“Apa yang sebenarnya kau lakukan, James?” tanya Jeremy ketika melihat adik bungsunya baru bergabung di halaman depan.
“Kau benar-benar menguji kesabaranku hari ini,” timpal Jonathan dengan raut kesal, “apa kau merasa berat untuk pergi dari rumah mewah ini?”
James sama sekali tak menggubris ucapan kedua kakaknya. Pria itu memilih masuk ke kendaraan lebih dahulu, kemudian mendaratkan punggung ke sandaran kursi dengan buru-buru. Ia mengusap rambut beberapa kali, lantas mengalihkan pandangan saat Jeremy dan Jonathan mengamati aksinya dengan wajah datar.
Mobil mulai keluar dari gerbang rumah, lantas melumat jalanan dengan laju sedang. Kediaman Caraline perlahan mulai mengecil. James tampak memandang sisi jalan, mengetuk-ngetuk satu jari di kaca jendela. Jeremy mengamati tingkah adik bungsunya itu dari kaca depan, sedang Jonathan hanya menggeleng pelan.
“Sepertinya wanita itu memang tidak memiliki mobil langka keluaran
Caraline mengumpulkan semua maid dan pengawal di ruang utama. Wanita itu berdiri dengan tangan terlipat di dada dan wajah datar yang biasa dirinya tampilkan. “Aku ingin pertemuanku dengan ketiga pria tadi tidak sampai bocor, terutama pada Deric. Kalian mengerti?”Para pengawal dan asisten rumah tangga yang berbaris rapi di depan Caraline sontak mengangguk.“Sekarang, kalian boleh bubar,” lanjut Caraline yang tak lama kemudian berbalik menuju tangga. Saat menaiki undakan tangga pertama, wanita itu menoleh ke belakang dan menemukan anak buahnya yang mulai menjauh dari tempat pertemuan barusan. Di saat kerumunan itu sudah menghilang dalam pandangan, ia melihat Helen baru saja masuk ke dalam kediaman.“Nona,” panggil Helen seraya berjalan maju. Pandangannya dengan segera memindai keadaan sekeliling. Wanita itu melihat kerumunan maid dan pengawal yang baru saja membubarkan diri dari ruangan ini. Ia menyadari keber
“Nona, Caraline,” panggil beberapa maid seraya berlari menuju beranda rumah. Wajah mereka meraut kekhawatiran yang begitu nyata.“Diam!” bentak Caraline dengan telapak tangan tertuju ke belakang. Pandangannya belum berubah sejak beberapa detik yang lalu. Deretan pepohonan masih menjadi objek tatapannya saat ini.Para asisten rumah tangga itu sontak berhenti ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa jengkal dari Caraline.“Berbalik!” perintah Caraline tanpa menoleh pada para maid itu. Ia berusaha bangkit meski bokongnya masih terasa sakit.Kumpulan wanita berseragam hitam dan putih itu segera menurut meski menampilkan raut bingung.“Berbarislah dengan rapi!” pinta Caraline kemudian.Grace yang berada di antara kumpulan maid itu dengan cepat mengatur barisan.“Sekarang, tutup pintu ini dan menjauh dariku!” tegas Caraline.Grace segera memerint
Caraline turun dari pijakan kursi roda dengan agak terburu-buru, lalu memosikan diri setengah memunggungi kedua sepupu menyebalkannya. Wajahnya tertekuk jengkel karena kesenangannya sore ini hancur saat melihat wajah jelek mereka. “Aku sama sekali tidak pernah mengundang kalian ke tempat ini,” ujar Caraline berusaha tenang. “Bukankah aku sudah memberitahumu kabar tentang kedatangku dan Wilson?” balas Catherine dengan senyum tipis. Ia melirik Deric sekilas, kemudian mengamati penampilannya. “Kau tahu, aku sungguh tak sabar menanti kehadiran hari ini.” “Harusnya kau menyambut kedatangan kami, Caraline,” timpal Wilson dengan kedua tangan tenggelam di saku celana, kemudian menoleh pada Deric dengan tatapan meremehkan. Catherine mendekat ke arah Caraline, menyamakan posisi. “Sejujurnya rumah ini terlalu bagus untuk orang sepertimu,” ujarnya sembari menoleh. Caraline tersenyum tipis ketika tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan Catherine. “Aku tahu
