A
ku menggunakan kemeja putih dengan rok span hitam yang kupunya. Berjalan menggunakan sepatu hitam berhak 5 senti lalu berjalan mengantarkan dokumen penting milik Lucy ke mejanya. Kami saling tukar senyuman sampai akhirnya Lucy menyapaku duluan.
“Terimakasih, Sam,” jawabnya dan aku hanya mengangguk. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di kantor ini, dan pekerjaanku yaitu menjadi asisten Lucy. Membantunya menyelesaikan tugas-tugasnya di kantor.
“Apa kau mau kubuatkan kopi? Aku akan ke pantry.” Aku menawarinya dengan ramah. Meskipun dia teman serumahku tapi aku juga sadar bahwa sekarang dia juga sebagai atasanku, setidaknya selama kami di kantor.
“Tolong, tapi jangan beri gula ya!”
Aku mengangguk lalu meninggalkan meja Lucy, aku tahu dia sedang sibuk. Dan rasanya aku bisa mengerti bahwa dia belum sepenuhnya mempercayakan pekerjaannya untuk kubantu. Aku hanya bolak-balik ke mesin fotocopy dan memfotocopy dokumen-dokumen yang dia minta. Itu wajar, tapi aneh juga karena biasanya anak magang sepertiku pasti akan dimintai tolong yang tidak-tidak. Begitulah duka magang bekerja di suatu kantor. Meskipun ada sukanya karena mereka akan menyapaku dan kami tentu saja akan kenal baik sebagai sesama karyawan di kantor.
“Hai, Sam! Kau mau ke mana?” seorang wanita berpakaian cukup ketat menanyakannya padaku saat aku melewati mejanya. Kami sudah berkenalan tapi aku sudah melupakan namanya. Sangat cepat bagiku melupakan nama-nama karyawan disini yang jumlahnya tidak lebih dari 48 orang. Yang pasti aku tidak mungkin mengingat nama-nama mereka seketika.
“Aku akan ke pantry,” jawabku mencoba ramah.
Wanita itu tertawa lebar lalu menatapku lagi. “Kalau kau hendak membuat kopi, tolong buatkan aku juga sekalian!” Dia kemudian kembali duduk di kursinya dengan tenang. Mungkin dia tahu aku tidak akan menolak permintaannya.
Aku kembali berjalan ke pantry dan satu suara memanggilku. Aku berbalik dan melihat seorang pria tinggi menghampiriku, dia membawa dokumen miliknya lalu menyodorkannya padaku. “Sam, aku butuh bantuanmu! Ini sangat darurat. Tolong fotocopy-kan ini, dan jika sudah kau segera berikan kepada Lucy, katakan itu laporanku.”
Aku mengangguk sambil tersenyum tipis lalu kembali berbalik dengan dokumen yang harus ku-fotocopy di tangan kiriku.
“Sam....” dia kembali memanggilku.
“Ya?” Aku bersikap sopan.
“Jika kau mampir ke pantry, tolong sekalian buatkan aku kopi. Terima kasih!” Dia kemudian membalik badannya lagi. Aku bahkan lupa nama pria tadi tapi dia menyuruhku seperti aku pelayannya. Sialan sekali.
“Huh,” aku mendesah kesal.
“Sam?”
“Ada apa lagi?” aku hampir berteriak saat membalikan tubuhku. Aku melihat pria berwajah ramah di sana. Dia sepertinya kaget dengan bentakanku. Dia kemudian menggeleng dan kembali berjalan menjauhiku. Semoga dia tidak mengiraku yang tidak-tidak. Astaga aku tidak tahan bekerja di sini. Ini tidak menyenangkan sama sekali.
Aku lebih suka menjadi Agen D. Duduk di atas lumpur, melewati sungai amazon dengan perahu nelayan kecil, mendaki gedung dengan sembunyi-sembunyi, atau hal lainnya. Aku sepertinya akan gila jika harus memakai pakaian ini setiap lima hari dalam seminggu.
***
“Bagaimana hari pertamamu di kantor?” Gio bertanya saat aku baru mendudukan diriku di kursi makan. Aku sudah berganti pakaian dan hanya memakai tanktop hitam dengan bawahan hotpants putih tulangku.
