Kukuruyyuuuk....Terdengar suara ayam jantan berkokok. Aku pun bersama Emak dan Bapak masih sibuk didapur menyiapkan sarapan. Karena sebentar lagi kita akan ke kota.Menjalankan misi baru, untuk membeli rumah. Kulihat wajah Emak dan Bapak begitu bahagia, bahkan teramat bahagia."Ayo sarapan dulu Pak, Nduk. Biar gak kesiangan ke kotanya. Nanti macet dijalan. Iya kan Nduk?" Tanya EmakAku pun membalas dengan senyuman dan anggukan. Karena ku tau Emak begitu antusias."Iya Mak, sebentar Bapak mau cuci tangan sama kaki dulu." Ucap Bapak yang sedari tadi membersihkan tumpukan kayu kering di depan dapurAku pun berlalu ke meja makan dengan membawa masakan yang matang kita masak."Mak, nanti kita makan di luar aja ya sekali-kali. Jadi gak usah bawa bekal.""Boleh Nduk, kita makan di rumah makan seafood ya. Emak sudah lama ta makan seafood, jadi kepingin." Kata Emak yang mungkin sedang membayangkan makan seafood"Emak lagi ngidam?" Candaku di ikuti gelak tawa Bapak dan Emak"Hahahah bisa aja k
"Sebenarnya kita mau ke mana sih Bu? Kok tumben amat pakai jemput Anita segala!".Ku tau, kini Anita begitu penasaran. Aku pun tersenyum mendengar pertanyaan nya."Kita mau beli rumah Nduk!!!" Tiba-tiba Emak menjawab"Ru-rumah? Buat siapa Uti?" Tanya Anita yang masih ke bingungan"Sayang, kamu tau kan kalau Uti sama Kakung jual tanah?" Tanya ku pada Anita dan dijawab dengan anggukan nya"Lah, uang hasil dari penjualan itu uda cair Nduk. Makanya Ibu ke rumah Uti, dan sekarang kita sama-sama, lihat-lihat rumah. Barangkali ada yang cocok." Ucapku menjelaskan"Tapi ingat, jangan sampai bilang sama Ayahmu. Kamu mengerti nduk?" Timpalku kembali"Paham Bu, aku bakal jaga rahasia kita bersama." Ku lihat Emak dan Bapak juga ikut tersenyum mendengar perkataan putriku. Aku begitu bersyukur, karena dia bisa memahami situasiku saat ini.Ku tetap mengemudikan laju kendaraan ku menuju perumahan satu ke perumahan lainnya. Melihat-lihat isi dalam rumah, bertanya tentang harga rumah, luas dan surat me
"Kenapa rumah sebagus ini di jual ya Pak?" Tanya ku penuh penasaran"Ummm itu Bu, itu..." Nampaknya Pak satpam yang bernama Asep tersebut ragu untuk mengatakan alasan yang sebenarnya."Pak, kok gak diterusin?"Terlihat dia mengambil nafas berat dan menghembuskanya kasar"Bukan begitu Bu, sebenernya saya gak ada hak untuk menjelaskan alasanya. Berhubung Ibu ingin tau, saya bisa katakan.""Jadi, Pak Haji ini punya hutang di bank Bu. Hutang itu beliau gunakan untuk modal usaha anaknya. Tapi sayang, anak Pak Haji itu orangnya gak amanah. Uangnya malah di buat foya-foya. Alhasil, Pak Haji harus nanggung hutang 1satu setengah miliyar ke bank. Jadi mau gak mau rumah ini bakal di jual sama beliau untuk melunasi hutang-hutangnya." Kulihat raut muka sedih terpancar dari wajah Pak SatpamMungkin dia juga merasakan kesedihan yang di alami majikanya. Aku dan Bapak yang mendengar pun hanya mengangguk-anggukan kepala."Lantas, setau Bapak niatnya mau di jual berapa Pak?" Tanya Bapak pada Pak satpam
