Beranda / Fiksi Remaja / Twins Problem / 01 | Dua Pilihan

Share

Twins Problem
Twins Problem
Penulis: Pinapple

01 | Dua Pilihan

Penulis: Pinapple
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ketidakadilan itu nyata terasa ketika keluargalah pelaku sesungguhnya.

"Mama kok bawa dia ke sini?"

Suara melengking khas cewek pubertas disertai wajah memerah padam ditunjang alis menukik tajam sarat akan emosi meledak-ledak. Iris kecokelatan bagai pisau tajam menghunus bergantian ke arah dua manusia di hadapannya. Semakin memancarkan kobaran api kala bersinggungan dengan mata indah milik perempuan berwajah sedikit mirip dengannya.

Boneka beruang yang ada dalam dekapan pun terus bergerak seiring kedua tangannya terkepal erat. Benar-benar menyiratkan kebencian mendalam melalui sorot tajam bak elang. Dia melupakan keberadaan sosok berharga di sebelah. Semua berganti menjadi mimpi buruk. Kehadiran seseorang yang tak pernah diharapkan tiba-tiba berada dalam satu atap lagi dengannya.

"Jawab, Ma! Kenapa dia ada di sini?"

"Flora! Dia kakak kamu!"

Nada tinggi bercampur kesal amat lantang dikeluarkan, berhasil mengambil alih perhatian sempurna cewek itu dari bayang-bayang masa lalu. Terlalu tak percaya mendapatkan bentakan setelah sekian lama memendam rindu sendirian. Pertemuan menyebalkan sekaligus menyedihkan.

"Flora enggak pernah punya kakak," cicitnya mirip seperti gumaman.

Tak butuh waktu lama, kedua kaki membawanya pergi menaiki anak tangga dengan tergesa. Mengabaikan omelan wanita kepala empat yang menyuruh untuk menyambut saudara kandungnya. Menggelengkan kepala heran, Prisha masih belum paham betul alasan anak keduanya begitu tidak menyukai keberadaan kakaknya. 

Menggeret koper besar dibantu dua pelayan, Prisha menunda menceramahi anak keduanya itu, lebih mengutamakan sosok yang ada di sampingnya. Menarik lengan cewek berambut sebahu pelan menuju sebuah ruangan diselingi ocehan ringan ala orang tua yang begitu merindukan darah dagingnya.

***

Merebahkan diri di atas ranjang empuk berharap bisa melepas segala rasa yang terus ingin meluap bebas. Bahkan, kini deru napasnya tak beraturan. Amat kentara dengan kondisi wajah yang sulit dikatakan baik-baik saja. Ternyata menghadapi saudara sendiri jauh lebih mengesalkan ketimbang bertemu musuh lama.

Begitulah nasib Flora Ganeeta Wijaksana. Memiliki saudara kembar tak identik yang berselisih lima menit darinya bernama Fiona Gavesha Wijaksana tentu bukan sebuah kebanggan, justru menjadi sumber amarah dalam kehidupannya. Beruntung kehadiran Prabu Wijaksana selaku kepala rumah tangga sekaligus teman yang merangkap sebagai tempat curhatan Flora begitu memahami segala kondisi anaknya.

Dia mendengkus, menyembunyikan wajah dengan bantal. Berusaha keras melupakan kejadian paling ingin dilupakan. Tentang alasan terbesar muncul kebencian terhadap saudaranya sendiri. Namun, tetap saja perasaan kurang mengenakkan membuncah memenuhi pikiran. Menutup jalur positif yang hendak menyusup ke dalam otak. Terlambat! Amarah terlanjur menggerogoti akal dan raga.

Membulatkan tekad memberontak pada Prisha adalah satu-satunya cara yang terlintas. Flora segera beranjak, membuka pintu ganas seolah ingin menghancurkan benda persegi saat itu juga. Kepalanya terbakar, menyembulkan kepulan asap, persis seperti saat erupsi.

Pergerakan yang terkesan buru-buru berbalut emosi mendadak terhenti. Sosok perempuan pengambil alih kewarasannya sudah berdiri tegap, tak lupa masih memasang ekspresi polos tanpa dosa. Menggerakkan tangan ke kanan-kiri, lalu mengembangkan senyum perlahan.

