Caraline mengamati penampilan selama beberapa saat di depan cermin. Tubuh rampingnya dibalut gaun selutut berwarna biru tua dengan sepatu berwarna senada. Wajahnya dipoles dengan riasan sederhana, tetapi mampu memancarkan kecantikannya lebih dari biasanya.
Caraline mengembus napas panjang, berlenggak-lenggok ke kiri dan kanan. Meski wanita itu tampak begitu sempurna, tetapi ia merasa masih ada hal yang membuatnya merasa kurang. Setelah berpikir, Caraline beranjak menuju ruangan koleksi, lalu kembali ke depan cermin.
“Aku akan mengejutkan Deric dengan memakai anting pemberiannya,” ujar Caraline dengan senyum tipis. Wanita itu meraut wajah jengkel ketika memasangkan anting-anting itu ke telinga. Sungguh kebetulan perhiasan itu memiliki warna yang senada dengan busananya saat ini. “Deric harus berterima kasih padaku karena perhiasan murahnya kupakai di momen ini.”
Caraline mundur beberapa langkah, tersenyum ketika melihat penampilannya saat
Wilson berdecak kesal saat tahu jika Deric berhasil menangkap gelas dengan sempurna. Giginya bergemelatuk hingga kedua tangannya terkepal kuat di atas paha. Jelas saja ia tak terima dengan perlakuan Caraline yang berbuat kurang ajar padanya. “Ajari wanita di sampingmu sopan santun jika kau tak ingin melihat dia celaka,” ujarnya sembari menatap Deric dan Caraline bergantian.“Itu juga berlaku untukmu, Wilson.” Caraline duduk dengan setengah menjatuhkan tubuh, meraut wajah jengkel.“Sejujurnya, aku terkesan dengan kesigapanmu, Deric,” ujar Catherine dengan senyum tipis. Tangannya menyelipkan anak rambut ke belakang telinga dengan tatapan yang terus tertuju pada Deric.“Aku cukup percaya diri dengan tanganku, Nona,” ujar Deric.Wilson berdecak, tertawa meremehkan. “Kau benar-benar pria menyedihkan.”“Tapi tidak semenyedihkan pria yang berani melukai wanita dengan tangan lemahnya,&
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Deric saat melihat Caraline terdiam, “wajahmu memerah.”“Hah?” Caraline segera menyentuh pipi yang terasa sangat panas. Pandangannya dengan cepat teralih ke sisi lain. “I-ini ... pasti karena cuaca dingin.”“Apa kau tidak keberatan jika aku meminjamimu jasku?” tawar Deric seraya mendekat.“Berhenti!” Caraline tiba-tiba berdiri, menyilangkan kedua tangan di depan dada. “Aku ... tidak butuh hal itu, terlebih dari pria sepertimu.”“Baiklah,” sahut Deric yang kemudian kembali fokus pada bola basket.Melihat hal itu, Caraline sontak mendengkus sebal. Matanya menajam seiring dengan kakinya yang mengentak rumput dengan agak kuat. Wanita itu menarik-narik ujung gaun, mencengkeramnya dengan kuat. “Deric benar-benar tidak peka. Aku ... tidak akan mendukungnya,” gumamnya.“Apa kau baru saja mengatakan s
“Astaga,” gumam Caraline dan Catherine bersamaan. Keduanya sontak memelotot, melepas pelukan. Pandangan dua wanita itu bertemu di satu titik, dan tak lama setelahnya saling merenggangkan jarak. Kecanggungan dengan cepat meruang.“Catherine!” pekik Wilson dengan pandangan tak percaya. Kedua tangannya kontan berkacak pinggang. Rahangnya mengetat hingga giginya bergemelatuk. Apa yang sebenarnya terjadi pada sepupunya? Dibanding mendukungnya, Catherine justru bersorak bahagia saat Deric memenangkan pertandingan.Catherine terpejam sesaat, mengalihkan pandangan dari Wilson. Ia sendiri tak tahu kenapa hal itu bisa terjadi. Tubuhnya seolah bergerak sendiri.Di sisi lain, Caraline refleks memutar bola malas, melirik Catherine dengan pandangan jengkel. “Kenapa Catherine justru ikut senang ketika Deric menang? Apa mungkin dia ....”“Catherine!” Wilson menarik tangan sepupunya dengan kuat, setengah menyeretnya. “
