Hati Bisma seperti tercabik.Jangan lagi. Tolong. Jangan kedua kalinya dia pulang tugas harus dapat kenyataan buruk. Bisma merintih dalam hati."Kenapa Nimas dan Vanilla. Kenapa?" Desak Bisma menjarahkan tatapannya kepada satpam, Bu Jihan dan juga Genta."Nimas hilang, Mas. Tidak ada yang tau apa yang terjadi. karena motornya juga masih berada di teras." jelas Genta pada Bisma.Bisma tertawa getir sesaat, sebelum berlari cepat memasuki rumah Nimas. Sebagai seorang Intel yang memiliki keahlian diambil dengan tes khusus, Bisma mulai menjalankan perannya. Pekerjaan Intel itu seperti panca indra. Jadi apa yang dia lihat, dia dengar, dia cium dan dia rasa itu dikirim ke otak secepat-cepatnya.Barang-barang Nimas dan Vanilla masih utuh. Segala kartu identitas bahkan ponsel Nimas yang kehabisan daya masih berada di kamar perempuan itu.Nimas tidak di rampok, keadaan rumah tidak menunjukkan tanda-tanda itu. Tetapi Bisma bisa memastikan jika Nimas hilang sudah lebih dari dua puluh empat jam.P
"Woeee!!?"Suara nyaring dari dalam sudah Bisma perhitungkan.Dua manusia yang saling baku tindih, didalam ruangan mewah itu begitu marah dan terkejut aktivitasnya di ganggu.Wajah Bisma tidak menunjukkan rasa takut, tapi lebih ke rasa kecewa karena kamar yang dia geledah diisi orang yang tak sesuai dari data tamu.Namun begitu Bisma tidak menunjukkan rasa bersalah, dia segera meminta pada timnya untuk meringkus keduanya.Dua orang itu di interogasi. Yang tadinya pria itu begitu berani kini tampak menciut dihadapan Bisma yang tegas dan berwibawa."Ampun, Pak. Saya hanya disuruh untuk menempati kamar hotel ini bersama dengan istri oleh orang yang kini berada di rumah kami." dengan gemetar pria itu mengatakan alasannya berada di hotel ini.Istri pria tersebut bahkan terus menangis.Dari pasangan suami istri itu Bisma bisa tahu jika Yudhistira telah menggunakan kekuasaannya untuk menekan orang.Sosok lembut dan pendiam yang selama ini Yudhistira tampilkan, rupanya hanya topeng belaka.Bi
Bisma dibantu pihak kepolisian setempat segera membawa Nimas dan Vanilla menuju mobil."Nimas, Demi Allah tolong tetap buka matamu," lirih Bisma seperti sedang membujuk kekasih hatinya.Perhatian Bisma terbagi dua, satu untuk kekasih hatinya satu untuk Vanilla yang terus nangis memanggil nama Nimas.Sesampainya di rumah sakit dokter segera melakukan pertolongan pertama untuk pasien yang hilang kesadaran.Di atas brankar beralaskan sprei putih dan ditemani beberapa alat kesehatan, di sanalah kini Nimas berbaring dengan mata tertutup.Salah seorang perawat berjalan mendatangi Bisma yang menunggu di depan ruang IGD bersama dengan polisi lainnya.Perawat itu berkata bahwa Nimas dalam kondisi baik-baik saja, pasien pingsan karena kelelahan dan tekanan darah rendah. Perawat juga mengatakan bahwa beberapa jahitan di punggung Nimas terbuka, lukanya yang belum kering kembali terluka karena kembali mendapatkan kekerasan.Mendengar hal itu, emosi Bisma meledak.Seorang polisi meremas pundak Bism
Bisma berdiri dengan sikap tegak di hadapan komandan tertingginya.Wajahnya baru saja mendapatkan satu tamparan keras karena secara terang-terangan menolak dan membantah perintah pemimpin.Namun, meskipun begitu Bisma tidak akan gentar ataupun kalah, apalagi manut dengan perintah.Bisma berpegang teguh pada kebenaran. Dia akan melawan kejahatan, biar kebenaran yang akan membantunya."Kerjakan perintah saya, AKP Bisma!" bentak komandan tersebut dengan suara lantang."Tidak akan!" tolak Bisma lugas."Belagu kau mentang-mentang baru dapat penghargaan naik jabatan? Sombong kau karena pangkatmu naik sekarang? Komandan Bisma terdengar nyinyir. Pundak Bisma bahkan dipukul tapi dia tetap bergeming."Jalani perintah saya atau saya akan membuatmu di demosi 1 tahun?" Ancam atasan Bisma.Bisma meneguk air liur. Dia menatap tegas komandan yang kini dianggap sebagai lawan."Silakan, saya tidak takut, Komandan. Bagi saya, kebenaran harus tetap ditegakkan.""Kamu tahu siapa yang kamu lawan? Yudhistir
