Beranda / Romansa / Unexpected Baby / Bab 1 Selamat Tinggal, Boston

Share

Unexpected Baby
Unexpected Baby
Penulis: terasora

Bab 1 Selamat Tinggal, Boston

Penulis: terasora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Liburan musim panas sudah datang. Perlahan tapi pasti aku berkemas lagi lalu mencoret sebuah tulisan di catatan yang kubuat setelah memasukan sebuah mini dress kesayanganku yang berwarna erah muda dengan panjang sepaha ke dalam tas ransel. Sebuah mini dress yang pas digunakan anak remaja sepertiku yang masih berusia belasan tahun. Mungkin maksudku, akhir belasan tahun.

Hari ini aku akan melakukan penerbangan menuju kota Liverpool tempat kakak angkatku, Gio, tinggal. Dia memintaku datang dan berkunjung. Dan berhubung aku memang ada urusan pekerjaan ke sana akhirnya aku memutuskan menemuinya. Selain itu, menyenangkan hati saudara angkatku yang hampir 2 tahun tidak kutemui rasanya bukan ide yang buruk. Seingatku, kami bahkan terakhir kali bertemu saat kami pulang ke rumah orangtua kami di kota London. Aku sendiri sekarang sedang melanjutkan kuliahku di Boston University.

Ada sebuah rahasia yang selama ini aku harus rahasiakan dari kedua orangtuaku dan beberapa sahabat karibku di Boston. Aku ... aku seorang agen rahasia. Kesatuanku biasanya disebut Agent D. Aku masuk ke sana dan menjadi salah satu angkatan tempur muda mereka saat usiaku 9 tahun, setahun setelah aku pindah dan hidup bersama James dan Lora.

Cerita hidupku sangat panjang dan aku tidak ingin membicarakannya jika dalam suasana hati yang baik atau buruk. Yang pasti aku akan ke Liverpool dan menjalani kehidupanku selama libur kuliah.. mungkin aku harus menyebut ini sebagai cuti kuliahku selama satu semester.

“Apa aku mengganggumu?” Aku menoleh dan melihat Jacob berdiri di ambang pintu kamarku. Kami teman satu apartemen selama 2 tahun ini. Lebih tepatnya kami teman satu kampus meskipun usia kami bertaut lumayan jauh. Jacob anak orang kaya yang sudah menghabiskan waktu kuliahnya selama 6 tahun.

“Masuklah!” Aku tersenyum ke arah Jacob dan dia segera masuk ke dalam kamarku. Aku bisa melihat ekspresi wajahnya yang lesu dan muram. “Terjadi sesuatu?” tanyaku lagi, memastikan bahwa tidak ada hal yang tidak kuketahui dari kemurungannya saat ini.

Jacob menggeleng lalu memelukku dari belakang. Jangan berpikiran yang tidak-tidak mengenai hubunganku dengannya, oke? Aku dan dia teman baik jadi Jacob pasti merasa kehilanganku saat aku mengatakan padanya akan liburan panjang ke Liverpool. “Andai aku bisa ikut denganmu. Aku sungguh ingin, tapi aku tidak bisa meninggalkan kuliahku.”

“Aku mengerti. Kau tidak perlu khawatir, jika kau merindukanku kau bisa menelponku kapan pun. Aku akan sedia untuk mendengarkan setiap keluh kesahmu tentang dosen-dosen sialan itu.” Aku terkekeh. Aku tidak habis pikir mengapa Jacob begitu dipersulit untuk bisa ke luar dengan gelar sarjananya oleh para dosen? Setahuku dosen di sana baik-baik, begitu pula dengan Jacob, ya meskipun terkadang dia sangat menjengkelkan dan hobi sekali membuat ulah.

“Aku akan sangat merindukanmu, Sam,” ujarnya pelan.

Aku mengangguk. “Tentu saja.”

***

Aku melirik sekilas ke arah seseorang yang sedang menatapku dari kejauhan. Dari raut wajahnya yang marah aku tahu ia tidak akan sudi untuk mengucapkan kata perpisahan denganku.

