Share

59. Tak Sabar 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-28 15:23:25

Bre, yang menyadari perubahan sikap Hilya, bertanya pelan, "Mbak Hilya, tidak nyaman?"

Hilya mengangguk, menggeser Rifky mendekat ke sisinya. "Saya janda, Pak. Orang-orang selalu punya bahan gosip tentang status itu."

"Ya, saya ngerti."

"Maaf, Pak Bre. Kami harus pulang!"

"Tapi anak-anak masih makan," jawab Bre memandang Rifky dan Yazid yang masih asyik dengan es krim mereka.

Hilya serba salah. Ia tidak ingin berlama-lama di sini, tapi tidak tega memaksa anak-anak menyelesaikan makanan mereka dengan terburu-buru.

Bre tersenyum kecil. "Biar saya saja yang pergi duluan, Mbak Hilya."

Hilya menatapnya. "Maaf, Pak Bre."

"Tidak perlu minta maaf. Saya paham. Kita bisa bertemu lagi lain waktu."

"Rifky, Yazid, salim dulu sama Om. Om Bre mau pulang ke Malang." Hilya menyuruh anak-anak bersalaman. Yazid yang menyalami lebih dulu, baru Rifky mengulurkan tangannya.

Bre meraih anak itu untuk dipangkunya sejenak. Rifky tampak tenang, menatapnya begitu tulus. "Lain hari kita bertemu lagi, Rifky dan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Aminah Adjaa
nyiiiiiiiiiiiiimaaaak
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
jodohmu GK jauh dr suraby ya Bree..sejauh km pergi kalo jodo di Surabaya ya bisa aja ya
goodnovel comment avatar
Nurmila Karyadi
sudahlah si atika itu buang sja arhaammm...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Usai Keputusan Cerai   60. Tak Sabar 3

    Bre terdiam mendengar cerita Ani. Tidak menyangka dengan kelamnya kehidupan wanita itu. Dia juga baru tahu kalau sebenarnya ayah Hilya masih hidup. Dia semakin tertarik dengannya. Setangguh itu ternyata. Mungkin bisa dikatakan, Livia lebih beruntung daripada Hilya. Setidaknya mantan istrinya itu hidup dalam keluarga yang harmonis. Memiliki ayah yang berperan sebagai pelindung. Tapi Hilya?Livia juga menderita sebenarnya, tapi beda permasalahan dengan Hilya."Pak Bre, sudah mendengar semuanya. Nggak ada yang saya tutupi dan begitulah adanya.""Ya, Mbak. Makasih banyak.""Hilya sudah berulang kali disakiti. Jangan dekati dia, kalau hanya menambah lukanya. Dia wanita yang baik. Dia tumpuan keluarganya saat ini.""Ya, saya ngerti. Tidak ada sedikit pun niat saya untuk mempermainkannya.""Saya yang ngasih info ini ke Pak Bre. Kalau sampai Anda mempermainkannya, sayalah orang pertama yang nggak akan terima.""Jangan khawatir, Mbak. Saya berniat baik."Berulang kali Ani memperingatkan Bre.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Usai Keputusan Cerai   61. Tidak Waras 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Tidak WarasAuthor's POV "Maaf, Pak Arham. Saya ingin bicara sebentar dengan Mbak Hilya." Tristan bicara setelah mendekat."Ya, silakan!" Arham mundur. Meski tahu Tristan menyukai Hilya, tapi dia tidak bisa menunjukkan rasa tak sukanya. Hilya bukan lagi siapa-siapa baginya, posisi sekarang juga masih di kantor. Mungkin ada urusan kantor yang harus mereka bicarakan.Arham tampak gelisah menunggu mereka selesai bicara. Beberapa kali memandang ke arah mereka berdua. Tampak Tristan memandang Hilya dengan tatapan begitu dalam. Cemburu. Tapi untuk menunjukkan perasaan itu pun sudah tidak layak. Dia tahu di mana mereka berada sekarang. Bahkan seharusnya dia pergi dari sana karena memang waktunya pulang.Sementara Tristan dan Hilya serius berbincang. Tristan mengatakan akan mengajak Hilya ke pertemuan penting di dengan partner kerja mereka besok jam sepuluh pagi. "Asisten Pak Tristan harus ikut kalau kita harus pergi. Kita memang mengurus pekerjaan, Pak. Tapi kita mes

