Di bantu oleh Bapak, aku pun Mengurus segala keperluan untuk bercerai. Hingga akhirnya kita diminta untuk pulanh dan menunggu surat panggilan sidang.Yang mungkin akan di kirim seminggu kemudian. Rasanya benar-benar sudah tak kuasa untuk menunggu hari itu datang Hari dimana aku bisa bebas dari genggaman Mas Bowo."Kita langsung pulang Nduk?" Tanya Bapak saat kita akan berjalan kembali ke parkiran"Boleh Pak. Tapi gimana kalau kita sekalian jalan cari ruko Pak?""Kamu gak capek kan?" Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaan Bapak."Boleh kalau gitu. Kita mau kemana lagi emangnya?""Kita coba ke pasar lagi Pak. Kayaknya Ida uda srek sama ruko yang di pasar kemarin sih. Soalnya letaknya yang strategis, terus disana juga rame. Yaa meskipun sewanya agak tinggi." Kataku sedikit bimbang"Tapi bismillah semoga aja laku Pak, usaha kita nanti." Ucapku meyakinkan Bapak kembali.Bapak manggut-manggut menyetujui ucapanku.Kita berdua pun masuk ke dalam mobil. Ku nyalakan mesin dan melajukan nya
Aku menggebrak meja kedua tanganku saat mendengar ucapan Lusi yang sangat kurang ajar."Denger ya Lus, kalau tau seperti ini aku mending tak menikah dengan Mas mu, dan lebih memilih untuk menjadi wanita kampung. Tapi tak kampungan sepertimu." Aku menunjuk nya dengan geram."Lus, apa sih kamu pakai ikut-ikut segala. Diam saja." Bentak Ibu pada Lusi"Apa sih Bu, gak usah bela Mbak Ida deh. Bener kan apa yang Ida bilang. Lagian nih ya, Mbak Ida juga gak bisa kan ngasih anak laki-laki buat Mas Bowo. Makanya Mas Bowo sampai selingkuh." Ucapnya yang masih nyinyir padaku Gemeletuk suara gigiku terdengar sangat keras menahan amarah yang sudah membakar dan merasuki jiwa.Ingin sekali rasanya aku membunuh Lusi dan Mas Bowo sekarang juga. Biar berkurang orang-orang tak berguna didunia ini."Itu memang lelakinya aja yang kurang ajar, uda di kasih keturunan masih aja gak bersyukur malah selingkuh sama wanita lain."Kini Emak yang sedari tadi diam ikut bersuara"Lagian masih mending Ida, bisa me
Di bantu oleh Emak, aku mengemasi barang-barang dan baju milik Anita. Untung saja semua baju dan keperluan ku sudah lebih dulu ku masuk kan kedalam koper saat aku memutuskan tidur dikamar putriku Jadi kali ini aku tak perlu repot-repot. Karena barang Anita yang lebih banyak dariku, akhirnya aku terpaksa memasukannya kedalam kerdus.Setelah beberapa saat, akhirnya semua barang sudah aku keluarkan dan kuletak kan diruang tamu. Terlihat Ibu dan Mas Bowo yang masih ada di sini memperhatikan tanpa membantu sedikitpun."Jangan sampai ada yang ketinggalan." Ucapnya begitu ketusAku yang mendengar ingin sekali meninjunya, andai saja kalau dia bukan mertuaku, sudah habis kulumat itu orang."Jadi orang jangan kayak mulut rombeng." Bentak Emak yang juga geram"Enak aja kalau ngomong. Situ itu yang mulut rombeng. Dasar orang kampung, nyesel aku punya besan kayak kalian gini. Huuuft""Bu sudah napa sih. Aku malu tauk gak."Ibu pun melotot kearah Mas Bowo. Beliau paling tak suka jika omonganya di