"Hai ... Apa kabar?"

Flora terus memperhatikan, mengubur rasa jengkel yang masih terpatri apik. Mengembuskan napas panjang kala menangkap aksi canggung Fiona yang justru menghadirkan bosan. Pemandangan terlampau datar sekadar dibuat pusat perhatian sesaat.

"Seperti yang lo liat sekarang," balas Flora bernada ketus. Mendengkus, tatapan nyalang betah dipertunjukkan. "Udah? Gitu aja? Minggir!"

Fiona mematung saat bahunya diguncang sengaja. Tidak ada perlawanan berarti seiring langkah cewek berstatus sebagai adik kandungnya semakin menjauh dari pandangan. Rencana menyambung tali persaudaraan pun hilang sudah. Lenyap dalam sekejap.

Dia tidak tahu sampai kapan drama antar adik kakak ini akan berakhir.

***

"Papa mana, Ma?"

Flora mengambil spot kosong tepat di sisi kanan. Mengambil gelas kosong, lalu menuangkan air dalam sekali gerakan cepat. Enggan membalas tatapan lawan bicaranya, buru-buru meneguk cairan itu hingga kandas.

Agaknya memang benar kalau Prisha tidak berniat menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. Beberapa menit berlalu penuh kesunyian. Dua manusia terlalu acuh meski sekadar memperdengarkan helaan napas. Merasa nyaman membawa pikiran beterbangan. Padahal, sejatinya mereka kurang mendapat kesempatan seperti sekarang—duduk berdua menikmati kebersamaan antara anak dan ibu.

Keadaan serupa sering terjadi kala takdir sempat menyatukan mereka. Benda sekitar seolah menjadi saksi bisu semata, terlalu payah menyosongkan diri sebagai pembuka obrolan. Antara tua atau muda sama-sama meresapi kebungkaman. Butuh sekitar hampir setengah jam yang berakhir kaki jenjang milik cewek berkucir meninggalkan area dapur.

"Kakakmu ke sini atas suruhan papa."

Ternyata masih ada penghalang laju jalan Flora sebelum memastikan untuk memijak puluhan anak tangga. Dia menolehkan kepala serentak dengan tubuh idealnya. "Jadi?"

"Jangan nyuruh papa buat misahin kalian lagi," titah Prisha sedikit meninggikan intonasi bicara.

Flora terang-terangan mengembuskan napas panjang, mengarungi kekesalan berlipat ganda saat wanita yang betah menunjukkan ekspresi tak menyenangkan itu menegaskan perasaan ganjal dalam hatinya. Dia sadar betul sekeras apapun membujuk Prabu—nama papa, kalau Prisha sudah enggan membantu, pastilah sia-sia belaka.

Namun, cewek itu belum bisa menuruti kemauan Prabu untuk menyetujui segala suruhan sang ibu. "Pilih dia atau aku yang pergi dari sini?"

"Flora!" sentak Prisha diiringi gebrakan meja. Iris kehitaman berbentuk lebih lebar dari dua anaknya menyemburkan api amarah. Gigi gemeletuk geram lengkap beserta deru napasnya yang memburu. "Ini demi kebaikan kalian!"

"Berubah menjadi kesialan buatku, Ma!" pekik Flora gagal menahan gejolak mencekik ulu hati. Sudah terlampau lama memendam kesal terhitung sejak kedatangan manusia yang terus-menerus mengaku sebagai keluarga.

"Flora, kamu ini kenapa? Apa salah kakakmu?"

Lagi-lagi cewek itu mendengkus. Bibir ranumnya terkatup rapat setelah mengeluarkan decak lirih. Meraup udara sebisa mungkin untuk menutupi kobaran yang siap meledak kapan pun. Sebenarnya, bisa saja Flora mengungkapkan segala bentuk keluh kesah mengenai suara hati sedetail mungkin. Akan tetapi, apakah terjamin akan mendapat sesuatu sesuai harapannya? Dia sudah terlanjur tersakiti akibat perbedaan kasih sayang di antara dia dan kakaknya.