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Usai Keputusan Cerai   62. Tidak Waras 2

    "Halo, assalamu'alaikum." Hilya menjawab panggilan."Wa'alaikumsalam. Maaf, apa saya mengganggu, Mbak?""Nggak, Pak.""Baru pulang dari kantor?""Tadi menjelang Maghrib saya sampai di rumah." Setelah itu Hilya menjawab pertanyaan Bre lewat pesan tadi. Akhirnya mereka serius membahas tentang pekerjaan. Padahal sebenarnya itu hanya basa-basi Bre, agar Hilya tidak merasa terganggu. Biar punya alasan untuk bicara dengan Hilya."Besok sore saya sampai di Surabaya, Mbak.""Oh, mau jenguk mamanya, Pak Bre?""Keponakan saya ulang tahun. Besok saya nganterin Leon. Ponakan yang ikut tinggal bersama saya di Malang pulang ke Surabaya, karena yang sedang berulang tahun besok itu adiknya." Bre menceritakan sekilas tentang Leon yang sudah beberapa tahun ikut dengannya tinggal di Malang."Misalnya besok sepulang kerja saya ajak ketemuan bisa, Mbak?" Bre bertanya sangat hati-hati."Ketemuan untuk apa, Pak? Kalau membahas pekerjaan, bukankah sebaiknya di kantor saja.""Ini bukan tentang pekerjaan.""La

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Usai Keputusan Cerai   63. Tidak Waras 3

    Ada duda usia empat puluhan yang tinggal di ujung gang sana, seorang guru SMK. Pernah mencoba dekat dengan sang kakak, tapi berujung dengan keputusan untuk berteman saja. Dia pria yang baik, taat beribadah, tapi entahlah. Mungkin kakaknya juga masih menyimpan trauma seperti dirinya."Pergilah untuk menemuinya besok. Berdua saja, jangan bawa anak."Hilya tidak menjawab. Dia mengunyah nasi sambil mempertimbangkan perkataan kakaknya. Rasa takut gagal untuk yang kesekian kali memang ada, tapi masih ada keuntungan baginya. Dia bisa berteman dengan Bre dan menambah koneksinya. Siapa tahu suatu hari nanti, dia butuh bantuan untuk pergi dari Surabaya jika keadaan sudah tidak bisa berkompromi lagi. Bukankah Bre terlihat sangat baik dan sopan?🖤LS🖤"Hilya, kita berangkat sekarang." Tristan memanggilnya dari ambang pintu pagi itu."Ya, Pak." Hilya meraih tasnya, lantas tergesa menyusul. Masih sempat Hilya menghampiri Ani untuk pamitan."Hati-hati, Hilya."Hilya tersenyum lantas melangkah pergi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Usai Keputusan Cerai   64. Pertemuan Kala Senja 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Pertemuan Kala Senja Author's POV Bre memperhatikan wajah di hadapannya. Wajah yang beberapa hari terakhir sering menghantui pikirannya. Ada sesuatu dalam diri wanita ini yang membuatnya ingin tahu lebih dalam, lebih dari sekadar rekan kerja atau seorang ibu muda yang mandiri."Apa yang Pak Bre tahu tentang saya?""Kisah hidup, Mbak Hilya." Bre mengulas apa yang diceritakan oleh Ani beberapa hari yang lalu. Tentu dengan tidak membongkar siapa yang memberitahunya. Bre sudah berjanji pada Ani supaya merahasiakannya. Lagipula Bre juga belum tahu siapa mantan suaminya Hilya.Hilya terlihat agak tegang. Tatapannya beralih ke luar jendela, memperhatikan lalu lintas senja yang mulai padat meski gerimis turun. Semenjak bercerai dari Arham, dia bisa santai dan cuek terhadap laki-laki. Terlebih lelaki yang berusaha iseng terhadapnya. Tapi di depan Bre, dia bisa segemetar itu. Pria di depannya ini memiliki pesona yang berbeda. "Pak Bre, dapat cerita tentang saya dari m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Usai Keputusan Cerai   65. Pertemuan Kala Senja 2

