Pov BowoKarena memanh orderan perusahaan yang akhir-akhir ini sepi, membuat pekerjaan ku tak seberapa banyak. Dan bisa membuat ku dengan mudah untuk mengambil ijin pulang cepat setengah hari.Aku langsung memacu sepeda motorku ke rumah Ibu menjemput Lusi. Ku lihat dia juga sudah bersantai dan siap di depan rumah sambil memainkan gawainya."Mana Inu Lus..." Tanya ku yang baru masuk kedalam rumah"Tuh di WC, jadi berangkat sekarang gak?""Iya bentar, aku juga mau beser dulu." Ucapku yang langsung nyelonong masuk ke belakang"Loo cepet amat da sampak Wo?" Tanya Ibu yang keluar dari toilet."Iya Bu, biar gak kehilangan jejak Nita. Bentar, Bowo mau beser dulu."Ibu pun minggir dan membiarkan aku masuk kedalam untuk menunaikan hajat kecilku."Yuuk Mas berangkat, keburu panas nih. Jadi gosong aku nanti. Rugi dong, perawatan mahal aku." Dengkus Lusi yang membuat ku sedikit geram."Iya iya, bawel amat sih jadi orang."Bukannya mengikuti ku naik keatas motor, dia malah melotot kearah ku."Leee
Setelah semua selesai, aku, Emak dan Bapak langsung balik ke rumah untuk bersih-bersih diri karena seharian berada di luar dirumah.Oh ya, tadi aku bahkan tak sempat untuk menjemput Anita, jadi dia aku telepon untuk naik ojek online saja."Tak papa lah, nanti biar aku minta maaf di rumah saja dan memberikan kejutan padanya karena telah membeli mobil baru" pikirku saat sudah sampai dirumah.Hnnnngggg!!!Suara deru mesin mobil kini sudah ada di depan pagar rumah. Dengan cepat, Pak Satpam pun membukakan gerbang dan menundukkan kepala untuk memberi hormat pada ku.Aku langsung memasukkan mobil kedalam garasi, kemudian turun menutup pintu dan masuk kedalam rumah mememui Anita."Nduuuk..." Suara ku memanggilnya yang sedang duduk santai diruang keluarga melihat drakor kesayangan nya."Ya Bu,!" Balasnya yang langsung menatap ku."Maaaf ya tadi Ibu gak sempet jemput kamu, malah nyuruh naik ojol. Nih...!" Ucapku sambil menyerahkan surat kuitansi pembelian mobil.Anita mengernyitkan dahi menerim
"Maaf Mas, aku sudah bilang, aku tak sudi lagi menjalin rumah tangga denganmu. Meskipun kau bersujud di kaki ku, semuanya tak akan pernah merubah keputusan ku." Ucap ku tanpa melihat ke arah Mas BowoTapi Mas Bowo tetap berusaha menggapai tanganku dan malah bersujud di kaki ku. Bukannya malah kasian, aku yang melihat malah ingin tertawa.Bisa-bisanya dia mau melakukan hal bodoh seperti ini di depan banyak orang. Bahkan Ibu yang biasanya melarang Mas Bowo untuk memohon padaku, kini hanya bisa diam bahkan memasang wajah yang melas.Mungkin beliau merasa aku akan iba melihatnya, dan menuruti semua perkataan mereka. Ooh tidak bisa,, Ida yang sekarang bukanlah Ida yang dulu, Ida yang lemah dan rapuh.Begitupula dengan Lusi yang biasanya begitu ketus padaku, kini mendadak sangat santun lemah lembut didepan ku."Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan dariku? Apa mereka tau siapa aku sebenarnya?" Pertanyaaan-pertanyaan itu kini makin berkecamuk didalam otak ku. Saat adegan ini terjadi, nama
