Fernando tidak menyiakan waktunya lebih lama lagi. Dia segera bergerak mencari cara untuk menerobos masuk ke kamar lama Jose. Menggunakan tang, obeng, serta kawat tipis, Fernando mengutak-atik kunci pintu itu sehingga berhasil membuka tanpa merusak pintu. Saat telah di dalam, Fernando melayangkan pandangannya mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Hanya ada furnitur besar-besar yang tidak dibawa Jose. Langkah pertama Fernando tertuju pada meja kerja Jose. Segala laci dibuka, tapi tidak ada apa pun yang berharga bagi Fernando. Matanya kembali tertuju pada lemari pakaian. Isi di dalamnya sudah kosong. Dia pun kembali membuka laci demi laci di sana. Masih tidak ada sertifikat yang menjadi tujuannya mendobrak kamar ini. Pandangannya diarahkan kembali untuk menyapu sekeliling kamar serta ruangan lainnya. “Sialan! Dimana dia menyimpan semua itu? Apa dia membawanya?” Fernando mulai frustrasi dan memeriksa lagi satu demi satu lemari, kabinet, rak, bahkan sampai mengangkat tempat tidur un
“Oh, cup cup cup, sayang. Jangan menangis lagi. Sini biar nenek yang kasih susumu. Jangan menangis lagi ya.” Mrs. Milly terlihat mengambil baby Lolita dari gendongan babysitter. Dia juga mengambil botol susu yang sudah dibuatkan kemudian memberikannya pada bibir mungil baby Lolita. Bayi mungil imut itu menyusu dengan lahap. Tangisannya terhenti seketika. Wajah Mrs. Milly terlihat begitu keibuan untuk saat-saat seperti itu. Dia menatap baby Lolita dengan senyum damainya. Selesai baby Lolita menyusu, Mrs. Milly memberikan kembali botol susu pada babysitter. Dia dengan telaten menggendong baby Lolita di bahunya agar bayi mungil itu bisa sendawa. Ketika sendawa telah terdengar dia masih menepuk punggung cucu perempuannya itu. “Kasihan kamu, sayang. Ibumu tak menghiraukan kamu. Dia wanita paling egois yang pernah nenek kenal. Seburuk-buruknya harimau, singa, bahkan tikus busuk sekalipun, mereka tidak akan menelantarkan anaknya sendiri. Apalagi masih bayi seperti kamu, Sayang. Nasib k
“Apa kau akan pergi lagi?” Kedua lengan Thalia melingkar di pinggang Jose.Pagi itu, Jose baru saja selesai mengelap genangan air yang diakibatkan hujan semalam. Ternyata plafon di ruangan tamu ada yang bocor.Selesai mengelap, pria itu mengamati plafon, memperkirakan seberapa besar lubang di sana.“Iya. Masih ada beberapa yang bagian saham yang belum berhasil kudapatkan. Tapi aku juga tidak tahu pemiliknya. Entah bagaimana aku bisa menemukan mereka.”Jose menoleh pada Thalia dan meraih tubuh istrinya itu, merengkuh seraya menghirup aroma rambut Thalia.“Kalau hanya beberapa, biarkan saja,” hibur Thalia.“Ya, tanpa itu tidak bisa melebihi mereka, apalagi jika mereka menggabungkan bagian mereka.”“Oh, tapi kalau tidak dapat juga?” tanya Thalia penuh kekhawatiran.Di benaknya, dia kasihan melihat Jose yang telah berusaha sangat keras untuk mendapatkan semua bagian saham yang dimiliki pemegang saham minor lainnya. Sudah berminggu-minggu, Jose keluar pagi dan pulang malam. Setelah pulang
‘Sial! Sial!’ rutuk hati Gabriella karena benar-benar tak menyangka jika Mario menjadi tim appraisal di bank yang digunakan Fernando. Dia juga merutuki diri karena tidak pernah menanyakan pada Mario apa pekerjaannya. Kejadian one night stand mereka seperti pertemuan kucing dalam karung! Sungguh luar biasa ... bodoh! Melihat keberadaan Mario di rumahnya, sontak saja jantung Gabriella nyaris menerobos keluar dari rongga dadanya. Cepat-cepat wanita itu membalik tubuhnya hendak kembali ke kamar. Tapi naas, Fernando telah melihatnya. “Oh, itu istriku. Mari kuperkenalkan dulu,” ucap Fernando dan mengarahkan langkah lebar menuju Gabriella. Sontak saja Gabriella tak bisa bergerak lagi kecuali menoleh pada Fernando. Dari tempatnya berdiri terlihat bahwa kedua mata Mario membelalak lebar saat menyadari istri dari Fernando, kliennya, adalah partner one night stand-nya satu minggu yang lalu. Uh la laaah! Dunia macam apa ini? “Gabby, Sayang, ini James dan Mario, tim appraisal dari Bank of B
