Setelah menangis tersedu-sedu menumpahkan segala gundah gulana dan penyesalannya pada sang ayah, Thalia menghubungi Phillio dan Hellena. Dengan restu dari ayahnya, Thalia meminta Phillio mengantarkannya untuk bertemu dengan Jose.
“Please, Phillio, aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin meminta maaf. Lagi pula, turnamen tinju itu berbahaya. Nyawa taruhannya! Aku ingin memberitaunya tidak perlu ngotot mendapatkan uang sebegitu besarnya. Aku tidak membutuhkan uang segitu!”
“Tapi, Thal, Jose akan marah jika aku membawamu ke sana. Tempat itu terlalu keras untuk wanita sepertimu,” elak Phillio tetap tidak mau mengiyakan permintaan Thalia.
“Aku tak peduli! Sekarang jika sampai suamiku kenapa-kenapa, dan aku tidak sempat bertemu dengannya, kau yang akan kusalahkan seumur hidupku! Kau yang akan menanggung dosa dan harus menyampaikan padanya meski harus melewati alam lain!” Thalia sudah putus asa sampai-sampai dia mulai me
“Satu. Dua. Tiga ...” Suara wasit mengumandang. Thalia tahu dia hanya punya kurang dari tujuh detik lagi saja. Saat hitungan wasit mencapai angka sepuluh dan Jose belum juga bergerak sekadar mengangkat tangannya, Jose akan dinyatakan kalah. “Biarkan aku lewat! Itu suamiku!!!” teriak Thalia pada bodyguard yang menghadangnya. Tapi bodyguard berotot gelembung itu tidak menghiraukannya. “JOSEEEEE!!!!” Thalia mengerahkan segenap tenaganya untuk berteriak. “JOSSSEEEEEEEEEEE!!!” Akhirnya, suara Thalia terdengar di telinga Jose. Tatapan pria itu mencari keberadaan Thalia meski tubuhnya masih tak berdaya di lantai ring. Kedua pupil Jose membesar seketika saat tatapannya bertemu dengan Thalia. Bibirnya bergerak tanpa kata. “Jose! Aku ...” Kata-kata Thalia tercekat di tenggorokannya seiring dia menatap kedua mata Jose yang terlihat sipit karena bengkak dan memarnya di berbagai sudut wajah. Hati Thalia tak tega melihat wajah itu bab
“Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Thalia hanya terpaku memandangi Jose sekalipun suara wasit berteriak memanggil tim medis mereka.“Jose?” panggilnya lirih, berharap Jose hanya tertidur.Dengan tangan bergetar, Thalia menyentuh pipi itu. “Jose? Bangunlah.”“Maaf, Nona. Kami harus membawanya.”Tim medis yang tiba langsung mengangkat tubuh Jose dan menaikkannya ke tandu. Mobil ambulans telah bersiap di halaman.Thalia tertinggal sendirian menatapi tubuh Jose yang dibawa pergi.“Thalia? Kau tidak apa-apa?” Suara Helena memanggilnya dari belakang. Dan suara itu segera tertelan oleh hirup pikuk kemenangan Raul yang dikumandangkan wasit.Thalia masih bergeming tak bergerak, seakan dia pun tak bernyawa.“Thalia?” panggil Phillio yang menyusul.Bahu itu berguncang dan Helena hanya mampu merangkulnya. Tak lama setelah itu, Thalia cepat ber
Thalia terduduk sedih. Andai mungkin waktu bisa diulang, dia akan menahan dirinya untuk marah. Dia akan lebih berpikir jernih, menyelidiki semua bukti benda wanita yang bukan miliknya itu terlebih dahulu, sebelum dia melontarkan tuduhannya.Masalahnya, saat itu juga Jose dirudung kemarahan dan kecemburuan. Jose juga main pergi tanpa berpamitan padanya sedangkan rumah itu baru mereka tempati dan hanya mereka berdua saja. Tidak mungkin Thalia tidak merasa marah saat ditinggalkan begitu saja.Dan jika dipikir-pikir lagi, Thalia juga menyesali kenapa dia harus menutup-nutupi pernikahannya dengan Jose pada teman-temannya di kampus. Seharusnya, dia terbuka dan apa adanya. Pergi ke kampus dengan mengenakan cincin pernikahan, tidak perlu dia merasa malu.Sekarang, semua rasa yang tidak perlu itu nyatanya dibalas dengan hancurnya hati Jose. Thalia tahu dia sudah melukai hati pria itu.Seperti yang Pap katakan padanya, ‘Jose pastilah telah sanga
