Saat aku hendak keluar dari kamar terdengar suara hp Mas Bowo berdering beberapa kali. Ternyata ada telepon masuk dari Ibu."Assalamualaikum, iya Bu. Bentar aku mau mandi dulu. Abis maghrib aku jemput.""Iya iya, yasudah kalau gitu. Waalaikumsalam."Aku peduli dengan ibu mertua jika dia akan kesini. Rasa sakit hatiku padaya juga sama besar seperti ke Mas Bowo. Gak Ibu, gak anak sama saja.Kini aku sudah berkumpul kembali bersama orang tua dan anak ku. Ku coba melupakan kejadian barusan di kamar. Menikmati hari bahagia bersama orang terkasihku.Adzan maghrib pun berkumandang bersahut-sahutan. Aku, Emak, Bapak dan Anita pun sudah bersiap menjalan kan sholat berjamaah dirumah."Ajak Bowo jamaah sekalian Nduk?" Ucap Bapak"Gak usah Pak, uda biarin aja dia sholat sendiri." Dengusku kesal.Jujur, aku tak bisa menyembunyikan perasaan kecewa ku didepan orang tua dan putriku."Jangan gitu Nduk, ayo cepat." Perintah Bapak lagi.Sebenarnya aku juga ikut jengkel karena Bapak masih saja memaksaku
"Bu, perutku kayaknya sakit deh." Ucapku pada Ibu "Lo kenapa Nduk? Kamu abis salah makan?"Aku menggeleng menjawab pertanyaa Ibu dengan memegang perutku yang terasa sangat sakit. "Asam lambung mu kambuh itu Nduk! Kan Ibu sudah bilang, makanya kalau makan jangan sampai telat." Kulihat Ibu mendengus kesal padaku.Memang ini salah ku sendiri yang tak menurut dengan omongan Ibu. Bahkan, demi menonton maraton drakor aku diam-diam membuat kopi dan langsung aku masuk kan ke dalam kamar. Karena jika ketahuan Ibu, aku pasti di marahi habis-habisan. Hehehe"Yasudah, ayo Ibu antar periksa ke klinin Medika. Kamu cepet ganti baju dulu.""Iya Bu..."Aku dan Ibu sama-sama masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian. Ku ambil celana jeans dan sweter abu ku, dan kupadukan juga dengan hijab abu.Beruntungnya hari ini hari minggu. Jadi saat aku sakit, aku langsung bisa bilang ke Ibu."Sudah Nduk, kalau sudah Ibu tunggu di depan sama manasin sepeda dulu.""Iya Bu, bentar. Nanti Nita nyusul ke depan."
Pov BowoSetelah dari rumah Denisa, akhirnya aku pun pulang sendirian, meninggalkan Denisa yang ingin menginap di rumah orang tuanya.Kini aku merasakan kepeningan, bagaimana tidak, aku takut kalau sampai Ida tau. Dan aku juga ingin orang tuaku tau kalau aku ingin menikah lagi.Aku pun memutusakan untuk pulang ke rumah Ibu, sebelum aku pulang kerumah.Deg deg deg!Ku rasakan jantungku berdetak sangat kencang. Entah kenapa nyaliku mulai menciut saat aku akan meminta izin pada Ibu untuk menikahi Denisa.Tapi bagaimana pun juga, aku harus memberitahu ibu.Tok tok tok!"Assalamualaikum Bu!" Ku ketuk rumah Ibu dengan perasaan tak menentu."Waalaikumsalam...masuk aja Le, ga dikunci kok sama Ibu." Terdengar suara lantang Ibu dari dalam rumah.Akupun segera membuka pintu, dan masuk menemui Ibu. Tak lupa langsung ku sambut tangan Ibu dan mencium punggung tanganya dengan hidmat."Looh tumben kesini jam segini. Apa ada perlu sama Ibu Le?" Ucap Ibu to the pointAku mulai merasakan keringat dingin
