"Tapi aku nggak mau pacaran.""Deal! Kita langsung nikah!!" seru Bisma membuat Nimas terkesiap."Bis-bisma." Nimas tergagap.Bisma tertawa karenanya.Dari layar ponsel Nimas bisa melihat raut wajah Bisma yang tampan, apalagi disaat sedang tertawa seperti sekarang. Bohong jika dia tidak terpesona. Sudah dari pertama kali bertemu Bisma membawa kesan positif untuknya."Vanilla sudah tidur?" tanya Bisma setelah tawanya reda."Sudah! Tadi langsung tidur waktu Ayah dan Neneknya pamit pulang. Kamu sendiri sedang dimana?""Oh, aku disini!" Bisma mengganti kamera belakang, membuat Nimas bisa melihat dimana dia berada saat ini."Itu Bu Yuri ya?" tanya Nimas kala matanya menangkap sosok yang dia kenali."Kamu ingin bicara?" tanya Bisma."Aku rindu sama beliau." mendengar jawaban Nimas, Bisma segera mengacungkan ponselnya pada Bu Yuri."Bu, Nimas mau bicara, kangen katanya."Bisma membiarkan Nimas dan Bu Yuri mengobrol lewat panggilan video, mood pemuda itu sudah membaik, kini melihat hidangan di
Arjuna pulang ingin beristirahat, tapi yang ada malah adu urat leher."Kenapa, sih? Kenapa aku salah terus kalau menyangkut mantan mu itu? Ini yang aku takutin, Mas. Aku takut kamu mulai terbuai sama dia dan kamu lupain aku!" jerit Winda. Membuat Arjuna tercengang.Arjuna memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut.Winda meraung di hadapan suaminya. "ini salah aku juga karena nggak bisa kasih kamu anak. Kalau aja ada anak diantara kita mungkin kamu nggak akan begitu fokus buat dapetin perhatian Vanilla. Dan ini juga salah Nimas, karena dia yang harus muncul lagi di kehidupan kita. Aku benci sama dia!""JANGAN sangkutkan masalah pribadi kita dengan anak aku!" mulut Winda membungkam ketika, kedua bola matanya mulai berkaca kaca dan sedikit gemetar di bentak oleh Arjuna."Meskipun kita punya anak, aku nggak akan lagi telantarkan Vanilla. Bertahun-tahun Aku nggak tahu tumbuh kembangnya, jenis kelaminnya, namanya siapa. Bertahun-tahun aku dihantui rasa bersalah karena nggak pernah lih
"Ayo bersaing secara adil!"Saat mendengar ucapan Yudhistira Bisma merasa tersedak ludahnya sendiri. Itu benar-benar kalimat yang mengejutkan dirinya.Pria dengan setelan jas itu menoleh pada Bisma sambil tersenyum lebar."Bagaimana. Siap bersaing denganku?" tanya Yudhistira santai.Yudhistira benar-benar bisa membuat Bisma melongo, tercengang dan tidak habis pikir dengan keputusan yang mendadak ini."Apa ini sebuah ajang?" Tanya Bisma pada Yudhistira dengan raut wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Kesal? Marah?Bisma tidak suka dengan apa yang Yudhistira bicarakan. Tentu saja karena Nimas bukan barang yang bisa diperebutkan oleh mereka. Ini soal hati.Bisma membiarkan Yudhistira habis-habisan mengintrogasi dirinya perihal perasaan pemuda itu pada Nimas. Dan tanpa ada sangkalan dan tidak ingin berbohong. Bisma mengatakan apa adanya.Dia seorang Bisma. Dia bukan orang yang senang bernegosiasi jika sedang dalam mode serius, dia juga bukan tipe orang yang akan membiarkan targetnya le