Bacalar memang sudah memasuki musim hujan di bulan-bulan seperti ini. Hingga saat mereka tiba di rumah sewaan yang sederhana itu, hujan masih membasahi tanah, meski telah menetes dari malam sebelumnya, sepanjang hari mengiringi perjalanan pulang mereka bersama Hellena dan Philio, serta hingga fajar ini, saat mereka tiba di rumah.Rasa terima kasih mereka hanturkan pada Phillio yang telah berlelah raga menyetir selama 17 jam membawa mereka kembali ke Bacalar.Pria itu malah terkekeh senang. “Tidak masalah. Aku juga menikmati keberduaanku dengan Helena. Semua karenamu,” kata Phillio menepuk hangat punggung Jose.“Thanks. Kalian hati-hati di jalan pulang,” sahut Jose.Phillio dan Helena melambaikan tangan mereka. “Jangan lupa traktir kami dari uang kemenanganmu!” teriak Phillio sebelum mobilnya melaju semakin jauh.Tinggallah Jose dan Thalia, masih berdiri di teras rumah ditemani rintik hujan yang masi
>> Dude, aku hanya memberi saran padamu. Kau seharusnya mengenalkan duniamu pada istrimu, selengkap-lengkapnya. Supaya saat kau marah, dia tahu harus mencarimu ke mana. Jangan biarkan dia tersesat atau lebih parah lagi ... dia disesatkan orang lain. Jose memandangi pesan dari Phillio itu. Dia mengernyit. Apa maksudnya? Siang ini masih seperti hari-hari sebelumnya langit tampak berawan. Meskipun tidak lagi hujan, tapi cuaca masih selalu mendung dan hujan masih bisa turun kapanpun tanpa terduga. Setelah minggu lalu mereka mengunjungi makam ibunya, mereka juga mengunjungi ayah Thalia beberapa hari setelahnya. Pria tua itu terlihat menangis saat mereka datang. Dan Carlo mengajak Jose untuk bicara di teras, sementara Thalia bersama Camila memanggang pie di dapur. “Dia mencintaimu. Kuharap kau bisa menjaga hatinya, juga hidupnya, sekuat tenagamu.” Itu yang Carlo pesankan pada Jose. Perasaan bersalah menyelimuti Jose saat itu jug
“Hei!” bisik Thalia tepat di telinga Jose saat pria itu telah tiga jam di depan laptopnya, tak beranjak sedikit pun. Sedangkan malam telah larut.Meskipun di luar hujan lagi, dan angin dingin berembus melewati jendela demi jendela rumah mereka, Jose tetap tak mengenakan baju. Dia hanya mengenakan celana training panjang.Thalia juga baru saja meletakkan segelas coklat panas di pinggir meja. Dia membuatkannya untuk Jose.“Kau belum lelah? Aku buatkan coklat panas supaya kau jangan kedinginan,” tanya Thalia lagi seraya mengecup sekujur tengkuk Jose dan tangannya membelai dada bidang itu.Tidak ada niat menggoda dari Thalia. Itu semua murni karena rasa cintanya ditambah lagi hormon kehamilannya membuat Thalia ingin selalu bersentuhan dengan Jose.“Trims, Sweet. Aku masih harus buat satu design lagi,” jawab Jose akhirnya. Baru itulah dia memberanjakkan pandangan matanya dari layar dan menatap Thalia yan
“Akhirnya sampai juga.” Desahan keluar dari bibir Jose saat dia memarkir mobilnya di depan rumah Felipe.Thalia akan menghadiri pesta kelulusan Felipe dan di sore yang cerah ini, Jose mengantarnya. Pria itu memarkir dan menoleh pada Thalia.“Silakan bersenang-senang dan melupakan aku. Asal jangan kau melirik ke Stuart saja!” desis Jose dengan giginya yang tidak terlihat bergerak, tetapi kedua matanya menatap tajam Thalia.Tapi Thalia tahu, Jose tidak sungguh-sungguh. Dia hanya bercanda.“Stuart tidak hadir,” jawab Thalia enteng.Jawaban yang dia keluarkan untuk menenangkan Jose, tapi nyatanya pria itu malah memicing. “Bagaimana kau tau? Kau bertanya padanya? Lewat pesan? Atau lewat telepon?”Thalia hampir tergelak melihat kecemburuan Jose pada Stuart sampai-sampai mengajukan pertanyaan beruntun begitu.“Tidak! Dia memberitahu Felipe, jika dia tidak bisa datang. Dia ka