Seperti yang telah direncanakan Gabriella, pengajuan kredit Fernando diterima oleh pihak Bank of Bacallar.Dalam beberapa hari setelah tanda tangan, semua dana sudah cair.Kini, raut Max maupun Fernando terlihat sumringah. Mereka mengadakan perayaan berupa makan malam di hotel bintang lima.Mrs. Milly terlihat hadir kali ini. Tapi Maritza tidak.Lagi-lagi Maritza terlihat menghindar. Ada apa dengan gadis itu? Gabriella terheran-heran. Bertanya pada Mrs. Milly pun dia hanya mendapat jawaban yang kurang memuaskan.“Maritza lagi sibuk dengan kuliahnya. Dia sedang banyak sekali tugas. Jadi tidak bisa bergabung dengan kita,” kata Mrs. Milly berusaha bergaya acuh pada Gabby. Dia sudah tidak menyukai Gabby karena tidak pernah mau merawat anaknya sendiri.Namun, jawabannya itu malah membuat Max jadi ikut berpikir. “Bilang padanya jangan terlalu sibuk seperti ini. Masa perayaan keluarga kita dia tidak ikut. Dia kan bagian dari keluarga kita ini.”“Dia lelah sekali, Sayang. Dia sampai menyewa a
Sepanjang sisa minggu itu, Fernando sering bersenandung girang. Benaknya memikirkan uang yang berlipat ganda dalam investasinya.Saking gembiranya, dia sampai tidak menggubris Gabriella sedikitpun saat wanita itu sudah bersiap pergi pagi-pagi sekali.Di pikirannya, ‘Persetan kau mau jungkir balik sekalipun! Yang penting sekarang aku kaya lagi!’Dia sendiri pun bersiap untuk ke kantor, tak menggubris wanita yang masih sah merupakan istrinya itu. Di benaknya Fernando sudah merencanakan kunjungan ke bar begitu jam kantornya usai.Tentu saja wanita bayaran di sana sudah begitu menggoda benaknya setiap malam. Saat ini, uangnya kembali banyak, dia sudah bisa membayar wanita untuk kehangatan ranjangnya lagi.Gabriella sendiri saat memoles make up nya sembari memperhatikan Fernando dari cermin riasnya. Dia melihat gelagat kegembiraan di wajah suaminya itu. Dengan senyum sinis, Gabriella menyelesaikan make up dan segera meraih tas tangannya untuk melenggang. Bunyi heelsnya mengiringi langkahny
“Pap!! Pap!!” Panggilan itu mengisi hiruk pikuk di ruang keluarga kediaman Berbardo. Semua yang ada di sana terkejut melihat kondisi Max yang terkena serangan jantung. “Cepat panggil ambulance!” teriak Mrs. Milly membentak para pelayan di sana. Gegas kumpulan pelayan mengahambur untuk meraih telepon dan menghubungi ambulans. Fernand terlihat sangat gusar akan kondisi ayahnya yang kini berada di pelukan Mrs. Milly. Pria itu mendelik tajam pada Gabby. “Sekarang, puas kau? Puas?!!!” Gabriella terkejut dengan kondisi ayah mertuanya. Tak menyangka jika pria itu akan terkena serangan jantung hanya karena mendengar kondisi kehamilan Maritza yang di luar pernikahan, bahkan tanpa adanya kekasih yang sedang menjalin hubungan dengan gadis belia itu. Tetap saja dia tak menyangka Mr. Max bisa mengalami hal mengerikan ini. “Aku hanya mengatakan apa yang kuketahui! Adikmu itu memang sedang hamil! Siapa yang menyangka ayahmu terkena serangan jantung?!” Satu-satunya hal yang bisa dilakukan Gab
“Silvana? Ada apa menelponku?” Jose terlihat teramat heran. Kedua alis tebalnya yang seperti golok terlihat hampir menyatu. “Jose, ini tentang ayahmu. Dia-” “Ada apa dengan pap?” tanya Jose dengan nada yang tidak terlalu antusias. Sebagian besar dirinya sudah tak mempedulikan lagi keadaan ayahnya itu. Tapi nada suara Silvana, dan kenyataan bahwa wanita itu menghubunginya, pastialh bukan untuk hal sepele. “Ayahmu terkena serangan jantung sore tadi, dan sekarang dirawat di ruang ICU. “ “Apa? Bagaimana bisa? Setahuku pap tidak mempunyai riwayat sakit jantung!” “Aku juga tidak tahu, Jose. Tapi ... saat ayahmu terkena serangan jantung, Fernando melarangku untuk menghubungimu. Tapi lima menit lalu, dia menyuruhku untuk segera memberitahumu tentang ini.” “Apakah ada yang kau curigai?” tanya Jose pada Silvana. Dadanya sudah bergemuruh hebat, antara merasakan kepedihannya sebagai seorang anak, tapi dia juga memiliki tembok pahit tentang segala kenangan bersama ayahnya itu. Ditanya sepe