Yuuk jangan bosan-bosan untuk tinggalkan like dan komen ya setelah membaca ceritanya. Dan jangan lupa untuk subscribe cerita author yang lainya.Terimakasih dan selamat membaca...*****"sudah Pak, Mak, ayo kita pulang saja." Bapak dan Emak pun mengangguk. Sementara Mas Bowo masih menahan tangan ku dan memintaku untuk menyerahkan kunci mobilnya."Mana kuncinya Da. Kamu jangan seenaknya saja."Dengan sekali sentakan, tangan Mas Bowo terlepas. Jijik sekali rasanya tangan ku di sentuh olehnya."Serahkan dulu bpkbnya. Nanti biar ku jual, setelah itu aku berikan separuh uang penjualanya ke kamu. Kalau tidak, aku juga tidak akan mengembalikannya." Mas Bowo pun melotot ke arah ku. Wajahnya memerah, mungkin dia memendam amarah padaku."Kau mau mencurangi aku kan? Kamu kira aku bodoh seperti dirimu, hah?" Katanya dengan percaya diri dan menyunggingkan sebelah bibirnya"Hahaha bodoh, yang bodoh siapa? Aku atau kamu Mas?" Ku tatap wajahnya dengan tatapan sinis."Gini aja deh, mobil ini biar ak
"Buk, martabak usus pakai telur empat ya!" Ucapku memesan makanan segelah sampai ditempat tujuan"Pedes gak Bu?""Iya pedes semua ya. Sekalian es nya, jus alpukat dua ya!""Ooh siap Bu, di tunggu bentar ya!" Penjual pun sibuk menyiapkan pesanan kita.Untung saja hari ini antrian tak seberapa panjang. Karena memang martabak usus telur ini paling terkenal di daerah sini."Yuuk Nduk kita duduk."Aku dan Anita pun berjalan beriringan menuju meja."Gimana tadi proses sidangnya Bu? Lancar?"Aku tersenyum menjawab pertanyaan putriku ini. Aku tak mungkin juga jujur padanya apa yang terjadi disana."Alhamdulillah... Doain aja ya Nduk, semoga proses nya cepat.""Aaamiiin..." Anita mengusapkan kedua telapak tanganya ke wajah.Syukurlah tadi Anita tak ikut, andai dia ikut, sudah kupastikan dia malu dengan tingkah Ayahnya.Triiing!!!Sebuah pesan masuk dihp ku. Tertera nama Lusi disana. Aku mengernyitkan dahi, ada perlu apa dia mengirimi ku pesan.Segera ku buka pesan darinya, karena aku juga pena
Sehari setelah kedatangan mobil baru, aku dan Emak sibuk menyiapkan selamatan untuk mobil baru yang akan aku bagikan kepada para tetangga.Ya aku hanya membagikan sekotak makanan yang berisi nasi, lauk, sayur, buah dan juga kue buatan ku sendiri.Apalagi hari ini pesanan kue juga lumayan banyak. Jadi hari ini aku benar-benar sibuk menyiapkan semua bahkan dari sebelum shubuh."Nduk, kamu nanti jadi kekuar sama Bapak?" Tanya Emak "Jadi Mak, soalnya Ida juga udah janjian sama pemilik pick up nya buat cek hari ini. Kalau jadi ya langsung Ida bayar, biar sekalian.""Lah terus kamu bawa kesininya gimana?""Nanti Ids sekalian sama Pak Anton Ma, nanti biar Pick up nya dibawa sama Pak Anton." "Ooh ya sudah akalu gitu. Iya lebih cepat lebih baik buat kita isi ruko. Nanti malah rugi kalau lama dikosongin.""Iya Mak, kalau nanti pick up nya uda jadi, besok kita ke toko. Soalnya para suplier mau kirim barang. Baru lusa kita ke kampung stok gula dan beras.""Lah ide bagus itu Nduk."Tak lama kemu
Mobil pun berbelok memasuki kawasan perumahan elit tempat tinggalku saat ini. Entah kenapa hatiku mulai merasa berdebar. Siapakah sosok tamu istimewa yang di maksut Emak itu.Tin tin tin!!!Dengan sigap Pak Asep pun membuka pintu gerbang. Sedangkan aku langsung memasuk kan mobil ke dalam garasi.Tapi aku kaget saat melihat sebuah mobil yang juga sudah terparkir didalam nya, sebuah mobil pajer* sport bewarna hitam. Yang entah milik siapa.Aku mengernyitkan dahi, begitu pula dengan Bapak. Apa mungkin ini mobil Mas Bowo? Aah tak mungkin juga lah "Mobil siapa Nduk!" Tanya Bapak yang juga heran"Gak tau Pak, makanya Ida juga penasaran!""Yuk Nduk, kita turun. Bapak uda penasaran juga soalnya.""Enggeh Pak." Aku turun dari mobil, berjalan disamping Bapak memasuki rumah. Tapi sebelum masuk, aku menyuruh Pak Anton untuk meletak kan mobil pick up disamping mobilku.Dan Pak Anton pun langsung pamit pulang. Tak lupa aku mengucapkan banyak terimakasih atas bantuanya hari ini.Saat memasuki ruan
