Home / Romansa / Utari / 3. Kedatangan yang tak di inginkan

Share

3. Kedatangan yang tak di inginkan

Author: Tataya Gamboa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Utari, tolong siapkan perlengkapan untukku nanti ya, aku akan pergi ke Kalimantan beberapa hari kedepan." titah Damar lembut.

Utari yang mendengar hal itu merasa hatinya sangat senang, namun juga sedih, karena Damar akan pergi.

"Tuan akan pergi?" tanya Utari yang sedang membersihkan hiasan di ruang tengah.

"Iya, apa kau tidak dengar yang aku bilang tadi?" tanya Damar.

"Dengar tuan..." jawab Utari agak sedih.

"Kenapa? Ayo siapkan.." titah Damar.

"Baik tuan..." jawab Utari dan hendak meninggalkan Damar di ruang tengah.

"Hei Utari..." sapa Edo yang baru pulang dari kampusnya.

"Tuan..." jawab Utari dengan senyum.

"Hei, kamu tau ini apa?" tanya Edo sambil mengeluarkan permen kapas dari tasnya.

"Apa itu tuan?" tanya Utari.

"Ini namanya permen kapas, rasanya manis.." jawab Edo."Ambillah, aku sengaja belikan ini buat kamu.." jelas Edo.

"Untuk aku tuan?" tanya Utari menegaskan.

"Iya buat kamu..ambil..." ucap Edo sambil mengepalkan batang permen kapas itu pada Utari."Apa kau belum pernah beli permen kapas?" tanya Edo penasaran.

"Aku suka lihat teman-teman yang lain, tapi aku tidak beli tuan, karena ibu tidak punya uang." jawab Utari.

"E...ehmmm..." deham Damar karena sedari tadi dia seperti nyamuk yang tidak dihiraukan.

Utari langsung menoleh kepada Damar dan berpamitan. "Saya permisi tuan..terimakasih..."

"Iya..sama-sama.." jawab Edo dengan menatap Utari sampai dia tidak terlihat.

"Apa kau gila ?" tanya Damar kepada Edo.

"Tidak..kenapa?" tanya Edo heran.

"Kau membelikan seorang pembantu sebuah permen kapas Edo !" lontar Damar.

"Iya, terus kenapa? Kan kasian Kak, kakak tadi dengar sendiri kan, Utari belum pernah makan permen kapas ?" jelas Edo."Aku ke kamar dulu ya Kak.." pamit Edo.

Tapi Edo kembali lagi dengan menggoda kakaknya itu.

"Makanya, cari pacar kak..." ejek Edo.

"Dasar adik tidak tau diri !" gerundel Damar.

"Hahaha..." Edo tertawa terbahak-bahak sambil berlari.

Beberapa saat, Damar pun berfikir semua yang dikatakan Edo.

"Usiaku kini 35 tahun. Mungkin benar, aku harus mencari pasangan.." gumam Damar pada dirinya sendiri."Ah bodoh ! Berfikir apa aku ini.."

"Memang benar...sudah saatnya kau memberikan cucu untuk ibu.." ucap ibu Dyah yang sudah ada di belakang Damar.

"Ibu.." sahut Damar kaget.

"Jadi, apa sudah ada calon menantu untuk dibawa kemari ?" tanya ibu Dyah menggoda.

"Ah ibu ini, dari mana dapat jodohnya bu, aku kan tidak pernah bertemu dengan wanita muda.." jawab Damar tersenyum.

"Bagaimana dengan Diana, putri dari teman ibu waktu itu ?" tanya ibu Dyah."Dia pintar, cantik, berawawasan luas, dan keluaran dari universitas luar negeri." tambah ibu Dyah.

"Ah, dia bukan tipe ku Bu..terlalu modern, aku tidak suka.." jawab Damar.

"Cobalah dulu berkenalan dengan Diana..sekaliii saja.." pinta bu Dyah.

"Ah, tidak bu..aku tidak mau.." tolak Damar halus.

"Ayo...sekaliii saja..Ibu akan ajak dia kemari ya.." ucap ibu Dyah.