Gabriella merupakan wanita yang sama cantiknya dengan Thalia. Dia bahkan memiliki paras yang lebih dewasa dan mengundang jika disejajarkan dengan Thalia. Rambutnya panjang, pirang, dan bergelombang indah. Hidungnya bangir, matanya tajam dan berbulu mata panjang dan lentik. Kemudian bibirnya, meskipun kecil tetapi penuh dan sensual. Jika dia mau memasang raut yang berwibawa, Gabriella akan memperlihatkan aura kewanitaan yang memukau. Namun tidak. Tatapan Gabriella, raut wajahnya, serta aura dirinya lebih sering dipenuhi dengan kedongkolan dan keangkuhan. Caranya memandang orang lain adalah dari ujung matanya sehingga dia terlihat begitu angkuh dan tak bersedia merendah. Pagi itu, Gabriella sudah siap untuk menjelajah harinya. Wanita itu telah rapi dan cantik dalam balutan kaos berkerah V yang memperlihatkan belahan dadanya yang menggiurkan. Untuk bawahannya dia mengenakan celana panjang berbahan kain yang begitu ketat membalut pinggul hingga ke mata kakinya. Satu bulan pasca melahi
“Rumah itu tetap akan disita bank. Biar bagaimana pun uang yang digelontorkan sudah terpakai dan berkurang. Jika kau ingin mengambil kembali rumah dan tanahmu itu, kau tetap harus mengganti uang bank yang telah digunakan Gabriella, barulah rumah itu bisa kembali ke tanganmu.”Mendengar penjelasan Mr. Gustavo, Phillio kesal dan berang. “Apa? Itu sama saja bohong!”Jose sendiri tak bisa berkata apa-apa lagi. Andai rumah itu bukan rumah peninggalan kakeknya, maka dia takkan mau memikirkannya lagi. Tapi dalam rumah itu ada banyak kenangan keluarga Miguel yang takkan mungkin tergantikan oleh apapun juga.Lalu pemakaman keluarga mereka pun terletak tak jauh dari kediaman mereka.Segala kenangan inilah yang benar-benar sedang diperjuangankan Jose.“Berapa yang harus kuganti?”“Lima ratus ribu dolar.”“Itu gila!” sahut Jose dengan meraup wajahnya.***Selepas dari pertemuan dengan Mr. Gustavo, Jose pulang ke rumah dengan semangat yang hanya tersisa setengahnya saja. Begitu lesu langkah kakinya
“Sweet, bangunlah.”Suara lemah Jose Antonio memecah keheningan di ruang ICU itu.Thalia terbaring di sana, dalam keadaan tidak sadar.Ramona menceritakan, Thalia terkena preeklampsia. Tapi dia tidak menyadarinya karena tidak pernah lagi memonitor kehamilannya sejak menghadiri persidangan demi persidangan.Ada beberapa gejala yang dia alami, seperti tekanan darah tingginya yang semakin meningkat. Juga kondisi kekurangan nutrisi. Tapi Thalia abai akan semua itu.Membuat ketika dia harus melahirkan prematur, tubuh nya mendadak blank dan dia tak sadarkan diri.Jose rasanya ingin hancur menjadi debu saja ketika dia mendengar apa yang terjadi pada Thalia.Dipandanginya wanita itu dan digenggamnya erat tangan Thalia.“Bangunlah, please. Aku membutuhkanmu. Juga anak kita. Bangun, Sweet. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau meninggalkan kami di sini.”Pria itu tertunduk dan air matanya jatuh tak mampu dibendung lagi.Entah Jose harus menyalahkan siapa. Tapi melihat kondisi Thalia seperti ini,