Jika saja seseorang dengan baik hati membuka lebar jiwa Prisha agar dapat menerima setiap rintihan kedua anaknya secara adil, tentu adegan seperti ini tidak layak dilakukan. Sayang sekali, wanita beralis tebal itu tetaplah manusia keras kepala dan selalu menciptakan drama keluarga.

"Bukan salah kakak," cetus Flora kemudian, sudah membalikkan badan ke depan seperti semula.

"Memang salah kamu! Seharusnya kamu itu sadar kalau Fiona jauh lebih hebat dan pintar. Tidak mungkin dia melakukan kesalahan besar seperti yang sering kamu lakukan," kelakar Prisha menggebu-gebu yang sempat mencegah aksi Flora menaiki anak tangga.

"Tapi Fiona juga manusia biasa, Ma."

Entah gumaman Flora berhasil menembus gendang telinga Prisha atau tidak, tetapi kaki cewek itu kembali bergerak meninggalkan suara dentuman amat lantang, menyapu indra pendengaran Prisha yang masih termenung dalam posisi berdiri menghadap tangga. Memperhatikan tubuh tinggi padat anak keduanya memijak keramik putih lantai atas sampai sengaja menabrakkan bahu pada Fiona sebelum menciptakan suara baru, yaitu bantingan pintu.

Prisha mengelus dada menampikkan geram. Seulas senyum terbit kala menemukan sepasang mata indah mengarah padanya. Berbicara melalui sorot menenangkan seolah menunjukkan kondisi sedang baik-baik saja, tetapi sepertinya tidak ditangkap demikian oleh Fiona.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Twins Problem   02 | Seorang Primadona

    Semua perempuan akan menjadi primadona di tempat dan di mata yang tepat.–Sepuluh tahun lalu ketika masih mengenakan seragam putih merah, dua anak perempuan asik bertukar cerita di sela aktivitas menikmati sarapan. Melempar gelak, membahas kegiatan menyenangkan, sampai mengutarakan janji untuk memperbanyak momen bersama. Terlalu polos sekadar menyadari perbedaan mencolok di antara keturunan Wijaksana."Ma, minum."Sodoran gelas berisi minuman segera tertangkap manik kecilnya. Fiona tersenyum lebar, tak sungkan mempertunjukkan deretan gigi yang berlubang. "Terima kasih.""Buat Flora mana, Ma?"Bocah di seberang ikut bersuara. Menanti perlakuan sama sesuai adegan yang baru saja dia perhatikan. Tidak berpikir buruk sekalipun jauh dari harapan. Hanya saja, ekspresinya berubah sendu. Menghilangkan kadar keceriaan yang sempat terpatri menakjubkan.&nb

  • Twins Problem   03 | Ada Apa?

    Orang paling berani adalah dia yang mengambil keputusan dan siap menghadapi risiko–Bel berdentang lima kali pertanda pembelajaran dihentikan sementara. Para murid mengucap salam serempak diiringi kegiatan menyingkirkan alat tulis di atas meja. Tak banyak dari mereka memilih mendekam, sebagian memutuskan meraup udara segar di luar kelas.Bagaikan kebiasaan yang sukar dihilangkan, Flora beserta Anaya dan Jihan menghabiskan jam istirahat dalam kantin. Menikmati beraneka hidangan penjual yang terpampang menggiurkan. Dua cewek bersuara lantang bertugas memesan jenis kudapan paling menyita perhatian, sedangkan Flora kebagian mengedarkan pandangan demi menjaga spot andalan aman dari incaran orang-orang.Duduk nyaman di tempat paling strategis yaitu bagian paling pojok, ketiganya bisa leluasa merasakan makanan dengan pemandangan riuh pada murid yang mengerumuni zona jajanan. Mencuri pandang ke bebera