“Apa kau berniat mengurungkan penerbanganmu? Cepat masuk!” Jacob menyadarkanku dari lamunanku tentang pria yang kini menatapku terus menerus.

Aku mengangguk sambil menoleh ke arahnya. Kupeluk Jacob dan mengatakan kata-kataku dengan wajah riang. “Aku akan sangat merindukanmu, Jake.”

“Aku juga. Jaga dirimu baik-baik, Sam.”

Aku mengangguk dan kami melepaskan pelukan kami untuk sementara waktu. Aku melirik lagi ke arah seseorang berpakaian serba hitam itu dari kejauhan lalu tersenyum kecil ke arahnya. Biarkan saja dia merajuk. Jika aku sudah kembali ke Boston aku yakin dia akan mencariku lagi. Dia kan terlalu mencintaiku. 

Jacob menatap ke arahku melihat dan menegang di tempatnya. Dia mencibir dengan keras. “Kau masih berhubungan dengan bajingan itu?”

“Jake, please! Aku dan Justin hanya bersahabat, seperti aku dan kau. Ya lebih baik aku berangkat sekarang. Aku akan menelpon jika sudah sampai! Byee….” Aku mencium pipinya singkat lalu berlari masuk melewati pintu keberangkatan.

Jacob menatapku dari jauh dan aku menyempatkan diri untuk melambaikan tanganku. Aku hendak memberikan tiketku pada petugas bandara saat tangan seseorang menarikku dan membawaku pada pelukannya. Dari aroma parfumnya yang maskulin aku sadar sedang berhadapan dengan siapa. “Justin,” lirihku, memanggil namanya.

Justin dengan mata yang menggunakan kacamata hitam perlahan melepaskan pelukanku. Dia benar-benar terlihat kesal sekaligus muram. “Kau benar-benar akan meninggalkanku lagi, ya?”

Tanpa perlu menjawab jelas, aku tahu Justin sudah mengetahui jawabanku. Dia mengecup bibirku dengan lembut lalu menatapku dengan wajahnya yang lebih garang. “Aku tidak mau tahu kau harus pulang dan baik-baik saja di sana!” bentaknya.

Aku bukannya takut dengan bentakannya malah terkekeh geli. “Aku akan menjaga diriku, lagipula aku akan tinggal di tempat kakakku.”

Justin menatapku sebentar dari balik kacamata hitamnya lalu memelukku sekali lagi. Dia benar-benar tidak rela dengan kepergianku.

“Justin Anderson, aku akan merindukanmu! Kau juga harus menjaga dirimu baik-baik, oke? Kau harus berjanji padaku?”

Justin terdiam sebentar lalu mengangguk kecil. Terkadang meskipun kami sering bertengkar tapi aku tahu jelas betapa dia sangat menyayangiku. Ya meskipun aku hanya menyayanginya sebatas persahabatan.

Tubuhnya yang terbalut jaket kulit berwarna hitam sekali lagi memelukku. “Aku berjanji padamu, Samantha Karel,” ujarnya sambil mengecupi kepalaku dengan ciumannya yang terkesan begitu terburu-buru. Aku tersenyum tipis lalu melepaskan pelukannya dengan dorongan penuh agar tubuhnya melepaskan tubuhku. Aku khawatir tertinggal pesawat jika Justin terus menerus mengajakku bicara dan memelukku.

“Selamat tinggal, Anderson!” Aku melambaikan tanganku sambil melepaskan tangannya yang baru kusadari menggenggamku dengan erat sejak tadi. Dia benar-benar tidak rela aku meninggalkannya.

Justin tersenyum getir dan tanpa mengatakan sepatah kata lagi padaku, dia berbalik dan membiarku pergi dengan tenang. Selamat tinggal, Boston! Jacob, Justin, dan semuanya.

***

Aku masuk ke dalam pesawat dan duduk di bagian kelas eksekutif. Dengan pelan aku berjalan dan duduk di kursiku lalu menyiapkan iPod dan headphone di telingaku. Aku tidak ingin perjalananku terlalu sepi.