Akhirnya setelah dua hari pindah kerumah baru, dan sudah mengurus surat izin ke Pak RT. Hari ini aku dan Emak berniat mengadakan tasyakuran, untuk rumah baruku ini pada hari minggu.Tak lupa, aku meminta tolong pasa Ibu RT untuk mengundang Ibu-Ibu komplek sini yang berjumlah enam puluh orang.Dan hari ini mulai dari selesai sholat shubuh, aku, Emak, Anita dan art ku sedang sibuk membuat kue didapur untuk buah tangan acara syukuran nanti.Karena memang aku dan Emak berniat membuatnya sendiri tanpa harus mahal-mahal membeli di luar. Dan juga tak lupa aku dan Emak memasak aneka hidangan yang akan kami suguhkan untuk acara syukuran.Tentunya, syukuran kali ini lebih sedikit mewah ketimbang syukuran di rumah Mas Bowo. Karena juga, lingkungan perumahan ku yang terdiri dari orang-orang terpandang.Syukurlah, aku memiliki Emak yang juga hobby memasak dan membuat kue. Jadi aku tak perlu susah payah karena kami ber dua juga sudah terampil.Dan beruntungnya lagi, aku tak lupa membawa semua peral
Pov BowoDrrrrt.... Ddrrrtttt... Dddrrrtttt...Kuraih hp di dalam saku, terlihat di layar Denisa menelfonku. Aku keluar dari ruangan, menepi di sudut dan segera kuangkat telepon darinya, kebetulan juga hari ini kerjaan ku tak seberapa banyak."Maaas, gawat...!" Ucap Denisa dengan sedikit berteriakAku menyipitkam mata dan mengernyitkan dahi, karena tak paham dengan apa yang dia ucapkan."Gawat? Apanya yang gawat Nis?" Tanyaku yang masih penasaran"Istri Mas tadi kesini, bahkan sama putri kandung Mas juga!" Degh!!!Aku yang mendengar ucapanya bagaikandihantam ombak besar hingga terkena karang-karang yang ada dilautan. Sungguh aku masih tak percaya dengan ucapan Denisa. Bagaimana mungkin Ida tau tentang pernikahan ku dengan Denisa?Padahal selama ini dia sama sekali tak pernah membahasnya didepan ku. Malah yang selalu dia bahas adalah jatah bulanan nya yang memang selalu berkurang tanpa pernah sekalipun membahas masalah ini."Se-seriusan kamu Nis? Jangan bohong kamu?" Ucapku dengan
Setelah beberapa hari mengadakan syukuran, alhamdulillah aku menerima banyak sekali pesanan kue dari Ibu-Ibu komplek sini dan juga tentunya dari langganan setiaku dulu.Karena setelah berhenti hampir dua minggu lamanya, aku kembali berjualan dan membuat status di aplikasi hijauku untuk pemberitahuan bahwa aku kembali buka orderan kue.Setidaknya, untuk biaya menggaji karyawan yang bekerja dirumah baruku, yang berjumlah tiga orang ini, aku tak perlu merogoh uang tabungan terlalu banyak.Karena memang mungkin hasil jualan ku hanya mampu untuk membayar dua satpam ku, sedangkan untuk art ku dan pembayaran listrik rumah ataupun kebutuhan seharu-hari, mungkin aku akan mengambilnya dari uang tabungan sebelum nanti Bapak dan Emak membuka toko sembako.Dan lebih bersyukurnya lagi, gaji ketiga karyawan ku, sudah dibayarkan sendiri oleh Pak Haji saat serah terima uang hasil pemberian kemarin. Sehingga, masih ada waktu satu bulan lebih untuk aku mengumpulkan uang membayar hasil keringat mereka."