Ku percepat langkah kakiku menuju depan rumah."Heran, hari ini banyak sekali tamu yang tak di undang datang ke rumah." Gerutu ku sambil mengusap wajah."Mana tamunya Pak!" Aku menatap pak Asep yang menunggu didepan pintu"Masih diluar gerbang Bu!" "Ya sudah bukain aja gerbangngnya!"Pak Asep mengangguk dan bergegas menggeser sedikit gerbang rumah ku. Dan saat itulah nampak Mas Bowo, Lusi dan juga Ibu masuk sambil menaiki mobil. Aku dibuat sedikit terperanjat oleh ulah mereka bertiga.Entah mobil siapa yang mereka pinjam, atau mereka sewa. Yang pasti, mereka mengendarai mobil untuk datang kerumahku.Lagaian aku juga meraaa aneh, bukankah Mas Bowo hari ini kerja, tetapi kenapa dia bisa kesini. Apa dia ambil cuti atau memang ambil kerja setengah hari? Aaah entahlah itu juga bukan urusan ku.Mereka turun dari mobil dan langsung mengahampiriku. Bukan nya bersalaman dengan ku, mereka malah asyik memperhatikan rumahku."Waaah selamat datang dirumah ku, mari silahkan masuk!" Tanpa memandan
Setelah semua kejadian yang menimpa Lusi, awalnya dia begitu terpukul dan hampir depresi. Karena dia memang bakal tak bisa mempunyai anak untuk selamanya.Berkat kesabaran Ibunya, dan juga Bowo yang selalu memberi dukungan, perlahan Lusi mampu menerima takdirnya.Begitupula Dendi yang juga perhatian pada nya pasca kehilangan buah hati mereka. Tapi semenjak kehadiran Romi, mantan pacar Lusi dulu, hidupnya berubah. Terutama hubungan nya dengan Dendi.Rama, lelaki yang dulu mencintai Lusi sepenuh hati. Tapi karena dulu dia belum memiliki pekerjaan yang mapan, dia pun memilih untuk mundur. Apalagi waktu itu dia melihat Lusi yang juga sudah dekat dengan Dendi yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar.Hingga akhirnya, dia pun memilih untuk merantau. Bekerja jadi kontraktor disebuah tambang."Lus...!" Sapa Rama saat mereka bertemu membeli martabak disebuah sentra PKL bersama Narendra."Rama....!" Balas Lusi yang juga tak kalah bahagia dan mereka pun bersalaman."Anak kam
Hallo Mas!" Sapanya begitu lembut saat mengangkat telepon ku."Lagi apa Ras?""Nih, lagi santai sama calon anak kamu. Oh iya, uda makan belum?" Tanya nya.Aaah, Laras benar-benar perhatian sekali. Bahkan Lusi pun jarang menanyakan hal sekecil ini tapi mampu membuat ku merasa dipedulikan. Tak seperti Lusi yang hanya lebih sering menanyakan uang dan uang.Untung saja aku cinta. Kalau tidak, mungkin aku sduah meninggalkan nya."Sudah kok. Kamu juga sudah makan apa belum? Jangan sampai telat makan ya?" "Iya Enggak Mas." Jawab nya seraya tersenyum."Oh iya Ras, mobil yang kujanjikan pada Lusi sudah datang hari ini. Ku rasa dia begitu bahagia!" Ucapku.Tapi Laras tak menanggapi ucapan ku."Halo Ras kamu masih disana?" Tanya ku.Karena memang seketika suasana jadi hening. Hanya terdengar suara helaan napas yang berat keluar dari mulutnya."Iya masih Mas. Tapi aku ngantuk mau tidur dulu. Capek!" Jawab nya seketika cuek."Oh yasudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih. Met tidur ya sayang dan