Aku memperhatikan lagi penampilanku; celana jins panjang yang kupadukan dengan atasan tanktop berwarna hitam dan jaket berwarna putih, aku pasti tidak terlalu sulit untuk dikenali oleh Gio jika kita bertemu nanti di bandara Manchaster. Aku melihat jam tanganku dan benar-benar tidak sabar dengan pertemuanku dengan Gio serta tugas baruku yang sudah disiapkan sedemikian rupa oleh Ryan Weasley, bosku.

Aku memutuskan menutup mataku dengan lagu yang mengalun di gendang telingaku. Menyetel lagu terkini milik Maroon 5, Maps. Namun sebentar saja saat aku merasa terganggu dan melihat ke arah sampingku di mana seseorang sedang menatapku jahil dari kacamata bacanya. Aku mengenalnya, sangat!

“Travis!” Setengah mengejek memanggil namanya, aku kembali menutup mataku. Dia salah satu seniorku di Agent D. Dia sangat usil dan aku tidak mau susah payah mendeskripsikan bagaimana rupa Cody Travis yang biasa saja meskipun banyak orang bilang dia tampan. Karena yang pasti dia menyebalkan jadi aku tidak menerima kelebihannya itu. Dia tukang pembuat onar dan suka sekali mengganggu urusan orang lain. Sekarang mari kita lihat dia akan mengganggu urusan siapa lagi?

“Karel, jangan berpura-pura tidak merindukanku seperti ini!” Dengan sangat sopan Cody menarik headphone dari telingaku. Menatapku sekali lagi dengan tatapan matanya yang menjengkelkan.

Aku menatapnya dengan garang lalu membalas perkataannya. “Aku tidak merindukanmu sama sekali, Travis. Bisakah kau menjauh dariku dan tidak menganggu acara bersantaiku yang sangat berharga?”

Cody tertawa lebar lalu menatapku jenaka. “Tidak. Aku akan terus menganggumu. Aku hanya ingin memberitahumu berita bahagia untukmu.” Jeda sejenak. Cody mendesah dramatis kemudian menatapku lagi, “Kita akan menjadi partner untuk menyelesaikan misi terbarumu. Aku baru merayakan wisudaku beberapa minggu lalu dan aku sudah siap membantumu, Agent Karel!” ucapannya semakin pelan saat mengatakan kalimat terakhirnya.

“Sekarang aku akhirnya mengetahui bahwa kau akan menghancurkan misiku.” See, tebakanku benar! Kali ini dia akan mencampuri urusan orang lain yang ternyata adalah aku. Lima bulan waktu yang sangat lama, kumohon, jangan sampai Cody menghancurkan segalanya.

“Aku hanya dimintai bantuan oleh Ryan. Dia khawatir kau tidak bisa menyelesaikan tugasmu seorang diri. Dan aku sangat senang saat tahu akan bertugas membantumu di Liverpool. Kita juga bisa menonton sepak bola bersama di sana. Ini akan menjadi liburan musim panas yang menyenangkan,” katanya riang.

Aku sangat muak dan akhirnya lebih memilih mengacuhkan ucapannya. Satu-satunya orang yang membuatku muak selama ini hanya dia, aku bekerja dan bersama dengan banyak orang setiap harinya dan satu-satunya manusia hidup yang selalu mengangguku hanya dia. Dan bersyukurlah karena Tuhan membawanya mendekat padaku! Sial sekali.

“Kudengar kau akan tinggal di rumah kakakmu, Gio Karel. Apa aku bisa tinggal juga?”

“Teruslah bermimpi, Travis!” ketusku dan Cody hanya tertawa riang. “Kuharap kau berpikir seribu kali untuk menghancurkan misiku kali ini.”

“Aku akan sangat penurut, kau tenang saja, Karel. Aku tidak akan mengganggumu bertugas dan tidak akan membuat segalanya menjadi rumit. Aku bahkan bisa menangkapmu jika kau jatuh dari atas gedung. Aku jago akan hal itu.”

“Sayangnya aku bukan bola basket,” ketusku lagi. Aku memakai headphone-ku lagi lalu menyetel keras-keras lagu yang sempat berhenti beberapa waktu yang lalu. Aku menutup mataku dan berharap orang di sebelahku tidak akan mengangguku lagi.

iPodku mengacak lagu ketika lagu Maps berakhir. Terdengar suara Justin Timberlake. Aku menyukai lagu ini. Cry Me A River.