“Begitulah,” jawabku sekenanya.
Alis Gio bertaut sambil melirik Lucy dan Dom. “Begitulah?”
“Aku lebih suka magang di kantor kejaksaan,” jawabku pendek. Aku mengambil daging steik berwarna merah kegelapaan lalu memotong kecil-kecil menggunakan pisau makan.
“Apa sebegitu parahnya?” Dom bertanya tidak percaya. “Hari ini aku tidak ada di kantor karena rapat seharian di luar. Aku tak tahu kau mengalami hal yang berat.”
“Ini bukan apa-apa. Mungkin aku harus membiasakan diri saja.” Aku meraih dagingku menggunakan garpu lalu memasukkan ke dalam mulut. “Ini enak, siapa yang memasaknya?” Kali ini aku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
“Henry yang memasak,” Dom menjawab pertanyaanku.
Aku melihat ke arah Henry yang sepertinya tidak tertarik dengan pembicaraan kami. Dia menunduk, oh bukan, dia sedang melamun sambil memakan daging steik buatannya sendiri.
“Henry dan Lucy pasangan yang serasi. Kalian berdua pintar memasak,” pujiku tulus. Lucy dan Henry mendadak menoleh ke arahku lalu tersenyum tipis. Mereka menundukan kepalanya lagi lalu memakan santapan malam mereka dalam diam. Apa mereka sedang bertengkar?
“Lebih baik kita cepat makan,” Dave bersuara. Memberikan intruksi pada kami agar kami makan dan tidak banyak bicara.
Kami mulai makan dalam diam, sesekali Gio bertanya sesuatu dan aku menjawab. Hanya kami yang bersuara pada makan malam itu. Setelah selesai, piring dan gelas kotor diletakan di mesin pencuci piring otomatis.
Aku pamit dan memutuskan masuk ke dalam kamarku. Duduk dengan wajah malas setelah mengecek ponsel layar sentuhku. Ada dua panggilan dari nomer Shawn. Aku mengecek juga emailku dan mendapatkan pesannya di sana.
From: shawnblackmore@exarcitect.com
Hai, Sam! Apa kau sibuk malam ini? Aku ingin mengajakmu makan malam bersama.
Dengan cepat kubalas pesan dari Shawn.
To: shawnblackmore@exarcitect.com
Sayang sekali, aku baru saja makan malam. Mungkin lain kali..
Aku mengecek emailku yang lain dan mendapatkan pesan dari Ryan. Tidak biasanya. Aku mengerut kening tapi tetap membuka email darinya.
From: weasley.ryan@hotmail.com
Kau sudah bertemu dengan targetmu? Aku punya pemberitahuan bagus. Kali ini kau diberi wewenang penuh untuk melakukan strategi untuk mendapatkan drive itu. Apapun caranya. Hanya saja, kau tidak diizinkan untuk melakukan kekerasan fisik (apalagi membunuhnya) dan menimbulkan kecurigaan dari targetmu. Dia orang penting yang selama ini mengikuti gerak-gerik kita dan bisa saja menghancurkan Agen D. Bisa dikatakan dia hanya pengusaha yang menginginkan keuntungan dari drive itu.
Satu hal lagi, berhati-hatilah dengan Williams! Kau hanya bisa mempercayai Cody untuk tugas ini, tugas kali ini akan menjadi jembatan untukmu untuk mendapatkan promosi di tim kita yang sebenarnya. Semoga kau berhasil!
To: weasley.ryan@hotmail.com
Bagaimana bisa aku tidak melakukan kekerasan apapun padanya? Jadi apa yang harus kulakukan jika aku ketahuan mengincar benda itu?
Aku tahu, terimakasih! Kuharap aku seberuntung itu.
Lima menit kemudian aku mendapatkan balasan dari Ryan. Dia sepertinya sedang berada di ruang kerjanya. Di depan komputernya dan mendapatkan emailku.