"Kita uda sepakat ya, kita sewa ruko ini selama setahun dulu."Aku mengulum senyum pada Bapak. Akhirnya, apa yang menjadi keinginan Bapak dan Emak untuk membuka toko sembako pun terlaksana."Oh ya Bu, kalau gitu kita urus surat perjanjian sewanya dulu di kantor saya ya."Aku mengangguk dan berjalan di belakangnya bersama Emak dan Bapak, mengikuti pemilik ruko ke kantor yang memang tak jauh dri tempat yang ku sewa."Silahkan duduk!" Kami semua pun akhirnya duduk, dan di berikan suguhan air mineral kemasan. Untuk setahunnya sewanya seratus juta rupiah ya Bu. Sebenarnya perbulan sewanya sembilan juta, tapi karena Ibu langsung sewa setahun, jadi dapat potongan delapan juta." Ucapnya panjang lebar sambil menuliskan kuitansi pembayaran.Alhamdulillah, aku sangat bersyukur memdapatkan potongan harga yang lumayan untuk sewa ruko ini. Anggap saja rejeki wanita sholehah. Hehehe"Pembayaran nya saya transfer sekarang aja ya Pak?""Oh boleh Bu, silahkan. Itu nomer rekening kantor kami."Ku buka
Pov BowoSetelah kepergian Ida dari rumah ini, aku sama sekali tak tau bagaimana kabarnya. Kadang terbesit rindu melanda hatiku.Setiap pulang kerja aku sama sekali tak pernah pulang ke rumah, aku langsung pulang ketempat Denisa. Karena memang aku sudah menaruh sebagian pakaian ku di kosnya.Sebuah pesan, masuk kedalam hp ku. Ku kira itu adalah pesan Ida, istriku. Ternyata hanya pesan tak penting dari Lusi[Mas, pulang kerja di suruh Ibu mampir kerumah dulu.]Aku mendengkus membaca pesan darinya. Sudah pasti ada sesuatu, yang membuat Ibu menyuruhku untuk datang kerumah.Pesan dari Lusi hanya ku baca tanpa ku balas. Karena memang buat ku itu tak penting. Toh yang penting aku nanti ke sana. Dan aku mengirimkan pesan pada Denisa untuk memberinya kabar bahwa malam ini aku bakal mampir dulu ke rumah Ibu.[Aku nanti ke rumah Ibu dulu. Mungkin bakal pulang malam] Ku kirim pesan pada Denisa, dan tak berapa lama kemudian, dia membalas pesan ku.[Iya Mas, salam buat Ibu dan Lusi ya][Iya..]Sa
Setelah semua kejadian yang menimpa Lusi, awalnya dia begitu terpukul dan hampir depresi. Karena dia memang bakal tak bisa mempunyai anak untuk selamanya.Berkat kesabaran Ibunya, dan juga Bowo yang selalu memberi dukungan, perlahan Lusi mampu menerima takdirnya.Begitupula Dendi yang juga perhatian pada nya pasca kehilangan buah hati mereka. Tapi semenjak kehadiran Romi, mantan pacar Lusi dulu, hidupnya berubah. Terutama hubungan nya dengan Dendi.Rama, lelaki yang dulu mencintai Lusi sepenuh hati. Tapi karena dulu dia belum memiliki pekerjaan yang mapan, dia pun memilih untuk mundur. Apalagi waktu itu dia melihat Lusi yang juga sudah dekat dengan Dendi yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar.Hingga akhirnya, dia pun memilih untuk merantau. Bekerja jadi kontraktor disebuah tambang."Lus...!" Sapa Rama saat mereka bertemu membeli martabak disebuah sentra PKL bersama Narendra."Rama....!" Balas Lusi yang juga tak kalah bahagia dan mereka pun bersalaman."Anak kam
Hallo Mas!" Sapanya begitu lembut saat mengangkat telepon ku."Lagi apa Ras?""Nih, lagi santai sama calon anak kamu. Oh iya, uda makan belum?" Tanya nya.Aaah, Laras benar-benar perhatian sekali. Bahkan Lusi pun jarang menanyakan hal sekecil ini tapi mampu membuat ku merasa dipedulikan. Tak seperti Lusi yang hanya lebih sering menanyakan uang dan uang.Untung saja aku cinta. Kalau tidak, mungkin aku sduah meninggalkan nya."Sudah kok. Kamu juga sudah makan apa belum? Jangan sampai telat makan ya?" "Iya Enggak Mas." Jawab nya seraya tersenyum."Oh iya Ras, mobil yang kujanjikan pada Lusi sudah datang hari ini. Ku rasa dia begitu bahagia!" Ucapku.Tapi Laras tak menanggapi ucapan ku."Halo Ras kamu masih disana?" Tanya ku.Karena memang seketika suasana jadi hening. Hanya terdengar suara helaan napas yang berat keluar dari mulutnya."Iya masih Mas. Tapi aku ngantuk mau tidur dulu. Capek!" Jawab nya seketika cuek."Oh yasudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih. Met tidur ya sayang dan