"Nanti lah bu..besok aku akan pergi ke Kalimantan.." jelas Damar.

"Besok? Mendadak sekali.." papar bu Dyah.

"Ya bu, kebetulan hasil kebun kita akan dikirim ke luar negara, aku akan mengawasi jalan pengirimannya bu.." jelas Damar.

"Baiklah.." ucap bu Dyah pasrah.

"Aku ke kamar dulu ya bu.." pamit Damar.

Ketika itu, bu Dyah berencana untuk membawa Diana ke rumahnya nanti ketika Damar pulang, bu Dyah ingin kedatangan Diana menjadi kejutan bagi Damar.

******

Didalam kamar Damar, Utari masih mempersiapkan perlengkapan untuk Damar pergi. Utari tidak menyadari kalau Damar telah berada di dalam kamar.

Damar diam-diam memperhatikan Utari dengan seksama. Damar melihat sosok Utari yang gigih dalam bekerja, lembut, pandai memasak dan pandai dalam segala hal rumah tangga termasuk memilihkan warna baju untuknya meskipun dengan wajah yang tidak cantik.

"Kau belum selesai?" tanya Damar.

"Tuan..." utari terkejut."Ini sudah selesai tuan.." jawab Utari sambil menutup resleting koper Damar.

"Baiklah, terimakasih.." ucap Damar.

"Apa ada yang lain lagi tuan?" tanya Utari.

"Tidak, terimakasih.." jawab Damar tersenyum.

Melihat senyum yang merekah di wajah Damar untuknya, Utari merasa sangat bahagia tidak terkira.

"Hei..." panggil Damar dengan melambai-lambaikan tangan didepan wajah Utari.

"Eh iya tuan..." jawab Utari.

"Ada apa?" tanya Damar.

"Tidak..tidak ada tuan..aku permisi.." pamit Utari sambil berlari.

Edo yang melihat itu semua, merasa hatinya agak sedikit terganggu.

"Kenapa sama hati ini..kok jadi gini.." gumam Edo.

*****

Didalam kamar Bu Dyah, terdengar suara telepon berbunyi.

"Ya, halo.." jawab Bu Dyah.

["Sore ini aku akan sampai dirumahmu.."] ucap seorang perempuan di telepon.

"Kak Rita, mendadak sekali.." jawab Bu Dyah.

["Kenapa? Kau tidak suka aku berkunjung?"] tanya Bu Rita.

"Ah, tentu saja tidak kakak..aku senang kakak berkunjung..." papar Bu Dyah hambar.

Tut... tut..tut...

Telepon itu terputus dengan cepat.

"Halo..kak...ah kebiasaan kak Rita ini..."

Bu Dyah lalu menuruni tangga menuju ruang tengah.

"Utari... Utari..." panggil Bu Dyah.

"Iya nyonya.." jawab Utari sambil menghampiri.

"Kau pergilah ke pasar sekarang juga, beli semua perlengkapan yang telah aku tulis disini." titah Bu Dyah.

"Baik nyonya.." jawab Utari.

"Bu..aku juga mau keluar...Utari bareng sama aku aja ya bu.." tiba-tiba Edo datang.

"Kau mau kemana?" tanya Bu Dyah.

"Aku mau membeli beberapa alat untuk kegiatan kampus, Utari mungkin bisa membantuku memilihkan dan menawar harganya." papar Edo.

"Baiklah..Utari, pergilah bersama Edo."

"Tapi nyonya.." tukas Utari.

"Ayooo keburu sore.." ajak Edo sambil menarik tangan Utari.

Melihat tingkah laku Edo, Bu Dyah sudah bisa menebak, kalau Edo sedang berusaha mendekati Utari.

*****

Di pasar, setelah Utari membeli semua perlengkapan yang dipinta oleh Bu Dyah, lalu Utari menemani Edo untuk mencari keperluan kegiatan kampusnya.

"Tuan mau mencari apa?" tanya Utari.

"Aku perlu beberapa meter kain merah muda dan warna hijau lumut polos." jawab Edo.