"Bang, kamu tidak ada rencana untuk segera menikah?" pertanyaan ini terlontar langsung dari sang Ayah, Pak Burhan Adiwijaya.Saat ini keduanya tengah duduk santai sambil menikmati secangkir teh di tepi kolam ikan Arwana bernilai miliaran rupiah di kediaman Pak Adi.Sejujurnya Yudistira sedikit kaget dengan pertanyaan sang ayah tiba-tiba membahas pernikahan, selama ini Ayahnya sangat jarang mau ikut campur urusan pribadinya. Kecuali urusan pekerjaan dan rintangannya menjadi seorang pengacara. Ini juga hari minggu, tidak biasanya ayahnya berada di rumah pria itu lebih suka menghabiskan hari libur dengan bermain golf atau memancing dengan koleganya.Tapi sepertinya tidak dengan sore ini. Jika saja Yudistira tahu ayahnya berada di rumah, dia akan mengurungkan niatnya untuk datang mengunjungi bundanya.Bukan tidak suka, tetapi Yudhistira belum siap menerima pertanyaan soal pernikahan. Atau tak akan pernah siap."Belum ada rencana, Pa." jawab Yudhistira sambil menyeruput teh di cangkirn
Malam Kian beranjak semakin larut. Hawa dingin di luar sana tak membuat Bisma beranjak, dia lebih menyukai keindahan malam dengan kelingan bintang, dari tempatnya berpijak. Sesekali dia menghisap bungkusan tembakau yang akan sedikit bisa menghalau udara dingin yang ia rasa."Aku mau." tutur Nimas dengan wajah condong ke depan serta pancaran mata yang begitu bersinar, saat Bisma melamarnya hari itu. Membuat Bisma gemas ingin mencubitnya.Bisma tertawa ketika mengingat ucapan manja dari Nimas. Dia sudah terlanjur menjatuhkan hatinya kepada perempuan itu. Berharap waktu akan cepat berlalu.Menanti hari dimana dia akan kembali dan segera akan mengajukan berkas pernikahannya. Untuk mengikat perempuan yang pernah menjadi Kaka iparnya itu.Kembali Bisma menerawang jauh, baru dua minggu dia meninggalkan dua perempuan yang menjadi tujuannya dimasa depan. Namun, rasa rindu sudah menggerogoti hatinya begitu dalam.Sampai detik ini belum ada komunikasi diantara mereka selama Bisma bertugas.Misi
"Bunda maafkan saya, saya tidak bermaksud untuk membuat Bunda kecewa. Namun, sebelumnya saya sudah menerima lamaran Bisma." dari pada berkhianat, Nimas memilih mengambil resiko."Bisma melamar Nimas untuk dijadikan istri?" dapat Nimas lihat gurat terkejut dari wajah cantik wanita itu."Maafkan Nimas membuat Bunda Zoe kecewa."Zoe berlari dan segera memeluk Nimas. Zoe sangat menyayangi Nimas. Begitu juga dengan Bisma, kasih sayangnya kadang lebih tercurahkan kepada Bisma daripada Yudhistira."Jangan berkata seperti itu, Nimas. Itu justru melukai perasaan Bunda. Bisma juga anak kami, kamu tidak perlu merasa bersalah.""Tapi Bang Tira?" tanya Nimas melihat pria yang kini menyeringai kearahnya."Yudhistira urusan kami berdua. Dia harus menerima itu semua. Dia harus berlapang dada."Yudhistira bisa menutupi rasa kecewanya dengan sempurna, dari awal dia menyadari jika Nimas tidak akan pernah mau diajak kerja sama. Dan dugaannya benar.Yudhistira mengikuti kemauan bundanya untuk segera berto
"Jangan bocorkan hal ini pada siapapun, terlebih pada Bunda. Saya tidak mau membuatnya bersedih." Nimas menatap lekat pria dihadapannya. Percuma dia memberontak. Yudhistira bisa lepas kendali jika sampai dia kembali memercik emosinya. Demi Tuhan luka-luka ditubuhnya masih basah.Jikapun Nimas ingin melawan lelaki itu, ia hanya bisa melakukannya dengan angan, tanpa bisa dia wujudkan karena jika sampai salah bicara nyawa Vanilla dan dirinya akan terancam."Kalau begitu, kita cari dokter di luar negeri." saran Nimas.Nimas tersentak ketika tiba-tiba Yudhistira berdiri dan gegas menghubungi seseorang. Nimas hanya diam memperhatikan pria itu terlihat begitu serius bicara dengan seseorang di sebrang sana.Lama Yudhistira bicara dengan orang di telepon, tetapi hal tak terduga tiba-tiba mengejutkan Nimas. Masih di tempatnya saat ini perempuan itu melihat Yudhistira membanting ponsel pintarnya sendiri hingga membentur dinding kamar. Pecahannya berhamburan di sekitar lantai. Tak hanya itu, p