You were my sun

You were my earth

But you don’t know all the ways I loved you, no

So you took a chance

And made other plans

But I bet you didn’t think that they would come crashing down, no

You don’t have to say, what you did

I already know, I found out from him

Now there’s just no chance, for you and me, there’ll never be

And don’t it make you sad about it

You told me you loved me

Why did you leave me, all alone

Now you tell me you need me

When you call me, on the phone

Girl I refuse, you must have me confused

With some other guy

Your bridges were burne, and now it’s your turn

To cry, cry me a river

Cry me a river-er

Cry me a river

Cry me river-er, yea yea.[]

***

Bersambung

Bab terkait

  • Unexpected Baby   Bab 2 Keluarga Baru di Liverpool

    Aku berjalan di samping Cody yang terus mengoceh. Dia sepertinya tidak berniat berhenti sedangkan aku tidak mempedulikannya. Bukankah kami sangat cocok?“Jadi di mana kakakmu? Siapa namanya, aku lupa saat kau memberitahukan namanya padaku di pesawat tadi?”“Gio,” jawabku dengan suara lemas. Dia bertanya sesuatu yang penting jadi aku patut menjawabnya. Kami terus berjalan dan aku melihat seorang lelaki yang tidak kukenali menulis nama “Cody Travis” di spanduk yang dibawanya. Aku menoleh ke belakangku dan Cody segera menyeretku mendekati orang tadi.“Matthew, apa kabar?” Cody benar-benar memeluk orang yang menjemputnya dengan erat. Mereka tertawa bersama lalu melepaskan pelukan mereka.“Aku baik, Cody. Bagaimana denganmu? Astaga, tubuhmu makin besar, kau pasti rajin berolahraga,” Matthew kembali tertawa sambil memegang bisep Cody yang makin membuatku muak. Kelakuan mereka sekarang sudah seperti pasangan gay.&

  • Unexpected Baby   Bab 3 Balapan

    “Aku melihatnya,” kataku dengan suara datar.“Jadi apa rencanamu sekarang? Kau mau kita melihat situasinya terlebih dahulu atau kau ingin melakukan sesuatu secepatnya?”“Tidak perlu terburu-buru, Code. Kita lihat saja apa yang dilakukannya. Bagaimana kau tahu tempat ini?”Cody tertawa. “Aku mendapatkan salinan target dari Ryan. Meskipun menjadi pendamping aku harus bisa memaksimalkan diriku. Sekali lagi kutanya apa yang akan kau rencanakan untuk menggagalkan rencana si brengsek itu?”“Kau akan tahu nanti, bisakah kau melawannya tapi jangan sampai menang. Kau harus mengalah apapun yang terjadi.” Aku memberikan intruksi pada Cody. Seperti tahu apa yang harus ia lakukan, Cody mengangguk dan aku turun dari motornya.Aku memperhatikan Cody yang perlahan mendekati target. Dia membuka helmnya dan bersalaman sebentar. Aku bisa melihat Cody mengajak pria itu tertawa. Badannya yang besar dan berotot bena

  • Unexpected Baby   Bab 4 Kehidupan

    Cody mengantarkanku sampai di depan gerbang rumah. Setelahnya dia pamit dan aku masuk ke dalam rumah. Gio yang sepertinya menungguku dengan segera membukakan pintu saat aku baru melangkah hendak membuka gerbang rumah. Dia melipat tangannya di dada dan aku bisa melihat wajahnya yang tegang. Aku melambai dengan senyum merekah tapi bukannya membalas Gio malah masuk ke dalam.Aku masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa di ruang tamu di mana Gio juga sedang duduk di sana. “Kau menungguku?”“Ya, ke mana saja kau?” tanya Gio ketus. “Kau baru sampai kemari dan sudah berhasil membuatku takut. Kau bahkan tidak mengangkat telponku.”Aku merogoh sakuku dan mengeluarkan ponselku. Benar sekali, ada 5 panggilan tidak terjawab dari Gio. “Maafkan aku.”“Kau bahkan belum tahu di mana letak dan alamat lengkap rumah ini, bagaimana jika temanmu tidak mengantarkanmu pulang?” katanya. Aku tahu dia sangat mengkhawatirkanku. Sungguh aku se