"Tuan mau buat apa?" tanya Utari penasaran.

"Aku butuh kain itu untuk baground pembuatan film pendek yang sedang aku buat." jawab Edo.

"Oh begitu, ayo kita beli di toko kain di ujung pasar ini, disana ada toko tekstil yang murah dan kainnya bagus.." tunjuk Utari.

"Ayo.." ajak Edo sambil bersiap naik ke dalam mobil.

"Tuan, kita berjalan kaki saja..kalau pakai mobil akan susah dan lama jalannya.." sahut Utari.

"Oh begitu..baiklah.. Ayo kita berjalan.." seru Edo.

Utari terkekeh melihat tingkah laku Edo yang menurutnya lucu.

Tak lama, merekapun sampai di toko yang Utari maksud.

"Ada yang bisa kami bantu?" tanya pegawai disana.

"Ya pak, aku butuh beberapa kain berwarna merah muda dan berwarna hijau lumut.." jawab Utari.

"Baik, tunggu sebentar.." jawab pegawai itu sambil mengambil contoh kain yang dimaksud Utari.

Sambil menunggu pegawai itu mengambil contoh kain, Utari melihat-lihat kain yang terpampang di sana. Ada satu kain yang menarik perhatian Utari. Satu kain motif bunga-bunga berwarna oranye. Namun ketika Utari hendak memegang kain itu, salah satu pegawai melarangnya.

"Maaf Kak, jangan di pegang, ini kain mahal, dan aku takut malah jadi kotor kalau disentuh." ucapnya tanpa pikir panjang.

"Maaf..." jawab Utari sendu.

"Hei, apa kau bilang?" tanya Edo.

"Tuan..." ucap Utari.

"Kamu jangan sembarangan ya kalau bicara..!" seru Edo.

"Tuan..sudah...dia tidak salah tuan.." bela Utari sambil menarik tangan Edo agar menjauh.

"Kamu ini gimana sih...aku mau balas orang itu..." kesal Edo.

"Tidak apa-apa tuan..." jawab Utari lembut.

"Ini kak, kain yang kakak minta.." pegawai toko tadi datang menghampiri.

"Tuan, coba lihat, apa yang seperti ini ?" tanya Utari pada Edo.

"Terserah, aku sudah malas..." jawab Edo kesal.

"Tuan..." bujuk Utari.

Melihat Utari yang berusaha membujuknya, Edo tidak bisa menolak.

"Baiklah..iya benar..aku butuh kain itu 3meter keduaanya.." ucap Edo.

"Baik kak, akan kami siapkan..." ucap pegawai toko itu.

"Aku permisi sebentar." ucap Edo kepda Utari.

"Tuan..tuan mau kemana?" seru Utari. Namun pertanyaannya tidak Edo hiraukan, karena dia sudah berlari.

"Ayo kita pulang..." ajak Edo yang sudah kembali lagi.

Sesampainya dirumah, Utari langsung membersihkan kamar tamu dan menyediakan makanan malam istimewa untuk menyambut kedatangan kakak dari Ibu Dyah.

"Wah, makan malam kali ini meriah sekali. Ada perayaan apa?" tanya Damar heran.

"Akan ada bibimu datang kemari.." jawab Ibu Dyah.

"Bibi Rita?" tanya Damar.

"Iya, siapa lagi Damar..." jawab Bu Dyah sambil terkekeh.

"Aduh Bu, kenapa di ijnkan datang sih Bu..." omel Damar.

"Loh, masa Ibu harus menolak..." ucap Ibu Dyah.

"Ya alasan dong Bu..bilang kita keluar kota atau ya apa sajalah...aku itu gak suka Bu sama Bibi Rita." jelas Damar.

"Jangan begitu...dia kan Bibimu satu-satunya..." bujuk Ibu Dyah.

"Ya sudahlah..terserah Ibu..tapi selama Damar pergi, ibu harus waspada." pinta Damar. "Utari, kau harus selalu mengawasi Bibi Rita dan menjaga Ibu..jangan sampai ada orang yang menyakiti Ibu.." ucap Damar.

