“Akhirnya sampai juga.” Desahan keluar dari bibir Jose saat dia memarkir mobilnya di depan rumah Felipe.
Thalia akan menghadiri pesta kelulusan Felipe dan di sore yang cerah ini, Jose mengantarnya. Pria itu memarkir dan menoleh pada Thalia.
“Silakan bersenang-senang dan melupakan aku. Asal jangan kau melirik ke Stuart saja!” desis Jose dengan giginya yang tidak terlihat bergerak, tetapi kedua matanya menatap tajam Thalia.
Tapi Thalia tahu, Jose tidak sungguh-sungguh. Dia hanya bercanda.
“Stuart tidak hadir,” jawab Thalia enteng.
Jawaban yang dia keluarkan untuk menenangkan Jose, tapi nyatanya pria itu malah memicing. “Bagaimana kau tau? Kau bertanya padanya? Lewat pesan? Atau lewat telepon?”
Thalia hampir tergelak melihat kecemburuan Jose pada Stuart sampai-sampai mengajukan pertanyaan beruntun begitu.
“Tidak! Dia memberitahu Felipe, jika dia tidak bisa datang. Dia ka
Gabriella merupakan wanita yang sama cantiknya dengan Thalia. Dia bahkan memiliki paras yang lebih dewasa dan mengundang jika disejajarkan dengan Thalia. Rambutnya panjang, pirang, dan bergelombang indah. Hidungnya bangir, matanya tajam dan berbulu mata panjang dan lentik. Kemudian bibirnya, meskipun kecil tetapi penuh dan sensual. Jika dia mau memasang raut yang berwibawa, Gabriella akan memperlihatkan aura kewanitaan yang memukau. Namun tidak. Tatapan Gabriella, raut wajahnya, serta aura dirinya lebih sering dipenuhi dengan kedongkolan dan keangkuhan. Caranya memandang orang lain adalah dari ujung matanya sehingga dia terlihat begitu angkuh dan tak bersedia merendah. Pagi itu, Gabriella sudah siap untuk menjelajah harinya. Wanita itu telah rapi dan cantik dalam balutan kaos berkerah V yang memperlihatkan belahan dadanya yang menggiurkan. Untuk bawahannya dia mengenakan celana panjang berbahan kain yang begitu ketat membalut pinggul hingga ke mata kakinya. Satu bulan pasca melahi
Gabriella cepat berpamitan dengan ketiga temannya itu. Dia pun tancap gas menuju kediaman sederhana Jose dan Thalia.Memasuki musim panas, pekarangan rumah Jose sudah tampak rapi. Setahu Gabriella, pria itu memang rajin mencabuti rumput liar. Juga memangkas semak-semak cowberry liar.Pekerjaan yang dahulu dianggap Gabriella sebagai pekerjaan kasar yang menjijikkan, tapi saat melihat Jose Antonio yang melakukannya, semua terlihat jantan dan maskulin. Hanya pria perkasa yang mampu melakukannya tanpa megap-megap kelelahan, pikirnya.Bersembunyi di balik pohon besar, Gabriella pun mengarahkan pandangannya ke pekarangan rumah sewaan Jose.Hati Gabriella tak lagi berdebar tak karuan setiap kali dia menguntit ataupun mengintip kehidupan Jose Antonio. Hatinya hanya berdebar mendamba.Terakhir kalinya dia menguntit Jose Antonio adalah tiga bulan lalu. Pria itu tampak mengunjungi beberapa pengusaha yang cukup terpandang di kota mereka.Entah apa yang dilakukan Jose saat itu. Tetapi dia mengunju
Jose Antonio kembali ke Bacallar setelah berhasil mendapatkan bagian saham terakhir yang dia butuhkan. Malam telah menutupi langit saat pick up nya berhenti di pekarangan rumah. Begitu dia turun dan menutup pintu mobil, pintu rumah sudah terbuka dan sosok Thalia sudah berdiri di sana. Senyum penuh kelegaan terpancar di wajah istrinya itu. “Kau merindukanku,” simpul Jose seraya menghampiri sang istri. Tanpa alih-alih, Thalia langsung mengalungkan lengannya di leher Jose dan mencium pria itu dengan penuh penghayatan. “Tentu saja aku merindukanmu. Kau suamiku,” sahut Thalia dengan senyum menggoda di wajahnya. “Lalu apa yang kau lakukan untuk menyambut suami yang kau rindukan ini?” bisik Jose lagi yang sontak saja diikuti dengan melayangnya tubuh Thalia. Jose sudah mengangkat tubuh Thalia di depan dadanya. Dengan sebelah kakinya dia mendorong pintu hingga menutup. Bibirnya langsung menyambar bibir Thalia lagi. Dan tubuh istrinya itu dibawanya hingga ke kamar, direbahkan di atas tem
Fernando tidak menyiakan waktunya lebih lama lagi. Dia segera bergerak mencari cara untuk menerobos masuk ke kamar lama Jose. Menggunakan tang, obeng, serta kawat tipis, Fernando mengutak-atik kunci pintu itu sehingga berhasil membuka tanpa merusak pintu. Saat telah di dalam, Fernando melayangkan pandangannya mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Hanya ada furnitur besar-besar yang tidak dibawa Jose. Langkah pertama Fernando tertuju pada meja kerja Jose. Segala laci dibuka, tapi tidak ada apa pun yang berharga bagi Fernando. Matanya kembali tertuju pada lemari pakaian. Isi di dalamnya sudah kosong. Dia pun kembali membuka laci demi laci di sana. Masih tidak ada sertifikat yang menjadi tujuannya mendobrak kamar ini. Pandangannya diarahkan kembali untuk menyapu sekeliling kamar serta ruangan lainnya. “Sialan! Dimana dia menyimpan semua itu? Apa dia membawanya?” Fernando mulai frustrasi dan memeriksa lagi satu demi satu lemari, kabinet, rak, bahkan sampai mengangkat tempat tidur un