Hari ini, aku dan kedua orang tuaku sudah bersiap untuk bertemu Pak Haji di kediamannya. Segera ku masuk kan uang itu kedalam mobil.Disepanjang jalan, tak henti-hentinya mulutku berdoa agar kita semua di berikan keselamatan dan pastinya juga kelancaran."Aduh Pak, Emak kok jadi tegang gini ya. Hati Emak jadi dag dig dug gak karuan. Nih lihat, tangan Emak sampai basah karena berkeringat." Ucap Emak yang duduk di belakang bersama Bapak sambil menunjuk kan telapak tanganya"Hahahah ya gimana gak tegang, wong bentar lagi mau punya rumah baru."Aku pun tersenyum mendengar ucapan Bapak. Akhirnya, hari yang kutunggu-tunggu pun datang juga.Kini mobilku sudah memasuki area perumahan, letak dimana rumah yang sebentar lagi sah menjadi milik ku.Tin... Tin... Tin...Ku bunyikan klakson mobil agar Pak Satpam tau bahwa kami sudah datang. Tak lama kemudian, beliau langsung membukakan pintu gerbang dan mempersilahkan aku masuk.Ku lajukan kembali mobil menuju garasi di samping taman. Dan ku parkir
Setelah semua selesai, aku pun mengajak Emak dan Bapak untuk kembali ke rumah. Karena hari juga sudah mau sore hari.Takut keburu Mas Bowo pulang kerumah duluan. Karena memang setiap kali kita keluar, tanpa sepengetahuannya."Mak, Pak balik yuk! Uda puas kan lihat-lihat rumah barunya?""Iya Nduk udah. Oh ya, kapan kita mau bikin selamatan buat rumah baru ini?" Tanya Emak padaku saat berjalan menuju garasi."Kita bicarakan nanti saja dirumah Mak."Setelah semua masuk ke dalam mobil, aku pun kembali melajukan mobil pulang kerumah. "Hati-hati Pak, Bu." Sapa Pak Asep satpam rumah ku"Iya Pak, kalau gitu kami pamit dulu."Dia pun mengangguk dan mobil pun melesat meninggalkan rumah baruku."Da, Emak jadi gak sabar nih pingin tinggal dirumah baru yang bagus itu." Ucap Emak dengan semangat dan mata berbinar bahagia"Wes to Mak, ojo kampungan. Bentar lagi lak yo kita pindah kesana.""Halah Bapak iki, gak bisa lihat orang seneng aja." Emak pun cemberut mendengar ucapan Bapak."Sudah Pak, gak p
"Kalau sudah bercerai nanti!"Kini aku sudah mantap melangkah kejenjang perpisahan.Kublihat Anita nampak santai menanggapi ucapanku. Padahal aku harus hati-hati berkata seperti itu. Aku takut, Anita akan sedih."Ibu tenang saja, Anita bakal menutup rapat rahasia kita. Justru, Anita minta Ibu segera bercerai dengan Ayah." Anita pun menatapku dengan tajam san serius.Degh!!!Sekecewa itukah Anita kepada ayahnya, hingga dia juga membenci Mas Bowo dan malah menyuruhku untuk segera menceraikannya.Aku benar-benar masih tak percaya dengan ucapan putri semata wayangku ini. Kini ganti aku yang menatap nya seolah hanya mimpi."Ka-kamu serius Nduk?" Tanya ku tergagapAnita pun mengangguk dan tersenyum kearah ku. Senyum yang sangat tulus dan ikhlas."Kamu gak marah dan kecewa sama Ibu kan, Kalau Ibu berpisah dengan ayahmu?""Enggak Bu, aku lebih senang jika Ibu berpisah dengan Ayah. Nita gak mau lihat Ibu sedih dengan kelakuan ayah selama ini." Kini terlihat raut muka Anita yang sedih."Nita in
"Assalamualaikum..." Salam Mas Bowo saat masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ruang makan untuk menyalami tangan Bapak dan Ibu. Begitu juga dengan ku dan Anita yang ikut menyalami tanganya, karena bagaimana pun aku masih istrinya, istri yang di wajibkan patuh kepada suami."Makan dulu Wo... mumoung lagi ngumpul, lagian selama Bapak dan Emak disini, kita gak pernah kumpul-kumpul makan bareng.""I-iya Pak." Mas Bowo terlihat kikuk saat Bapak memintanya ikut serta makan bersama.Diapun langsung duduk, dan mengambil piring serta sendok serta nasi dan lauk yang sudah aku siapkan di atas meja. Kemudian dia menyuapkan nasi kedalam mulutnya dengan lahap.Memang, selama Bapak dan Emak disini, Mas Bowo tak pernah sekalipun mengajak kedua orang tuaku berbicara. Paling-paling dia hanya mendekat untuk salim saat berangkat atupun pulanh kerja.Selebihnya, dia habiskan waktunya di luar rumah. Atau lebih tepatnya di rumah Denisa dan baru pulanh larut malam. Selalu saja begitu.Tapi aku tak pern