"Baik tuan..." jawab Utari.

"Aku juga Kak, pasti akan menjaga Ibu..." sela Edo.

"Harus..." ucap Damar.

Dan ketika mereka sedang berbincang, bel diluar berbunyi.

Ting...tung...

"Sudahlah...itu pasti dia.." ucap Ibu Dyah sambil bergegas membukakan pintu.

"Lama sekali membuka pintunya.." ucap Bibi Rita.

"Maaf Rita, kami sedang mempersiapkan makan malam untuk menyambutmu." kilah Bu Dyah.

"Oh ya..Mmmmm aroma masakannya lezat..." dengus Bibi Rita sambil berjalan masuk kedalam.

"Edo...tolong, bawakan koper Bibimu ke kamarnya.." pinta Bu Dyah.

"Oke Bu.." jawab Edo sambil membawa koper Bibi Rita.

"Wah wah wah....menu ini luar biasa..." puji Bibi Rita sambil duduk di meja makan.

"Selamat datang Bibi.." sapa Damar.

"Hhhm kau sudah punya tatakrama sekarang.." sindir Bibi Rita.

Mendengar hal itu, hati Damar ingin sekali membalas perkataan Bibinya itu, namun Utari yang sudah hafal karakter Damar langsung menyela.

"Tuan...ini jam tangan tuan tadi berbunyi.." sela Utari.

"Oh benarkah ? Mungkin aku melupakan sesuatu. Aku pamit dulu Bu.." ucap Damar.

"Baiklah..." jawab Bu Dyah.

"Dasar keponakan tidak tau diri ! Aku datang, dia malah pergi ! Dia memang belum berubah !! Ajari dia lebih baik lagi Dyah !" sungut Bibi Rita.

"Jangan diambil hati..." Dyah mencoba melerai.

"Hhhhm siapa yang memasak ini ?" tanya Bibi Rita.

"Oh, ini dia..Utari.." unjuk Bu Dyah kepada Utari.

Ketika sadar akan adanya Utari, Bibi Rita langsung tersendat.

"Uhuk..uhuk..."

"Minum nyonya..." sodor Utari.

Namun gelas yang di sodorkan Utari di tepiskan oleh Bibi Rita.

"Jangan sentuh gelasku dengan tangan kotormu itu !" cela Bibi Rita.

"Maaf nyonya.." sahut Utari.

Melihat sikap Rita yang tidak baik kepada Utari, Bu Dyah menyuruh Utari untuk beristirahat.

"Utari, kau boleh beristirahat..dan makanlah terebih dahulu.." ucap Dyah lembut.

"Baik nyonya..terimakasih.." jawab Utari dan pergi dari ruang makan.

"Kau mempekerjakan gadis yang salah Dyah !" protes Bibi Rita.

"Dia gadis yang baik..." bela Dyah.

"Dia juga pandai memasak Bi !" bela Edo. "Bu, aku sudah selesai. Aku pamit duluan.." ucap Edo.

"Baiklah..." jawab Dyah.

"Dasar ! Anak-anakmu dari dulu memang tidak pernah menghargaiku !" gerutu Rita.

"Sudahlah..ayo makan.." Dyah memotong ucapan Rita.

Related chapters

  • Utari   2. Keluarga Hartawan

    Pagi itu, Utari tersadar. Dia membuka matanya perlahan dan duduk di pinggir kasur. Dia merasakan sakit di bagian kepalanya dan merasa pusing. Setelah beberapa waktu tubuhnya menyesuaikan diri. Dia mulai melihat sekeliling. "Ini dimana? Ini rumah siapa? Bagaimana bisa aku berada disini? Bapak... Ibu...." panggil Utari lirih. "Penyamaranku?" ucap Utari sambil berlari kedepan cermin yang menempel di dinding. Dilihatnya wajah dan tubuhnya yang masih hitam legam bagai orang keturunan Afrika. "Riasanku masih sempurna. Syukurla..." cakap Utari sambil mengelus dadanya. "Aku tidak akan pernah melepaskan riasan ini, aku janji." Ketika Utari sedang berbicara dengan dirinya sendiri didepan cermin, tiba-tiba suara pintu terbuka. Utari sempat kaget dan tak sengaja menjatuhkan sebuah pajangan di meja rias itu. "Prak" "Maaf..." resah Utari. Namun sepertinya lelaki itu tidak menghiraukan vas bunga yang terjatuh itu. "Siapa namamu?" tany