“Oh, cup cup cup, sayang. Jangan menangis lagi. Sini biar nenek yang kasih susumu. Jangan menangis lagi ya.” Mrs. Milly terlihat mengambil baby Lolita dari gendongan babysitter. Dia juga mengambil botol susu yang sudah dibuatkan kemudian memberikannya pada bibir mungil baby Lolita. Bayi mungil imut itu menyusu dengan lahap. Tangisannya terhenti seketika. Wajah Mrs. Milly terlihat begitu keibuan untuk saat-saat seperti itu. Dia menatap baby Lolita dengan senyum damainya. Selesai baby Lolita menyusu, Mrs. Milly memberikan kembali botol susu pada babysitter. Dia dengan telaten menggendong baby Lolita di bahunya agar bayi mungil itu bisa sendawa. Ketika sendawa telah terdengar dia masih menepuk punggung cucu perempuannya itu. “Kasihan kamu, sayang. Ibumu tak menghiraukan kamu. Dia wanita paling egois yang pernah nenek kenal. Seburuk-buruknya harimau, singa, bahkan tikus busuk sekalipun, mereka tidak akan menelantarkan anaknya sendiri. Apalagi masih bayi seperti kamu, Sayang. Nasib k
“Apa kau akan pergi lagi?” Kedua lengan Thalia melingkar di pinggang Jose.Pagi itu, Jose baru saja selesai mengelap genangan air yang diakibatkan hujan semalam. Ternyata plafon di ruangan tamu ada yang bocor.Selesai mengelap, pria itu mengamati plafon, memperkirakan seberapa besar lubang di sana.“Iya. Masih ada beberapa yang bagian saham yang belum berhasil kudapatkan. Tapi aku juga tidak tahu pemiliknya. Entah bagaimana aku bisa menemukan mereka.”Jose menoleh pada Thalia dan meraih tubuh istrinya itu, merengkuh seraya menghirup aroma rambut Thalia.“Kalau hanya beberapa, biarkan saja,” hibur Thalia.“Ya, tanpa itu tidak bisa melebihi mereka, apalagi jika mereka menggabungkan bagian mereka.”“Oh, tapi kalau tidak dapat juga?” tanya Thalia penuh kekhawatiran.Di benaknya, dia kasihan melihat Jose yang telah berusaha sangat keras untuk mendapatkan semua bagian saham yang dimiliki pemegang saham minor lainnya. Sudah berminggu-minggu, Jose keluar pagi dan pulang malam. Setelah pulang
‘Sial! Sial!’ rutuk hati Gabriella karena benar-benar tak menyangka jika Mario menjadi tim appraisal di bank yang digunakan Fernando. Dia juga merutuki diri karena tidak pernah menanyakan pada Mario apa pekerjaannya. Kejadian one night stand mereka seperti pertemuan kucing dalam karung! Sungguh luar biasa ... bodoh! Melihat keberadaan Mario di rumahnya, sontak saja jantung Gabriella nyaris menerobos keluar dari rongga dadanya. Cepat-cepat wanita itu membalik tubuhnya hendak kembali ke kamar. Tapi naas, Fernando telah melihatnya. “Oh, itu istriku. Mari kuperkenalkan dulu,” ucap Fernando dan mengarahkan langkah lebar menuju Gabriella. Sontak saja Gabriella tak bisa bergerak lagi kecuali menoleh pada Fernando. Dari tempatnya berdiri terlihat bahwa kedua mata Mario membelalak lebar saat menyadari istri dari Fernando, kliennya, adalah partner one night stand-nya satu minggu yang lalu. Uh la laaah! Dunia macam apa ini? “Gabby, Sayang, ini James dan Mario, tim appraisal dari Bank of B
Seperti yang telah direncanakan Gabriella, pengajuan kredit Fernando diterima oleh pihak Bank of Bacallar.Dalam beberapa hari setelah tanda tangan, semua dana sudah cair.Kini, raut Max maupun Fernando terlihat sumringah. Mereka mengadakan perayaan berupa makan malam di hotel bintang lima.Mrs. Milly terlihat hadir kali ini. Tapi Maritza tidak.Lagi-lagi Maritza terlihat menghindar. Ada apa dengan gadis itu? Gabriella terheran-heran. Bertanya pada Mrs. Milly pun dia hanya mendapat jawaban yang kurang memuaskan.“Maritza lagi sibuk dengan kuliahnya. Dia sedang banyak sekali tugas. Jadi tidak bisa bergabung dengan kita,” kata Mrs. Milly berusaha bergaya acuh pada Gabby. Dia sudah tidak menyukai Gabby karena tidak pernah mau merawat anaknya sendiri.Namun, jawabannya itu malah membuat Max jadi ikut berpikir. “Bilang padanya jangan terlalu sibuk seperti ini. Masa perayaan keluarga kita dia tidak ikut. Dia kan bagian dari keluarga kita ini.”“Dia lelah sekali, Sayang. Dia sampai menyewa a