    "Saya tidak minta kepastian sekarang." Bre melanjutkan. "Saya tahu Mbak Hilya butuh waktu untuk percaya. Dan itu tidak mudah. Tidak mengapa, kita bisa berteman dulu. Jangan jauhi saya karena berprasangka kalau saya hanya lelaki iseng. Saya tidak seperti itu."Suasana menjadi sedikit tegang. Hilya menghela napas perlahan."Saya tidak akan memaksa. Tapi saya akan membuktikan bahwa saya tidak akan pergi hanya karena Mbak Hilya meragukan niat baik saya."Hening sejenak. Di luar langit semakin gelap dan dingin. Tapi lampu-lampu di dalam kafe yang menyala, menghadirkan suasana hangat."Kita lanjutkan makan dulu, Mbak Hilya. Maaf, makanan jadi dingin karena kita tinggal ngobrol."Hilya tersenyum lantas memegang kembali sendoknya. Bre pun sama. Sesekali ia memandang pada wanita di depannya yang makan sambil sesekali memperhatikan di luar sana.Ia merasakan luka Hilya. Meski wanita itu tidak bercerita sama sekali. Juga melihat sebuah benteng pertahanan yang ia bangun cukup tangguh. Bre tidak a

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Usai Keputusan Cerai   66. Pertemuan Kala Senja 3

    "Tidak sama sekali. Saya yang mengajak Mbak Hilya ketemu. Semoga kita lanjutkan pada pertemuan-pertemuan berikutnya."Hilya termangu sejenak. Lantas keduanya melangkah keluar kafe. "Liburan nanti, ajak anak-anak ke Malang, Mbak. Saya bawa kalian keliling kota Malang. Anak-anak pasti suka dengan banyaknya permainan di sana. Bilang saja, perlu saya jemput atau ....""Nanti saya kabari, Pak Bre," potong Hilya dengan cepat."Saya tunggu. Setelah ini saya akan lebih sering ke Surabaya. Kita bisa ketemu lagi.""Insyaallah. Saya pulang dulu, Pak Bre. Gerimis sudah mulai reda. Sekali lagi, terima kasih banyak."Bre tersenyum seraya mengangguk. Saat Hilya masih memakai mantelnya, Bre menunggu. Pria itu juga mengikuti di belakang motornya Hilya hingga wanita itu berbelok di tikungan menuju rumahnya.Bre membunyikan klakson, lantas melaju pergi ke rumah mantan kakak iparnya. Tadi sang mama sudah berangkat ke sana bersama Ferry, istrinya, dan anak mereka.Untuk Hilya, Bre memang harus menunggu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Usai Keputusan Cerai   67. Gelisah 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Gelisah Author's POV Hilya mengabaikan panggilan karena ada Tristan. Di gesernya ponsel ke tepi dan tidak lama kemudian berhenti deringnya. Tidak ada panggilan lagi setelah itu. Mungkin Bre pun paham kalau Hilya sedang sibuk. Hilya harus mementingkan bosnya, kan?"Kenapa nggak kamu jawab? Siapa yang telepon?" tanya Tristan pura-pura tidak tahu lalu duduk di kursi depan Hilya."Pak Bre, Pak. Beliau tadi ngabari kalau sudah perjalanan ke sini," jawab Hilya jujur. "Hmm," gumam Tristan seraya menatap Hilya dengan gelisah."Ada apa, Pak Tristan? Ada yang perlu kita bahas sebelum bertemu Pak Bre?" Hilya tetap bicara secara formal. Karena dia tidak tahu kalau Tristan sedang cemburu pada sahabatnya.Tristan diam sejenak. Apa yang hendak disampaikan pada Hilya mengenai pekerjaan, mendadak lenyap dari kepalanya setelah membaca nama yang tertera di layar ponsel wanita itu. Bre sebagai duda yang bebas, membawa bayang‑bayang persaingan yang tak bisa ia terima begitu saja.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03