"Habis ini Ida jemput Anita dulu Mak, Pak. Kalau Emak dan Bapak lapar, kalian makan siang dulu aja. Soalnya nanti Ida juga ada perlu bentar ke toko kue, jadi agak lama baliknya." Ucapku pada mereka saat selesai menjalankan sholat berjamaah."Yasudah, Kita duluan ya Nduk!""Enggeh Mak."Setelah selesai melipat mukena, aku memoles sedikit make up kewajahku agar tak terlihat kusam.Barulah aku berpamitan untuk menjemput putriku ini. Dan menjalankan aksi kedua yang memang sudah ku rencanakan."Ida berangkat dulu. Assalamualaikum..." Tak lupa ku salimi tangan Emak dan Bapak."Hati-hati nduk, Waalaikumsalam..."Aku melenggang pergi ke parkiran dan segera melajukan mobil menuju sekolahan Anita.Lima menit menunggu, akhirnya Anita pun keluar gerbang sekolah. Aku melambaikan tangan ke arahnya dari dalam mobil.Anita yang melihat lambaian ku tersenyum dan langsung menghampiri ku dan segera masuk kedalam mobil."Uda laper Nduk?" Tanya ku pada Anita saat dia selesai mencium punggung tangan ku.
Setelah semua kejadian yang menimpa Lusi, awalnya dia begitu terpukul dan hampir depresi. Karena dia memang bakal tak bisa mempunyai anak untuk selamanya.Berkat kesabaran Ibunya, dan juga Bowo yang selalu memberi dukungan, perlahan Lusi mampu menerima takdirnya.Begitupula Dendi yang juga perhatian pada nya pasca kehilangan buah hati mereka. Tapi semenjak kehadiran Romi, mantan pacar Lusi dulu, hidupnya berubah. Terutama hubungan nya dengan Dendi.Rama, lelaki yang dulu mencintai Lusi sepenuh hati. Tapi karena dulu dia belum memiliki pekerjaan yang mapan, dia pun memilih untuk mundur. Apalagi waktu itu dia melihat Lusi yang juga sudah dekat dengan Dendi yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar.Hingga akhirnya, dia pun memilih untuk merantau. Bekerja jadi kontraktor disebuah tambang."Lus...!" Sapa Rama saat mereka bertemu membeli martabak disebuah sentra PKL bersama Narendra."Rama....!" Balas Lusi yang juga tak kalah bahagia dan mereka pun bersalaman."Anak kam
Hallo Mas!" Sapanya begitu lembut saat mengangkat telepon ku."Lagi apa Ras?""Nih, lagi santai sama calon anak kamu. Oh iya, uda makan belum?" Tanya nya.Aaah, Laras benar-benar perhatian sekali. Bahkan Lusi pun jarang menanyakan hal sekecil ini tapi mampu membuat ku merasa dipedulikan. Tak seperti Lusi yang hanya lebih sering menanyakan uang dan uang.Untung saja aku cinta. Kalau tidak, mungkin aku sduah meninggalkan nya."Sudah kok. Kamu juga sudah makan apa belum? Jangan sampai telat makan ya?" "Iya Enggak Mas." Jawab nya seraya tersenyum."Oh iya Ras, mobil yang kujanjikan pada Lusi sudah datang hari ini. Ku rasa dia begitu bahagia!" Ucapku.Tapi Laras tak menanggapi ucapan ku."Halo Ras kamu masih disana?" Tanya ku.Karena memang seketika suasana jadi hening. Hanya terdengar suara helaan napas yang berat keluar dari mulutnya."Iya masih Mas. Tapi aku ngantuk mau tidur dulu. Capek!" Jawab nya seketika cuek."Oh yasudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih. Met tidur ya sayang dan