  • Utari   4. Niat terselubung Bibi Rita

    Malam itu, Utari duduk termenung di dapur. Dia memikirkan semua perkataan Bibi Rita."Dia jijik melihatku yang seperti ini, dia tidak tau kalau aku ini cantik..." gumam Utari pada dirinya sendiri."Aku akan perlihatkan wajahku yang sebenarnya, agar mereka semua yang menghinaku tau ! Aku ini cantik !" gerutu Utari.Utari menuju wastafel yang ada di depannya, dia berniat untuk mencuci wajahnya, agar semua orang tau kalau dia sangat cantik. Namun, dia mengurungkan niatnya dan menangis."Kamu gak apa-apa?" tanya Edo yang tiba-tiba sudah ada dibelakangnya."Tuan..." Utari terkejut dan menyeka air matanya perlahan."Jangan dengerin Bibi Rita, dia memang begitu..makanya kami sangat tidak menyukainya, tapi bagaimana lagi. Dia saudara Ibu satu-satunya." jelas Edo dengan sedikit mengekeh."Iya tuan..." jawab Utari singkat."Oh iya, kau bisa menolongku mencarikan bungkusan berwarna merah muda? Aku lupa simpan dimana." ucap Edo."Ba

  • Utari   1. Duka

    "Tolong ! Beri kami waktu satu minggu lagi !" ucap Bu Nur pada Pak Tegar. "Bosan saya dengar alasan kalian ! Sampai kapan kalian akan mengulur-ngulur waktu hah?" tanya Pak Tegar dengan kasar. "Saya mohon Pak ! Kasihanilah kami !" ucap Pak Soleh. " Baik ! Saya akan berbaik hati memberikan kalian waktu ! Saya beri kalian waktu satu bulan lagi. Tetapi, jika kalian masih belum juga bayar ! Aku akan membawa anak gadis kalian sebagai ganti ruginya !! Mengerti???" teriak Pak Tegar sambil menoleh ke arah Utari yang sedang bersembunyi di balik tirai kamarnya. Mendengar ucapan Pak Tegar, Utari merasa takut dan menutup tirai kamarnya dengan cepat. Langkah kaki Pak Tegar terdengar menjauh dari ruang tamu Bu Nur dan Pak Soleh. "Kita harus bagaimana Pak?" tanya Bu Nur dengan khawatir. "Tenang Bu, aku akan pergi ke kota dan mencari pekerjaan." jawab Pak Soleh menenangkan Bu Nur. "Aku akan pergi subuh nanti." tambah Pak Soleh. "Ibu do'akan Bap

Latest chapter

  • Utari   4. Niat terselubung Bibi Rita

    Malam itu, Utari duduk termenung di dapur. Dia memikirkan semua perkataan Bibi Rita."Dia jijik melihatku yang seperti ini, dia tidak tau kalau aku ini cantik..." gumam Utari pada dirinya sendiri."Aku akan perlihatkan wajahku yang sebenarnya, agar mereka semua yang menghinaku tau ! Aku ini cantik !" gerutu Utari.Utari menuju wastafel yang ada di depannya, dia berniat untuk mencuci wajahnya, agar semua orang tau kalau dia sangat cantik. Namun, dia mengurungkan niatnya dan menangis."Kamu gak apa-apa?" tanya Edo yang tiba-tiba sudah ada dibelakangnya."Tuan..." Utari terkejut dan menyeka air matanya perlahan."Jangan dengerin Bibi Rita, dia memang begitu..makanya kami sangat tidak menyukainya, tapi bagaimana lagi. Dia saudara Ibu satu-satunya." jelas Edo dengan sedikit mengekeh."Iya tuan..." jawab Utari singkat."Oh iya, kau bisa menolongku mencarikan bungkusan berwarna merah muda? Aku lupa simpan dimana." ucap Edo."Ba