Bab terbaru

  • Usai Keputusan Cerai   207. Sang Mantan 3

    "Aku tahu dari anaknya Arham. Aku masih ingat wajah anak itu yang dulu di gendong Bre saat kami ketemuan di sebuah rumah makan. Tiga setengah tahun yang lalu." Agatha mengeluarkan ponsel yang sejak tadi belum dikeluarkan dari dalam sakunya. Ia menunjukkan foto Rifky yang diambilnya di area tempat bermain."Ini anak tirinya Bre?" Bu Wawan memandang Agatha."Ya. Ganteng, kan?"Bu Wawan mengangguk. Kemudian meletakkan ponsel di atas meja. "Apa itu masalah buatmu?" tanyanya lembut pada Agatha."Aku kaget, Ma. Dikala aku siap membuka hati, harus menghadapi kenyataan seperti ini. Kalau ada jodoh antara aku dan Arham. Begitu lucunya kenyataan. Kami seolah bertukar pasangan.""Semua nggak disengaja dan ini bukan lelucon. Majulah terus, Nduk. Kalian bisa sama-sama berusaha untuk saling menyembuhkan dan membina masa depan. Apapun yang terjadi di masa lalu, kalian berhak juga mendapatkan kebahagiaan. Kalau Nak Arham memang serius, terima saja. Percayalah hati kalian akan sembuh seiring berjalann

  • Usai Keputusan Cerai   206. Sang Mantan 2

    Namun hari ini dia tahu satu kenyataan. Ternyata Arham mantan suaminya Hilya, istri Bre. Lalu bagaimana dia bisa bangkit dan melupakan semuanya kalau masih saling berkaitan begini."Dari sini Mas Arham langsung mengajak Rifky pulang ke rumah?""Aku mampir ke rumah mama dulu. Sorenya baru pulang ke rumah. Mbak Gatha, mau ikut?""Sore ini saya harus mengantarkan mama keluar, Mas. Lain kali saja.""Oke." Arham mengangguk.Mereka menemani Rifky bermain hingga satu jam kemudian. Lantas keluar mall dan berpisah di parkiran.Melihat sikap Agatha yang perhatian terhadap Rifky, Arham lega. Timbul harapan hubungan mereka akan ada peningkatan. Dia tidak mempermasalahkan usianya yang lebih muda dari Agatha. Apalagi sang mama juga menyukai wanita itu. Arham ingin mewujudkan keinginan mamanya untuk segera menikah. "Mama ingin melihatmu berumah tangga lagi, sebelum mama pergi. Lihat sekarang mama sakit-sakitan. Mama berharap kamu punya pasangan dan hidup bahagia. Toh hubunganmu dengan Hilya juga su

  • Usai Keputusan Cerai   205. Sang Mantan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Sang MantanAuthor's POV "Rifky, salim dulu sama Tante Agatha." Rifky mengulurkan tangan kecilnya untuk menyalami wanita yang seketika itu menyondongkan tubuh padanya.Benar, tidak salah lagi. Dia anak tirinya Bre. Agatha masih ingat wajah tampannya. Untuk Rifky sendiri, tentu saja dia tidak ingat dengan Agatha. Saat bertemu kala itu baru berumur dua setengah tahun."Sudah sekolah?" tanya Agatha dengan wajah ramah."Sudah, Tante."Agatha mengusap lembut rambut Rifky. Kemudian ia berbincang dengan Arham. Namun belum membahas tentang apa yang ia ketahui. Setelah perkenalan di rest area saat itu, mereka berteman. Lumayan akrab setelah beberapa bulan kemudian. Sama-sama bekerja di bidang yang sama, jadi bertukar pengalaman. Apalagi sudah sepuluh tahun lebih Agatha meninggalkan Surabaya. Jadi dia belum begitu memahami banyaknya perubahan.Mereka sudah beberapa kali janjian makan siang di sela jam istirahat. Akan tetapi, Arham tidak banyak menceritakan tentang kehid