Hati Bisma seperti tercabik.Jangan lagi. Tolong. Jangan kedua kalinya dia pulang tugas harus dapat kenyataan buruk. Bisma merintih dalam hati."Kenapa Nimas dan Vanilla. Kenapa?" Desak Bisma menjarahkan tatapannya kepada satpam, Bu Jihan dan juga Genta."Nimas hilang, Mas. Tidak ada yang tau apa yang terjadi. karena motornya juga masih berada di teras." jelas Genta pada Bisma.Bisma tertawa getir sesaat, sebelum berlari cepat memasuki rumah Nimas. Sebagai seorang Intel yang memiliki keahlian diambil dengan tes khusus, Bisma mulai menjalankan perannya. Pekerjaan Intel itu seperti panca indra. Jadi apa yang dia lihat, dia dengar, dia cium dan dia rasa itu dikirim ke otak secepat-cepatnya.Barang-barang Nimas dan Vanilla masih utuh. Segala kartu identitas bahkan ponsel Nimas yang kehabisan daya masih berada di kamar perempuan itu.Nimas tidak di rampok, keadaan rumah tidak menunjukkan tanda-tanda itu. Tetapi Bisma bisa memastikan jika Nimas hilang sudah lebih dari dua puluh empat jam.P
"Aku harus ke kantor polisi, bagaimanapun tidak ada bukti jika Bisma sudah tidak ada, Ma." Nimas baru tersadar tiga puluh menit yang lalu, dan kini wanita itu mulai merengek."Bangunan dan seisinya hancur, Nimas. Sulit untuk polisi,..."Nimas menggeleng, dia tidak ingin mendengar perkataan Rubiah selanjutnya.Hari Rubiah hancur melihat Nimas yang kehilangan semangat hidup.Di sisi lain, Arjuna menatap nanar mantan istrinya yang begitu terpukul karena kehilangan Bisma, untuk pertama kalinya Arjuna menyadari jika cinta Nimas untuknya benar-benar sudah habis.Mata keputusasaan itu menjadi bukti nyata jika ternyata dirinya benar-benar sudah kalah. Tidak ada lagi setitik cinta di hati Nimas untuknya.Nimas merasa sangat terluka, ketakutannya menjadi kenyataan. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan harus tiba-tiba berakhir, terkadang takdir sekejam itu bukan? Bahkan Nimas sudah berkali-kali sakit bertubi karena kehilangan, wajar jika Nimas tak ingin mengalaminya sekali lagi, tiada hentiny
Sekalipun disembunyikan rapat-rapat, akhirnya yang salah ketahuan juga.Hal tersebut pantas disematkan pada seorang jenderal bintang lima yang selama ini disegani oleh semua orang, tak terkecuali oleh istri dan anak sambungnya.Kepulangan Adi sepertinya sudah di tunggu oleh Zoe dan Yudhistira. Tapi raut wajah keduanya tidak seperti biasanya yang akan dipenuhi senyuman dan rona bahagia.Adi melihat mata istrinya sembab. Kedua tangan Yudhistira yang terkepal kuat di sisi tubuhnya. Seolah-olah siap menghantam lawan dengan sekuat tenaga."PEMBUNUH!!" desis Zoe dengan tatapan matanya yang galak. Perempuan yang terkenal sabar dan bijak sana itu tak lagi dapat mengendalikan amarahnya.Sepatah kata yang Zoe ucapkan membuat Adi terpana. Tak pernah sekalipun istrinya itu berani meninggikan suara di depannya selama puluhan tahun, apa lagi berani menghakimi seperti sekarang ini."Bun, kamu,.." Adi tak dibiarkan bicara. Zoe segera mengangkat telapak tangannya tinggi-tinggi."Ya Allah.... Ternyat