From: weasley.ryan@hotmail.com
Gunakan otakmu! Kau ini wanita. Kau pasti tahu mengapa kesatuan mempercayakan ini padamu? Kau sangat menarik perhatian lelaki. Lakukan seperti rencana awal kita! Jangan sampai ketahuan. Jika kau ketahuan, aku hanya bisa menyarankan bahwa kau harus menggunakan akalmu lebih keras lagi. Aku tidak bisa membantu banyak. Dua bulan lagi aku akan cuti karena kehamilan istriku. Jadi semua tergantung dirimu. Kau masih bisa mengirimku email tentang kelanjutan misi ini.
To: weasley.ryan@hotmail.com
Aku lebih suka bertarung daripada menggunakan tubuhku untuk menggodanya. Kau tahu aku, Ryan! Aku tidak suka berhubungan seperti itu dengan targetku.
Oh ya, selamat untuk kehamilan istrimu yang sudah kesekian bulan. Maaf aku lupa berapa tepatnya!
From: weasley.ryan@hotmail.com
Aku tahu maksudmu? Tapi kali ini saja, karena ini sangat penting. Kau pasti bisa dan dapat menikmatinya. Percaya saja padaku. Tidak laki-laki, tidak perempuan, kau akan suka bercinta. Apalagi dengan pria seperti Williams, bukankah tubuhnya sangat menggoda?
To: weasley.ryan@hotmail.com
Jangan melantur, Weasley! Aku tidak ingin membahas seks dengan orang mesum sepertimu. Kau sudah punya empat anak dan menghamili istrimu lagi. Bajingan sekali!
From: weasley.ryan@hotmail.com
Istriku terlalu menggoda, Sam! Kau tidak akan tahu bagaimana indahnya istriku di balik bajunya yang kebesaran. Dia ... sempurna!
Aku tersenyum membaca email dari Ryan. Meskipun aku menuduhnya mesum. Dia ini pria paling setia yang pernah kukenal. Dia begitu mencintai istrinya. Meskipun istrinya sudah memiliki berat badan berlebih karena 7 tahun terakhir harus hamil-melahirkan terus, tapi dia tidak pernah mengejek atau bahkan menghardik istrinya. Ryan pasti sangat mencintai istrinya.
To: weasley.ryan@hotmail.com
Ya terserah padamu. Tapi kuharap setelah kelahiran anak kelimamu. Jangan sampai kau menghamilinya lagi. Kau tidak kasihan pada Jane? Dia sepertinya rindu memakai gaun-gaun malam yang membuatnya terlihat seksi.
From: weasley.ryan@hotmail.com
Aku tahu maksudmu. Hanya saja menurutku Jane terlihat seksi jika sedang mengandung. Dia bisa seperti macan liar. Menerkamku tiap malam jika aku tidak berada di kantor. Xoxo….
To: weasley.ryan@hotmail.com
Kau memuakkan! Sungguh….
From: weasley.ryan@hotmail.com
Sudahlah, Jane sudah menelponku! Aku harus pulang ke rumah. Kuharap kau tidak membuang waktu. Jika bisa menyelesaikannya dalam waktu sebulan lakukan saja. Kau pastilah sangat hebat! Jangan tunggu deadline-mu!
Selamat bekerja, Sam!
Penuh cinta dariku, Ryan Weasley(
Aku mendesah. Sebulan? Dikiranya gampang? Tidak boleh menimbulkan kecurigaan dan sebagainya dan dia memintaku menyelesaikan secepatnya. Aku juga inginnya seperti itu, tapi jika terburu-buru tentu saja tidak baik. Aku akan menimbulkan kecurigaan. Astaga!
Ini menyulitkan, sungguh! Aku melirik jam dinding di kamarku lalu berbaring. Aku memejamkan mataku dan ide yang cukup cemerlang melintas di kepalaku.
Aku mengambil ponselku lagi lalu menghubungi Cody. Cukup lama agar dia mau mengangkat telponku.
“Halo, Sweet!” sapanya, namun beberapa menit kemudian aku mendengar erangan dari mulutnya. “Berhenti sebentar, Honey, aku sedang menjawab telpon.” Suara itu terdengar jelas.
Aku mendesah. Apakah setiap lelaki tidak bisa jauh dari yang namanya bercinta?