Pov BowoSesampainya aku di depan rumah Denisa, tiba-tiba tubuhku bergetar hebat. Aku merasakan nyaliku yang awalnya menggebu, kini berubah menjadi menciut.Bukan karena apa-apa, aku takut kalau Denisa kecewa. Sebab selama ini aku telah membohonginnya. Aku berbohong dan mengaku bahwa aku seorang duda."Mas, Mas! Kamu kenapa sih dari tadi bengong aja. Kita uda sampai nih, ayo turun. Tuh lihat Emak sama Bapak uda nunggu di depan pintu." Ajak Denisa yang cemberut karena dari tadi aku cuekin."I-iya iya, sabar." Aku oun mengikuti langkah Denisa keluar dari mobil.Bruugh!!Ku tutup pintu mobil dan berjalan mengekori Denisa."Assalamualaikum..." Ucap kita serempak saat memasuki rumah"Waalaikumsalam..." Terdengar juga balasan salam dari kedua orang tuanya.Tak lupa kita berdua pun menyalimi tangan kedua orangtuanya"Silahkan silahkan... Mari masuk Nak." Ternyata kedua orang tua Denisa sangat lembut, persis dengan anak nya. Kulihat juga ke dua adik Denisa yang masih kecil ikut menyambut ke
Bapak pun menanda tangani surat perjanjian pembelian rumah hari itu juga bersama Pak Haji. Penyerahan uang dan surat-surat baru akan di laksanakan beberapa hari lagi. Sebab, Bapak juga belum menarik uangnya dari bank.Memang rumah ini sengaja di belli atas nama Bapak, agar saat perceraian ku dengan Mas Bowo tak meributkan soal harta.Karena ku tau, Mas Bowo termasuk orang yang rakus. Dan juga, dia lebih butuh uang banyak untuk membiayai anak dari istri mudanya.Akhirnya kami semua pamit untuk pulang. Sebelum pulang, Emak mengajak ku mampir kerumah Ibu mertua. Maklum, karena beliau sudah lama tak bertemu. Tapi sebelum kami pamit, aku meminta ijin ke pada Pak Haji untuk berfoto didepan rumah mewah tersebut. Tentu saja Pak Haji mengijinkan, karena memang rumah ini sebentar lagi menjadi milik ku."Nduk, fotoin Ibu disini ya. Kalau bisa tampak kan semua rumah ini dari depan." Ucapku pada Anita yang memintanya untuk mengabadikan momen ini."Iya Bu, satu dua tiga.""Bentar-bentar, sekali l
Nnnnggggg....Suara deru mobil ku berhenti ketika aku sudah sampai di depan rumah, setelah aku kembali mengantar Anita kesekolah untuk mengambil sepeda motornya.Nampak terlihat sepeda motor Mas Bowo juga sudah ada didepan rumah. Karena memang dia tidak dapat jatah lembur untuk beberapa saat. Karena alasan orderan pabrik yang sepi.Anita yang ikut membuntutiku juga langsung memarkirkan sepeda nya disebelah sepeda motor ayahnya.Bruuugh!!!Kututup pintu mobil dan berjalan masuk kerumah bersama Emak dan Bapak."Emak, istirahat disini dulu ya. Kamarnya biar Ida bersihkan dulu." "Gak usah Nduk, biar Emak mu sendiri aja yang bersihkan. Kamu tuh capek dari tadi nyupirin kita. Udah, kamu mandi aja." Balas Bapak"Iya Nduk gak papa Emak bersihkan sendiri aja.""Oh yaudah Mak kalau gitu. Lagian kemarin sebelum berangkat sepreinya juga uda Ida ganti kok. Nanti tebas-tebas dikit aja. Takutnya ada debunya Mak.""Iya gampang Nduk.""Yasudah Ida masuk kamar dulu kalau gitu Emak sama Bapak juga ya!"