Tidak! Kepala Nimas seperti berputar - putar kala melihat kartu identitas suaminya yang hanya tinggal sepotong karena dimakan api, Belum lagi sejumlah barang lainnya yang semuanya tampak habis terbakar.Naasnya semua barang itu benar milik Bisma. Nimas mendadak kehilangan seluruh kosa katanya, wanita itu membisu hingga sebuah berita dari laman resmi Novrian tunjukkan.Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Bambang Prasetyo mengatakan hingga hari ini, tercatat ada 3 anggota Polri yang gugur saat menjalankan tugas menggagalkan penyelundupan barang terlarang."Sampai dengan hari ini, ada 3 anggota yang gugur dalam melaksanakan tugas, satu diantaranya adalah...Bisma." Novrian bicara dengan hati-hati di hadapan istri sahabatnya.Nimas tercengang, wanita itu menggeleng kuat-kuat, ini kenyataan paling buruk yang tak akan sanggup Nimas hadapi."Nggak! Ini nggak mungkin terjadi Bang, semalam Mas Bisma... Dia..," Nimas tak bisa melanjutkan ucapannya wanita itu menjarahkan tatapan
"Mas, tolong!" Nimas menatap Arjuna penuh permohonan. Arjuna yang sudah berada di hadapan Vanilla menoleh."Saya nggak larang Mas ketemu Vanilla kapan pun. Tapi libatkan istrimu, jangan hanya datang dengan Mama, atau bahkan sendirian."Permintaan Nimas upaya agar hidupnya tetap damai, tanpa lagi adanya tuduhan-tuduhan tak berdasar dari istri Arjuna. Nimas lelah, amat sangat lelah dengan kecemburuan Winda."Yang dikatakan Nimas ada benarnya. Bicara baik-baik sama Winda, lagian harusnya Winda memanfaatkan peluang untuk dekat sama Vanilla, siapa tahu dengan hadirnya Vanilla di tengah-tengah kalian, Winda bisa mendapat berkah hamil." Rubiah ikut angkat bicara."Ma! Tolong jangan terus menerus menyinggung soal hamil, cukup sekali aku kehilangan istri, jangan terulang lagi."Nimas membuang muka saat Arjuna menatapnya lekat. Ada wajah penyesalan di raut lelaki itu. Dan Nimas sama sekali tidak ingin melihatnya.Hari itu Nimas membiarkan mantan suaminya puas bermain dengan putrinya di kediaman
"Kamu tahu kenapa kamu sendiri tidak yakin aku mempercayai perkataan mu, Winda? Itu karena kau terlalu sering berbohong padaku!" Arjuna menekankan setiap perkataannya, seolah menelaah dosa yang sudah istrinya lakukan.Winda bungkam. Dia tidak bisa mengelak."Sekarang aku tanya baik-baik padamu, apa yang kamu katakan pada Bisma saat dia datang tadi. Apa kamu sungguh tidak ada menyinggung tentang Vanilla?""Mas, aku..""Jawab saja! Ada tidak kamu menyinggung tentang Vanilla?!" emosi Arjuna meluap-luap. Winda berhasil memancing amarahnya dengan sikapnya yang bertele-tele."Apa salah aku meminta adikmu itu untuk jangan melibatkan kamu? Dia sudah menikahi wanita itu, anak itu juga jadi tanggung jawabnya, harusnya kamu tidak lagi dilibatkan Mas!" alih-alih merasa bersalah Winda malah meluapkan kekesalannya.Arjuna tercengang mendengar penuturan ngelantur Winda. Apa perempuan itu lupa ikatan keluarga tak akan terputus oleh apa pun, dengan cara apa pun. Ikatan darah akan selalu mengalir dan
"Apa yang ingin kamu katakan sama suamiku? Kamu sudah menikahi wanita itu. Jangan libatkan lagi Arjun dalam urusan kalian. Mengertilah Bim! Aku butuh waktu bersama dengan suamiku tanpa ada orang lain di tengah-tengah hubungan kami."Egois. Satu kata yang bisa Bisma sematkan untuk istri abangnya ini.Belum juga mengatakan tujuannya datang, Bisma sudah di wanti-wanti oleh Winda, agar tak melibatkan Arjuna untuk masalah Vanilla."Kalau gitu sampaikan saja pesanku pada Bang Arjun, katakan bahwa dia tidak perlu datang ke rumah Mama karena Mama sedang berada di rumahku bersama Nimas."Winda cuma mengiyakan dengan wajah jutek, tidak berniat mempersilahkan Bisma untuk masuk kedalam rumah.Bisma tidak mempermasalahkannya, dia sama sekali tidak ada urusan dengan perempuan itu jadi Bisma juga tak berniat lebih lama disana.Bisma langsung menjemput Rubiah untuk dibawa kerumahnya. Bisma akan segera pergi tugas setelah mengantarkan mamanya.Kedatangan Rubiah di sambut Nimas dan Vanilla. Sejak menik