  • Usai Keputusan Cerai   204. Kenalan 3

    Hilya teringat satu malam yang berlalu begitu cepat saat sang suami menginginkannya. Malam di mana ia lupa menelan pil kecil yang biasa melindungi dari kemungkinan seperti ini. Hamil. Apa mungkin hamil hanya karena sekali saja lupa minum pil kontrasepsi? Tapi dia merasakan perubahan itu. "Sayang." Suara serak Bre terdengar dari balik selimut. Ia menggeliat lalu melihat istrinya duduk termenung."Kenapa? Kamu nggak enak badan?" tanya Bre sambil bangkit dan duduk merapat pada sang istri dan menyentuh keningnya.Hilya menoleh, menatap wajah suaminya yang terlihat masih mengantuk. Tadi malam Bre memang pulang dari Surabaya sudah jam sebelas. Hilya menarik napas panjang lalu berkata pelan, "Aku mual sudah beberapa hari ini, Mas. Tapi pagi ini malah tambah begah."Bre mengerutkan kening. Seketika matanya terbuka lebar karena ingat percakapan mereka suatu malam, di mana Hilya bilang lupa minum pil kontrasepsi. "Kamu hamil?""Mungkin. Aku sudah sebulan lebih telat haid."Napas Bre langsung t

  • Usai Keputusan Cerai   203. Kenalan 2

    "Kalau gitu, saya pamit dulu." Arham bangkit dari duduknya lalu menyalami Bre dan Hilya. Pria itu mendekat pada dua bocah yang masih sibuk dengan mainannya. Rifky dan Rafka langsung berdiri dan memeluk Arham. Menciuminya bergantian. Dia pun sayang pada Rafka yang tampan dan menggemaskan. Arham melangkah keluar rumah di antarkan oleh Bre, Hilya, dan anak-anak. Arham menoleh sebelum membuka pintu pagar. Melambaikan tangan yang dibalas oleh Rifky dan Rafka.Setelah itu Hilya mengajak Rifky untuk berganti pakaian ke kamarnya, sedangkan Rafka duduk bermain di karpet ditemani oleh sang papa.Sementara Arham kembali melaju di jalan utama. Sendirian lagi setelah dua hari ditemani. Namun sebenarnya dia sudah terbiasa kesepian semenjak perceraian. Hidup sendiri, kalau sakit juga sendiri. Arham tidak pernah memberitahu pada mamanya, karena Bu Rida sendiri juga sakit-sakitan. Kalau memang sudah tidak tahan, baru ia memberitahu adiknya. Itu pun setelah sangat terpaksa, karena Arham juga kasihan p

  • Usai Keputusan Cerai   202. Kenalan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- KenalanAuthor's POV "Mas." Wanita berpakaian seragam sebuah butik itu menghampiri Arham."Tika." Arham mendekap erat Rifky.Mereka saling pandang sejenak. Wajah wanita itu berbinar. Semenjak bercerai, dia tidak pernah bertemu mantan suaminya. Berbagai cara dilakukan supaya bisa berjumpa dengan Arham, tapi tak pernah berhasil.Setiap kali melihatnya, mungkin Arham sengaja menghindar. Hubungan mereka benar-benar sudah selesai di akhir persidangan.Sudah setahun ini dia bekerja di butik yang ada di mall itu. Setahun kemarin sibuk dengan keterpurukannya. Tak ada dukungan, tak ada support karena keluarganya memang berantakan. Sudah seperti orang stres saja menghabiskan waktu ke sana ke mari tanpa teman. Karena beberapa teman dekat menjauhi, tidak peduli, dan mereka juga sibuk dengan aktivitas masing-masing.Apalagi Aruna sama sekali tidak pernah menghubunginya. Dihubungi juga tidak bisa. Ia dengar wanita itu sudah kembali bahagia dengan suami dan anaknya.Uang Idda