Caraline mendengkus sebal ketika melihat Catherine dan Wilson berjalan di belakangnya. Dua sepupu menyebalkannya itu tanpa tahu malu memasuki rumah ini tanpa seizinnya. Benar-benar menjengkelkan, terlebih karena mereka mengganggu waktunya dengan Deric.“Ah, ini rumah yang cukup bagus untuk dimiliki orang sepertimu,” kata Catherine sembari memindai keadaan sekeliling. Ia melirik Caraline yang kini tengah berada di undakan tangga. Sesuai dugaan, sepupu sombongnya itu menghentikan langkah, lalu berbalik ke arahnya.“Aku sudah menduga jika kau akan terkejut melihat rumah ini, Catherine,” sahut Caraline dengan tangan yang sudah terlipat di depan dada. Senyum tipis dengan cepat mengembang dari bibir. Wanita itu kemudian menuruni tangga dengan gerakan anggun. “Kau tahu, untuk ukuran orang yang dibesarkan di lingkungan mewah, kau punya respons yang buruk. Tingkahmu seperti orang desa yang baru saja menginjak kota.”“Sayang sekal
Caraline mengamati penampilan selama beberapa saat di depan cermin. Tubuh rampingnya dibalut gaun selutut berwarna biru tua dengan sepatu berwarna senada. Wajahnya dipoles dengan riasan sederhana, tetapi mampu memancarkan kecantikannya lebih dari biasanya.Caraline mengembus napas panjang, berlenggak-lenggok ke kiri dan kanan. Meski wanita itu tampak begitu sempurna, tetapi ia merasa masih ada hal yang membuatnya merasa kurang. Setelah berpikir, Caraline beranjak menuju ruangan koleksi, lalu kembali ke depan cermin.“Aku akan mengejutkan Deric dengan memakai anting pemberiannya,” ujar Caraline dengan senyum tipis. Wanita itu meraut wajah jengkel ketika memasangkan anting-anting itu ke telinga. Sungguh kebetulan perhiasan itu memiliki warna yang senada dengan busananya saat ini. “Deric harus berterima kasih padaku karena perhiasan murahnya kupakai di momen ini.”Caraline mundur beberapa langkah, tersenyum ketika melihat penampilannya saat
Wilson berdecak kesal saat tahu jika Deric berhasil menangkap gelas dengan sempurna. Giginya bergemelatuk hingga kedua tangannya terkepal kuat di atas paha. Jelas saja ia tak terima dengan perlakuan Caraline yang berbuat kurang ajar padanya. “Ajari wanita di sampingmu sopan santun jika kau tak ingin melihat dia celaka,” ujarnya sembari menatap Deric dan Caraline bergantian.“Itu juga berlaku untukmu, Wilson.” Caraline duduk dengan setengah menjatuhkan tubuh, meraut wajah jengkel.“Sejujurnya, aku terkesan dengan kesigapanmu, Deric,” ujar Catherine dengan senyum tipis. Tangannya menyelipkan anak rambut ke belakang telinga dengan tatapan yang terus tertuju pada Deric.“Aku cukup percaya diri dengan tanganku, Nona,” ujar Deric.Wilson berdecak, tertawa meremehkan. “Kau benar-benar pria menyedihkan.”“Tapi tidak semenyedihkan pria yang berani melukai wanita dengan tangan lemahnya,&
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Deric saat melihat Caraline terdiam, “wajahmu memerah.”“Hah?” Caraline segera menyentuh pipi yang terasa sangat panas. Pandangannya dengan cepat teralih ke sisi lain. “I-ini ... pasti karena cuaca dingin.”“Apa kau tidak keberatan jika aku meminjamimu jasku?” tawar Deric seraya mendekat.“Berhenti!” Caraline tiba-tiba berdiri, menyilangkan kedua tangan di depan dada. “Aku ... tidak butuh hal itu, terlebih dari pria sepertimu.”“Baiklah,” sahut Deric yang kemudian kembali fokus pada bola basket.Melihat hal itu, Caraline sontak mendengkus sebal. Matanya menajam seiring dengan kakinya yang mengentak rumput dengan agak kuat. Wanita itu menarik-narik ujung gaun, mencengkeramnya dengan kuat. “Deric benar-benar tidak peka. Aku ... tidak akan mendukungnya,” gumamnya.“Apa kau baru saja mengatakan s
“Astaga,” gumam Caraline dan Catherine bersamaan. Keduanya sontak memelotot, melepas pelukan. Pandangan dua wanita itu bertemu di satu titik, dan tak lama setelahnya saling merenggangkan jarak. Kecanggungan dengan cepat meruang.“Catherine!” pekik Wilson dengan pandangan tak percaya. Kedua tangannya kontan berkacak pinggang. Rahangnya mengetat hingga giginya bergemelatuk. Apa yang sebenarnya terjadi pada sepupunya? Dibanding mendukungnya, Catherine justru bersorak bahagia saat Deric memenangkan pertandingan.Catherine terpejam sesaat, mengalihkan pandangan dari Wilson. Ia sendiri tak tahu kenapa hal itu bisa terjadi. Tubuhnya seolah bergerak sendiri.Di sisi lain, Caraline refleks memutar bola malas, melirik Catherine dengan pandangan jengkel. “Kenapa Catherine justru ikut senang ketika Deric menang? Apa mungkin dia ....”“Catherine!” Wilson menarik tangan sepupunya dengan kuat, setengah menyeretnya. “
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be