“Maaf, ada gangguan sedikit tadi. Kau butuh sesuatu, Sweet? Tak biasanya kau menghubungiku.”
“Aku ingin motor sendiri. Kau bisa membantuku memilih motor yang baik?”
“Apa yang akan kau lakukan dengan itu?”
“Aku akan membuat kejutan untuk bajingan kita. Kapan biasanya mereka berkumpul di sana untuk balapan?”
“Sebenarnya setiap hari, tapi menurut penyelidikanku sebelumnya Chris hanya berada di sana setiap sebulan sekali.”
“Jadi aku harus menunggu sebulan lagi untuk bertemu dengannya?”
“Apa kau sudah tidak sabar, Sweet? Tidak biasanya.”
“Aku hanya ingin semua ini cepat berakhir.”
“Kau pasti ingin segera pindah tugas, aku tahu apa yang akan dilakukan bos besar kita jika kau berhasil dalam misi ini.”
Aku hanya terdiam. Ryan memang memiliki mulut besar! Sialan dia, membocorkan hal seperti ini pada Cody Travis yang menyebalkan ini sama saja membuat bahan olok-olok untukku!
“Sweet, sepertinya aku ingat sesuatu. Sejak pertemuan pertama kita di sana, Chris datang setiap hari. Kukira dia mencari kita, mungkin lebih tepatnya mencarimu. Jika kau mau kau bisa datang kapan pun. Tapi aku tetap ingin agar kita kembali ke rencana semula.”
“Aku akan bertanding dengannya. Besok aku minta motor pesananku sudah berada di depan rumah. Sampai jumpa, Travis! Selamat kembali bersenang-senang!”
Aku menutup telponku dan mulai berpikiran gila. Untuk mencoba motor baruku, aku benar-benar tidak sabar.[]
***
Bersambung>>>>
Aku memang tidak seharusnya mempercayai Cody. Ryan salah besar tentangnya! Bagaimana bisa sudah lewat 3 hari tapi pesananku tidak pernah sampai. Aku ingat betapa muaknya aku saat harus menghubunginya lewat telpon 2 hari yang lalu.“Bajingan!” sapaku tidak sabar saat mendengar suaranya menyapaku; Halo! Aku benar-benar tidak butuh basa-basinya.“Sweet, jangan marah-marah dulu! Aku tahu kau merindukanku tapi tidak perlu memakiku seperti itu juga.”“Demi neptunus, aku tidak pernah merindukanmu, Travis! Kau melupakan perintahku terakhir kali kita bicara. Kau dengar aku!” bentakku. “Jika kau tidak bisa membantu banyak mengapa tidak mundur saja dan biarkan orang yang lebih cekatan untuk membantuku!”“Aku cukup cekatan, Sweet. Masalah motor itu ya? Aku sedang melakukan sedikit modifikasi, Sweet. Jadi bisakah kau tenang dan membiarkanku tidur sebentar. Aku janji akan menyelesaikannya sabtu ini.”“Aku tidak percaya padamu,
Aku harus berterimakasih pada Cody karena malam ini ia membuatku sangat senang setelah obrolanku dengan Shawn. Pria itu jelas-jelas berlebihan menanggapi hubungan kami. Kami hanya berciuman sekali dan dia sudah menganggapku lebih dari teman kencan. Aku akan menjadikan ini pelajaran bahwa tidak ada kencan kedua jika aku tidak menghendakinya sama sekali. Tidak peduli bagaimana orang-orang semacam Gio akan menceramahiku untuk tidak menjauhinya.Aku mengendarai Ninja putihku dengan cepat ke arena balap liar. Cody tidak ikut denganku dan katanya dia mau tidur saja karena gara-gara proyek motorku yang harus ia utak-atik beberapa hari ini membuatnya seperti vampire. Wajahnya pucat karena kelelahan dan kurang tidur.Area yang berupa jalanan beraspal nampak makin ramai saja. Aku sudah memakai stelanku malam ini. Hanya jaket kulit hitam yang berbeda dari yang kupakai minggu kemarin. Bahkan saking niatnya, aku memakai kaus hingga 4 lapis da
