Yudhistira tahu jika saat ini Nimas tidak ingin di ganggu. Oleh sebab itu lelaki itu memilih pamit pulang.Walaupun sempat di cegah oleh Nimas tapi lelaki itu berkata ada pekerjaan mendadak.Setelah mengotak-atik telpon genggamnya lelaki itu pergi meninggalkan kediaman Nimas.Sedangkan Nimas setelah kepergian Yudhistira langsung terduduk di dekat pintu rumah. Ia menyesali tindakan gegabah nya yang menolak Bisma tanpa berbicara dengan tenang dahulu.Nimas menelungkupkan wajahnya di balik dua lutut yang menekuk."Tapi aku nggak bisa kalau waktunya dia kayak gitu. Gimana kalau pas aku butuh dia, dia justru lagi tugas. Sepertinya aku memang nggak sanggup, tapi aku nyaman sama Bisma."Nimas beneran sudah sayang sama Bisma Tapi dia nggak bisa menerima waktunya yang kurang. Nimas harus bagaimana?Bu Surti menuntun Nimas untuk duduk di sofa. Memaksanya untuk bercerita apa yang membuatnya tiba-tiba kehilangan semangat.Perasaan Nimas semakin gundah dan berantakan kala perkataan Bu Surti sepert
"Tapi aku nggak mau pacaran.""Deal! Kita langsung nikah!!" seru Bisma membuat Nimas terkesiap."Bis-bisma." Nimas tergagap.Bisma tertawa karenanya.Dari layar ponsel Nimas bisa melihat raut wajah Bisma yang tampan, apalagi disaat sedang tertawa seperti sekarang. Bohong jika dia tidak terpesona. Sudah dari pertama kali bertemu Bisma membawa kesan positif untuknya."Vanilla sudah tidur?" tanya Bisma setelah tawanya reda."Sudah! Tadi langsung tidur waktu Ayah dan Neneknya pamit pulang. Kamu sendiri sedang dimana?""Oh, aku disini!" Bisma mengganti kamera belakang, membuat Nimas bisa melihat dimana dia berada saat ini."Itu Bu Yuri ya?" tanya Nimas kala matanya menangkap sosok yang dia kenali."Kamu ingin bicara?" tanya Bisma."Aku rindu sama beliau." mendengar jawaban Nimas, Bisma segera mengacungkan ponselnya pada Bu Yuri."Bu, Nimas mau bicara, kangen katanya."Bisma membiarkan Nimas dan Bu Yuri mengobrol lewat panggilan video, mood pemuda itu sudah membaik, kini melihat hidangan di
Arjuna pulang ingin beristirahat, tapi yang ada malah adu urat leher."Kenapa, sih? Kenapa aku salah terus kalau menyangkut mantan mu itu? Ini yang aku takutin, Mas. Aku takut kamu mulai terbuai sama dia dan kamu lupain aku!" jerit Winda. Membuat Arjuna tercengang.Arjuna memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut.Winda meraung di hadapan suaminya. "ini salah aku juga karena nggak bisa kasih kamu anak. Kalau aja ada anak diantara kita mungkin kamu nggak akan begitu fokus buat dapetin perhatian Vanilla. Dan ini juga salah Nimas, karena dia yang harus muncul lagi di kehidupan kita. Aku benci sama dia!""JANGAN sangkutkan masalah pribadi kita dengan anak aku!" mulut Winda membungkam ketika, kedua bola matanya mulai berkaca kaca dan sedikit gemetar di bentak oleh Arjuna."Meskipun kita punya anak, aku nggak akan lagi telantarkan Vanilla. Bertahun-tahun Aku nggak tahu tumbuh kembangnya, jenis kelaminnya, namanya siapa. Bertahun-tahun aku dihantui rasa bersalah karena nggak pernah lih
"Ayo bersaing secara adil!"Saat mendengar ucapan Yudhistira Bisma merasa tersedak ludahnya sendiri. Itu benar-benar kalimat yang mengejutkan dirinya.Pria dengan setelan jas itu menoleh pada Bisma sambil tersenyum lebar."Bagaimana. Siap bersaing denganku?" tanya Yudhistira santai.Yudhistira benar-benar bisa membuat Bisma melongo, tercengang dan tidak habis pikir dengan keputusan yang mendadak ini."Apa ini sebuah ajang?" Tanya Bisma pada Yudhistira dengan raut wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Kesal? Marah?Bisma tidak suka dengan apa yang Yudhistira bicarakan. Tentu saja karena Nimas bukan barang yang bisa diperebutkan oleh mereka. Ini soal hati.Bisma membiarkan Yudhistira habis-habisan mengintrogasi dirinya perihal perasaan pemuda itu pada Nimas. Dan tanpa ada sangkalan dan tidak ingin berbohong. Bisma mengatakan apa adanya.Dia seorang Bisma. Dia bukan orang yang senang bernegosiasi jika sedang dalam mode serius, dia juga bukan tipe orang yang akan membiarkan targetnya le