Aku dulu memang sangat mencintai Lusi. Apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin bakal aku turutin.Tak ada kata penolakan yang bakal keluar dari mulutku ini, semua ucapannya pasti ku iyakan. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku ingin keturunan. Sudah hampir lima tahunan aku dan Lusi menjalin rumah tangga, tapi kami belum juga dikarunia i seorang anak.Lantas aku harus bagaimana? Apakah aku harus menunggu terus dengan sabar? Tapi sampai kapan? Aku juga tak tau kapan umurku akan berakhir. Tapi setidaknya sebelum umur ku usai, aku sudah memiliki seorang penerus.Semakin hari aku semakin bimbang. Ingin rasanya menyudahi hubungan ku dengan nya, tapi aku masih terlalu cinta."Ini pesanan nya ya Pak!" Ucap seorang pelayan restoran saat kapalku sedang bersandar dan kami makan malam disuatu kota.Aku melihat gadis ini begitu manis, dengan postur tubuh yang aduhai menggoda iman. Ku lirik name tag nya, dan kulihat nama yang tertera disana "Laras".Aku pun tersenyum manis padanya, dan di
Drrrt... Drrrt... Drrrt...Aku jadi terbangun kala hp ku berdering karena sebuah panggilan masuk. Setelah ketahuan hamil, Ibu menyuruhku untuk lebih banyak istirahat. Karena kata Ibu, kehamilan ku ini sedikit rewel. Apalagi ini masih trimester pertama yang pastinya masih teler-telernya. Kuraih hp yang tergeletak tak jauh dari tempat ku berbaring, kemudian melihatnya. Ternyata Mas Dendi lah yang sedang menelponku.Dengan semangat 45, aku pun langsung mengangkat panggilan darinya. Dan sudah pasti, senyum ku pun memgembang."Hallo, iya Mas!" Ucapku "Lus, kamu beneran kan? Kamu gak bohong kan?" Pertanyaa Mas Dendi langsung memberondong ku."Iya Mas, masa' iya aku bohong sih sama kamu Mas?" "Alhamdulillah... Ya Allah Lus, kamu tau aku begitu bahagia. Hiks!" Dari nada suaranya, Mas Dendi begitu terharu."Mas nangis?" "Mas cuman bahagia Lus, Mas gak nyangka akhirnya kamu hamil juga. Tapi....!" Ucapanya terhenti.Tapi aku paham maksut dari ucapan Mas Dendi ini. Tapi dia juga sudah mengham
Karena perjanjian ku dengan Mas Dendi inilah, sekarang aku bisa hidup lebih bahagia. Apalagi dengan harta yang lebih bergemilang. Walau aku harus berbagi suami dengan wanita sialan itu.Tiga hari lagi Mas Dendi juga akan pulang. Dan dia berniat ingin bersama ku nantinya. Jujur saja, aku sudah kehilangan hasrat bersama Mas Dendi. Tapi, mau tak mau aku harus tetap melayani nya.Toh aku juga dapat imbalan yang setimpal. Apapun yang aku ingin kan, Mas Dendi selalu menuruti apapin yang aku ingin kan.Yang terpenting saat ini, aku harus bersiap dan merias diri secantik mungkin. Agar nanti saat Mas Dendi datang, dia terkesima dengan penampilan ku.Tok tok tok!!!"Lus...?" Sapa Mas Bowo didepan kamar ku"Hmm, ada apa Mas? Masuk aja, gak ku kunci kok." UcapkuMas Bowo pun masuk, dan mengeluarkan uamg lembaran merah sebanyak lima biji."Nih...!" Ucapnya sambil meneyerah kan pada ku."Ooh, uda gajian toh. Oke, aku terima." Ku ambil uang ity dari tangan Mas Bowo. Dan memasukkanya kedalam kantong