"Lo Mak, maaf Ida baru bangun." Ku lihat Emak sudah memasak didapur.Padahal aku sudah berusaha bangun lebih pagi dari biasanya. Tapi ternyata aku kalah cepat dengan Emak."Gak papa Nduk, Emak tau kamu capek. Sudah kamu tidur lagi aja disofa. Biar Emak yang masak. Nanti kalau sudah adzan shubuh, Emak bangunin.""Gak usah Mak, biar Ida aja.""Wes toh Nduk, yang nurut sama Emak.""Yaudah tak bantuin aja ya Mak, biar cepet selesai. Sekalian Ida mau nyuci baju juga.""Heem Nduk."Ku masukkan semua pakaian kotor kedalam mesin cuci. Huuft, benara-benar cucian yang menggunung. Dan gak muat kalau sekali putaran.Setelah mengisi air dan memberikan detergen, aku kembali menghampiri Emak. Dan membantunya memasak sop."Uda biar nanti Emak yang masak. Kamu bantu ngupasin kentang sama wortelnya aja. Sekalian Emak mau buatin begedel ayam kesukaan Anita.""Iya Mak. Kentangnya Ida kupas semua aja ya Mak.""Iya boleh Nduk, nanti kalo uda cuci bersih sama wortelnya.""Nggeh Mak..."Kita berdua pun sibuk
Tuuuut.... Tuuut.... TuuuutKucoba menghubungi Pak Haji untuk menanyakan kelengkapan suratnya. Seletah beberapa kali, barulah beliau mengangkat telepon dariku."Assalamualaikum..." Terdengar sapaan dari seberang sana."Waalaikumsalam Pak Haji... Begini Pak, saya cuman mau bertanya, apakah surat-surat runah sudah disiapkan Pak? Karena memang uang nya sudah saya bawa."Memang Pak Haji meminta pembayarannya itu di berikan secara kes. Ketimbang, harus memberikanya lewat cek. Entahlah aku juga tak tau alasan beliau."Ooh iya Bu Ida, semua sudah siap Bu.""Alhamdulillah kalau begitu Pak. Kapan kita bertemu kembali?""Sebisa Bu Ida saja. Tapi lebih ceoat lebih baik menerut saya. Hehehe"Mendengar ucapak Pak Haji, akupun ikut tertawa."Yasudah gimana kalau besok pagi Pak? Jam sepuluh saya sama Bapsk kerumah Pak Haji.""Baik Bu Ida, siaap dengan senang hati.""Yasudah kalau gitu Pak, Assalamualaikum.""Waalaikumsalam..."Ku matikan sambungan telepon dan segera berlalu ke kamar Emak.Tok! Tok!
Setelah semua kejadian yang menimpa Lusi, awalnya dia begitu terpukul dan hampir depresi. Karena dia memang bakal tak bisa mempunyai anak untuk selamanya.Berkat kesabaran Ibunya, dan juga Bowo yang selalu memberi dukungan, perlahan Lusi mampu menerima takdirnya.Begitupula Dendi yang juga perhatian pada nya pasca kehilangan buah hati mereka. Tapi semenjak kehadiran Romi, mantan pacar Lusi dulu, hidupnya berubah. Terutama hubungan nya dengan Dendi.Rama, lelaki yang dulu mencintai Lusi sepenuh hati. Tapi karena dulu dia belum memiliki pekerjaan yang mapan, dia pun memilih untuk mundur. Apalagi waktu itu dia melihat Lusi yang juga sudah dekat dengan Dendi yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar.Hingga akhirnya, dia pun memilih untuk merantau. Bekerja jadi kontraktor disebuah tambang."Lus...!" Sapa Rama saat mereka bertemu membeli martabak disebuah sentra PKL bersama Narendra."Rama....!" Balas Lusi yang juga tak kalah bahagia dan mereka pun bersalaman."Anak kam
Hallo Mas!" Sapanya begitu lembut saat mengangkat telepon ku."Lagi apa Ras?""Nih, lagi santai sama calon anak kamu. Oh iya, uda makan belum?" Tanya nya.Aaah, Laras benar-benar perhatian sekali. Bahkan Lusi pun jarang menanyakan hal sekecil ini tapi mampu membuat ku merasa dipedulikan. Tak seperti Lusi yang hanya lebih sering menanyakan uang dan uang.Untung saja aku cinta. Kalau tidak, mungkin aku sduah meninggalkan nya."Sudah kok. Kamu juga sudah makan apa belum? Jangan sampai telat makan ya?" "Iya Enggak Mas." Jawab nya seraya tersenyum."Oh iya Ras, mobil yang kujanjikan pada Lusi sudah datang hari ini. Ku rasa dia begitu bahagia!" Ucapku.Tapi Laras tak menanggapi ucapan ku."Halo Ras kamu masih disana?" Tanya ku.Karena memang seketika suasana jadi hening. Hanya terdengar suara helaan napas yang berat keluar dari mulutnya."Iya masih Mas. Tapi aku ngantuk mau tidur dulu. Capek!" Jawab nya seketika cuek."Oh yasudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih. Met tidur ya sayang dan