"Bang, kamu tidak ada rencana untuk segera menikah?" pertanyaan ini terlontar langsung dari sang Ayah, Pak Burhan Adiwijaya.Saat ini keduanya tengah duduk santai sambil menikmati secangkir teh di tepi kolam ikan Arwana bernilai miliaran rupiah di kediaman Pak Adi.Sejujurnya Yudistira sedikit kaget dengan pertanyaan sang ayah tiba-tiba membahas pernikahan, selama ini Ayahnya sangat jarang mau ikut campur urusan pribadinya. Kecuali urusan pekerjaan dan rintangannya menjadi seorang pengacara. Ini juga hari minggu, tidak biasanya ayahnya berada di rumah pria itu lebih suka menghabiskan hari libur dengan bermain golf atau memancing dengan koleganya.Tapi sepertinya tidak dengan sore ini. Jika saja Yudistira tahu ayahnya berada di rumah, dia akan mengurungkan niatnya untuk datang mengunjungi bundanya.Bukan tidak suka, tetapi Yudhistira belum siap menerima pertanyaan soal pernikahan. Atau tak akan pernah siap."Belum ada rencana, Pa." jawab Yudhistira sambil menyeruput teh di cangkirn
Malam Kian beranjak semakin larut. Hawa dingin di luar sana tak membuat Bisma beranjak, dia lebih menyukai keindahan malam dengan kelingan bintang, dari tempatnya berpijak. Sesekali dia menghisap bungkusan tembakau yang akan sedikit bisa menghalau udara dingin yang ia rasa."Aku mau." tutur Nimas dengan wajah condong ke depan serta pancaran mata yang begitu bersinar, saat Bisma melamarnya hari itu. Membuat Bisma gemas ingin mencubitnya.Bisma tertawa ketika mengingat ucapan manja dari Nimas. Dia sudah terlanjur menjatuhkan hatinya kepada perempuan itu. Berharap waktu akan cepat berlalu.Menanti hari dimana dia akan kembali dan segera akan mengajukan berkas pernikahannya. Untuk mengikat perempuan yang pernah menjadi Kaka iparnya itu.Kembali Bisma menerawang jauh, baru dua minggu dia meninggalkan dua perempuan yang menjadi tujuannya dimasa depan. Namun, rasa rindu sudah menggerogoti hatinya begitu dalam.Sampai detik ini belum ada komunikasi diantara mereka selama Bisma bertugas.Misi
"Bunda maafkan saya, saya tidak bermaksud untuk membuat Bunda kecewa. Namun, sebelumnya saya sudah menerima lamaran Bisma." dari pada berkhianat, Nimas memilih mengambil resiko."Bisma melamar Nimas untuk dijadikan istri?" dapat Nimas lihat gurat terkejut dari wajah cantik wanita itu."Maafkan Nimas membuat Bunda Zoe kecewa."Zoe berlari dan segera memeluk Nimas. Zoe sangat menyayangi Nimas. Begitu juga dengan Bisma, kasih sayangnya kadang lebih tercurahkan kepada Bisma daripada Yudhistira."Jangan berkata seperti itu, Nimas. Itu justru melukai perasaan Bunda. Bisma juga anak kami, kamu tidak perlu merasa bersalah.""Tapi Bang Tira?" tanya Nimas melihat pria yang kini menyeringai kearahnya."Yudhistira urusan kami berdua. Dia harus menerima itu semua. Dia harus berlapang dada."Yudhistira bisa menutupi rasa kecewanya dengan sempurna, dari awal dia menyadari jika Nimas tidak akan pernah mau diajak kerja sama. Dan dugaannya benar.Yudhistira mengikuti kemauan bundanya untuk segera berto
"Jangan bocorkan hal ini pada siapapun, terlebih pada Bunda. Saya tidak mau membuatnya bersedih." Nimas menatap lekat pria dihadapannya. Percuma dia memberontak. Yudhistira bisa lepas kendali jika sampai dia kembali memercik emosinya. Demi Tuhan luka-luka ditubuhnya masih basah.Jikapun Nimas ingin melawan lelaki itu, ia hanya bisa melakukannya dengan angan, tanpa bisa dia wujudkan karena jika sampai salah bicara nyawa Vanilla dan dirinya akan terancam."Kalau begitu, kita cari dokter di luar negeri." saran Nimas.Nimas tersentak ketika tiba-tiba Yudhistira berdiri dan gegas menghubungi seseorang. Nimas hanya diam memperhatikan pria itu terlihat begitu serius bicara dengan seseorang di sebrang sana.Lama Yudhistira bicara dengan orang di telepon, tetapi hal tak terduga tiba-tiba mengejutkan Nimas. Masih di tempatnya saat ini perempuan itu melihat Yudhistira membanting ponsel pintarnya sendiri hingga membentur dinding kamar. Pecahannya berhamburan di sekitar lantai. Tak hanya itu, p