"Aku sudah pasrah jika aku harus mati di tangannya. Aku pikir kamu nggak akan pernah datang." lirih Nimas masih dalam dekapan hangat Bisma. "Awalnya aku ingin berikan kamu kejutan, tapi nyatanya malah aku yang terkejut." timpal Bisma sambil terkekeh."Terimakasih sudah tolongin aku, saat aku membuka mata dan menemukan Vanilla berada di pelukanku, itu hadiah yang tak ternilai."Nimas tidak tahu, bagaimana hancur berkepingnya hari Bisma melihat luka-luka ditubuhnya akibat Yudhistira."Aku akan lakukan apapun untuk calon istri dan anakku." jawab Bisma getir mengingat keadaan Nimas sebelumnya."Maaf selalu membuatmu repot," Nimas kembali memeluk tubuh Bisma."Nggak mau. Aku nggak mau maafin sebelum kamu jadi istriku." Nimas menyunggingkan senyum manis. Dibalik punggung Nimas Bisma meneteskan air mata."Ini kenapa nangis?" ledek Nimas."Kangen, sayang." Bisma sedang memperlihatkan sisi anak kecilnya kepada perempuan yang sangat dia cintai dan dia rindukan.Tanpa jarum infus Nimas leluasa
"Sungguh?" tanya Bisma semakin mengeratkan pelukannya. Bisma seperti tidak rela berpisah dengan Nimas. Nimas hanya bergumam guna menjawab tanya Bisma. "Pelukanmu ada apanya sih? Begitu hangat dan nyaman."Pertanyaan Bisma kembali membuat Nimas tertawa kecil. Sepertinya kebahagiaan yang dirasa saat ini membuatnya mudah tertawa. "Aku pasang pemanas di sana.""Hemm, pantasan. Bisa bikin hatiku panas juga." kembali Bisma mengeratkan dekapannya pada tubuh Nimas lalu memejamkan mata."Mas harus memaafkan Bang Tira. Dia itu perlu dampingan " Bisma mengerucutkan bibirnya dengan mata yang masih terpejam."Nanti." Bisma hanya menjawab singkat. Matanya masih terus terpejam. Hal itu membuat Nimas menduga kalau dia sedang mengantuk."Udah dong Mas meluknya, aku nggak bakal kemana-mana, sini tidur di samping aku. Malu nanti dilihat sama Bu Surti dan Vanilla" Gurau Nimas, dia sadar Bisma pasti letih."Masih mau sama kamu," rajuknya manja.Nimas tertawa kecil melihatnya. "Ini beneran AKP Bisma yan
30 menit kemudian, meja makan di rumah Nimas sudah penuh dengan makanan hasil masakan Nimas dan Bu Surti."Wah..! Ini semua hasil masakan kamu?" tanya Bisma.Bu Surti mengangguk sambil berdiri di samping meja makan "Di cicipi Mas, dijamin ketagihan!""Ibu dan Nimas nggak ikut makan?" tanya Bisma saat Nimas dan Bu Surti nasih berdiri di samping meja."Badanku masih bau asap. Aku mau mandi dulu." Kata Nimas sambil mengendus tubuhnya sendiri."Aku tunggu kamu aja.""Eh, kamu langsung makan aja!"Tapi Bisma malah meninggalkan meja makan dan mengikuti langkah Nimas masuk kembali ke dalam kamar. Meninggalkan Bu Surti yang mengulum senyum.Bisma tertawa kecil menatap wajah Nimas."Mau dimandiin?" goda Bisma."Apaan, sih?" sahut Nimas sambil membalikkan tubuhnya kembali menatap lemari pakaian dengan pipi menghangat.Bisma tersenyum dengan Bibir bawahnya yang tergigit dan memainkan alisnya. Kemudian, ia melangkah santai masuk ke dalam kamar Vanilla sambil bersenandung.Sementara Nimas keluar
Mata Rubiah menilik kedua putranya dengan penuh pertimbangan."Kamu sungguh -sungguh ingin menikahi Nimas?" tanya Rubiah masih tidak yakin.Bisma mengangguk tegas sebagai jawaban."Ya sudah kalau itu keputusan kamu sama Nimas. Mama ikut saja."Mendengar persetujuan Rubiah membuat Nimas tidak percaya, selama ini wanita itu yang ingin menyingkirkan dia dari hidup putranya, tapi mengapa kini justru mendukung?Sayangnya respon positif yang mereka dapatkan dari Rubiah tidak didapati dari Arjuna."Kita coba bicara lagi baik-baik, Arjun," saran Rubiah setengah pasrah. Dia sangat tahu kehidupan rumah tangga putranya dengan Winda kacau, tapi saat ini kebahagiaan Bisma tidak bisa wanita paruh baya itu abaikan."Kita tidak boleh menghalangi niat baik mereka untuk menikah, Arjun!" tambahnya lembut."Tidak bisa!" sentak Arjuna lebih tegas.Nimas gegas menarik tangan Bisma untuk menjauh dari sana. Arjuna tak mungkin mengikuti karena ada Vanilla yang bersamanya.Di ruang tengah Nimas menumpahkan sem