  • Usai Keputusan Cerai   201. Izin 3

    "Kita masuk dulu dan lihat-lihat di dalam. Nanti beliin juga buat adek."Rifky mengangguk. Arham menggandengnya masuk ke dalam. Berjalan melihat mainan yang dipajang. Akhirnya Rifky mengambil dua mobilan untuk dirinya dan Rafka.Setelah puas berkeliling dan bermain, mereka menuju food court. Arham membiarkan Rifky memilih sendiri apa yang ingin dia makan. Bocah itu menunjuk chicken nugget, bakso, dan kentang goreng. Mereka duduk di meja dekat jendela, menikmati makanan sambil bercakap ringan.Arham bahagia, tapi Rifky berusaha menyesuaikan dengan kondisi. Belum lama berpisah dari adik, bunda, dan Papa Bre, ia sudah merasa kangen. Dia belum pernah berjauhan dari mereka. Bocah itu agak terhibur karena Arham terus mengajaknya bicara dan bercanda.Setelah itu Arham mengajak putranya pulang. Kali ini bukan langsung pulang ke rumah, tapi singgah dulu ke rumah Bu Rida."Kita mampir ke rumah nenek dulu, ya!""Ini rumah nenek, Pa?""Ya. Rumah Nenek Rida. Ayo, kita ketemu nenek dulu sebelum pul

  • Usai Keputusan Cerai   200. Izin 2

    Dua anak itu tidur dalam satu kamar, di kamar berbeda dari kedua orang tuanya. Dijaga oleh Mak As. Tapi Hilya juga berperan penuh menjaga anak-anaknya. Dia belum kembali ke kantor seperti harapannya. Mungkin nanti jika anak-anak sudah sekolah semua. Bre pun memberikan kebebasan Hilya untuk menentukan. Dia senang kalau bisa setiap waktu bersama sang istri di kantor, tapi dia juga lega karena anak-anak dijaga bundanya sendiri dan tidak menyerahkan sepenuhnya pada pengasuh."Kak, mau ana?" Rafka yang sudah terbangun heran melihat sang kakak yang sedang digantikan baju rapi oleh bundanya. Bocah yang berusia dua tahun setengah itu mendekat dan memandangi sang kakak."Kak Rifky mau ke Surabaya. Besok kakak sudah pulang lagi." Sambil menyisir rambutnya Rifky, Hilya menjawab pertanyaan anak keduanya."Ikut," celetuk Rafka."Adek sama bunda dan papa di rumah. Kalau adek sudah besar, baru boleh ikut." Hilya memberikan pengertian.Bukannya mengerti, Rafka malah merengek. Rifky menangkupkan kedua

  • Usai Keputusan Cerai   199. Izin 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- IzinAuthor's POV Pagi itu langit di sepanjang jalan menuju Malang masih menyisakan kabut tipis. Di kejauhan terlihat seperti tirai putih yang menampilkan bayang pepohonan di latar belakang. Hawa pastinya masih terasa begitu dingin.Arham sengaja berangkat sehabis salat subuh tadi agar sampai kota Malang masih pagi. Dia sangat antusias ketika mendapatkan izin untuk mengajak Rifky ke Surabaya selama dua hari.Ini untuk pertama kalinya Arham diberi kesempatan membawa putranya menginap. Itu pun setelah Rifky sendiri ditanyai oleh bundanya, bersedia ikut papanya apa tidak. Ternyata Rifky mau. Akhirnya Bre yang menelepon Arham untuk bicara.Kebahagiaan Arham tidak terlukiskan dengan kata-kata. Dia harus berterima kasih pada Bre, telah begitu pengertian dan bijaksana menyikapi hubungan antara dirinya dengan Rifky. Walaupun ayah tiri, Bre menjadi ayah yang luar biasa. Mereka mendidik putranya begitu baik.Ketika mobil Arham sampai di depan pagar rumah Bre, suasana ma

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status