"Bun,..""Keputusanku untuk bercerai sudah bulat Pak Adi yang terhormat, sabarku cukup sampai disini." Zoe berbalik membelakangi suaminya dan hendak berlalu. Tetapi ucapan Adi berhasil mengurungkan niatnya."Apa jika aku menyerahkan diri, kamu bersedia menungguku bebas?"Zoe tertegun sejenak karena ucapan suaminya. Laki-laki yang selama ini begitu tegas dan keras, bagaimana bisa merendah.Yudhistira menatap wajah papanya dengan sendu."Usia kita tidak lagi muda, hidup sampai besok saja belum tentu, mengapa harus menunggu sesuatu yang tidak pasti." Zoe tidak seketika luluh."Bun, Papa mohon!" Adi menekuk lututnya dan menunduk di belakang tubuh istrinya. Tanpa perduli di lihat oleh beberapa anak buahnya, termasuk Yudhistira."Pa." Yudhistira ingin membantu Adi berdiri tetapi Adi menolaknya. "Biarkan bunda mu tahu jika laki-laki ini sangat mencintainya, aku memang pernah salah ucap dengan mengatakan kata seandainya, tetapi ucapan itu hanya sedikit keegoisan. Nyatanya itu tak mengurangi k
"Jangan main-main Winda." mata Arjuna terbelalak saat Winda mendekatkan mata pisau di pergelangan tangannya sendiri.Negosiasi perceraian secara baik-baik tidak berjalan lancar. Winda tetap tidak mau Arjuna menceraikannya."Aku hanya perlu mati agar tak semakin sakit hati melihatmu tergila-gila dengan mantan!""Kamu salah paham. Aku ingin bercerai denganmu bulan karena Nimas tapi,..""Karena anak wanita itu, iya kan?"Arjuna mengusap wajahnya merasa frustasi berdebat dengan Winda hanya membuatnya semakin sakit kepala."Vanilla darah dagingku, dia anakku. Itu adalah faktanya." suara Arjuna memelan bersamaan dengan lelaki itu yang melangkah pelan mendekati Winda."Aku nggak perduli, kau yang janjikan kebahagiaan untukku, tetapi nyatanya kau hanya memprioritaskan kepentingan anak itu." Tubuh Winda bergetar, wanita itu terlihat sangat menyedihkan.Konsentrasi Winda mulai goyah, kesempatan itu dimanfaatkan Arjuna untuk menepis pisau di tangan Winda.Pergerakan Arjuna yang cepat mengejutkan
Adi seperti di paksa menelan ratusan pecahan kaca bulat-bulat, tidak hanya mulutnya yang terluka lambungnya pun terkoyak karena terlampau parah luka yang di derita.Ungkapan penyesalan sang istri seperti memukul telak harga dirinya.Adi lupa. Jika pengakuan Zoe setara dengan perkataannya yang menyinggung perihal istrinya yang terlalu lama membuatnya nunggu sehingga usia Zoe mempengaruhi mereka tidak bisa memiliki keturunan.Apa sebenarnya arti kecewa? Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya atau tidak diberi kepastian saat mengawali hubungan?Bagaimana dengan sebuah hubungan, yang dimulai baik-baik antara dua manusia harus disisipkan kebohongan demi mewujudkan sebuah luka dimasa depan?Menikah atas dasar saling menerima. Tidak ada ada yang menolak untuk melangkah ke jenjang yang serius.Namun, setelah belasan tahun, saat seharusnya mereka menikmati masa tua, semua justru menimbulkan perpecahan.Hingga klimaks, di usia pernikahan yang harusnya semakin kokoh.Lontaran kata yang tidak akan