Kawanan burung tampak berputar-putar di langit pagi yang cerah. Caraline baru saja terbangun dari tidurnya. Wanita itu menggeliat, meneguk minuman, kemudian berjalan ke arah balkon kamar. Ia kontan berjongkok ketika melihat Deric baru saja keluar dari kediamannya. Selepas peristiwa tadi malam, ia mengutuk pria itu hingga tak sadar terlelap di kasur.“Deric berani sekali menolak tawaranku.” Caraline berdecak kesal. Tatapannya mengikuti ke mana Deric melaju. Sepertinya pria itu akan pergi ke tempat biasa dirinya berolahraga.Caraline kembali ke kamar dengan cara berjalan bebek. Begitu sampai di dalam, dengan cepat ia menutup pintu balkon, mencuci wajah, lalu berganti pakaian dengan busana olahraga. Setelahnya ia keluar dari kamar, menuruni tangga dengan agak terburu-buru. Ia harus menemui Deric untuk menanyakan alasan di balik tindakannya selama beberapa hari ke belakang yang terus-menerus bersembunyi di kediamannya.“Kau tampak terburu-buru, Car
“Harus kuakui jika kau punya selera yang bagus dalam olahraga,” kekeh Wilson dengan kedua tangan tenggelam di saku celana.“Bagaimana jika kita membawa seorang penumpang?” saran Deric, “kita juga bisa meminta para maid dan pengawal di rumah ini untuk menjadi penontoton. Hadiah pemenangnya masih sama seperti pertandingan kemarin. Bagaimana?”“Aku setuju. Jadi kapan kita mulai?”“Baiklah, aku akan mempersiapkan semua persiapannya. Kita akan bertemu satu jam kemudian di tempat itu,” tunjuk Deric pada tempat di mana dua sampan berada.“Lakukan sesukamu, tapi pastikan kau tidak berbuat curang karena aku tidak akan segan menghajarkanmu sampai kau merasa mati adalah pilihan yang lebih baik,” ancam Wilson.Wilson kemudian menarik tangan Catherine dengan sedikit paksaan, dan tak lama kemudian keduanya meninggalkan lokasi.Caraline melirik Deric sekilas, maju beberapa lan
“Apa yang sedang kau lakukan di sini, Catherine?” tanya Caraline dengan suara berbisik. Ada kegeraman di nada suaranya.“Itu juga yang harus aku tanyakan padamu, Caraline,” jawab Catherine, “kau pasti mengikutiku?”“Untuk apa aku mengikuti orang sepertimu? Sudah jelas aku ...” Caraline terpejam sesaat, berusaha mencari alasan masuk akal. “... aku sedang memeriksa keadaan pohon ini,” lanjutnya sembari meraba-raba pohon dengan tangan.“Kau benar-benar pembual.” Catherine berdecak.“Kau sendiri sedang apa di sini, Catherine?” Caraline memutar bola mata. Ia buru-buru menjauhkan tangan dari batang pohon karena takut tiba-tiba melihat keberadaan ulat.“A-aku ... aku ... tentu saja sedang memeriksa kualitas tanah di sini,” ujar Catherine yang langsung mengetuk-ngetuk tanah. “Aku ... punya rencana untuk berkebun di rumahku.”“Kau pemboho
“Deric,” gumam Caraline dan Catherine bersamaan ketika melihat pria di kursi roda itu sudah menghilang dari tempatnya semula. Keduanya kompak melepas tangan dari rambut lawan.“Kau benar-benar sama menyebalkannya dengan sepupumu, Catherine.” Caraline bergegas pergi dengan langkah lebar. Wajahnya tertekuk sebal ketika mengingat tingkah sepupunya barusan. “Berani sekali Catherine mengelus perut Deric di hadapanku. Aku saja belum pernah melakukannya.”Caraline mendengkus sebal, mengepalkan tangan erat. Akibat pertengkaran dengan Catherine, rambutnya berubah laksana bulu domba. Akan tetapi, ia sama sekali tak memedulikan hal itu sampai para maid menatapnya penuh selidik. “Apa yang kalian lihat?” ketusnya.Para asisten rumah tangga itu seketika menunduk.Caraline berdecak, menaiki tangga dengan langkah tergesa, masuk ke kamar dengan perasaan sangat jengkel. Gambaran Catherine yang mengelus perut Deric be
Sorak-sorak dukungan langsung menggema begitu dua sampan mulai bergerak maju. Tampak para maid di pinggiran danau berteriak, tak sekali mereka melompat. Kediaman yang biasanya sepi menjadi ramai karena suara dukungan.“Kupastikan kau akan menangis hari ini, pria cacata,” kata Wilson dengan senyum angkuh, “itu juga yang akan terjadi padamu, Caraline.”Wilson berdecak, mengerahkan tenaga. Sampan yang didayungnya melaju lebih awal, mulai meninggalkan perahu saingannya. Tampak Catherine tersenyum tipis, menatap Caraline dengan penuh ejekan.“Mereka benar-benar menyebalkan.” Caraline memutar bola mata, meniup rambut yang menjuntai ke bawah. Tatapannya mendadak tertuju pada Deric yang tengah mendayung sampan. Tonjolan otot lengannya benar-benar menghipnotis, terlebih saat dada bidangnya bergerak ke depan dan belakang.“Tenanglah,” ucap Deric yang fokus pada pertandingan.“A-aku tidak peduli d