Joseeee ... My man ... Joseeeeee ... Suara sayup-sayup seakan memanggil Jose. Saat itu dia berada di tebing tinggi dengan angin yang cukup kencang menerpa tubuhnya. Rambut coklatnya yang lumayan panjang berkibaran. Jose memandang sekeliling, tapi tidak melihat seorang pun. Hanya ada air laut yang menerpa karang hingga percikannya terlempar ke segala arah. Deburan ombak kembali mengisi pendengarannya saat panggilan itu sudah tak terdengar. Jose kembali menatap air laut di bawahnya. Entah mengapa dia merasa dirinya terpanggil untuk melompat dari sana. Joseeeeee ... Lagi, suara itu terdengar. Menajamkan telingannya, Jose menyadari jika itu suara Thalia. “Sweet? Di mana kau?” teriaknya pada sekelilingnya. Aku di sini .... Suara Thalia terdengar lagi dan tiba-tiba saja tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak tebing yang tak kalah tinggi dan Thalia berada di ujung tebing. Wanita itu mengenakan gaun panjang tipis berwarna pink. Perutnya sudah membuncit sementara angin menerpa ramb
Memikirkan itu, Fernando sedikit tenang. Meski pun dia tetap bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Gustavo tetap mau menunjukkan rekaman di menit-menit setelah ini, jika memang isi rekaman sudah kabur dan dirinya tak terlihat jelas.Ah, mungkin itu hanya gertakan saja.Fernando menguatkan dirinya.Lalu mereka semua fokus pada rekaman. Dan benar saja, tak sampai lima menit kemudian, terlihat seseorang keluar dari ruang rawat ayahnya.Mr. Gustavo langsung menunjuk ke arah Fernando.“Apakah itu dirimu?”Fernando nyaris saja kehilangan kedua bola matanya karena mereka berlompatan keluar.Bu- bukankah dia sudah membayar hacker untuk mengaburkan rekaman saat dirinya keluar dari ruangan itu? Kenapa di rekaman kali ini dirinya terlihat jelas? Bahkan fitur wajahnya sangat jelas, karena Fernando sempat menoleh ke kanan dan ke kiri, bahkan menatap ke arah kamera selama beberapa detik.Dengan logika yang masih tertutup keterkejutannya, Fernando sontak berteriak,“Bu- bukan aku! Itu bukan aku!”“Bu
Silvana mulai menirukan ucapan Mrs. Milly yang didengarnya waktu itu, “Kita harus tenang, Fernando. Pihak Bank tahunya pinjaman itu atas nama ayahmu. Dan ketika Jose mengetahui tentang ayah kalian meminjam dengan menjaminkan rumah dan tanahnya, maka dia gelap mata, murka, dan mendendam pada ayah kalian. Itulah kenapa ayahmu mati.Setelah itu, Jose lalu meminta dana pinjaman itu menjadi miliknya. Mengancam kita untuk mengirimkan dana itu ke rekeningnya. Itulah yang terjadi, Fernando. Kau mengerti? Itu yang terjadi!Camkan dalam benakmu, itulah yang terjadi. Ketika nanti kita memberi kesaksian pada yang berwajib, kita harus mengatakan seperti itu! Mengerti?!”Silvana menjelaskan dengan menirukan nada suara Mrs. Milly, membuat Mr. Gustavo jadi mempertanyakannya.“Apakah menurut anda ada yang aneh dari kata-kata Mrs. Milly itu?”“Iya! Tentu saja! Mrs. Milly seperti menyampaikan rencananya, bukan memberitakan sebuah kabar,” ucap Silvana yang langsung membuat Fernando memrotesnya.“Kau jang
“Jadi Anda sebenarnya sedang kembali ke rumah atau sedang di kafetaria?” tanya Mr. Gustavo dengan nada keras pada Fernando, ketika pria itu dipanggil untuk memberi kesaksian.“Di kafetaria,” sahut Fernando dengan nada kesal.Saat itu, sudah gilirannya yang dipanggil untuk memberikan kesaksian.Fernando awalnya menolak tegas, tapi Officer Danny dan para polisi lainnya memaksa. Jika dia tidak bersedia memberikan kesaksian, maka dirinya yang akan dituntut karena melakukan penipuan terhadap dana pinjaman bank.Tentu saja hal tersebut bisa dilakukan asalkan sesuai prosedur. Tapi para polisi menggertaknya seolah-olah tanpa prosedur pun Fernando bisa dituntut begitu saja.Dan Fernando mempercayai gertakan itu dan langsung menyetujui pemanggilan dirinya sebagai saksi.Kini, menghadapi garangnya Mr. Gustavo menanyai dirinya sebagai saksi, Fernando cukup ciut nyalinya.“Jam berapa Anda keluar dari ruang rawat ayah Anda?” tanya Mr. Gustavo lagi.“Ma- maaf, saya tidak melihat jam.”“Kira-kira saj
