dan ramai sekali. Aku bukan orang yang suka antri karena makanan, menurutku semua cita rasa makanan itu sama aja, tapi karena demi Sari akhirnya aku turuti saja dan rela antri demi mendapatkan sebungkus bubur ini.Hampir 30 menit aku masih saja belum mendapatkan bubur yang aku pesan, jujur aku sedikit jengkel dengan kondisi seperti ini. Aku hanya bisa menunggu sembari bermain ponsel tanpa ada aktivtas lain. Saat sedang menunggu tiba-tiba aku melihat Kina
“Selamat pagi sayang, hari ini aku sudah sembuh jadi kamu bisa bekerja hari ini ya, semangat,” Itu adalah pesan singkat dari Sari pagi ini, alhamdullilah Sari sudah kembali sembuh dan aku bisa kembali bekerja seperti biasanya. Ada rasa sedikit tidak enak saat aku harus kembali masuk kerja setelah libur selama 4 hari, apakah nanti akan ada masalah baru dari kantor karena tidakan aku yang kurang disiplin. Aku mencoba membiarkan pikiranku berperasangka baik, semoga semua sesuai dengan bayangan baikku. Sesampainya dikantor aku langsung dihadapkan dengan HRD, beliau menyuruh aku untuk menghadap ke ruangnya. “Mas kenapa kok 4 hari kemarin tidak masuk?” tanya HRD dengan wajah yang serius. “Iya maaf pak,” jawabku dengan singkat. “Lain kali kalau mau tidak masuk wajib izin dan izin tersebut hanya berlaku sehari ya mas,” ucap HRD. “Iya pak ma’af,” jawabku sembari menundukan kepala. Aku keluar ruangan dengan rasa malu, aku hanya bis
Aku pulang dari kos Sari dengan membawa rasa sakit hadiah pemberian Sari, sesampainya dikos aku ingin segera istirahat, membaringkan ragaku dan memejamkan mataku lalu berharap esok kembali seperti biasa. Tapi ternyata tidak semudah itu, pikiran dan hati ini seolah-olah tidak mau bekerja sama. Aku mencoba untuk melupakan tapi hati selalu penasaran, banyak tanda tanya yang belum terjawab oleh Sari tapi hati seolah menemukan jawabanya sendiri.“Ayolah.. sudah malam, lupakan hari ini, yakin bahwa Sari masih milikmu esok pagi,” gumanku memotivasi hati.Pagi hari aku tak mendengar suara ayam, aku hanya mendengar hatiku yang masih bertanya-tanya.“Hallo selamat pagi sayang,” sapaku menggunakan pesan singkat, seolah tidak terjadi apa-apa.Hampir 15 menit mataku tertuju kepada ponsel, biasanya jam 5 pagi Sari sudah bangun. Sudah hampir jam 6 tetapi belum ada respon sama sekali, laporan pesanku sudah dibaca oleh Sari, jadi tidak mungkin ada alasan d
Malam ini aku akan bergegas tidur, aku akan lupakan semuanya. Aku tidak akan menunggu lagi kabar dari Sari, aku tidak akan memikirkan lagi semua tentang Sari, aku akan mulai belajar menganggap tugasku sudah selesai dengan Sari.Pagi ini aku mulai berhenti menyapa Sari, bukan karena aku tidak perduli lagi dengan Sari tapi lebih kepada aku yang tidak diperdulikan. Jadi untuk apa aku menyirami tanaman yang jelas-jelas itu bukan miliku lagi . Aku mencoba berangkat kerja seperti biasanya, tanpa ada harapan kabar dari Sari aku memulai aktivitasku hari ini, meskipun dalam hati kecilku masih berharap, tapi akal sehatku menuyuruh untuk pergi karena telah di abaikan beberapa hari. “Sudahlah lupakan Sari, jangan bahas apa pun tentang dia, dia hanya akan menyakitimu,” isi otak mengingatkan hati.“Tunggu dulu, mungkin Sari membutuhkanmu saat ini, harusnya kamu ada disebelah dia untuk menguatkan,” ucap hati.Pertempuran antara akal sehat dan hati sakit
Tepat hari ke 5 Sari tanpa kabar, apakah aku harus menganggap dia benar-benar pergi? Atau hanya sekedar istirahat? “Sudahlah aku tidak perduli,” itu adalah kalimat yang selalu aku ucapkan tapi tidak pernah aku lakukan. Kenyataan memang tidak semudah itu, mengaplikasikan semua rasa yang masih tertinggal.Hari ini adalah hari pengumuman terkait apakah aku lulus atau tidak masuk ke Universitas Negeri Malang, aku mencoba menghubungi Devi dan Chaca tapi ternyata mereka sedang tidak ada dikampus. Aku harus sabar menunggu kabar pengumuman kelulusan aku sampai nanti sore aku bisa datang langsung ke kampus.Saat sedang bekerja tiba-tiba ponselku berbunyi.“Assalmuallaikum mas, gimana apakah keterima di UM?” tanya Kina ditelepon.“Wallaikumsalam, aku belum liat Kin ini masih dikantor,” jawabku.“Oh gitu, yaudah deh mas lanjutin dulu kerjanya, semangat ya,” ucap Kina dengan halusnya.Ternyata Kina masih ingat dengan
“Terimakasih ya sayang,”Kalimat itu yang di ucapkan Sari saat aku mengantar dia kembali, dia tersenyum dengan lambaian tanganya mengantar perjalananku kembali. Aku merasa kali ini tidak ada yang spesial dari lambaian tanganya, tidak ada perasaan yang membuat aku menjadi lebih berarti. Justru aku beranjak pergi dangan perasaan cemas, entah apa yang aku cemaskan seolah-olah ada pertempuran batin yang membuat hatiku masih saling berdebat. Sempat goyah hati ini dalam beberapa hari atas hilangnya kabar dari Sari, lalu tiba-tiba Kina datang menguatkan lagi dan mulai memperbaiki hati yang mulai goyah dengan cara dia yang berbeda namun membuatku merasa kembali berharga. Kini Sari hadir lagi dengan senyuman yang beberapa hari lalu aku cobakan lupakan, tapi sekarang saat dia kembali aku harus mulai membiasakannya lagi dengan senyuman itu. Aku sudah mulai menikmati kedekatanku dengan Kina dan mulai terbiasa tanpa Sari, aku tidak tahu apakah seharusnya aku senang atau se