Setelah semua selesai, aku pun mengajak Emak dan Bapak untuk kembali ke rumah. Karena hari juga sudah mau sore hari.Takut keburu Mas Bowo pulang kerumah duluan. Karena memang setiap kali kita keluar, tanpa sepengetahuannya."Mak, Pak balik yuk! Uda puas kan lihat-lihat rumah barunya?""Iya Nduk udah. Oh ya, kapan kita mau bikin selamatan buat rumah baru ini?" Tanya Emak padaku saat berjalan menuju garasi."Kita bicarakan nanti saja dirumah Mak."Setelah semua masuk ke dalam mobil, aku pun kembali melajukan mobil pulang kerumah. "Hati-hati Pak, Bu." Sapa Pak Asep satpam rumah ku"Iya Pak, kalau gitu kami pamit dulu."Dia pun mengangguk dan mobil pun melesat meninggalkan rumah baruku."Da, Emak jadi gak sabar nih pingin tinggal dirumah baru yang bagus itu." Ucap Emak dengan semangat dan mata berbinar bahagia"Wes to Mak, ojo kampungan. Bentar lagi lak yo kita pindah kesana.""Halah Bapak iki, gak bisa lihat orang seneng aja." Emak pun cemberut mendengar ucapan Bapak."Sudah Pak, gak p
"Kalau sudah bercerai nanti!"Kini aku sudah mantap melangkah kejenjang perpisahan.Kublihat Anita nampak santai menanggapi ucapanku. Padahal aku harus hati-hati berkata seperti itu. Aku takut, Anita akan sedih."Ibu tenang saja, Anita bakal menutup rapat rahasia kita. Justru, Anita minta Ibu segera bercerai dengan Ayah." Anita pun menatapku dengan tajam san serius.Degh!!!Sekecewa itukah Anita kepada ayahnya, hingga dia juga membenci Mas Bowo dan malah menyuruhku untuk segera menceraikannya.Aku benar-benar masih tak percaya dengan ucapan putri semata wayangku ini. Kini ganti aku yang menatap nya seolah hanya mimpi."Ka-kamu serius Nduk?" Tanya ku tergagapAnita pun mengangguk dan tersenyum kearah ku. Senyum yang sangat tulus dan ikhlas."Kamu gak marah dan kecewa sama Ibu kan, Kalau Ibu berpisah dengan ayahmu?""Enggak Bu, aku lebih senang jika Ibu berpisah dengan Ayah. Nita gak mau lihat Ibu sedih dengan kelakuan ayah selama ini." Kini terlihat raut muka Anita yang sedih."Nita in
"Assalamualaikum..." Salam Mas Bowo saat masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ruang makan untuk menyalami tangan Bapak dan Ibu. Begitu juga dengan ku dan Anita yang ikut menyalami tanganya, karena bagaimana pun aku masih istrinya, istri yang di wajibkan patuh kepada suami."Makan dulu Wo... mumoung lagi ngumpul, lagian selama Bapak dan Emak disini, kita gak pernah kumpul-kumpul makan bareng.""I-iya Pak." Mas Bowo terlihat kikuk saat Bapak memintanya ikut serta makan bersama.Diapun langsung duduk, dan mengambil piring serta sendok serta nasi dan lauk yang sudah aku siapkan di atas meja. Kemudian dia menyuapkan nasi kedalam mulutnya dengan lahap.Memang, selama Bapak dan Emak disini, Mas Bowo tak pernah sekalipun mengajak kedua orang tuaku berbicara. Paling-paling dia hanya mendekat untuk salim saat berangkat atupun pulanh kerja.Selebihnya, dia habiskan waktunya di luar rumah. Atau lebih tepatnya di rumah Denisa dan baru pulanh larut malam. Selalu saja begitu.Tapi aku tak pern
"Habis ini Ida jemput Anita dulu Mak, Pak. Kalau Emak dan Bapak lapar, kalian makan siang dulu aja. Soalnya nanti Ida juga ada perlu bentar ke toko kue, jadi agak lama baliknya." Ucapku pada mereka saat selesai menjalankan sholat berjamaah."Yasudah, Kita duluan ya Nduk!""Enggeh Mak."Setelah selesai melipat mukena, aku memoles sedikit make up kewajahku agar tak terlihat kusam.Barulah aku berpamitan untuk menjemput putriku ini. Dan menjalankan aksi kedua yang memang sudah ku rencanakan."Ida berangkat dulu. Assalamualaikum..." Tak lupa ku salimi tangan Emak dan Bapak."Hati-hati nduk, Waalaikumsalam..."Aku melenggang pergi ke parkiran dan segera melajukan mobil menuju sekolahan Anita.Lima menit menunggu, akhirnya Anita pun keluar gerbang sekolah. Aku melambaikan tangan ke arahnya dari dalam mobil.Anita yang melihat lambaian ku tersenyum dan langsung menghampiri ku dan segera masuk kedalam mobil."Uda laper Nduk?" Tanya ku pada Anita saat dia selesai mencium punggung tangan ku.
