Malam itu, Utari duduk termenung di dapur. Dia memikirkan semua perkataan Bibi Rita.
"Dia jijik melihatku yang seperti ini, dia tidak tau kalau aku ini cantik..." gumam Utari pada dirinya sendiri.
"Aku akan perlihatkan wajahku yang sebenarnya, agar mereka semua yang menghinaku tau ! Aku ini cantik !" gerutu Utari.
Utari menuju wastafel yang ada di depannya, dia berniat untuk mencuci wajahnya, agar semua orang tau kalau dia sangat cantik. Namun, dia mengurungkan niatnya dan menangis.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Edo yang tiba-tiba sudah ada dibelakangnya.
"Tuan..." Utari terkejut dan menyeka air matanya perlahan.
"Jangan dengerin Bibi Rita, dia memang begitu..makanya kami sangat tidak menyukainya, tapi bagaimana lagi. Dia saudara Ibu satu-satunya." jelas Edo dengan sedikit mengekeh.
"Iya tuan..." jawab Utari singkat.
"Oh iya, kau bisa menolongku mencarikan bungkusan berwarna merah muda? Aku lupa simpan dimana." ucap Edo.
"Baik tuan, akan aku cari sekarang." jawab Utari sambil mulai mencari barang yang Edo maksud.
Di beberapa ruangan sudah Utari cari, namun belum juga ditemukan, lalu Utari mencari di dekat teras belakang. Sebuah bungkusan berwarna merah muda tergeletak di bawah tangga taman belakang.
"Oh, kayaknya itu bungkusannya.." ucap Utari sambil mengambilnya dan segera mencari Edo.
"Tuan..apa ini bungkusannya?" tanya Utari ketika melihat Edo yang sedang membaca di kamarnya.
"Ah iya betul, dimana kau temukan?" tanya Edo.
"Di tangga, di teras belakang tuan.." jawab Utari sambil menyodorkan bungkusan itu.
Edo tersenyum. "Ambillah, itu untuk kamu.." urai Edo sambil pergi keluar kamarnya.
"Apa, tuan.. tapi.." Utari tidak menyelesaikan ucapannya karena Edo sudah tidak ada.
"Apa ini ya?" Utari lalu berjalan masuk kedalam kamarnya. Lalu dia membuka bungkusan itu. Terlihat sebuah kain motif bunga yang sangat dia inginkan tadi. "Ya tuhan...kain ini..." gumam Utari.
*****
"Aku pergi dulu Bu, jaga diri ibu baik-baik.." ucap Damar.
"Iya Nak, kau juga hati-hati disana.."
Lalu Damar pergi dengan mobil jeep cruiser kuning miliknya.
"Mau kemana dia?" tanya Bibi Rita.
"Dia mau pergi ke Kalimantan Kak.." jawab Bu Dyah.
"Hmmm.." deham Bibi Rita dan bergegas ke dapur.
"Heh kau gadis kotor ! Apa menu makan malam nanti?" tanya Bibi Rita.
"Malam nanti aku akan buatkan sop daging, sambal tomat, tempe goreng, juga ayam goreng nyonya." jawab Utari.
"Dyaaaah ! Dyaaaah ! Cepat kemari !" seru Bibi Rita.
"Ada apa Kakak, kenapa kakak teriak-teriak?" tanya Bu Dyah.
"Pembantu bodohmu ini hanya menyiapkan makanan seperti ini ! Apa dia tidak bisa menyiapkan makan malam yang lebih mewah lagi?" sungut Bibi Rita.
"Aku rasa makanan ini sudah cukup Kak.." jawab Ibu Dyah dengan sabar.
"Dan apa kau sudah gila ! Mempekerjakan gadis kotor seperti ini?" tanya Bibi Rita.
"Kakak !" sanggah Ibu Dyah.
"Bibi ! Apa maksud bibi? Dia gadis yang baik dan jujur juga bertanggung jawab. Bibi gak berhak bilang gitu ! Bibi gak tau gimana Utari !" tukas Edo.
"Edo.." Bu Dyah memberikan isyarat untuk diam.
Karena kesal, Edo meninggalkan mereka.
"Maaf nyonya, meskipun aku seperti ini, aku selalu menjaga kebersihan nyonya.. nyonya tidak usah khawatir." ucap Utari lembut.
"Berani kamu menjawab !" sungut Bibi Rita.
"Kakak, sudahlah ! Utari pergilah, selesaikan pekerjaan yang lain." titah Bu Dyah.
"Baik nyonya." jawab Utari dan pergi.
Utari melihat Edo yang sedang kesal didepan jendela ruang baca dan menghampirinya.
"Tuan..." panggil Utari.
"Hei..." jawabnya singkat.
"Aku tidak apa-apa tuan...Mmm tuan...bungkusan tadi itu.." ucap Utari.
"Ah, iya...itu buat kamu, jahitlah, biar kamu bisa pakai, aku lihat, baju kamu itu-itu aja.." ucap Edo.
"Tapi..."