  • Twins Problem   04 | Luka dan Amarah

    Terlalu buru-buru adalah tindakan paling merugikan.–Fiona sudah bersiap membawa tubuh ke luar ruangan. Kebetulan sempat menangkap sosok adik kembarannya melintas bersama dua cewek yang pernah melakoni perkenalan singkat bernama Anaya Anvika dan Jihan Farahah. Ada keinginan memiliki hubungan lebih dekat dengan mereka melihat betapa asiknya ketiga cewek itu bercengkrama di tengah padatnya lalu lintas area sekolah saat ini.Anggap saja sebagai pembentukan eksistensi agar namanya bisa sebagus di sekolahnya dulu. Maka perlu berbagai upaya, salah satu cara adalah dengan menempeli Flora. Dia sempat mengira adiknya tidak akan mengambil predikat siswi terkenal di tempat semegah SMA Tunas Harapan yang digadang-gadang selalu sukses mengeluarkan ratusan murid berprestasi setiap tahun. Akan tetapi, mengingat nilai rapor sodoran Prabu semalam serta meneliti langsung setiap pergerakan membuktikan atensi Flora benar-benar nyata.

  • Twins Problem   05 | Siapa Dia?

    Gerakan spontan adalah kejujuran–Flora berjalan menepi, masih mencengkeram kuat pergelangan tangan cewek di belakangnya. Menuntut Fiona bergerak mengikuti tanpa menerima penolakan sedikit pun. Jauh dari dugaan yang sempat hinggap dalam pikiran, cewek berperawakan lebih kurus itu justru diam menurut seolah pasrah saja hendak dibawa ke mana oleh sang adik. Tentu saja beragam pikiran berkecamuk liar menutupi luapan amarah yang sempat meraup habis menutupi akal sehat.Berbelok memasuki ruang kelas XI-IPA 2, cekalan Flora akhirnya terlepas. Dua siswi berwajah hampir sama saling berhadapan, menyembulkan sorot masing-masing. Air muka cewek bernama lengkap Flora Gavesha Wijaksana berubah bingung manakala menangkap tatapan kosong Fiona. Ternyata jiwa cewek itu sedang menikmati dunia fantasi. Pantas saja rasanya Flora tengah menyeret benda, alih-alih manusia.Menajamkan indra, Flora dililit penasaran j

  • Twins Problem   06 | Tuduhan Palsu

    Kasih sayang orang tua adalah anugerah terindah–"Mikirin apa?" Rizal menolehkan kepala menyamping, meneliti ekspresi bimbang yang terpampang jelas menghiasi wajah cantik kekasihnya.Sedari awal memasuki mobil, Flora memang terlihat sibuk memikirkan sesuatu. Entah hal apa yang berhasil memenuhi otak gadisnya, tetapi Rizal belum memutuskan menanyakan secara langsung atas rasa penasaran dalam dirinya. Menunggu beberapa menit kemudian berharap Flora segera membuka mulut, sekadar mencairkan suasana seperti biasa. Namun, sampai perempatan— jalanan hampir memasuki komplek perumahan, cewek itu terus-menerus bungkam.Maka, Rizal menceletuk bertepatan lampu merah menyala terang. Mengalihkan seluruh pusat perhatian dari jalanan ke pahatan tanpa celah milik sang dambaan hati. Walau sudah melambungkan suara, nyatanya kesadaran Flora belum juga kembali. Menghela napas panjang, tangan Rizal pun terulu

  • Twins Problem   07 | Kesalahpahaman Membesar

    Keadilan perlu ditegakkan demi menciptakan keharmonisan–Hawa sekitaran mulai memanas. Dua manusia berstatus sebagai ibu dan anak saling melemparkan pancaran berbeda. Keheningan meluap bebas tanpa ada seorang pun menghancurkan dengan seuntai kalimat penenang. Bagai penonton gratisan, Fiona tampak terkejut mengetahui kesalahpahaman itu. Namun, belum berani menengahi amarah Prisha yang membludak drastis.Berbanding jauh oleh Flora. Cewek itu amat terkesiap mendapat reaksi spontan berupa sentuhan fisik yang sebenarnya diidam-idamkan. Nahas, bukan seperti harapan yang dipenuhi kasih sayang, justru berbentuk luka kepalang dalam. Memunculkan nyeri sampai ke ulu hati. Tak bisa berkata banyak—sekadar menyalahkan tuduhan—karena terlanjur diredam kekecewaan."Ma ....