Aku dulu memang sangat mencintai Lusi. Apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin bakal aku turutin.Tak ada kata penolakan yang bakal keluar dari mulutku ini, semua ucapannya pasti ku iyakan. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku ingin keturunan. Sudah hampir lima tahunan aku dan Lusi menjalin rumah tangga, tapi kami belum juga dikarunia i seorang anak.Lantas aku harus bagaimana? Apakah aku harus menunggu terus dengan sabar? Tapi sampai kapan? Aku juga tak tau kapan umurku akan berakhir. Tapi setidaknya sebelum umur ku usai, aku sudah memiliki seorang penerus.Semakin hari aku semakin bimbang. Ingin rasanya menyudahi hubungan ku dengan nya, tapi aku masih terlalu cinta."Ini pesanan nya ya Pak!" Ucap seorang pelayan restoran saat kapalku sedang bersandar dan kami makan malam disuatu kota.Aku melihat gadis ini begitu manis, dengan postur tubuh yang aduhai menggoda iman. Ku lirik name tag nya, dan kulihat nama yang tertera disana "Laras".Aku pun tersenyum manis padanya, dan di
Drrrt... Drrrt... Drrrt...Aku jadi terbangun kala hp ku berdering karena sebuah panggilan masuk. Setelah ketahuan hamil, Ibu menyuruhku untuk lebih banyak istirahat. Karena kata Ibu, kehamilan ku ini sedikit rewel. Apalagi ini masih trimester pertama yang pastinya masih teler-telernya. Kuraih hp yang tergeletak tak jauh dari tempat ku berbaring, kemudian melihatnya. Ternyata Mas Dendi lah yang sedang menelponku.Dengan semangat 45, aku pun langsung mengangkat panggilan darinya. Dan sudah pasti, senyum ku pun memgembang."Hallo, iya Mas!" Ucapku "Lus, kamu beneran kan? Kamu gak bohong kan?" Pertanyaa Mas Dendi langsung memberondong ku."Iya Mas, masa' iya aku bohong sih sama kamu Mas?" "Alhamdulillah... Ya Allah Lus, kamu tau aku begitu bahagia. Hiks!" Dari nada suaranya, Mas Dendi begitu terharu."Mas nangis?" "Mas cuman bahagia Lus, Mas gak nyangka akhirnya kamu hamil juga. Tapi....!" Ucapanya terhenti.Tapi aku paham maksut dari ucapan Mas Dendi ini. Tapi dia juga sudah mengham
Karena perjanjian ku dengan Mas Dendi inilah, sekarang aku bisa hidup lebih bahagia. Apalagi dengan harta yang lebih bergemilang. Walau aku harus berbagi suami dengan wanita sialan itu.Tiga hari lagi Mas Dendi juga akan pulang. Dan dia berniat ingin bersama ku nantinya. Jujur saja, aku sudah kehilangan hasrat bersama Mas Dendi. Tapi, mau tak mau aku harus tetap melayani nya.Toh aku juga dapat imbalan yang setimpal. Apapun yang aku ingin kan, Mas Dendi selalu menuruti apapin yang aku ingin kan.Yang terpenting saat ini, aku harus bersiap dan merias diri secantik mungkin. Agar nanti saat Mas Dendi datang, dia terkesima dengan penampilan ku.Tok tok tok!!!"Lus...?" Sapa Mas Bowo didepan kamar ku"Hmm, ada apa Mas? Masuk aja, gak ku kunci kok." UcapkuMas Bowo pun masuk, dan mengeluarkan uamg lembaran merah sebanyak lima biji."Nih...!" Ucapnya sambil meneyerah kan pada ku."Ooh, uda gajian toh. Oke, aku terima." Ku ambil uang ity dari tangan Mas Bowo. Dan memasukkanya kedalam kantong
Menempuh waktu hampir dua jam lebih, bagiku terasa sangat begitu lama. Tapi aku bersikap biasa saja dihadapan Mas Fero. Aku takut, jika dia melihat ku khawatir, dia bakal ngebut, dan justru malah membahayakan kita sendiri.Padahal dalam hati ini, sudah tak karuan lagi. Campur aduk rasanya, apalagi memang kondisi Bapak yang sudah terlalu lemah beberapa hari ini.Tapi memang saat ini Mas Fero berkendara lebih cepat dari pada saat kami berangkat ke kosan Anita. Untung nya juga, jalanan tak seberapa padat, mungkin karena masih siang juga, dan tak bertepatan dengan jam pulang kerja.Tujuan kita saat ini pun langsung ke rumah sakit Medika. Aku melirik Anita dari kaca spion dalam mobil, terlihat tak tenang juga. Terlihat juga Anita tak lepas dari doa, sama seperti ku saat ini.Sesampainya dirumah sakit, Mas Fero langsung memarkirikan mobilnya, setelah itu, kami langsung berjalan. Menuju ruang ICU, dimana Emak sudah menunggu disana."Mak...!" Sapa ku saat melihat wanita paruh baya itu duduk s
