“Aku ke bawah duluan. Kamu nyusul aja kalau udah selesai,” kata Brian dari luar pintu toilet.Di dalam kamar mandi Felisa sedang membersihkan dirinya. Selesai mandi, ia berjalan keluar menggunakan pakaian daster midi super seksi, menunjukkan lekuk tubuh dan juga potongan yang pendek.Saat Felisa melangkahkan kakinya menuju meja makan membuat Baim, Maura, dan Batara— ayah mertuanya menatap dengan tatapan tak enak. Untung saja saat ini Kikan sedang berada di luar entah bagaimana reaksinya ketika melihat pakaian Felisa.“Maaf terlambat, aku habis mandi.” Felisa mengatakan dengan tak enak. Semua yang berada di sana mencoba mengalihkan pandangannya dari Felisa. Baim awalnya biasa saja, tapi akhirnya dia memutuskan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Lalu disusul oleh Batara, yang melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan. Keduanya merasa tak nyaman sebagai laki-laki. “Makanya, kamu tuh kalau di sini pakai bajunya yang lebih sopan gitu loh.” Itu adalah suara Maura. Maura kemudi
"Mana istri kamu itu?" tanya Kikan kesal pada Brian yang baru saja kembali dari kantor polisi. Felisa benar-benar menguji dirinya. Malam tadi ternyata Felisa ditangkap dan ditahan oleh kepolisian setelah berpesta dengan beberapa temannya di klub. Dan Brian yang bertanggung jawab untuk itu. Setelah menyelesaikan urusannya di kantor kepolisian, Brian meminta Felisa untuk kembali ke apartemen. Sementara itu harus kembali ke rumah. "Dia ada di apartemen Ma." Brian menjawab malas. Kikan kesal, tidak habis pikir dengan kelakuan Felisa seperti itu. "Ada-ada aja, nggak ada yang benar dari istri kamu itu. udah pakaian nggak sopan, tingkah lakunya juga kayak gitu. Kamu itu suka dia dari mananya sih?"Brian sudah cukup kesal dan lelah dengan kelakuan Felisa hari ini. Dia juga rasanya sangat malas untuk menanggapi perkataan sang mama. "Udah ya ma, aku mau ke kamar."Brian kemudian melangkahkan kakinya ke kamar. Pria itu duduk di tempat tidur memikirkan apa yang seharusnya dilakukan setelah ini
Pasti anak yang dikandung Alma adalah anak Brian. Gak mungkin anak orang lain. Siap! Aku benar-benar dibohongi! Felisa pulang dengan keadaan hati yang panas. Disaat ia baru berbaikan dengan suaminya, meskipun belum seperti dulu, tapi ia berusaha sabar. Pikiran Felisa sama sekali tidak bisa tenang. Terkejut juga, ternyata hubungan Alma dan Brian bukan seperti apa yang ada dalam pikirannya. Hubungan mereka berdua sudah lebih jauh dari itu, apalagi ada benih Brian dalam kandungan Alma."Lo kenapa sih Fel? Habis balik dari toilet kok kayaknya nggak tenang banget?" Bella bertanya pada Felisa. "Nggak apa-apa sih, Kita balik aja yuk. Gue bener-bener lagi bad mood nih."Keduanya kemudian memutuskan untuk kembali pulang. Rencana untuk bersenang-senang dan berbelanja sirna sudah. Felisa melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemen. Hari sudah cukup sore dan sepertinya Brian juga sudah tiba. "Udah pulang kamu?" Brian bertanya ketika mendengar suara pintu yang terbuka. "Iya," jawab Felisa ke
Part 34.Pagi hari sebelum berangkat bekerja Brian menyempatkan diri untuk berbicara dengan Baim. Di meja makan kini hanya tinggal mereka berdua sementara yang lain sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. "Mas?" Brian menyapa. Baim menoleh, seraya menaikkan alisnya menatap Brian. "Kenapa?" Pria itu menyahut, kemudian menyendok sarapan miliknya. "Aku harus tahu di mana Alma sekaran. Mama minta aku cari dia." Brian mengatakan alasan dari pertanyaannya. Baim menatap sekilas, memperhatikan sang adik dengan seksama. "Jadi kamu nyari cuman karena Mama nyuruh kamu?""Ya nggak gitu, aku kan tetap harus tahu karena Alma itu juga istri a—" "Mantan istri kamu." Baim mencoba mengingatkan. "Aku cuman mau Mas kasih tahu dia di mana sekarang?" Brian menekankan, karena ia tak mau lagi berbasa-basi. Yang ditanya menggelengkan kepalanya, kemudian berjalan ke dapur untuk meletakkan piring makan dan mencuci. "Lagian kamu ngapain nyari dia? Lagian rasanya, Alma juga lebih bahagia tanpa kamu." Sa