  • Twins Problem   08 | Permintaan Mutlak

    Seindah apapun hidup seseorang, pasti memiliki masa kejam yang membuat orang lain terkena imbas–"Mama!"Fiona tidak sanggup lagi mendengar lontaran kejam bagai belati mendarat mulus melalui bibir wanita paling dia sayang. Mungkin terdengar konyol kalau sifat lemah lembut Prisha selama enam belas tahun ini berubah sekejap mata menjadi seperti kerasukan setan. Antara mustahil terjadi dengan meragukan kasih sayang yang terus dia dapatkan.Beban pikirannya bertambah. Tak lagi mencakup perihal dunia remaja, melainkan menyebar hingga pertengkaran keluarga. Lingkup terlampau jauh baginya mengingat belum genap memasuki masa penuh pilihan. Namun, dia dituntut lebih dewasa dalam menangani kasus yang melibatkan saudaranya ini. Entah sanggup atau tidak, harapan tinggi menjulang selalu terulur kepada Tuhan. Melibatkan seluruh pihak sebagai bahan tambahan guna memperlancarkan serentetan doa.

  • Twins Problem   09 | Cemburu dan Iri

    Rasa iri normal terjadi. Yang tidak wajar ketika dibiarkan menguasai diri–Tak lagi melewati pekarangan rumah adalah rutinitas baru anak bungsu Wijaksana. Kehadiran yang justru dianggap bakteri menimbulkan lara menganga teramat pilu. Amanah Prabu terpaksa dilakoni demi mengharapkan kepulihan sosok kesayangan. Flora memandang miris tiap kali melirik bangunan megah menjulang indah. Dia seperti orang asing yang numpang hidup di sana. Tiga hari berlalu begitu berat. Pijakan kaki terkulai lemah acap kali memasukkan badan melalui pintu belakang. Prisha selalu menunggu kepulangan anak tercinta, mustahil dapat menghindari sorot nyalang ketika leluasa melewati pintu utama.Flora ingin cepat-cepat melihat senyum merekah penuh pesona di bibir Prisha, walau itu tidak diperuntukkan baginya. Sudah cukup hanya lewat perantara saja. Efek bahagia dapat menular begitu saja. Sederhana, tetapi sulit terlaksana. Apa lagi dia gagal tur

Bab terbaru

  • Twins Problem   12 | Laki-laki Misterius

    Syukuri orang-orang sekitar yang memedulikanmu–Begadang membantu mengurus wanita tersayang membuat mata teramat berat sekadar terbuka guna memperhatikan pelajaran. Gerakan menguap berulang kali mengambil perhatian dua temannya. Anaya pun mendukung aksi tiduran Flora yang berujung terlelap pulas, tertinggal beberapa materi penting seputar pelajaran favorit. Sangat tidak beruntung dirinya gagal mendapat kesempatan menjadi anak teladan.Berhubung kelas bukanlah tempat paling ampuh untuk menuju alam mimpi, Flora berjalan ogah-ogahan memasuki perpustakaan. Hawa dingin langsung menghampiri, menyergap tubuh melalui celah seragam. Benar-benar ruangan ternyaman di seluruh sekolah. Dia hanya baru menyadari saja betapa nikmat mendekam lama-lama di dalam tempat berbau buku.Indra penglihatan melebar menemukan tempat kesukaan terang-terangan menyambut bahagia. Kaki bergerak cepat menghampiri bangku pojokan. Duduk tegap sepersekian detik sembari mengedarkan pan

  • Twins Problem   11 | Berdua Selamanya

    Kamu tidak sendirian. Aku selalu bersamamu – "Bimbel kamu jadi gimana?" Flora menolehkan kepala, mengganti perhatian dari pemandangan jalanan menuju wajah tampan sang kekasih. Beruntung pikiran mengajak berdamai sejenak, menghalau beragam teka-teki maupun beban yang hendak mendekam. Akan tetapi, hal itu agaknya tidak berlangsung lama. Sebab, laki-laki mengemudikan kendaraan ini menyulut masalah baru, menggali sesuatu yang membuat otak berputar guna mencari jawaban paling tepat. Tak lekas mendapat sahutan, Rizal mencoba menggerakkan bola mata sekilas disela kesibukan memutar-mutar setir. Tampaknya cewek berambut kecokelatan itu dilahap lamunan panjang. Tentu saja tatapan kosong tercipta ditunjang dengan badan yang enggan bergerak bak patung. Menghela napas kasar, Rizal bingung menanggapi sifat kekasihnya akhir-akhir ini. Flora terlihat