  • Unexpected Baby   Bab 5 Email

    Aku menggunakan kemeja putih dengan rok span hitam yang kupunya. Berjalan menggunakan sepatu hitam berhak 5 senti lalu berjalan mengantarkan dokumen penting milik Lucy ke mejanya. Kami saling tukar senyuman sampai akhirnya Lucy menyapaku duluan.“Terimakasih, Sam,” jawabnya dan aku hanya mengangguk. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di kantor ini, dan pekerjaanku yaitu menjadi asisten Lucy. Membantunya menyelesaikan tugas-tugasnya di kantor.“Apa kau mau kubuatkan kopi? Aku akan ke pantry.” Aku menawarinya dengan ramah. Meskipun dia teman serumahku tapi aku juga sadar bahwa sekarang dia juga sebagai atasanku, setidaknya selama kami di kantor.“Tolong, tapi jangan beri gula ya!”Aku mengangguk lalu meninggalkan meja Lucy, aku tahu dia sedang sibuk. Dan rasanya aku bisa mengerti bahwa dia belum sepenuhnya mempercayakan pekerjaannya untuk kubantu. Aku hanya bolak-balik ke mesin fotocopy

  • Unexpected Baby   Bab 6 Shawn Blackmore

    Aku memang tidak seharusnya mempercayai Cody. Ryan salah besar tentangnya! Bagaimana bisa sudah lewat 3 hari tapi pesananku tidak pernah sampai. Aku ingat betapa muaknya aku saat harus menghubunginya lewat telpon 2 hari yang lalu.“Bajingan!” sapaku tidak sabar saat mendengar suaranya menyapaku; Halo! Aku benar-benar tidak butuh basa-basinya.“Sweet, jangan marah-marah dulu! Aku tahu kau merindukanku tapi tidak perlu memakiku seperti itu juga.”“Demi neptunus, aku tidak pernah merindukanmu, Travis! Kau melupakan perintahku terakhir kali kita bicara. Kau dengar aku!” bentakku. “Jika kau tidak bisa membantu banyak mengapa tidak mundur saja dan biarkan orang yang lebih cekatan untuk membantuku!”“Aku cukup cekatan, Sweet. Masalah motor itu ya? Aku sedang melakukan sedikit modifikasi, Sweet. Jadi bisakah kau tenang dan membiarkanku tidur sebentar. Aku janji akan menyelesaikannya sabtu ini.”“Aku tidak percaya padamu,

  • Unexpected Baby   Bab 7 Chris Williams

    Aku harus berterimakasih pada Cody karena malam ini ia membuatku sangat senang setelah obrolanku dengan Shawn. Pria itu jelas-jelas berlebihan menanggapi hubungan kami. Kami hanya berciuman sekali dan dia sudah menganggapku lebih dari teman kencan. Aku akan menjadikan ini pelajaran bahwa tidak ada kencan kedua jika aku tidak menghendakinya sama sekali. Tidak peduli bagaimana orang-orang semacam Gio akan menceramahiku untuk tidak menjauhinya.Aku mengendarai Ninja putihku dengan cepat ke arena balap liar. Cody tidak ikut denganku dan katanya dia mau tidur saja karena gara-gara proyek motorku yang harus ia utak-atik beberapa hari ini membuatnya seperti vampire. Wajahnya pucat karena kelelahan dan kurang tidur.Area yang berupa jalanan beraspal nampak makin ramai saja. Aku sudah memakai stelanku malam ini. Hanya jaket kulit hitam yang berbeda dari yang kupakai minggu kemarin. Bahkan saking niatnya, aku memakai kaus hingga 4 lapis da