Mobil Yudhistira baru saja memasuki area perumahan, ketika iring-iringan mobil pejabat menghalangi jalannya. Tidak perlu mencari tahu siapa yang berada di dalam mewah yang berhasil menghambat perjalanannya. Karena dari mobil berplat nomor pilihan itu keluar seorang pria yang langsung mengetuk kaca mobilnya. Alih-alih membuka jendela, Yudhistira memilih turun, dan menemui Papa sambungnya. Tetapi Adi membuka bagian pintu penumpang. "Kamu tidak mengangkat teleponku." "Apa itu perlu? " Amarah laki-laki itu sudah dipendam sejak kemarin. Jika ia marah sekarang, Bukankah hal yang wajar? Adi menoleh menatap Yudhistira. "Kamu juga tidak ada di kantor. Meeting? " Adi mendecih. "Apakah ada pertemuan di luar, benarkah itu bisnis? " "Aku tidak ingin berdebat dengan mu." Zoe membuka pintu mobil ingin keluar. "Aku belum selesai bicara, Zoe." tegas nada bicara Adi tidak membuat Zoe takut. "Jangan membentak Bunda!" Yudhistira mengingatkan Adi. "Kamu diam!" Adi tak suka ada seseorang yan
Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta
Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar. Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit. Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat. "Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama. Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanan
Derai tawa Winda membuat ketakutan Rubiah. Wanita itu berusaha mendekati Winda tapi di halangi oleh Arjuna."Biarkan Ma,""Tapi Arjuna, ..." Arjuna menggelengkan kepalanya, membuat Rubiah pasrah."Cerai kamu bilang? SETELAH AKU MATI-MATIAN BERJUANG, DAN KEGUGURAN BERKALI-KALI ANAK KAMU' KAMU AKAN MEMBUANG KU SEPERTI SAMPAH BEGITU??!!" Winda berteriak histeris."Berani kamu ceraikan aku, akan ku habisi anak perempuan jalang itu!!""WINDA!!""APA?!"Dada Arjuna naik turun, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, Winda benar-benar sudah tidak bisa di tolerir lagi, istrinya terlalu mengerikan."Vanilla tidak ada hubungannya dengan rusaknya hubungan ini, semua bermula dari KAMU!" hardik Arjuna.Rubiah terhenyak menatap wajah anak dan menantunya, untuk kali ini dia tidak mengharapkan Arjuna bercerai seperti yang sebelumnya, hatinya seperti teriris harus menyaksikan kegagalan Arjuna untuk yang kedua kalinya, dan sangat disesalkan perceraian putranya yang terdahulu akibat campur tangan dar
Terlalu bahagia mengetahui jika Bisma selamat, tak ada satupun dari mereka yang sempat memberi tahu perihal kehamilan Nimas pada keduanya.Rubiah mengingatnya setelah sampai di rumah. Ingin membahasnya, tapi dia tidak ingin menciptakan keributan untuk anak sulungnya. Terlebih Rubiah tahu jika mood menantunya sedang tidak baik.Rubiah tidak menutup mata dengan kebencian yang terang-terangan Winda tunjukkan untuk Nimas. Dirinya juga sedikit merasa bersalah dengan menantunya itu karena tidak bisa mengendalikan perasaan bahagianya mengetahui Nimas akan memberinya cucu lagi.Rubiah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Vanilla, wanita paruh baya itu merasa sangat berdosa pada cucunya itu karena dulu pernah meragukan ayah biologisnya.Sepanjang perjalanan menuju kediamannya, wanita itu sudah menangkap ekspresi jengah dari menantunya, Arjuna alih-alih mengajak istrinya bicara pria itu sejak tadi hanya sibuk dengan telpon genggam yang terus berada di genggaman."Untuk har
Polisi terlalu cepat menyampaikan kabar duka, terlalu gegabah mengambil kesimpulan jika Bisma tidak selamat. Hal itu tentu saja merugikan keluarga, membuat keluarga korban merasa berduka dan putus asa.Nimas tidak berani mengurai pelukan. Takut-takut jika sosok dihadapannya hanya bayangan. Nimas terlalu tenggelam dalam ketakutannya kehilangan suami sekali lagi.Arjuna membuang napas dari bibirnya seraya tersenyum saat melihat wanita yang begitu dicintainya sedang menangis di pelukan adiknya. Dadanya yang bergemuruh karena rasa sedih berangsur lega.Rasa cemburu itu masih menggerogoti, tetapi Arjuna berusaha sadar diri.Air mata Arjuna mengalir meskipun bibir pria itu tengah menerbitkan senyum.Yudhistira terpaku dengan pemandangan di hadapannya beberapa saat, sebelum pemuda itu menghampiri dimana sang bunda berdiri, Yudhistira segera bergegas membawa Bunda Zoe yang sedang duduk itu masuk kedalam dekapannya, dengan terburu-buru tanpa sepatah kata, tetapi siapapun tau hati pria itu se