Nimas masuk kamar anaknya dan menemukan Bisma yang tengah menyuapi Vanilla makan." Mama." sambut Vanilla sudah kembali ceria, sangat berbeda sebelum Bisma datang.Nimas tersenyum dan turut melangkah mendekati mereka." Setelah ini princess harus minum obat, kalau sembuh ayah akan membawa kalian pergi jalan-jalan" Suara lembut Bisma terdengar membujuk membuat Vanilla bersorak bahagia.Setelah Vanilla makan beberapa suap dan minum obat, Bisma membenarkan selimutnya. "Cepat sembuh, ayah menyayangimu" Bisma mengelus kening putrinya.Bisma dan Nimas keluar dari kamar Vanilla setelah gadis itu terlelap." Apa kamu sudah makan?" Tanya Bisma pada Nimas yang mengekor di belakangnya.Bimas menggeleng." Makan dulu, aku akan mandi sebentar.""Sudah ku siapan air hangat untuk mandi."" Kamu tak perlu melakukannya, aku bisa mandi dengan air dingin." Bisma merasa Nimas terlalu memanjakannya.Walaupun sesungguhnya hatinya tengah berbunga mendapati perhatian dari sang istri.Nimas pura-pura tak mend
Siang sudah beranjak menjadi senja. Seorang wanita tengah menantikan kedatangan suaminya di teras rumah. Dia adalah Nimas, Sejak siang Bisma belum mengirimkan pesan. Tidak biasanya Bisma seperti ini.Nimas mulai merasa khawatir. Apalagi jam pulang tugas sudah lama terlewat. Ini kali pertama Bisma tak memberi kabar. Biasanya jika pulang telat atau ada sesuatu yang akan Bisma kerjakan dia akan mengatakannya pada Nimas.Nimas sudah mulai memahami kesibukan suaminya dan Nimas sudah bisa beradaptasi."Mas Bisma belum datang??" Ibu Yuri menghampiri Nimas yang sejak tadi mencoba menenangkan Vanilla.Vanilla jatuh dari tangga rumah mereka, tidak mengalami cidera serius, tetapi putri kecil Nimas itu mendapat luka kecil di bagian kepalanya.Sudah empat jam anak itu tak berhenti menangis, Vanilla terus mencari Bisma dan minta di gendongan pemuda itu." Belum Bu!" Jawab Nimas dengan tangan yang terus mengelus lembut kening Vanilla yang di tutupi kain kasa." Huaaa__Huaaa, aku mau sama Ayah." gadi
Bisma layak menjadi intelijen dia memiliki kemampuan dan memenuhi syarat. Memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi Bisma juga memiliki pemikiran yang tajam pandai berkamuflase dengan baik, serta berakal.Kali pertama Yusup melihat cara kerja Bisma, rekan Bisma Nurman belum pulih dari cidera karena luka tembak di bagian dada. Sedangkan Rendra memiliki tugas lain diluar kasus ini.Sebelumnya Nimas sudah Bisma antar pulang. Kini pemuda itu sedang berada di ruangan bersama Novrian yang baru datang setelah mengatur lalu lintas."Kamu sudah baca surat tugas dari komandan?" Novrian bertanya dengan nada khawatir.Bisma tidak mengelak, dia tetap mengangguk membenarkan. Karena pada dasarnya dia memang sudah membacanya. Tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu, tugas adalah tugas Bisma tidak akan mengurangi baktinya pada negara."Menurutmu, mengapa tiba-tiba komandan mengirim mu tugas lumayan jauh, sedangkan dia tahu jika kamu sedang menyelidiki kasus yang tak kalah pentingnya?" Novrian menarik k