  • Utari   2. Keluarga Hartawan

    Pagi itu, Utari tersadar. Dia membuka matanya perlahan dan duduk di pinggir kasur. Dia merasakan sakit di bagian kepalanya dan merasa pusing. Setelah beberapa waktu tubuhnya menyesuaikan diri. Dia mulai melihat sekeliling. "Ini dimana? Ini rumah siapa? Bagaimana bisa aku berada disini? Bapak... Ibu...." panggil Utari lirih. "Penyamaranku?" ucap Utari sambil berlari kedepan cermin yang menempel di dinding. Dilihatnya wajah dan tubuhnya yang masih hitam legam bagai orang keturunan Afrika. "Riasanku masih sempurna. Syukurla..." cakap Utari sambil mengelus dadanya. "Aku tidak akan pernah melepaskan riasan ini, aku janji." Ketika Utari sedang berbicara dengan dirinya sendiri didepan cermin, tiba-tiba suara pintu terbuka. Utari sempat kaget dan tak sengaja menjatuhkan sebuah pajangan di meja rias itu. "Prak" "Maaf..." resah Utari. Namun sepertinya lelaki itu tidak menghiraukan vas bunga yang terjatuh itu. "Siapa namamu?" tany

  • Utari   3. Kedatangan yang tak di inginkan

    "Utari, tolong siapkan perlengkapan untukku nanti ya, aku akan pergi ke Kalimantan beberapa hari kedepan." titah Damar lembut. Utari yang mendengar hal itu merasa hatinya sangat senang, namun juga sedih, karena Damar akan pergi. "Tuan akan pergi?" tanya Utari yang sedang membersihkan hiasan di ruang tengah. "Iya, apa kau tidak dengar yang aku bilang tadi?" tanya Damar. "Dengar tuan..." jawab Utari agak sedih. "Kenapa? Ayo siapkan.." titah Damar. "Baik tuan..." jawab Utari dan hendak meninggalkan Damar di ruang tengah. "Hei Utari..." sapa Edo yang baru pulang dari kampusnya. "Tuan..." jawab Utari dengan senyum. "Hei, kamu tau ini apa?" tanya Edo sambil mengeluarkan permen kapas dari tasnya. "Apa itu tuan?" tanya Utari. "Ini namanya permen kapas, rasanya manis.." jawab Edo."Ambillah, aku sengaja belikan ini buat kamu.." jelas Edo. "Untuk aku tuan?" tanya Utari menegaskan. "Iya buat

  • Utari   1. Duka

    "Tolong ! Beri kami waktu satu minggu lagi !" ucap Bu Nur pada Pak Tegar. "Bosan saya dengar alasan kalian ! Sampai kapan kalian akan mengulur-ngulur waktu hah?" tanya Pak Tegar dengan kasar. "Saya mohon Pak ! Kasihanilah kami !" ucap Pak Soleh. " Baik ! Saya akan berbaik hati memberikan kalian waktu ! Saya beri kalian waktu satu bulan lagi. Tetapi, jika kalian masih belum juga bayar ! Aku akan membawa anak gadis kalian sebagai ganti ruginya !! Mengerti???" teriak Pak Tegar sambil menoleh ke arah Utari yang sedang bersembunyi di balik tirai kamarnya. Mendengar ucapan Pak Tegar, Utari merasa takut dan menutup tirai kamarnya dengan cepat. Langkah kaki Pak Tegar terdengar menjauh dari ruang tamu Bu Nur dan Pak Soleh. "Kita harus bagaimana Pak?" tanya Bu Nur dengan khawatir. "Tenang Bu, aku akan pergi ke kota dan mencari pekerjaan." jawab Pak Soleh menenangkan Bu Nur. "Aku akan pergi subuh nanti." tambah Pak Soleh. "Ibu do'akan Bap

DMCA.com Protection Status