Ku lihat dia nampak terkejut saat melihat mobil yang kupakai."Oh ya Nis, salam buat suamimu ya. Bilanga aja istri temannya yang bernama Ida habis main kesini."Mendengar ucapanku, mata Denisa membeliak dan tubuhnya sedikit menegang. Mungkin dia terlalu kaget dengan fakta yang ku buka. Dan dia akhirnya menyadari bahwa akulah istri pertama suaminya."Ck, gitu aja uda takut. Padahal dulu saat kau menikahi suamiku santai-santai aja." Gumam ku dalam hati."I-iya Mbak..." Ucapnya setengah tergagap karena shok.Aku dan Anita pun langsung melenggang pergi dengan hati yang tentunya tak karuan.Ku nyalakan mesin mobil, dan ku turunkan sedikit kacanya untuk menyapa Denisa sebelum pulangTin... Tin...ku bunyikan klakson tanda salam sebelum berlalu, dan ku ulaskan sebuah senyuman kearahnya.*****Drrrrt.... Drrrtttt.... Drrrtttt...Terdengar hp ku bergetar beberapa kali saat aku sedang makan siang yang menjadi sore bersama Anita, putriku."Hp mu dari tadi getar terus, coba diangkat dulu Nduk, sa
Pukul tujuh malam kami baru sampai rumah. Kulihat Mas Bowo yang sudah menunggu di ruang tamu langsung bangkit menuju depan pintu.Braaak!!!Ku tutup pintu mobil, dan berjalan mengekori Emak, Bapak juga Anita yang langsung masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan Mas Bowo yang sedari tadi berdiri didepan pintu."Da, aku ingin kita bicara dulu." Mas Bowo menggenggam tanganku yang akan masuk kedalam rumahKu tepis genggaman tanganya, tapi tak bisa. Karena dia mencengkeram sangat kuat."Aku mohon, dengarkan dulu penjelasanku." Ucapnya mengiba"Penjelasan? Penjelasan apa emangnya?" Tanya pura-pura bodoh."Sudahlah Da, aku tau kalau kamu sudah tau rahasiaku. Aku mohon maafkan aku Da!!!" Ucapnya memelas."Ciiih, kenapa baru sekarang kamu meminta maaf."Dia hanya diam tak menjawab, dan tetap menggenggam erat tanganku."Da, aku mohon maafkan aku. Aku janji aku akan berlaku adil buat kalian.""Adil? Hahahah kamu kira aku buta dan bodoh hah?" Aku yang sedari dulu menyimpan amarah kini akhirnya
Di bantu oleh Bapak, aku pun Mengurus segala keperluan untuk bercerai. Hingga akhirnya kita diminta untuk pulanh dan menunggu surat panggilan sidang.Yang mungkin akan di kirim seminggu kemudian. Rasanya benar-benar sudah tak kuasa untuk menunggu hari itu datang Hari dimana aku bisa bebas dari genggaman Mas Bowo."Kita langsung pulang Nduk?" Tanya Bapak saat kita akan berjalan kembali ke parkiran"Boleh Pak. Tapi gimana kalau kita sekalian jalan cari ruko Pak?""Kamu gak capek kan?" Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaan Bapak."Boleh kalau gitu. Kita mau kemana lagi emangnya?""Kita coba ke pasar lagi Pak. Kayaknya Ida uda srek sama ruko yang di pasar kemarin sih. Soalnya letaknya yang strategis, terus disana juga rame. Yaa meskipun sewanya agak tinggi." Kataku sedikit bimbang"Tapi bismillah semoga aja laku Pak, usaha kita nanti." Ucapku meyakinkan Bapak kembali.Bapak manggut-manggut menyetujui ucapanku.Kita berdua pun masuk ke dalam mobil. Ku nyalakan mesin dan melajukan nya
Aku menggebrak meja kedua tanganku saat mendengar ucapan Lusi yang sangat kurang ajar."Denger ya Lus, kalau tau seperti ini aku mending tak menikah dengan Mas mu, dan lebih memilih untuk menjadi wanita kampung. Tapi tak kampungan sepertimu." Aku menunjuk nya dengan geram."Lus, apa sih kamu pakai ikut-ikut segala. Diam saja." Bentak Ibu pada Lusi"Apa sih Bu, gak usah bela Mbak Ida deh. Bener kan apa yang Ida bilang. Lagian nih ya, Mbak Ida juga gak bisa kan ngasih anak laki-laki buat Mas Bowo. Makanya Mas Bowo sampai selingkuh." Ucapnya yang masih nyinyir padaku Gemeletuk suara gigiku terdengar sangat keras menahan amarah yang sudah membakar dan merasuki jiwa.Ingin sekali rasanya aku membunuh Lusi dan Mas Bowo sekarang juga. Biar berkurang orang-orang tak berguna didunia ini."Itu memang lelakinya aja yang kurang ajar, uda di kasih keturunan masih aja gak bersyukur malah selingkuh sama wanita lain."Kini Emak yang sedari tadi diam ikut bersuara"Lagian masih mending Ida, bisa me