Bab terbaru

  • Unexpected Baby   Bab 7 Chris Williams

    Aku harus berterimakasih pada Cody karena malam ini ia membuatku sangat senang setelah obrolanku dengan Shawn. Pria itu jelas-jelas berlebihan menanggapi hubungan kami. Kami hanya berciuman sekali dan dia sudah menganggapku lebih dari teman kencan. Aku akan menjadikan ini pelajaran bahwa tidak ada kencan kedua jika aku tidak menghendakinya sama sekali. Tidak peduli bagaimana orang-orang semacam Gio akan menceramahiku untuk tidak menjauhinya.Aku mengendarai Ninja putihku dengan cepat ke arena balap liar. Cody tidak ikut denganku dan katanya dia mau tidur saja karena gara-gara proyek motorku yang harus ia utak-atik beberapa hari ini membuatnya seperti vampire. Wajahnya pucat karena kelelahan dan kurang tidur.Area yang berupa jalanan beraspal nampak makin ramai saja. Aku sudah memakai stelanku malam ini. Hanya jaket kulit hitam yang berbeda dari yang kupakai minggu kemarin. Bahkan saking niatnya, aku memakai kaus hingga 4 lapis da

  • Unexpected Baby   Bab 6 Shawn Blackmore

    Aku memang tidak seharusnya mempercayai Cody. Ryan salah besar tentangnya! Bagaimana bisa sudah lewat 3 hari tapi pesananku tidak pernah sampai. Aku ingat betapa muaknya aku saat harus menghubunginya lewat telpon 2 hari yang lalu.“Bajingan!” sapaku tidak sabar saat mendengar suaranya menyapaku; Halo! Aku benar-benar tidak butuh basa-basinya.“Sweet, jangan marah-marah dulu! Aku tahu kau merindukanku tapi tidak perlu memakiku seperti itu juga.”“Demi neptunus, aku tidak pernah merindukanmu, Travis! Kau melupakan perintahku terakhir kali kita bicara. Kau dengar aku!” bentakku. “Jika kau tidak bisa membantu banyak mengapa tidak mundur saja dan biarkan orang yang lebih cekatan untuk membantuku!”“Aku cukup cekatan, Sweet. Masalah motor itu ya? Aku sedang melakukan sedikit modifikasi, Sweet. Jadi bisakah kau tenang dan membiarkanku tidur sebentar. Aku janji akan menyelesaikannya sabtu ini.”“Aku tidak percaya padamu,

  • Unexpected Baby   Bab 5 Email

    Aku menggunakan kemeja putih dengan rok span hitam yang kupunya. Berjalan menggunakan sepatu hitam berhak 5 senti lalu berjalan mengantarkan dokumen penting milik Lucy ke mejanya. Kami saling tukar senyuman sampai akhirnya Lucy menyapaku duluan.“Terimakasih, Sam,” jawabnya dan aku hanya mengangguk. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di kantor ini, dan pekerjaanku yaitu menjadi asisten Lucy. Membantunya menyelesaikan tugas-tugasnya di kantor.“Apa kau mau kubuatkan kopi? Aku akan ke pantry.” Aku menawarinya dengan ramah. Meskipun dia teman serumahku tapi aku juga sadar bahwa sekarang dia juga sebagai atasanku, setidaknya selama kami di kantor.“Tolong, tapi jangan beri gula ya!”Aku mengangguk lalu meninggalkan meja Lucy, aku tahu dia sedang sibuk. Dan rasanya aku bisa mengerti bahwa dia belum sepenuhnya mempercayakan pekerjaannya untuk kubantu. Aku hanya bolak-balik ke mesin fotocopy

  • Unexpected Baby   Bab 4 Kehidupan

    Cody mengantarkanku sampai di depan gerbang rumah. Setelahnya dia pamit dan aku masuk ke dalam rumah. Gio yang sepertinya menungguku dengan segera membukakan pintu saat aku baru melangkah hendak membuka gerbang rumah. Dia melipat tangannya di dada dan aku bisa melihat wajahnya yang tegang. Aku melambai dengan senyum merekah tapi bukannya membalas Gio malah masuk ke dalam.Aku masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa di ruang tamu di mana Gio juga sedang duduk di sana. “Kau menungguku?”“Ya, ke mana saja kau?” tanya Gio ketus. “Kau baru sampai kemari dan sudah berhasil membuatku takut. Kau bahkan tidak mengangkat telponku.”Aku merogoh sakuku dan mengeluarkan ponselku. Benar sekali, ada 5 panggilan tidak terjawab dari Gio. “Maafkan aku.”“Kau bahkan belum tahu di mana letak dan alamat lengkap rumah ini, bagaimana jika temanmu tidak mengantarkanmu pulang?” katanya. Aku tahu dia sangat mengkhawatirkanku. Sungguh aku se