  • Twins Problem   10 | Tentang Kasih Sayang

    Tanpa disadari, banyak orang sekitar yang menyayangimu sepenuh hati–Pertanyaan gamblang kala sibuk merenung mengakibatkan waktu setengah jam istirahat terbuang sia-sia. Perut yang sedari pagi mengomel minta diberi asupan, nyatanya harus mengkerut menahan nyeri mati-matian. Flora tidak berbohong tentang jawaban sudah sarapan. Iya, makan roti pakai selai strawberry satu biji. Lalu meneguk separuh susu sajian sendiri. Sarapan praktis nan kurang mengenyangkan.Mengaduh terus-menerus sepanjang pembelajaran, Jihan memutuskan meminta izin untuk mengantar teman sebangkunya pergi ke UKS. Sekalian juga menabung tidur sebentar biar nanti malam puas maraton drama baru, ungkapnya jujur manakala kaki menyusuri koridor sunyi. Melewati banyak ruangan memicu rasa penasaran dua manusia berseliweran itu, meski sesekali Flora mencengkeram rok bagian bawah, merasakan gejolak perih mengoyak habis perutnya.Cewek i

  • Twins Problem   09 | Cemburu dan Iri

    Rasa iri normal terjadi. Yang tidak wajar ketika dibiarkan menguasai diri–Tak lagi melewati pekarangan rumah adalah rutinitas baru anak bungsu Wijaksana. Kehadiran yang justru dianggap bakteri menimbulkan lara menganga teramat pilu. Amanah Prabu terpaksa dilakoni demi mengharapkan kepulihan sosok kesayangan. Flora memandang miris tiap kali melirik bangunan megah menjulang indah. Dia seperti orang asing yang numpang hidup di sana. Tiga hari berlalu begitu berat. Pijakan kaki terkulai lemah acap kali memasukkan badan melalui pintu belakang. Prisha selalu menunggu kepulangan anak tercinta, mustahil dapat menghindari sorot nyalang ketika leluasa melewati pintu utama.Flora ingin cepat-cepat melihat senyum merekah penuh pesona di bibir Prisha, walau itu tidak diperuntukkan baginya. Sudah cukup hanya lewat perantara saja. Efek bahagia dapat menular begitu saja. Sederhana, tetapi sulit terlaksana. Apa lagi dia gagal tur

  • Twins Problem   08 | Permintaan Mutlak

    Seindah apapun hidup seseorang, pasti memiliki masa kejam yang membuat orang lain terkena imbas–"Mama!"Fiona tidak sanggup lagi mendengar lontaran kejam bagai belati mendarat mulus melalui bibir wanita paling dia sayang. Mungkin terdengar konyol kalau sifat lemah lembut Prisha selama enam belas tahun ini berubah sekejap mata menjadi seperti kerasukan setan. Antara mustahil terjadi dengan meragukan kasih sayang yang terus dia dapatkan.Beban pikirannya bertambah. Tak lagi mencakup perihal dunia remaja, melainkan menyebar hingga pertengkaran keluarga. Lingkup terlampau jauh baginya mengingat belum genap memasuki masa penuh pilihan. Namun, dia dituntut lebih dewasa dalam menangani kasus yang melibatkan saudaranya ini. Entah sanggup atau tidak, harapan tinggi menjulang selalu terulur kepada Tuhan. Melibatkan seluruh pihak sebagai bahan tambahan guna memperlancarkan serentetan doa.