Sudah dua hari ini, aku dan Mas Fero tinggal dirumah ku. Karena memang beberapa hari ini aku sibuk mengolah semua usaha ku. Maklum, biasanya Emak yang membantuku ditoko, kini lebih banyak dirumah.Sebab, akhir-akhir ini kesehatan Bapak juga sedang terganggu. Dan sudah tiga hari ini pula beliau terlihat lemas. Jadi dari pada aku harus bolak balik toko kerumah Mas Fero yang jaraknya lumayan jauh, aku pun memutuskan untuk memgajak Mas Fero gantian tinggal disini beberapa hari. Apalagi hari ini kita juga ada agenda mengantarkan Anita ke kosan nya.Dan juga, aku sibuk membantu putriku yang akan segera pindahan, karena sebenyar lagi dia akan masuk kuliah. Ternyata waktu berputar begitu cepat, hingga tanpa terasa kini Anita sudah akan menjadi seorang mahasiswi."Nduk, sarapan dulu!" Ajak Emak saat aku menuju dapur."Enggeh Mak! Oh iya, nanti Emak ke toko lagi kah?" "Kayaknya sih enggak, lah Bapak mu kondisinya juga kayak gitu. Emak kok jadi takut ya Nduk!" Ucap Emak sedikit tertahan"Takut
"Sudah hampir sebulan ini aku menjadi istri Mas Fero, kalau ditanya bagaimana rasanya? Sudah tentu aku bakal berkata begitu bahagia.Bukan tanpa sebab, karena memang sifat Mas Fero yang begitu perhatian dan peduli padaku, membuat ku menjadi begitu nyaman.Apalagi Mama juga begitu baik terhadapku. Karena memang setelah menikah, aku diboyong oleh Mas Fero ke kediamanya. Ya, walaupun tak jarang juga aku masih sering pulang kerumah untuk menengok Emak dan Bapak.Karena memang Anita juga kadang ikut tinggal dirumah Papa barunya ini. Mas Fero mengajak ku tinggal dirumah nya juga bukan tanpa alasan, sebab anak-anak kandung Mas Fero yang kini juga sudah menjadi anak ku masih kecil-kecil, sedangkan Anita sudah besar.Dan sebentar lagi dia akan masuk kuliah, bahkan akan tinggal jauh dari kami. Karena dia kuliah diluar kota, terpaksa dia harus ngekos disana. Itu pula lah yang membuat ku mau untuk tinggal disini, karena anak-anak Mas Fero lebih membutuhkan sosok Ibu."Sayang, nanti nge mall yuk..
Hari ini pekerjaan kantor benar-benar lumayan banyak. Apalagi banyak barang masuk, yang otomatis banyak data pula yang harus ku input.Untung nya laporan ini gak harus selesai hari ini juga. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai tentunya.Kulihat Bram dan teman-teman juga pada sibuk dengan pekerjaan mereka. Hingga waktu istirahat, seperti biasa aku dan Bram makan siang di kantin sambil ngobrol. "Bro, gak minat cari istri baru nih?" Tanya nya "Gak kepikiran Bram. Masih trauma!" Jawab ku sambil menggelengkan kepala."Hahaha Anjriit, lemah amat lu Bro!"Sialan, dia bilang aku lemah? Dia gak tau aja sih sakitnya diselingkuhi, apalagi selingkuhnya sampek bikin bunting. Sakit tau gak, sakiiit...."Kamu bisa ngomong gitu mah soalnya belum ngerasain aja. Coba deh, nanti kalau uda ngerasain, nyaho deh...!" Cebik ku ganti membuat raut muka Bram berubah."Yaelah, gitu amat doain temen yang jelek-jelek." Ucap Bram yang sama sekali tak ku gubris.Waktu istirahat yang hanya sejam pun habis, aku k