"Esti, baterai jam dinding kamu simpan di mana?" tanyaku pada Esti yang tengah memasak sarapan."Oh, ada di laci k4mar saya, Bu. Sebentar saya ambilkan." "Biar aku saja. Kamu lagi goreng ayam, nanti malah ayamnya gosong." Aku tersenyum. Pembantu yang sudah setahun bekerja di rumahku ini menurutku sangat baik dan patuh. Tentu saja aku cocok dan aku berharap Esti mau lama bekerja padaku. "Maaf, jadi merepotkan Ibu," balasnya dengan setengah membungkuk. Aku mengibaskan tangan. Pintu kamar belakang tempat Esti tidur, aku buka perlahan. Aroma pewangi setrikaan langsung masuk ke hidungku. Esti memang menyetrika di kamarnya, karena ada kipas angin yang menempel di langit kamarnya. Gak gerah jadinya, itu kata Esti.Aku membuka laci lemari untuk mencari baterai jam. Namun, aku mengerutkan kening saat melihat ada satu papan k4psul dan juga dua jenis t4blet. Esti s4kit apa? K4psul isi sepuluh itu, tersisa lima lagi. Berarti Esti sudah meminumnya. Begitu juga dengan dua jenis obat lainnya yang
Ada b3rcak krem di seprei, padahal seprei baru diganti. Aku mengangkat seprei dan membauinya. Uek!Aromanya seperti milik pri4.Part2Aku masih harus meeting hingga jam sembilan malam, tetapi pikiranku tidak tenang karena ob4t ku4t yang disebutkan Esti sebagai vit4min dan ob4t kolesterol. Untuk apa ob4t itu diminum Esti? Tidak mungkin Esti yang begitu patuh dan baik berani m4in belakang. Apa dia punya pacar? "Oke, terima kasih untuk hari ini semuanya. Sampai jumpa hari Senin. Selamat berakhir pekan." Kepala divisi menutup rapat malam ini. Aku menyalami sebelum beliau keluar dari ruangan. Tak sabar rasanya ingin segera aku ceritakan pada suamiku. Aku menelponnya, tetapi tidak juga diangkat. Aku mengecek jam terakhir WhatsApp-nya aktif, tadi sore jam lima. Aku menghela napas karena tidak juga bisa menghubungi suamiku. Kantor sudah sepi. Aku menunggu di lobi depan, masih ditemani dua petugas keamanan."Malam, Bu Kikan, nunggu dijemput ya, Bu?" tanya David berbasa-basi. Satpam senior d
Aku bangun kesiangan dan tidak menemukan su4miku di kam4r. Saat aku ke dapur, rambut pembantuku basah, rambut suamiku pun ikut basah juga. Apa mereka ...***Part 3"Oh, i-itu, tadi kepalaku sakit banget. Terus tiba-tiba aja aku rasanya pengen. Tapi badan p4nas, kepala s4kit, jadi aku m4in sendiri he he he ..." Mas Galih menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Maaf ya, udah gak tahan, Sayang," katanya lagi sambil meraih tanganku yang sedang melipat di dada. Seprei kotor itu tergeletak di kamar karena aku masih merasa kesal. "Mas, kalau kamu emang pengen, kamu bisa telepon aku. Aku pasti pulang.""Ya, tapi namanya tiba-tiba lagi naik gitu, gimana bisa tahan nunggu kamu dari kantor ke sini sampai satu jam setengah. Bisa pecah kepalaku. Udah, mandi dulu sana, Sayang!""Bulan lalu kamu juga main solo. Apa enaknya coba? Padahal kamu tinggal telepon istri. Ck, ampun, deh!" Aku berdecak kesal. Kuambil kembali seprei itu dengan serampangan, lalu aku taruh kembali di dalam keranjang.Selesai
Aku baru kembali dari berbelanja di mall. Saat aku pulang, pembantuku baru selesai mandi, suamiku juga. Apa mereka man....Part4"Ibu, Bapak, maaf, saya gak ikutan ya. Sebenarnya saya sudah masak nasi goreng, sayang kalau tidak ada yang makan. Saya sarapan di rumah saja, Bu, Pak. Maafkan saya hari ini kalau udah bikin Ibu kesal." Esti menunduk, lalu segera berbalik masuk menuju pintu depan. Kulihat mulut suamiku setengah terbuka, seperti ingin mengatakan sesuatu."Okelah, kita jalan sekarang ya. Udah lapar." Masa Galih mengecup pipiku, lalu mulai menekan pelan pedal gas. Ia tidak mengomentari penolakan Esti yang tiba-tiba. Aku merasa terlalu besar mencurigai suamiku, mungkin karena perubahan hormon karena aku belum juga datang bulan. Jika memang mereka menyembunyikan sesuatu, parti Mas Galih keberatan kalau Esti tidak ikut, tetapi ini suamiku bersikap biasa saja.Kami memilih tempat sarapan di daerah Cijantung. Suamiku makan dua mangkuk bubur ayam, sedangkan aku hanya sanggup menghab