Share

3. Tugas Pertama

Raven King... RAVEN KING???

Pria bersurai coklat gelap itu pun sedikit memiringkan kepalanya, kala melihat wajah cantik Maura yang tampak sedikit memucat ketika menatapnya.

"Apa kamu mengenalku?"

Leher Maura terasa kaku ketika mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan Raven. Ia masih tampak shock, benar-benar tidak menyangka jika pria yang akan ia layani adalah sosok fenomenal dan sangat, sangat terkenal di dunia.

'Sial. Raven King? For real? Untuk apa pria setampan dan terkenal seperti dia menyewa jasa agensi Virginity For Sale??'

'Ya ampun... benar-benar tidak disangka jika pria ini mengincar keperawanan para gadis! Apa jangan-jangan dia memiliki semacam kelainan?!'

Ribuan pertanyaan yang berkecamuk di dalam pikiran Maura, tak pelak ikut tergambar pula di wajahnya meski tak jua ia ucapkan dari bibirnya.

Raven tampak menyeringai samar melihat bayang-bayang asumsi yang tampak dari ekspresi gadis bersurai hitam panjang ini.

Manik abu-abu pria itu sejenak mengamati keseluruhan tubuh Maura dengan intens.

Mengamati surai gelapnya yang lurus tergerai hingga menyentuh pinggang, kulitnya yang putih namun jenis putih khas Asia Tenggara, dadanya yang bulat penuh dan tampak padat, pinggangnya yang ramping dengan lekuk pinggul yang sensual.

Sepertinya Maura mendapatkan nilai yang nyaris sempurna di mata seorang Raven King yang telah terbiasa dikelilingi wanita-wanita cantik.

Tapi masalahnya...

Seringai yang semula samar kini tampak jauh lebih jelas terlukis di wajah tampan Raven, saat melihat helai-helai rambut hitam Maura yang berkilau, sehitam maniknya yang bening memukau.

Baru kali ini ia menginginkan seorang gadis dengan penampilan yang jauh berbeda dari sebelumnya, dengan surai dan bola mata yang sepekat malam seperti Maura.

Memang agak sedikit aneh, karena biasanya Raven lebih suka tipe gadis Amerika atau Eropa yang bersurai pirang terang dengan manik yang sebiru langit, seperti Rebecca dan juga para gadis sebelum Rebecca.

Ia pun teringat kala Madamme Jane si pemilik agensi Virginity For Sale memberikan beberapa foto gadis perawan kepadanya, dan foto Maura pun ada di antara mereka. Di antara gadis-gadis pirang bermata biru yang sejauh ini telah menjadi tipe idealnya.

Ah, mungkin juga dia hanya sedang bosan saja. Dan ingin mencoba sesuatu yang berbeda.

"Anda adalah Raven King," sahut Maura pelan, masih terpana dengan sosok yang sama sekali tidak ia sangka berdiri tegak di depannya.

"Seorang penulis genre thriller yang bukunya telah menjadi best seller versi The New York Times selama enam bulan berturut-turut," tutur gadis itu lagi.

Alis lebat kecoklatan Raven pun menukik naik, tak menyangka jika ada gadis muda dari negara lain ternyata juga mengenalnya.

"Apa kamu membaca bukuku?"

Maura mengangguk lagi. "Saya sudah baca 'The Librarian' sampai selesai," tukasnya, menyebutkan salah satu buku best seller Raven dengan senyuman manis yang tersemat di wajahnya.

"Oh ya? Aku sungguh tidak menyangka jika gadis semanis kamu ternyata menyukai seri genre tentang pembunuh berantai yang menyamar menjadi pustakawan."

"Karena ide itu sangat jenius!" sambar Maura, tanpa sadar telah melukiskan antusiasmenya yang tampak meluap-luap di wajahnya.

"Tak ada yang bisa menebak pemikiran Xavier si tokoh utama, dan bagaimana semua konflik rumit dapat disederhanakan di bagian akhir. Itu adalah buku pertama yang kubaca dan ditulis olehmu. Bahkan aku hendak membeli serial lainnya juga, sebelum... uhm..."

"Sebelum?" Raven kembali bertanya ketika Maura yang semula tampak menggebu-gebu bercerita, mendadak malah terdiam.

"Sebelum... aku memutuskan untuk mendaftar di Virginity For Sale," ringis Maura malu dan salah tingkah. Untuk sesaat tadi, ia benar-benar terlupa pada posisinya yang akan menjadi pemuas hasrat pria ini.

Dengan lugunya, Maura malah bersikap seperti penggemar berat yang baru saja bertemu idola.

Yah, itu memang benar sih. Raven King telah resmi menjadi idolanya saat Maura selesai membaca The Librarian sampai tuntas.

Tapi tidak seharusnya ia pun tidak ingat tujuan utamanya berada di sini, di Pulau aneh ini, dan berdiri depan pria yang tampak sangat tampan namun memiliki aura dingin dan sedikit menakutkan.

Raven menatap lekat gadis yang kini pipinya tampak merona menahan malu. Sejujurnya ia pun sedikit terhibur saat tadi melihat bagaimana sikap Maura yang mirip dengan fans-nya.

"Mendekatlah kemari, Moora."

Lagi-lagi Raven salah melafalkan namanya, namun Maura tidak bisa menyalahkannya juga. Namanya memang mirip "Moora" jika dilafalkan oleh orang asing.

Kaki jenjang Maura pun melangkah perlahan, mengikis jarak yang semula terentang cukup lebar di antara mereka.

Maura berhenti ketika jaraknya kini hanya tinggal selangkah dari Raven. Bisa berada sedekat ini dengan idolanya, rasanya seperti mimpi.

Namun Maura pun tak yakin lagi apakah ini mimpi indah ataukah mimpi buruk, mengingat tujuan utamanya berada di sini.

'Aargh... kenapa harus dia?!' rutuk merana Maura dalam hati.

Sial. Entah apakah ia masih bisa mengidolakan sosok ini lagi untuk seterusnya, jika ia harus melayani hasrat orang yang sama dengan yang membeli keperawanannya!

Raven mengamati raut campur aduk di wajah manis Maura dengan ekspresi tertarik. Ada bingung, muram, kesal, ragu dan takut.

Manik sehitam kopi milik gadis itu berlarian ke sana ke mari untuk menghindar tatapannya, wajahnya yang menjadi sedikit menunduk itu membuat Raven menyentuh dagu Maura, dan mendongakkan wajah gadis itu.

"Apa sekarang kita bisa kembali tujuan awal kenapa kamu di bawa ke rumahku?"

Maura menelan ludah saat mendapatkan sorot tajam dan dingin tak terbaca dari bola mata abu-abu Raven. "I-iyaa... tentu saja. Aku di sini karena kamu yang membeliku, Tuan Raven."

"Hm... kalau begitu, apakah kamu telah siap dengan tugas pertamamu, Moora?"

Meskipun lehernya terasa tegang, Maura pun memaksakan sebuah anggukan yang kaku.

"Jika boleh tahu, apa tugas pertamaku itu?" tanya Maura, meskipun ia sudah mengira-ngira jawabannya.

Bukankah keperawanannya telah dibeli? Jadi, rasanya jawaban Raven mungkin tak lebih dari urusan yang berkaitan dengan 'jasa' di atas ranjang yang harus ia berikan.

"Mandikan aku, Moora," sahut Raven, menyuarakan kalimat yang mengejutkan Maura.

"Itulah tugas pertamamu. Mandikan aku."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status