Liburan musim panas sudah datang. Perlahan tapi pasti aku berkemas lagi lalu mencoret sebuah tulisan di catatan yang kubuat setelah memasukan sebuah mini dress kesayanganku yang berwarna erah muda dengan panjang sepaha ke dalam tas ransel. Sebuah mini dress yang pas digunakan anak remaja sepertiku yang masih berusia belasan tahun. Mungkin maksudku, akhir belasan tahun.Hari ini aku akan melakukan penerbangan menuju kota Liverpool tempat kakak angkatku, Gio, tinggal. Dia memintaku datang dan berkunjung. Dan berhubung aku memang ada urusan pekerjaan ke sana akhirnya aku memutuskan menemuinya. Selain itu, menyenangkan hati saudara angkatku yang hampir 2 tahun tidak kutemui rasanya bukan ide yang buruk. Seingatku, kami bahkan terakhir kali bertemu saat kami pulang ke rumah orangtua kami di kota London. Aku sendiri sekarang sedang melanjutkan kuliahku di Boston University. Ada sebuah rahasia
Aku berjalan di samping Cody yang terus mengoceh. Dia sepertinya tidak berniat berhenti sedangkan aku tidak mempedulikannya. Bukankah kami sangat cocok?“Jadi di mana kakakmu? Siapa namanya, aku lupa saat kau memberitahukan namanya padaku di pesawat tadi?”“Gio,” jawabku dengan suara lemas. Dia bertanya sesuatu yang penting jadi aku patut menjawabnya. Kami terus berjalan dan aku melihat seorang lelaki yang tidak kukenali menulis nama “Cody Travis” di spanduk yang dibawanya. Aku menoleh ke belakangku dan Cody segera menyeretku mendekati orang tadi.“Matthew, apa kabar?” Cody benar-benar memeluk orang yang menjemputnya dengan erat. Mereka tertawa bersama lalu melepaskan pelukan mereka.“Aku baik, Cody. Bagaimana denganmu? Astaga, tubuhmu makin besar, kau pasti rajin berolahraga,” Matthew kembali tertawa sambil memegang bisep Cody yang makin membuatku muak. Kelakuan mereka sekarang sudah seperti pasangan gay.&
“Aku melihatnya,” kataku dengan suara datar.“Jadi apa rencanamu sekarang? Kau mau kita melihat situasinya terlebih dahulu atau kau ingin melakukan sesuatu secepatnya?”“Tidak perlu terburu-buru, Code. Kita lihat saja apa yang dilakukannya. Bagaimana kau tahu tempat ini?”Cody tertawa. “Aku mendapatkan salinan target dari Ryan. Meskipun menjadi pendamping aku harus bisa memaksimalkan diriku. Sekali lagi kutanya apa yang akan kau rencanakan untuk menggagalkan rencana si brengsek itu?”“Kau akan tahu nanti, bisakah kau melawannya tapi jangan sampai menang. Kau harus mengalah apapun yang terjadi.” Aku memberikan intruksi pada Cody. Seperti tahu apa yang harus ia lakukan, Cody mengangguk dan aku turun dari motornya.Aku memperhatikan Cody yang perlahan mendekati target. Dia membuka helmnya dan bersalaman sebentar. Aku bisa melihat Cody mengajak pria itu tertawa. Badannya yang besar dan berotot bena
Cody mengantarkanku sampai di depan gerbang rumah. Setelahnya dia pamit dan aku masuk ke dalam rumah. Gio yang sepertinya menungguku dengan segera membukakan pintu saat aku baru melangkah hendak membuka gerbang rumah. Dia melipat tangannya di dada dan aku bisa melihat wajahnya yang tegang. Aku melambai dengan senyum merekah tapi bukannya membalas Gio malah masuk ke dalam.Aku masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa di ruang tamu di mana Gio juga sedang duduk di sana. “Kau menungguku?”“Ya, ke mana saja kau?” tanya Gio ketus. “Kau baru sampai kemari dan sudah berhasil membuatku takut. Kau bahkan tidak mengangkat telponku.”Aku merogoh sakuku dan mengeluarkan ponselku. Benar sekali, ada 5 panggilan tidak terjawab dari Gio. “Maafkan aku.”“Kau bahkan belum tahu di mana letak dan alamat lengkap rumah ini, bagaimana jika temanmu tidak mengantarkanmu pulang?” katanya. Aku tahu dia sangat mengkhawatirkanku. Sungguh aku se