Aku dulu memang sangat mencintai Lusi. Apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin bakal aku turutin.Tak ada kata penolakan yang bakal keluar dari mulutku ini, semua ucapannya pasti ku iyakan. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku ingin keturunan. Sudah hampir lima tahunan aku dan Lusi menjalin rumah tangga, tapi kami belum juga dikarunia i seorang anak.Lantas aku harus bagaimana? Apakah aku harus menunggu terus dengan sabar? Tapi sampai kapan? Aku juga tak tau kapan umurku akan berakhir. Tapi setidaknya sebelum umur ku usai, aku sudah memiliki seorang penerus.Semakin hari aku semakin bimbang. Ingin rasanya menyudahi hubungan ku dengan nya, tapi aku masih terlalu cinta."Ini pesanan nya ya Pak!" Ucap seorang pelayan restoran saat kapalku sedang bersandar dan kami makan malam disuatu kota.Aku melihat gadis ini begitu manis, dengan postur tubuh yang aduhai menggoda iman. Ku lirik name tag nya, dan kulihat nama yang tertera disana "Laras".Aku pun tersenyum manis padanya, dan di
Drrrt... Drrrt... Drrrt...Aku jadi terbangun kala hp ku berdering karena sebuah panggilan masuk. Setelah ketahuan hamil, Ibu menyuruhku untuk lebih banyak istirahat. Karena kata Ibu, kehamilan ku ini sedikit rewel. Apalagi ini masih trimester pertama yang pastinya masih teler-telernya. Kuraih hp yang tergeletak tak jauh dari tempat ku berbaring, kemudian melihatnya. Ternyata Mas Dendi lah yang sedang menelponku.Dengan semangat 45, aku pun langsung mengangkat panggilan darinya. Dan sudah pasti, senyum ku pun memgembang."Hallo, iya Mas!" Ucapku "Lus, kamu beneran kan? Kamu gak bohong kan?" Pertanyaa Mas Dendi langsung memberondong ku."Iya Mas, masa' iya aku bohong sih sama kamu Mas?" "Alhamdulillah... Ya Allah Lus, kamu tau aku begitu bahagia. Hiks!" Dari nada suaranya, Mas Dendi begitu terharu."Mas nangis?" "Mas cuman bahagia Lus, Mas gak nyangka akhirnya kamu hamil juga. Tapi....!" Ucapanya terhenti.Tapi aku paham maksut dari ucapan Mas Dendi ini. Tapi dia juga sudah mengham
Karena perjanjian ku dengan Mas Dendi inilah, sekarang aku bisa hidup lebih bahagia. Apalagi dengan harta yang lebih bergemilang. Walau aku harus berbagi suami dengan wanita sialan itu.Tiga hari lagi Mas Dendi juga akan pulang. Dan dia berniat ingin bersama ku nantinya. Jujur saja, aku sudah kehilangan hasrat bersama Mas Dendi. Tapi, mau tak mau aku harus tetap melayani nya.Toh aku juga dapat imbalan yang setimpal. Apapun yang aku ingin kan, Mas Dendi selalu menuruti apapin yang aku ingin kan.Yang terpenting saat ini, aku harus bersiap dan merias diri secantik mungkin. Agar nanti saat Mas Dendi datang, dia terkesima dengan penampilan ku.Tok tok tok!!!"Lus...?" Sapa Mas Bowo didepan kamar ku"Hmm, ada apa Mas? Masuk aja, gak ku kunci kok." UcapkuMas Bowo pun masuk, dan mengeluarkan uamg lembaran merah sebanyak lima biji."Nih...!" Ucapnya sambil meneyerah kan pada ku."Ooh, uda gajian toh. Oke, aku terima." Ku ambil uang ity dari tangan Mas Bowo. Dan memasukkanya kedalam kantong
Menempuh waktu hampir dua jam lebih, bagiku terasa sangat begitu lama. Tapi aku bersikap biasa saja dihadapan Mas Fero. Aku takut, jika dia melihat ku khawatir, dia bakal ngebut, dan justru malah membahayakan kita sendiri.Padahal dalam hati ini, sudah tak karuan lagi. Campur aduk rasanya, apalagi memang kondisi Bapak yang sudah terlalu lemah beberapa hari ini.Tapi memang saat ini Mas Fero berkendara lebih cepat dari pada saat kami berangkat ke kosan Anita. Untung nya juga, jalanan tak seberapa padat, mungkin karena masih siang juga, dan tak bertepatan dengan jam pulang kerja.Tujuan kita saat ini pun langsung ke rumah sakit Medika. Aku melirik Anita dari kaca spion dalam mobil, terlihat tak tenang juga. Terlihat juga Anita tak lepas dari doa, sama seperti ku saat ini.Sesampainya dirumah sakit, Mas Fero langsung memarkirikan mobilnya, setelah itu, kami langsung berjalan. Menuju ruang ICU, dimana Emak sudah menunggu disana."Mak...!" Sapa ku saat melihat wanita paruh baya itu duduk s