"Ah sudahlah...aku gak mau denger alasan. Jahit dan pakailah..." titah Edo.
"Iya..."
"Aku mau ke kampus..." ucap Edo.
"Terimakasih tuan..."
Edo hanya melambaikan tangan kirinya dan pergi.
******
Malam itu, Utari sedang membereskan koridor kamar. Tidak sengaja, Utari mendengar percakapan Bibi Rita di telepon.
["Rencana kita kali ini harus berhasil, kau nanti datanglah setelah aku beri sinyal. Aku sudah tidak sabar ingin menguasai semua kekayaannya."]
Mendengar hal itu, Utari kaget dan tak sengaja menjatuhkan gagang pel yang dia pegang.
"Siapa itu?" teriak Bibi Rita. ["Akan aku telepon lagi nanti!"] ucapnya.
Bibi Rita lalu cepat-cepat menuju pintu kamar dan membukanya. Dia melihat Utari yang sedang mengepel.
"Maaf nyonya, tadi aku tergelincir.." ucap Utari beralasan.
"Hhhhmm, apa kau mendengar ucapanku tadi di telepon?" tanya Bibi Rita agak panik.
"Tidak nyonya..." jawab Utari.
"Apa kau tidak bohong?" tanya Bibi Rita lagi.
"Tidak nyonya.." jawab Utari meyakinkan.
"Hhhhmmmm Pergilah sana !" titahnya.
"Baik..." jawab Utari sambil bergegas.
Di dekat kamar Bu Dyah, didalam hatinya Utari bergumam, "Ya tuhan...apa aku tadi tidak salah dengar? Ah, semoga saja aku salah."
"Tolong ! Beri kami waktu satu minggu lagi !" ucap Bu Nur pada Pak Tegar. "Bosan saya dengar alasan kalian ! Sampai kapan kalian akan mengulur-ngulur waktu hah?" tanya Pak Tegar dengan kasar. "Saya mohon Pak ! Kasihanilah kami !" ucap Pak Soleh. " Baik ! Saya akan berbaik hati memberikan kalian waktu ! Saya beri kalian waktu satu bulan lagi. Tetapi, jika kalian masih belum juga bayar ! Aku akan membawa anak gadis kalian sebagai ganti ruginya !! Mengerti???" teriak Pak Tegar sambil menoleh ke arah Utari yang sedang bersembunyi di balik tirai kamarnya. Mendengar ucapan Pak Tegar, Utari merasa takut dan menutup tirai kamarnya dengan cepat. Langkah kaki Pak Tegar terdengar menjauh dari ruang tamu Bu Nur dan Pak Soleh. "Kita harus bagaimana Pak?" tanya Bu Nur dengan khawatir. "Tenang Bu, aku akan pergi ke kota dan mencari pekerjaan." jawab Pak Soleh menenangkan Bu Nur. "Aku akan pergi subuh nanti." tambah Pak Soleh. "Ibu do'akan Bap
"Utari, tolong siapkan perlengkapan untukku nanti ya, aku akan pergi ke Kalimantan beberapa hari kedepan." titah Damar lembut. Utari yang mendengar hal itu merasa hatinya sangat senang, namun juga sedih, karena Damar akan pergi. "Tuan akan pergi?" tanya Utari yang sedang membersihkan hiasan di ruang tengah. "Iya, apa kau tidak dengar yang aku bilang tadi?" tanya Damar. "Dengar tuan..." jawab Utari agak sedih. "Kenapa? Ayo siapkan.." titah Damar. "Baik tuan..." jawab Utari dan hendak meninggalkan Damar di ruang tengah. "Hei Utari..." sapa Edo yang baru pulang dari kampusnya. "Tuan..." jawab Utari dengan senyum. "Hei, kamu tau ini apa?" tanya Edo sambil mengeluarkan permen kapas dari tasnya. "Apa itu tuan?" tanya Utari. "Ini namanya permen kapas, rasanya manis.." jawab Edo."Ambillah, aku sengaja belikan ini buat kamu.." jelas Edo. "Untuk aku tuan?" tanya Utari menegaskan. "Iya buat
Pagi itu, Utari tersadar. Dia membuka matanya perlahan dan duduk di pinggir kasur. Dia merasakan sakit di bagian kepalanya dan merasa pusing. Setelah beberapa waktu tubuhnya menyesuaikan diri. Dia mulai melihat sekeliling. "Ini dimana? Ini rumah siapa? Bagaimana bisa aku berada disini? Bapak... Ibu...." panggil Utari lirih. "Penyamaranku?" ucap Utari sambil berlari kedepan cermin yang menempel di dinding. Dilihatnya wajah dan tubuhnya yang masih hitam legam bagai orang keturunan Afrika. "Riasanku masih sempurna. Syukurla..." cakap Utari sambil mengelus dadanya. "Aku tidak akan pernah melepaskan riasan ini, aku janji." Ketika Utari sedang berbicara dengan dirinya sendiri didepan cermin, tiba-tiba suara pintu terbuka. Utari sempat kaget dan tak sengaja menjatuhkan sebuah pajangan di meja rias itu. "Prak" "Maaf..." resah Utari. Namun sepertinya lelaki itu tidak menghiraukan vas bunga yang terjatuh itu. "Siapa namamu?" tany