Aku harus berterimakasih pada Cody karena malam ini ia membuatku sangat senang setelah obrolanku dengan Shawn. Pria itu jelas-jelas berlebihan menanggapi hubungan kami. Kami hanya berciuman sekali dan dia sudah menganggapku lebih dari teman kencan. Aku akan menjadikan ini pelajaran bahwa tidak ada kencan kedua jika aku tidak menghendakinya sama sekali. Tidak peduli bagaimana orang-orang semacam Gio akan menceramahiku untuk tidak menjauhinya.Aku mengendarai Ninja putihku dengan cepat ke arena balap liar. Cody tidak ikut denganku dan katanya dia mau tidur saja karena gara-gara proyek motorku yang harus ia utak-atik beberapa hari ini membuatnya seperti vampire. Wajahnya pucat karena kelelahan dan kurang tidur.Area yang berupa jalanan beraspal nampak makin ramai saja. Aku sudah memakai stelanku malam ini. Hanya jaket kulit hitam yang berbeda dari yang kupakai minggu kemarin. Bahkan saking niatnya, aku memakai kaus hingga 4 lapis da
Aku memang tidak seharusnya mempercayai Cody. Ryan salah besar tentangnya! Bagaimana bisa sudah lewat 3 hari tapi pesananku tidak pernah sampai. Aku ingat betapa muaknya aku saat harus menghubunginya lewat telpon 2 hari yang lalu.“Bajingan!” sapaku tidak sabar saat mendengar suaranya menyapaku; Halo! Aku benar-benar tidak butuh basa-basinya.“Sweet, jangan marah-marah dulu! Aku tahu kau merindukanku tapi tidak perlu memakiku seperti itu juga.”“Demi neptunus, aku tidak pernah merindukanmu, Travis! Kau melupakan perintahku terakhir kali kita bicara. Kau dengar aku!” bentakku. “Jika kau tidak bisa membantu banyak mengapa tidak mundur saja dan biarkan orang yang lebih cekatan untuk membantuku!”“Aku cukup cekatan, Sweet. Masalah motor itu ya? Aku sedang melakukan sedikit modifikasi, Sweet. Jadi bisakah kau tenang dan membiarkanku tidur sebentar. Aku janji akan menyelesaikannya sabtu ini.”“Aku tidak percaya padamu,
Aku menggunakan kemeja putih dengan rok span hitam yang kupunya. Berjalan menggunakan sepatu hitam berhak 5 senti lalu berjalan mengantarkan dokumen penting milik Lucy ke mejanya. Kami saling tukar senyuman sampai akhirnya Lucy menyapaku duluan.“Terimakasih, Sam,” jawabnya dan aku hanya mengangguk. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di kantor ini, dan pekerjaanku yaitu menjadi asisten Lucy. Membantunya menyelesaikan tugas-tugasnya di kantor.“Apa kau mau kubuatkan kopi? Aku akan ke pantry.” Aku menawarinya dengan ramah. Meskipun dia teman serumahku tapi aku juga sadar bahwa sekarang dia juga sebagai atasanku, setidaknya selama kami di kantor.“Tolong, tapi jangan beri gula ya!”Aku mengangguk lalu meninggalkan meja Lucy, aku tahu dia sedang sibuk. Dan rasanya aku bisa mengerti bahwa dia belum sepenuhnya mempercayakan pekerjaannya untuk kubantu. Aku hanya bolak-balik ke mesin fotocopy