Sudah dua hari ini, aku dan Mas Fero tinggal dirumah ku. Karena memang beberapa hari ini aku sibuk mengolah semua usaha ku. Maklum, biasanya Emak yang membantuku ditoko, kini lebih banyak dirumah.Sebab, akhir-akhir ini kesehatan Bapak juga sedang terganggu. Dan sudah tiga hari ini pula beliau terlihat lemas. Jadi dari pada aku harus bolak balik toko kerumah Mas Fero yang jaraknya lumayan jauh, aku pun memutuskan untuk memgajak Mas Fero gantian tinggal disini beberapa hari. Apalagi hari ini kita juga ada agenda mengantarkan Anita ke kosan nya.Dan juga, aku sibuk membantu putriku yang akan segera pindahan, karena sebenyar lagi dia akan masuk kuliah. Ternyata waktu berputar begitu cepat, hingga tanpa terasa kini Anita sudah akan menjadi seorang mahasiswi."Nduk, sarapan dulu!" Ajak Emak saat aku menuju dapur."Enggeh Mak! Oh iya, nanti Emak ke toko lagi kah?" "Kayaknya sih enggak, lah Bapak mu kondisinya juga kayak gitu. Emak kok jadi takut ya Nduk!" Ucap Emak sedikit tertahan"Takut
"Sudah hampir sebulan ini aku menjadi istri Mas Fero, kalau ditanya bagaimana rasanya? Sudah tentu aku bakal berkata begitu bahagia.Bukan tanpa sebab, karena memang sifat Mas Fero yang begitu perhatian dan peduli padaku, membuat ku menjadi begitu nyaman.Apalagi Mama juga begitu baik terhadapku. Karena memang setelah menikah, aku diboyong oleh Mas Fero ke kediamanya. Ya, walaupun tak jarang juga aku masih sering pulang kerumah untuk menengok Emak dan Bapak.Karena memang Anita juga kadang ikut tinggal dirumah Papa barunya ini. Mas Fero mengajak ku tinggal dirumah nya juga bukan tanpa alasan, sebab anak-anak kandung Mas Fero yang kini juga sudah menjadi anak ku masih kecil-kecil, sedangkan Anita sudah besar.Dan sebentar lagi dia akan masuk kuliah, bahkan akan tinggal jauh dari kami. Karena dia kuliah diluar kota, terpaksa dia harus ngekos disana. Itu pula lah yang membuat ku mau untuk tinggal disini, karena anak-anak Mas Fero lebih membutuhkan sosok Ibu."Sayang, nanti nge mall yuk..
Hari ini pekerjaan kantor benar-benar lumayan banyak. Apalagi banyak barang masuk, yang otomatis banyak data pula yang harus ku input.Untung nya laporan ini gak harus selesai hari ini juga. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai tentunya.Kulihat Bram dan teman-teman juga pada sibuk dengan pekerjaan mereka. Hingga waktu istirahat, seperti biasa aku dan Bram makan siang di kantin sambil ngobrol. "Bro, gak minat cari istri baru nih?" Tanya nya "Gak kepikiran Bram. Masih trauma!" Jawab ku sambil menggelengkan kepala."Hahaha Anjriit, lemah amat lu Bro!"Sialan, dia bilang aku lemah? Dia gak tau aja sih sakitnya diselingkuhi, apalagi selingkuhnya sampek bikin bunting. Sakit tau gak, sakiiit...."Kamu bisa ngomong gitu mah soalnya belum ngerasain aja. Coba deh, nanti kalau uda ngerasain, nyaho deh...!" Cebik ku ganti membuat raut muka Bram berubah."Yaelah, gitu amat doain temen yang jelek-jelek." Ucap Bram yang sama sekali tak ku gubris.Waktu istirahat yang hanya sejam pun habis, aku k