Dengan terbata-bata, Gabriella menjawab lagi tanpa pikiran logisnya lagi, “Bu- bukan aku yang membelinya! Apakah Anda tidak menanyakannya pada Fernando? Pastilah dia yang membeli mobil itu!” “Oh, Nona Gabriella,” Mr. Gustavo terlihat tersenyum kecil. dia sungguh sudah hapal dengan tingkah para saksi yang menyembunyikan sebuah kebenaran seperti Gabriella. “Anda tertangkap saat sedang berada di Tijuana City. Dan pembelian mobil itu juga terjadi di kota yang sama. Lagipula, sales showroom mobil sempat mengambil foto Anda saat Anda menuju mobil sesaat setelah transaksi pembelian terjadi. Ini fotonya!” Gabriella seperti disengat listrik tegangan tinggi kali ini. Dia tak bisa megnelak lagi dengan bukti foto yang ditunjukkan di depan wajahnya. Dia seperti mendapatkan tamparan di wajah. “It- itu ... Ak- aku ... aku tidak mengingatnya!” “Bagaimana anda tidak mengingatnya? Anda amnesia? Tapi dokter tidak memberi laporan bahwa anda amnesia. Lalu, apakah berarti anda pura-pura lupa?” “Buk
Thalia bagai menjalani hidup dalam naungan waktu yang berbeda. Dia seperti masih berada di titik yang jauh di belakang, tapi tiba-tiba Ramona sudah menyadarkannya bahwa sudah waktunya persidangan Jose lagi. “Aku tidak tahu apakah aku akan sanggup menghadarinya lagi, Ramona,” tangis Thalia saat sahabatnya itu menyuruhnya bersiap dan menunjukkan pada Jose bahwa dirinya akan bertahan sekuat tenaga demi Jose dan buah hati mereka. “Kau harus kuat, Thalia. Jika Jose melihatmu hancur, dia akan lebih hancur lagi!” Ramona terus mengguncang tubuh Thalia, berusaha menguatkan temannya itu. “Tapi melihat kondisinya yang semakin buruk, aku semakin hancur, Ramona.” Isak tangis Thalia semakin berhamburan keluar. Sudah sejak beberapa hari lalu, Ramona menginap di rumah Thalia. Dia membantu menjaga kondisi mental Thalia tetap waras. Sebagai ibu yang sedang mengandung, keadaan hati Thalia tidak seharusnya sekacau ini. Sudah seharusnya Thalia menjadi lebih tenang, santai, dan berbahagia, sehingga k
“Jangan seenaknya menuduhku! Aku tidak tahu menahu tentang hal itu!” Gabriella memelototi polisi di hadapannya. Setelah semalam dia dibuat pingsan oleh Danny yang ternyata adalah kaki tangan seorang detektif yang disewa Austin, sepuluh menit lalu dia terbangun di sebuah ruangan interogasi. Awalnya Gabriella diberi minum dan sedikit makanan untuk membuat kesadaran dirinya pulih dengan benar. Tapi setelah minuman dan makanan itu habis, proses interogasi dimulai. Detektif Owen bekerja sama dengan seorang kepolisian bersih yang setelah mendengar penjelasan tentang kasus ini, officer Randall pun bersedia membantu penyelidikan. “Kalau kau tidak tahu menahu tentang dana pinjaman bank untuk suamimu itu, silakan jelaskan sumber dana dari rekeningmu yang menggendut tiba-tiba. Darimana uang 2,5 juta dolar di rekeningmu, Nona? Itu bukan uang sedikit!” “Apa?” Gabriella terlihat shock. Bu- bukankah dia menyimpan dana itu di bank yang menjaga kerahasiaan nasabah seratus kali lebih rahasia daripa