Malam itu, Utari duduk termenung di dapur. Dia memikirkan semua perkataan Bibi Rita."Dia jijik melihatku yang seperti ini, dia tidak tau kalau aku ini cantik..." gumam Utari pada dirinya sendiri."Aku akan perlihatkan wajahku yang sebenarnya, agar mereka semua yang menghinaku tau ! Aku ini cantik !" gerutu Utari.Utari menuju wastafel yang ada di depannya, dia berniat untuk mencuci wajahnya, agar semua orang tau kalau dia sangat cantik. Namun, dia mengurungkan niatnya dan menangis."Kamu gak apa-apa?" tanya Edo yang tiba-tiba sudah ada dibelakangnya."Tuan..." Utari terkejut dan menyeka air matanya perlahan."Jangan dengerin Bibi Rita, dia memang begitu..makanya kami sangat tidak menyukainya, tapi bagaimana lagi. Dia saudara Ibu satu-satunya." jelas Edo dengan sedikit mengekeh."Iya tuan..." jawab Utari singkat."Oh iya, kau bisa menolongku mencarikan bungkusan berwarna merah muda? Aku lupa simpan dimana." ucap Edo."Ba
Pagi itu, Utari tersadar. Dia membuka matanya perlahan dan duduk di pinggir kasur. Dia merasakan sakit di bagian kepalanya dan merasa pusing. Setelah beberapa waktu tubuhnya menyesuaikan diri. Dia mulai melihat sekeliling. "Ini dimana? Ini rumah siapa? Bagaimana bisa aku berada disini? Bapak... Ibu...." panggil Utari lirih. "Penyamaranku?" ucap Utari sambil berlari kedepan cermin yang menempel di dinding. Dilihatnya wajah dan tubuhnya yang masih hitam legam bagai orang keturunan Afrika. "Riasanku masih sempurna. Syukurla..." cakap Utari sambil mengelus dadanya. "Aku tidak akan pernah melepaskan riasan ini, aku janji." Ketika Utari sedang berbicara dengan dirinya sendiri didepan cermin, tiba-tiba suara pintu terbuka. Utari sempat kaget dan tak sengaja menjatuhkan sebuah pajangan di meja rias itu. "Prak" "Maaf..." resah Utari. Namun sepertinya lelaki itu tidak menghiraukan vas bunga yang terjatuh itu. "Siapa namamu?" tany
"Utari, tolong siapkan perlengkapan untukku nanti ya, aku akan pergi ke Kalimantan beberapa hari kedepan." titah Damar lembut. Utari yang mendengar hal itu merasa hatinya sangat senang, namun juga sedih, karena Damar akan pergi. "Tuan akan pergi?" tanya Utari yang sedang membersihkan hiasan di ruang tengah. "Iya, apa kau tidak dengar yang aku bilang tadi?" tanya Damar. "Dengar tuan..." jawab Utari agak sedih. "Kenapa? Ayo siapkan.." titah Damar. "Baik tuan..." jawab Utari dan hendak meninggalkan Damar di ruang tengah. "Hei Utari..." sapa Edo yang baru pulang dari kampusnya. "Tuan..." jawab Utari dengan senyum. "Hei, kamu tau ini apa?" tanya Edo sambil mengeluarkan permen kapas dari tasnya. "Apa itu tuan?" tanya Utari. "Ini namanya permen kapas, rasanya manis.." jawab Edo."Ambillah, aku sengaja belikan ini buat kamu.." jelas Edo. "Untuk aku tuan?" tanya Utari menegaskan. "Iya buat
"Tolong ! Beri kami waktu satu minggu lagi !" ucap Bu Nur pada Pak Tegar. "Bosan saya dengar alasan kalian ! Sampai kapan kalian akan mengulur-ngulur waktu hah?" tanya Pak Tegar dengan kasar. "Saya mohon Pak ! Kasihanilah kami !" ucap Pak Soleh. " Baik ! Saya akan berbaik hati memberikan kalian waktu ! Saya beri kalian waktu satu bulan lagi. Tetapi, jika kalian masih belum juga bayar ! Aku akan membawa anak gadis kalian sebagai ganti ruginya !! Mengerti???" teriak Pak Tegar sambil menoleh ke arah Utari yang sedang bersembunyi di balik tirai kamarnya. Mendengar ucapan Pak Tegar, Utari merasa takut dan menutup tirai kamarnya dengan cepat. Langkah kaki Pak Tegar terdengar menjauh dari ruang tamu Bu Nur dan Pak Soleh. "Kita harus bagaimana Pak?" tanya Bu Nur dengan khawatir. "Tenang Bu, aku akan pergi ke kota dan mencari pekerjaan." jawab Pak Soleh menenangkan Bu Nur. "Aku akan pergi subuh nanti." tambah Pak Soleh. "Ibu do'akan Bap