Aku dulu memang sangat mencintai Lusi. Apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin bakal aku turutin.Tak ada kata penolakan yang bakal keluar dari mulutku ini, semua ucapannya pasti ku iyakan. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku ingin keturunan. Sudah hampir lima tahunan aku dan Lusi menjalin rumah tangga, tapi kami belum juga dikarunia i seorang anak.Lantas aku harus bagaimana? Apakah aku harus menunggu terus dengan sabar? Tapi sampai kapan? Aku juga tak tau kapan umurku akan berakhir. Tapi setidaknya sebelum umur ku usai, aku sudah memiliki seorang penerus.Semakin hari aku semakin bimbang. Ingin rasanya menyudahi hubungan ku dengan nya, tapi aku masih terlalu cinta."Ini pesanan nya ya Pak!" Ucap seorang pelayan restoran saat kapalku sedang bersandar dan kami makan malam disuatu kota.Aku melihat gadis ini begitu manis, dengan postur tubuh yang aduhai menggoda iman. Ku lirik name tag nya, dan kulihat nama yang tertera disana "Laras".Aku pun tersenyum manis padanya, dan di
Drrrt... Drrrt... Drrrt...Aku jadi terbangun kala hp ku berdering karena sebuah panggilan masuk. Setelah ketahuan hamil, Ibu menyuruhku untuk lebih banyak istirahat. Karena kata Ibu, kehamilan ku ini sedikit rewel. Apalagi ini masih trimester pertama yang pastinya masih teler-telernya. Kuraih hp yang tergeletak tak jauh dari tempat ku berbaring, kemudian melihatnya. Ternyata Mas Dendi lah yang sedang menelponku.Dengan semangat 45, aku pun langsung mengangkat panggilan darinya. Dan sudah pasti, senyum ku pun memgembang."Hallo, iya Mas!" Ucapku "Lus, kamu beneran kan? Kamu gak bohong kan?" Pertanyaa Mas Dendi langsung memberondong ku."Iya Mas, masa' iya aku bohong sih sama kamu Mas?" "Alhamdulillah... Ya Allah Lus, kamu tau aku begitu bahagia. Hiks!" Dari nada suaranya, Mas Dendi begitu terharu."Mas nangis?" "Mas cuman bahagia Lus, Mas gak nyangka akhirnya kamu hamil juga. Tapi....!" Ucapanya terhenti.Tapi aku paham maksut dari ucapan Mas Dendi ini. Tapi dia juga sudah mengham
Karena perjanjian ku dengan Mas Dendi inilah, sekarang aku bisa hidup lebih bahagia. Apalagi dengan harta yang lebih bergemilang. Walau aku harus berbagi suami dengan wanita sialan itu.Tiga hari lagi Mas Dendi juga akan pulang. Dan dia berniat ingin bersama ku nantinya. Jujur saja, aku sudah kehilangan hasrat bersama Mas Dendi. Tapi, mau tak mau aku harus tetap melayani nya.Toh aku juga dapat imbalan yang setimpal. Apapun yang aku ingin kan, Mas Dendi selalu menuruti apapin yang aku ingin kan.Yang terpenting saat ini, aku harus bersiap dan merias diri secantik mungkin. Agar nanti saat Mas Dendi datang, dia terkesima dengan penampilan ku.Tok tok tok!!!"Lus...?" Sapa Mas Bowo didepan kamar ku"Hmm, ada apa Mas? Masuk aja, gak ku kunci kok." UcapkuMas Bowo pun masuk, dan mengeluarkan uamg lembaran merah sebanyak lima biji."Nih...!" Ucapnya sambil meneyerah kan pada ku."Ooh, uda gajian toh. Oke, aku terima." Ku ambil uang ity dari tangan Mas Bowo. Dan memasukkanya kedalam kantong