Cody mengantarkanku sampai di depan gerbang rumah. Setelahnya dia pamit dan aku masuk ke dalam rumah. Gio yang sepertinya menungguku dengan segera membukakan pintu saat aku baru melangkah hendak membuka gerbang rumah. Dia melipat tangannya di dada dan aku bisa melihat wajahnya yang tegang. Aku melambai dengan senyum merekah tapi bukannya membalas Gio malah masuk ke dalam.Aku masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa di ruang tamu di mana Gio juga sedang duduk di sana. “Kau menungguku?”“Ya, ke mana saja kau?” tanya Gio ketus. “Kau baru sampai kemari dan sudah berhasil membuatku takut. Kau bahkan tidak mengangkat telponku.”Aku merogoh sakuku dan mengeluarkan ponselku. Benar sekali, ada 5 panggilan tidak terjawab dari Gio. “Maafkan aku.”“Kau bahkan belum tahu di mana letak dan alamat lengkap rumah ini, bagaimana jika temanmu tidak mengantarkanmu pulang?” katanya. Aku tahu dia sangat mengkhawatirkanku. Sungguh aku se
“Aku melihatnya,” kataku dengan suara datar.“Jadi apa rencanamu sekarang? Kau mau kita melihat situasinya terlebih dahulu atau kau ingin melakukan sesuatu secepatnya?”“Tidak perlu terburu-buru, Code. Kita lihat saja apa yang dilakukannya. Bagaimana kau tahu tempat ini?”Cody tertawa. “Aku mendapatkan salinan target dari Ryan. Meskipun menjadi pendamping aku harus bisa memaksimalkan diriku. Sekali lagi kutanya apa yang akan kau rencanakan untuk menggagalkan rencana si brengsek itu?”“Kau akan tahu nanti, bisakah kau melawannya tapi jangan sampai menang. Kau harus mengalah apapun yang terjadi.” Aku memberikan intruksi pada Cody. Seperti tahu apa yang harus ia lakukan, Cody mengangguk dan aku turun dari motornya.Aku memperhatikan Cody yang perlahan mendekati target. Dia membuka helmnya dan bersalaman sebentar. Aku bisa melihat Cody mengajak pria itu tertawa. Badannya yang besar dan berotot bena
Aku berjalan di samping Cody yang terus mengoceh. Dia sepertinya tidak berniat berhenti sedangkan aku tidak mempedulikannya. Bukankah kami sangat cocok?“Jadi di mana kakakmu? Siapa namanya, aku lupa saat kau memberitahukan namanya padaku di pesawat tadi?”“Gio,” jawabku dengan suara lemas. Dia bertanya sesuatu yang penting jadi aku patut menjawabnya. Kami terus berjalan dan aku melihat seorang lelaki yang tidak kukenali menulis nama “Cody Travis” di spanduk yang dibawanya. Aku menoleh ke belakangku dan Cody segera menyeretku mendekati orang tadi.“Matthew, apa kabar?” Cody benar-benar memeluk orang yang menjemputnya dengan erat. Mereka tertawa bersama lalu melepaskan pelukan mereka.“Aku baik, Cody. Bagaimana denganmu? Astaga, tubuhmu makin besar, kau pasti rajin berolahraga,” Matthew kembali tertawa sambil memegang bisep Cody yang makin membuatku muak. Kelakuan mereka sekarang sudah seperti pasangan gay.&
Liburan musim panas sudah datang. Perlahan tapi pasti aku berkemas lagi lalu mencoret sebuah tulisan di catatan yang kubuat setelah memasukan sebuah mini dress kesayanganku yang berwarna erah muda dengan panjang sepaha ke dalam tas ransel. Sebuah mini dress yang pas digunakan anak remaja sepertiku yang masih berusia belasan tahun. Mungkin maksudku, akhir belasan tahun.Hari ini aku akan melakukan penerbangan menuju kota Liverpool tempat kakak angkatku, Gio, tinggal. Dia memintaku datang dan berkunjung. Dan berhubung aku memang ada urusan pekerjaan ke sana akhirnya aku memutuskan menemuinya. Selain itu, menyenangkan hati saudara angkatku yang hampir 2 tahun tidak kutemui rasanya bukan ide yang buruk. Seingatku, kami bahkan terakhir kali bertemu saat kami pulang ke rumah orangtua kami di kota London. Aku sendiri sekarang sedang melanjutkan kuliahku di Boston University. Ada sebuah rahasia