Menempuh waktu hampir dua jam lebih, bagiku terasa sangat begitu lama. Tapi aku bersikap biasa saja dihadapan Mas Fero. Aku takut, jika dia melihat ku khawatir, dia bakal ngebut, dan justru malah membahayakan kita sendiri.Padahal dalam hati ini, sudah tak karuan lagi. Campur aduk rasanya, apalagi memang kondisi Bapak yang sudah terlalu lemah beberapa hari ini.Tapi memang saat ini Mas Fero berkendara lebih cepat dari pada saat kami berangkat ke kosan Anita. Untung nya juga, jalanan tak seberapa padat, mungkin karena masih siang juga, dan tak bertepatan dengan jam pulang kerja.Tujuan kita saat ini pun langsung ke rumah sakit Medika. Aku melirik Anita dari kaca spion dalam mobil, terlihat tak tenang juga. Terlihat juga Anita tak lepas dari doa, sama seperti ku saat ini.Sesampainya dirumah sakit, Mas Fero langsung memarkirikan mobilnya, setelah itu, kami langsung berjalan. Menuju ruang ICU, dimana Emak sudah menunggu disana."Mak...!" Sapa ku saat melihat wanita paruh baya itu duduk s
Sudah dua hari ini, aku dan Mas Fero tinggal dirumah ku. Karena memang beberapa hari ini aku sibuk mengolah semua usaha ku. Maklum, biasanya Emak yang membantuku ditoko, kini lebih banyak dirumah.Sebab, akhir-akhir ini kesehatan Bapak juga sedang terganggu. Dan sudah tiga hari ini pula beliau terlihat lemas. Jadi dari pada aku harus bolak balik toko kerumah Mas Fero yang jaraknya lumayan jauh, aku pun memutuskan untuk memgajak Mas Fero gantian tinggal disini beberapa hari. Apalagi hari ini kita juga ada agenda mengantarkan Anita ke kosan nya.Dan juga, aku sibuk membantu putriku yang akan segera pindahan, karena sebenyar lagi dia akan masuk kuliah. Ternyata waktu berputar begitu cepat, hingga tanpa terasa kini Anita sudah akan menjadi seorang mahasiswi."Nduk, sarapan dulu!" Ajak Emak saat aku menuju dapur."Enggeh Mak! Oh iya, nanti Emak ke toko lagi kah?" "Kayaknya sih enggak, lah Bapak mu kondisinya juga kayak gitu. Emak kok jadi takut ya Nduk!" Ucap Emak sedikit tertahan"Takut
"Sudah hampir sebulan ini aku menjadi istri Mas Fero, kalau ditanya bagaimana rasanya? Sudah tentu aku bakal berkata begitu bahagia.Bukan tanpa sebab, karena memang sifat Mas Fero yang begitu perhatian dan peduli padaku, membuat ku menjadi begitu nyaman.Apalagi Mama juga begitu baik terhadapku. Karena memang setelah menikah, aku diboyong oleh Mas Fero ke kediamanya. Ya, walaupun tak jarang juga aku masih sering pulang kerumah untuk menengok Emak dan Bapak.Karena memang Anita juga kadang ikut tinggal dirumah Papa barunya ini. Mas Fero mengajak ku tinggal dirumah nya juga bukan tanpa alasan, sebab anak-anak kandung Mas Fero yang kini juga sudah menjadi anak ku masih kecil-kecil, sedangkan Anita sudah besar.Dan sebentar lagi dia akan masuk kuliah, bahkan akan tinggal jauh dari kami. Karena dia kuliah diluar kota, terpaksa dia harus ngekos disana. Itu pula lah yang membuat ku mau untuk tinggal disini, karena anak-anak Mas Fero lebih membutuhkan sosok Ibu."Sayang, nanti nge mall yuk..
Hari ini pekerjaan kantor benar-benar lumayan banyak. Apalagi banyak barang masuk, yang otomatis banyak data pula yang harus ku input.Untung nya laporan ini gak harus selesai hari ini juga. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai tentunya.Kulihat Bram dan teman-teman juga pada sibuk dengan pekerjaan mereka. Hingga waktu istirahat, seperti biasa aku dan Bram makan siang di kantin sambil ngobrol. "Bro, gak minat cari istri baru nih?" Tanya nya "Gak kepikiran Bram. Masih trauma!" Jawab ku sambil menggelengkan kepala."Hahaha Anjriit, lemah amat lu Bro!"Sialan, dia bilang aku lemah? Dia gak tau aja sih sakitnya diselingkuhi, apalagi selingkuhnya sampek bikin bunting. Sakit tau gak, sakiiit...."Kamu bisa ngomong gitu mah soalnya belum ngerasain aja. Coba deh, nanti kalau uda ngerasain, nyaho deh...!" Cebik ku ganti membuat raut muka Bram berubah."Yaelah, gitu amat doain temen yang jelek-jelek." Ucap Bram yang sama sekali tak ku gubris.Waktu istirahat yang hanya sejam pun habis, aku k