Menempuh waktu hampir dua jam lebih, bagiku terasa sangat begitu lama. Tapi aku bersikap biasa saja dihadapan Mas Fero. Aku takut, jika dia melihat ku khawatir, dia bakal ngebut, dan justru malah membahayakan kita sendiri.Padahal dalam hati ini, sudah tak karuan lagi. Campur aduk rasanya, apalagi memang kondisi Bapak yang sudah terlalu lemah beberapa hari ini.Tapi memang saat ini Mas Fero berkendara lebih cepat dari pada saat kami berangkat ke kosan Anita. Untung nya juga, jalanan tak seberapa padat, mungkin karena masih siang juga, dan tak bertepatan dengan jam pulang kerja.Tujuan kita saat ini pun langsung ke rumah sakit Medika. Aku melirik Anita dari kaca spion dalam mobil, terlihat tak tenang juga. Terlihat juga Anita tak lepas dari doa, sama seperti ku saat ini.Sesampainya dirumah sakit, Mas Fero langsung memarkirikan mobilnya, setelah itu, kami langsung berjalan. Menuju ruang ICU, dimana Emak sudah menunggu disana."Mak...!" Sapa ku saat melihat wanita paruh baya itu duduk s
Sudah dua hari ini, aku dan Mas Fero tinggal dirumah ku. Karena memang beberapa hari ini aku sibuk mengolah semua usaha ku. Maklum, biasanya Emak yang membantuku ditoko, kini lebih banyak dirumah.Sebab, akhir-akhir ini kesehatan Bapak juga sedang terganggu. Dan sudah tiga hari ini pula beliau terlihat lemas. Jadi dari pada aku harus bolak balik toko kerumah Mas Fero yang jaraknya lumayan jauh, aku pun memutuskan untuk memgajak Mas Fero gantian tinggal disini beberapa hari. Apalagi hari ini kita juga ada agenda mengantarkan Anita ke kosan nya.Dan juga, aku sibuk membantu putriku yang akan segera pindahan, karena sebenyar lagi dia akan masuk kuliah. Ternyata waktu berputar begitu cepat, hingga tanpa terasa kini Anita sudah akan menjadi seorang mahasiswi."Nduk, sarapan dulu!" Ajak Emak saat aku menuju dapur."Enggeh Mak! Oh iya, nanti Emak ke toko lagi kah?" "Kayaknya sih enggak, lah Bapak mu kondisinya juga kayak gitu. Emak kok jadi takut ya Nduk!" Ucap Emak sedikit tertahan"Takut
"Sudah hampir sebulan ini aku menjadi istri Mas Fero, kalau ditanya bagaimana rasanya? Sudah tentu aku bakal berkata begitu bahagia.Bukan tanpa sebab, karena memang sifat Mas Fero yang begitu perhatian dan peduli padaku, membuat ku menjadi begitu nyaman.Apalagi Mama juga begitu baik terhadapku. Karena memang setelah menikah, aku diboyong oleh Mas Fero ke kediamanya. Ya, walaupun tak jarang juga aku masih sering pulang kerumah untuk menengok Emak dan Bapak.Karena memang Anita juga kadang ikut tinggal dirumah Papa barunya ini. Mas Fero mengajak ku tinggal dirumah nya juga bukan tanpa alasan, sebab anak-anak kandung Mas Fero yang kini juga sudah menjadi anak ku masih kecil-kecil, sedangkan Anita sudah besar.Dan sebentar lagi dia akan masuk kuliah, bahkan akan tinggal jauh dari kami. Karena dia kuliah diluar kota, terpaksa dia harus ngekos disana. Itu pula lah yang membuat ku mau untuk tinggal disini, karena anak-anak Mas Fero lebih membutuhkan sosok Ibu."Sayang, nanti nge mall yuk..
Hari ini pekerjaan kantor benar-benar lumayan banyak. Apalagi banyak barang masuk, yang otomatis banyak data pula yang harus ku input.Untung nya laporan ini gak harus selesai hari ini juga. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai tentunya.Kulihat Bram dan teman-teman juga pada sibuk dengan pekerjaan mereka. Hingga waktu istirahat, seperti biasa aku dan Bram makan siang di kantin sambil ngobrol. "Bro, gak minat cari istri baru nih?" Tanya nya "Gak kepikiran Bram. Masih trauma!" Jawab ku sambil menggelengkan kepala."Hahaha Anjriit, lemah amat lu Bro!"Sialan, dia bilang aku lemah? Dia gak tau aja sih sakitnya diselingkuhi, apalagi selingkuhnya sampek bikin bunting. Sakit tau gak, sakiiit...."Kamu bisa ngomong gitu mah soalnya belum ngerasain aja. Coba deh, nanti kalau uda ngerasain, nyaho deh...!" Cebik ku ganti membuat raut muka Bram berubah."Yaelah, gitu amat doain temen yang jelek-jelek." Ucap Bram yang sama sekali tak ku gubris.Waktu istirahat yang hanya sejam pun habis, aku k