  • Twins Problem   07 | Kesalahpahaman Membesar

    Keadilan perlu ditegakkan demi menciptakan keharmonisan–Hawa sekitaran mulai memanas. Dua manusia berstatus sebagai ibu dan anak saling melemparkan pancaran berbeda. Keheningan meluap bebas tanpa ada seorang pun menghancurkan dengan seuntai kalimat penenang. Bagai penonton gratisan, Fiona tampak terkejut mengetahui kesalahpahaman itu. Namun, belum berani menengahi amarah Prisha yang membludak drastis.Berbanding jauh oleh Flora. Cewek itu amat terkesiap mendapat reaksi spontan berupa sentuhan fisik yang sebenarnya diidam-idamkan. Nahas, bukan seperti harapan yang dipenuhi kasih sayang, justru berbentuk luka kepalang dalam. Memunculkan nyeri sampai ke ulu hati. Tak bisa berkata banyak—sekadar menyalahkan tuduhan—karena terlanjur diredam kekecewaan."Ma ....

  • Twins Problem   06 | Tuduhan Palsu

    Kasih sayang orang tua adalah anugerah terindah–"Mikirin apa?" Rizal menolehkan kepala menyamping, meneliti ekspresi bimbang yang terpampang jelas menghiasi wajah cantik kekasihnya.Sedari awal memasuki mobil, Flora memang terlihat sibuk memikirkan sesuatu. Entah hal apa yang berhasil memenuhi otak gadisnya, tetapi Rizal belum memutuskan menanyakan secara langsung atas rasa penasaran dalam dirinya. Menunggu beberapa menit kemudian berharap Flora segera membuka mulut, sekadar mencairkan suasana seperti biasa. Namun, sampai perempatan— jalanan hampir memasuki komplek perumahan, cewek itu terus-menerus bungkam.Maka, Rizal menceletuk bertepatan lampu merah menyala terang. Mengalihkan seluruh pusat perhatian dari jalanan ke pahatan tanpa celah milik sang dambaan hati. Walau sudah melambungkan suara, nyatanya kesadaran Flora belum juga kembali. Menghela napas panjang, tangan Rizal pun terulu

  • Twins Problem   05 | Siapa Dia?

    Gerakan spontan adalah kejujuran–Flora berjalan menepi, masih mencengkeram kuat pergelangan tangan cewek di belakangnya. Menuntut Fiona bergerak mengikuti tanpa menerima penolakan sedikit pun. Jauh dari dugaan yang sempat hinggap dalam pikiran, cewek berperawakan lebih kurus itu justru diam menurut seolah pasrah saja hendak dibawa ke mana oleh sang adik. Tentu saja beragam pikiran berkecamuk liar menutupi luapan amarah yang sempat meraup habis menutupi akal sehat.Berbelok memasuki ruang kelas XI-IPA 2, cekalan Flora akhirnya terlepas. Dua siswi berwajah hampir sama saling berhadapan, menyembulkan sorot masing-masing. Air muka cewek bernama lengkap Flora Gavesha Wijaksana berubah bingung manakala menangkap tatapan kosong Fiona. Ternyata jiwa cewek itu sedang menikmati dunia fantasi. Pantas saja rasanya Flora tengah menyeret benda, alih-alih manusia.Menajamkan indra, Flora dililit penasaran j

  • Twins Problem   04 | Luka dan Amarah

    Terlalu buru-buru adalah tindakan paling merugikan.–Fiona sudah bersiap membawa tubuh ke luar ruangan. Kebetulan sempat menangkap sosok adik kembarannya melintas bersama dua cewek yang pernah melakoni perkenalan singkat bernama Anaya Anvika dan Jihan Farahah. Ada keinginan memiliki hubungan lebih dekat dengan mereka melihat betapa asiknya ketiga cewek itu bercengkrama di tengah padatnya lalu lintas area sekolah saat ini.Anggap saja sebagai pembentukan eksistensi agar namanya bisa sebagus di sekolahnya dulu. Maka perlu berbagai upaya, salah satu cara adalah dengan menempeli Flora. Dia sempat mengira adiknya tidak akan mengambil predikat siswi terkenal di tempat semegah SMA Tunas Harapan yang digadang-gadang selalu sukses mengeluarkan ratusan murid berprestasi setiap tahun. Akan tetapi, mengingat nilai rapor sodoran Prabu semalam serta meneliti langsung setiap pergerakan membuktikan atensi Flora benar-benar nyata.

DMCA.com Protection Status