Share

2. Sang Pembeli Keperawanan Maura

Maura pun menguatkan batinnya yang mulai goyah, untuk tetap tegak dan terus melangkah.

Ia sangat membutuhkan uang itu untuk lepas dari keluarganya yang toxic. Ia butuh uang yang sangat banyak untuk bisa menata kehidupan baru di luar negeri, jauh dari ayahnya yang ringan tangan dan orang-orang sekelilingnya yang hanya ingin merusaknya..

Gadis bersurai panjang itu pun mengepalkan kedua tangan yang berada di sisi tubuhnya dengan kuat. Ya, itulah tujuan awalnya mendaftarkan diri di situs gelap perdagangan wanita yang tanpa sengaja ia temui di internet.

Virginity For Sale, itu namanya.

Sebuah agensi gelap yang menjual gadis-gadis yang masih perawan dengan harga tinggi, kepada pria-pria kaya hidung belang yang ingin merasakan tubuh murni belum pernah tersentuh.

"Sebaiknya Anda segera naik ke lantai atas, Miss Maura. Tuan adalah pria yang sangat tidak suka menunggu," tegur Alberto, yang melihat Maura sejak tadi hanya berdiam diri mematung di tempatnya berdiri.

"Oh iya. Maaf," guman Maura singkat. Baru saja ia hendak melangkahkan kakinya menuju tangga, namun tiba-tiba gadis itu kembali berhenti dan menoleh ke arah Alberto.

"Apakah namanya Raven? Bisakah setidaknya aku mengetahui nama lengkapnya?" Tanya Maura memastikan. Entah kenapa, jantungnya semakin berdebar tak terkendali.

Meski tidak ada korelasinya, namun mungkin saja dengan lebih dulu mengetahui nama pria yang membelinya, Maura pun bisa merasa lebih tenang.

"Anda akan mengetahuinya sendiri tak lama lagi, Miss Maura," sahut Alberto dengan mengurai senyum yang seolah tak ada habisnya.

Dan Maura pun harus mengakui, bahwa senyum pria paruh baya dan perkataannya itu adalah satu-satunya yang membuat benaknya sedikit merasa lebih tenang.

Entah seperti apa pria milyarder yang bernama Raven ini. Maura bahkan tidak akan memperdulikan jika dia adalah pria tua renta hidung belang yang bersikap menjijikkan sekali pun, tapi ia sungguh cemas jika kelak malah diperlakukan dengan kasar.

'Kuatkan hatimu, Maura! Bertahanlah demi meraih kebebasan yang kamu inginkan!'

Maura pun menghela napas singkat dan pelan, sesaat sebelum kembali melangkah menaiki tangga lebar yang meliuk ke lantai atas. Ujung heelsnya serta-merta terbenam di dalam kelembutan karpet tebal yang tampak mahal.

Untuk setiap anak tangga yang ia naiki, debaran di jantung Maura pun semakin menggila. Telapak tangannya basah karena keringat.

Dingin yang serta merta menyergap membuat napasnya sedikit terengah dan kepalanya sedikit pusing.

'Tidak. Jangan pingsan dulu, Maura!'

Lagi-lagi akal sehatnya memarahi dirinya yang malah menjadi lemah, di saat apa yang akan ia capai sudah di depan mata.

Sesampainya di puncak tangga, Maura pun melayangkan tatapannya ke sekitar lantai dua. Ternyata ada begitu banyak pintu yang terletak di sepanjang lorong di sini.

Tunggu. Ruangan mana yang harus ia masuki?? Apa ia harus membuka semua pintu itu satu persatu??

Aah, sekarang Maura menyesal kenapa tadi ia tidal bertanya dengan jelas kepada Alberto!

Oke, tampaknya Maura memilih untuk memeriksa setiap ruangan itu satu persatu. Lagipula, paling-paling hanya ada sepuluh ruangan di sini.

Gadis bersurai panjang itu pun memilih ruangan yang berada agak jauh dari tangga, dengan alasan bentuk pintunya yang paling berbeda.

Mungkin... pria yang telah membeli dirinya ada di dalam sana.

Maura pun mencengkram bagian handle pintu ganda itu dengan kedua tangannya, lalu mendorongnya dengan perlahan.

'Hei, jadi ternyata ini bukan kamar tidur??'

Gadis itu benar-benar tidak menyangka, jika apa yang ada di dalam ruangan itu sungguh di luar ekspektasinya.

Ada dua rak buku besar yang berjejer rapi dengan deretan buku-buku tebal di dalamnya.

Juga ada meja segi empat yang tampak seperti meja kerja, dengan sebuah laptop yang menyala dan terbuka sedang berada di atasnya.

Tapi kursi kerja dengan sandaran yang tinggi di belakang meja itu tampaknya berada di posisi yang berbeda. Seperti sengaja di putar agar menghadap ke jendela kaca lebar di belakangnya.

Maura bisa melihat sebuah tangan maskulin pria yang sedang berada di bagian lengan kursinya, namun ia tak bisa melihat apa pun lagi karena terhalang kursi.

Sepertinya, orang itu sedang memandangi landscape pantai dan lautan lepas yang terlukis indah di balik jendela itu.

Maura pun mendehem pelan dipenuhi rasa gugup. "Permisi, nama saya Maura dari agensi Virginity For Sale..."

Ia melihat sandaran tinggi kursi itu sedikit bergerak, sebelum kemudian orang itu tiba-tiba saja berdiri namun dengan posisi yang masih membelakangi Maura.

Dari belakang, Maura bisa melihat tubuh yang sangat tinggi dan maskulin, mengenakan celana jeans dan kemeja flanel santai.

Oh, ternyata pembelinya adalah pria yang lebih muda dari perkiraan Maura sebelumnya!

Namun manik gelap gadis itu pun segera mengerjap dengan kaget, ketika sosok maskulin itu membalikkan badannya untuk menghadap dirinya.

"Halo, Moora." Sang pria pun berucap dengan suaranya yang berat, namun ia sedikit salah melafalkan nama Maura, entah sengaja entah tidak.

Satu hal yang pasti, rasanya Maura kali ini akan benar-benar ingin pingsan melihat seraut wajah tampan dengan sorot abu-abu dinginnya itu yang serasa mampu membekukan hingga ke tulang.

Ya Tuhan. Maura mengenalnya!

Jadi... sang pembeli keperawanannya adalah dia??!

Si penulis novel thriller-suspens yang sangat terkenal hingga namanya telah mendunia??

"RAVEN KING?!" Bisik Maura dengan manik yang membelalak lebar dan napas yang tercekat.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status