"Bun,..""Keputusanku untuk bercerai sudah bulat Pak Adi yang terhormat, sabarku cukup sampai disini." Zoe berbalik membelakangi suaminya dan hendak berlalu. Tetapi ucapan Adi berhasil mengurungkan niatnya."Apa jika aku menyerahkan diri, kamu bersedia menungguku bebas?"Zoe tertegun sejenak karena ucapan suaminya. Laki-laki yang selama ini begitu tegas dan keras, bagaimana bisa merendah.Yudhistira menatap wajah papanya dengan sendu."Usia kita tidak lagi muda, hidup sampai besok saja belum tentu, mengapa harus menunggu sesuatu yang tidak pasti." Zoe tidak seketika luluh."Bun, Papa mohon!" Adi menekuk lututnya dan menunduk di belakang tubuh istrinya. Tanpa perduli di lihat oleh beberapa anak buahnya, termasuk Yudhistira."Pa." Yudhistira ingin membantu Adi berdiri tetapi Adi menolaknya. "Biarkan bunda mu tahu jika laki-laki ini sangat mencintainya, aku memang pernah salah ucap dengan mengatakan kata seandainya, tetapi ucapan itu hanya sedikit keegoisan. Nyatanya itu tak mengurangi k
"Jangan main-main Winda." mata Arjuna terbelalak saat Winda mendekatkan mata pisau di pergelangan tangannya sendiri.Negosiasi perceraian secara baik-baik tidak berjalan lancar. Winda tetap tidak mau Arjuna menceraikannya."Aku hanya perlu mati agar tak semakin sakit hati melihatmu tergila-gila dengan mantan!""Kamu salah paham. Aku ingin bercerai denganmu bulan karena Nimas tapi,..""Karena anak wanita itu, iya kan?"Arjuna mengusap wajahnya merasa frustasi berdebat dengan Winda hanya membuatnya semakin sakit kepala."Vanilla darah dagingku, dia anakku. Itu adalah faktanya." suara Arjuna memelan bersamaan dengan lelaki itu yang melangkah pelan mendekati Winda."Aku nggak perduli, kau yang janjikan kebahagiaan untukku, tetapi nyatanya kau hanya memprioritaskan kepentingan anak itu." Tubuh Winda bergetar, wanita itu terlihat sangat menyedihkan.Konsentrasi Winda mulai goyah, kesempatan itu dimanfaatkan Arjuna untuk menepis pisau di tangan Winda.Pergerakan Arjuna yang cepat mengejutkan
Adi seperti di paksa menelan ratusan pecahan kaca bulat-bulat, tidak hanya mulutnya yang terluka lambungnya pun terkoyak karena terlampau parah luka yang di derita.Ungkapan penyesalan sang istri seperti memukul telak harga dirinya.Adi lupa. Jika pengakuan Zoe setara dengan perkataannya yang menyinggung perihal istrinya yang terlalu lama membuatnya nunggu sehingga usia Zoe mempengaruhi mereka tidak bisa memiliki keturunan.Apa sebenarnya arti kecewa? Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya atau tidak diberi kepastian saat mengawali hubungan?Bagaimana dengan sebuah hubungan, yang dimulai baik-baik antara dua manusia harus disisipkan kebohongan demi mewujudkan sebuah luka dimasa depan?Menikah atas dasar saling menerima. Tidak ada ada yang menolak untuk melangkah ke jenjang yang serius.Namun, setelah belasan tahun, saat seharusnya mereka menikmati masa tua, semua justru menimbulkan perpecahan.Hingga klimaks, di usia pernikahan yang harusnya semakin kokoh.Lontaran kata yang tidak akan
Mobil Yudhistira baru saja memasuki area perumahan, ketika iring-iringan mobil pejabat menghalangi jalannya. Tidak perlu mencari tahu siapa yang berada di dalam mewah yang berhasil menghambat perjalanannya. Karena dari mobil berplat nomor pilihan itu keluar seorang pria yang langsung mengetuk kaca mobilnya. Alih-alih membuka jendela, Yudhistira memilih turun, dan menemui Papa sambungnya. Tetapi Adi membuka bagian pintu penumpang. "Kamu tidak mengangkat teleponku." "Apa itu perlu? " Amarah laki-laki itu sudah dipendam sejak kemarin. Jika ia marah sekarang, Bukankah hal yang wajar? Adi menoleh menatap Yudhistira. "Kamu juga tidak ada di kantor. Meeting? " Adi mendecih. "Apakah ada pertemuan di luar, benarkah itu bisnis? " "Aku tidak ingin berdebat dengan mu." Zoe membuka pintu mobil ingin keluar. "Aku belum selesai bicara, Zoe." tegas nada bicara Adi tidak membuat Zoe takut. "Jangan membentak Bunda!" Yudhistira mengingatkan Adi. "Kamu diam!" Adi tak suka ada seseorang yan
Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta
Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar. Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit. Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat. "Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama. Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanan
Derai tawa Winda membuat ketakutan Rubiah. Wanita itu berusaha mendekati Winda tapi di halangi oleh Arjuna."Biarkan Ma,""Tapi Arjuna, ..." Arjuna menggelengkan kepalanya, membuat Rubiah pasrah."Cerai kamu bilang? SETELAH AKU MATI-MATIAN BERJUANG, DAN KEGUGURAN BERKALI-KALI ANAK KAMU' KAMU AKAN MEMBUANG KU SEPERTI SAMPAH BEGITU??!!" Winda berteriak histeris."Berani kamu ceraikan aku, akan ku habisi anak perempuan jalang itu!!""WINDA!!""APA?!"Dada Arjuna naik turun, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, Winda benar-benar sudah tidak bisa di tolerir lagi, istrinya terlalu mengerikan."Vanilla tidak ada hubungannya dengan rusaknya hubungan ini, semua bermula dari KAMU!" hardik Arjuna.Rubiah terhenyak menatap wajah anak dan menantunya, untuk kali ini dia tidak mengharapkan Arjuna bercerai seperti yang sebelumnya, hatinya seperti teriris harus menyaksikan kegagalan Arjuna untuk yang kedua kalinya, dan sangat disesalkan perceraian putranya yang terdahulu akibat campur tangan dar
Terlalu bahagia mengetahui jika Bisma selamat, tak ada satupun dari mereka yang sempat memberi tahu perihal kehamilan Nimas pada keduanya.Rubiah mengingatnya setelah sampai di rumah. Ingin membahasnya, tapi dia tidak ingin menciptakan keributan untuk anak sulungnya. Terlebih Rubiah tahu jika mood menantunya sedang tidak baik.Rubiah tidak menutup mata dengan kebencian yang terang-terangan Winda tunjukkan untuk Nimas. Dirinya juga sedikit merasa bersalah dengan menantunya itu karena tidak bisa mengendalikan perasaan bahagianya mengetahui Nimas akan memberinya cucu lagi.Rubiah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Vanilla, wanita paruh baya itu merasa sangat berdosa pada cucunya itu karena dulu pernah meragukan ayah biologisnya.Sepanjang perjalanan menuju kediamannya, wanita itu sudah menangkap ekspresi jengah dari menantunya, Arjuna alih-alih mengajak istrinya bicara pria itu sejak tadi hanya sibuk dengan telpon genggam yang terus berada di genggaman."Untuk har
Polisi terlalu cepat menyampaikan kabar duka, terlalu gegabah mengambil kesimpulan jika Bisma tidak selamat. Hal itu tentu saja merugikan keluarga, membuat keluarga korban merasa berduka dan putus asa.Nimas tidak berani mengurai pelukan. Takut-takut jika sosok dihadapannya hanya bayangan. Nimas terlalu tenggelam dalam ketakutannya kehilangan suami sekali lagi.Arjuna membuang napas dari bibirnya seraya tersenyum saat melihat wanita yang begitu dicintainya sedang menangis di pelukan adiknya. Dadanya yang bergemuruh karena rasa sedih berangsur lega.Rasa cemburu itu masih menggerogoti, tetapi Arjuna berusaha sadar diri.Air mata Arjuna mengalir meskipun bibir pria itu tengah menerbitkan senyum.Yudhistira terpaku dengan pemandangan di hadapannya beberapa saat, sebelum pemuda itu menghampiri dimana sang bunda berdiri, Yudhistira segera bergegas membawa Bunda Zoe yang sedang duduk itu masuk kedalam dekapannya, dengan terburu-buru tanpa sepatah kata, tetapi siapapun tau hati pria itu se