  • Unexpected Baby   Bab 3 Balapan

    “Aku melihatnya,” kataku dengan suara datar.“Jadi apa rencanamu sekarang? Kau mau kita melihat situasinya terlebih dahulu atau kau ingin melakukan sesuatu secepatnya?”“Tidak perlu terburu-buru, Code. Kita lihat saja apa yang dilakukannya. Bagaimana kau tahu tempat ini?”Cody tertawa. “Aku mendapatkan salinan target dari Ryan. Meskipun menjadi pendamping aku harus bisa memaksimalkan diriku. Sekali lagi kutanya apa yang akan kau rencanakan untuk menggagalkan rencana si brengsek itu?”“Kau akan tahu nanti, bisakah kau melawannya tapi jangan sampai menang. Kau harus mengalah apapun yang terjadi.” Aku memberikan intruksi pada Cody. Seperti tahu apa yang harus ia lakukan, Cody mengangguk dan aku turun dari motornya.Aku memperhatikan Cody yang perlahan mendekati target. Dia membuka helmnya dan bersalaman sebentar. Aku bisa melihat Cody mengajak pria itu tertawa. Badannya yang besar dan berotot bena

  • Unexpected Baby   Bab 2 Keluarga Baru di Liverpool

    Aku berjalan di samping Cody yang terus mengoceh. Dia sepertinya tidak berniat berhenti sedangkan aku tidak mempedulikannya. Bukankah kami sangat cocok?“Jadi di mana kakakmu? Siapa namanya, aku lupa saat kau memberitahukan namanya padaku di pesawat tadi?”“Gio,” jawabku dengan suara lemas. Dia bertanya sesuatu yang penting jadi aku patut menjawabnya. Kami terus berjalan dan aku melihat seorang lelaki yang tidak kukenali menulis nama “Cody Travis” di spanduk yang dibawanya. Aku menoleh ke belakangku dan Cody segera menyeretku mendekati orang tadi.“Matthew, apa kabar?” Cody benar-benar memeluk orang yang menjemputnya dengan erat. Mereka tertawa bersama lalu melepaskan pelukan mereka.“Aku baik, Cody. Bagaimana denganmu? Astaga, tubuhmu makin besar, kau pasti rajin berolahraga,” Matthew kembali tertawa sambil memegang bisep Cody yang makin membuatku muak. Kelakuan mereka sekarang sudah seperti pasangan gay.&

  • Unexpected Baby   Bab 1 Selamat Tinggal, Boston

    Liburan musim panas sudah datang. Perlahan tapi pasti aku berkemas lagi lalu mencoret sebuah tulisan di catatan yang kubuat setelah memasukan sebuah mini dress kesayanganku yang berwarna erah muda dengan panjang sepaha ke dalam tas ransel. Sebuah mini dress yang pas digunakan anak remaja sepertiku yang masih berusia belasan tahun. Mungkin maksudku, akhir belasan tahun.Hari ini aku akan melakukan penerbangan menuju kota Liverpool tempat kakak angkatku, Gio, tinggal. Dia memintaku datang dan berkunjung. Dan berhubung aku memang ada urusan pekerjaan ke sana akhirnya aku memutuskan menemuinya. Selain itu, menyenangkan hati saudara angkatku yang hampir 2 tahun tidak kutemui rasanya bukan ide yang buruk. Seingatku, kami bahkan terakhir kali bertemu saat kami pulang ke rumah orangtua kami di kota London. Aku sendiri sekarang sedang melanjutkan kuliahku di Boston University. Ada sebuah rahasia

DMCA.com Protection Status