Mata Rubiah menilik kedua putranya dengan penuh pertimbangan."Kamu sungguh -sungguh ingin menikahi Nimas?" tanya Rubiah masih tidak yakin.Bisma mengangguk tegas sebagai jawaban."Ya sudah kalau itu keputusan kamu sama Nimas. Mama ikut saja."Mendengar persetujuan Rubiah membuat Nimas tidak percaya, selama ini wanita itu yang ingin menyingkirkan dia dari hidup putranya, tapi mengapa kini justru mendukung?Sayangnya respon positif yang mereka dapatkan dari Rubiah tidak didapati dari Arjuna."Kita coba bicara lagi baik-baik, Arjun," saran Rubiah setengah pasrah. Dia sangat tahu kehidupan rumah tangga putranya dengan Winda kacau, tapi saat ini kebahagiaan Bisma tidak bisa wanita paruh baya itu abaikan."Kita tidak boleh menghalangi niat baik mereka untuk menikah, Arjun!" tambahnya lembut."Tidak bisa!" sentak Arjuna lebih tegas.Nimas gegas menarik tangan Bisma untuk menjauh dari sana. Arjuna tak mungkin mengikuti karena ada Vanilla yang bersamanya.Di ruang tengah Nimas menumpahkan sem
Kemarahan bisa Nimas rasakan dari suara Arjuna yang berat terdengar seperti menggeram. Pria itu juga menggenggam erat tangan Nimas sampai terasa sakit. Nimas masih terkejut dengan perbuatan Arjuna awalnya hanya mengikuti begitu saja langkahnya yang tergesa sambil terseok-seok. Arjuna sudah pasti tidak memperhitungkan kondisi Nimas yang sedang tidak memakai sendal saat ini."Mas!" seru Nimas saat ia mulai sadar dari keterkejutannya. "Arjuna, lepas!"Tapi pria itu tidak mendengarkan Nimas sama sekali sehingga Nimas meningkatkan perlawanan dengan berusaha menarik tangannya dari genggaman pria itu. Ah bukan genggaman, lebih tepatnya cengkraman."Mas Arjun, tanganku sakit dan aku bisa jatuh kalau kamu tarik-tarik seperti ini!!" Nimas naikkan satu oktaf suaranya saat mereka sudah berada di luar rumah.Dan itu akhirnya berhasil membuat Arjuna memerankan langkahnya dan mengurangi cengkraman nya pada tangan Nimas. Tapi dia masih terus berjalan sampai akhirnya mereka keluar dari halaman. Kemudi
Arjuna tanpa sadar menarik tubuh Nimas dengan kuat, amarah menghilangkan akal sehatnya, Nimas hampir saja terpelanting jika saja tangan Bisma tidak cepat membelitnya.Dengan cepat Bisma menarik Nimas dan membawanya ke balik punggung lebarnya. Untuk kesekian kalinya Nimas harus melihat perdebatan dua saudara."Bisa nggak sih nggak usah kasar, Arjun."Berbeda dengan Arjuna yang dikuasai amarah, Bisma masih bisa mengontrol diri. Arjuna bukanya sadar, malah dengan kesal dia menjawab."Kamu yang harusnya berhenti ikut campur, Bis!" Bisma memperingatkan dengan tenang namun Arjuna benar-benar seperti orang sinting. "di sini aku sedang berusaha memperbaiki hubunganku dengan Nimas, semuanya oke sampai kamu dengan sok nya muncul merusak semuanya!" Nimas pikir Bisma akan langsung menjawab kalimat tidak mengenakkan Arjuna dengan berkata jika dia tidak ikut campur mengingat hubungannya dengan Arjuna sudah berakhir, tapi yang dilakukan Bisma justru menoleh ke arah Nimas dan justru bertanya. "Nima
Nimas menatap nyalang pada Arjuna. Kebencian itu berkobar hingga seluruh tubuhnya terasa gemetar. Nimas sudah berusaha baik namun laki-laki ini terus mengusiknya. Melukai bukan hanya hati tapi juga fisik. Dulu berulang kali Nimas berusaha memaafkannya, tapi kini tidak akan lagi.Arjuna masih tercengang dengan perlawanan Nimas."Kenapa diam? Ayo hina aku lagi! Hina sekeji yang kamu bisa. Mau kamu bilang aku kebelet kawin bodo amat!"Arjuna kehabisan kata-kata, kepercayaan diri yang dibangun tinggi kini jatuh berserakan karena kalimat yang terucap dari bibir Nimas.Perempuan itu benar. Terlalu banyak luka yang pernah dia torehkan di hati wanita itu, rasanya sangat tidak tahu diri jika dia mencari kambing hitam untuk menutupi kesalahannya sendiri.Arjuna meninggalkan rumah Nimas tanpa berpamitan pada Vanilla. Hal itu membuat Bisma dan Nimas geleng-geleng kepala."Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Nimas setelah mereka berhasil menidurkan Vanilla dan kembali duduk di ruang tamu dengan t
Pengakuan yang tak terduga dari Bisma sungguh bisa meluluhkan hati seorang Nimas. Pada akhirnya wanita itu bersedia pulang kembali ke Jakarta.Bu Surti yang sudah seperti ibu kandung untuk Nimas menangis sesenggukan melepas kepergian perempuan itu, wanita paruh baya itu berat melepas Nimas dan Vanilla, tapi juga tidak bisa ikut serta karena dia memiliki banyak tanggung jawab di kota Solo.Nimas meninggalkan usaha catering yang dirintisnya setahun belakangan untuk dikelola oleh Bu Surti. Namun, wanita paruh baya itu tidak sanggup mengemban tanggung jawab tersebut, sehingga Nimas menyumbangkan segala peralatan masak untuk usaha catering nya untuk warga RT setempat, supaya jika ada hajatan barang yang dia tinggalkan bisa bermanfaat untuk warga.Disinilah Nimas sekarang, duduk di sebuah ruang tamu rumah Bu Jihan dan putranya Genta.Pria itu tengah menatap dua orang yang duduk di sofa ruang tamu. Genta masih memusatkan pandangannya pada Nimas, hingga akhirnya tanya itu keluar dari bibirny
"Tolong dong kalau layani suami jangan kusut mukanya!" Winda menatap suaminya datar.Sudah sejak tadi malam apa yang dilakukannya selalu salah dimata Arjuna.Pria itu bahkan dengan tega meninggalkan Winda disaat wanita itu belum tuntas syahwatnya.Dan pagi ini, Arjuna kembali berulah. Winda merasa tidak tahan lagi. Wanita itu dengan kesal meletakkan semangkuk mie dihadapan suaminya dengan cukup keras."Aku lelah, Mas. Urus dirimu sendiri!" teriak Winda sudah sangat kepayahan dengan sikap Arjuna yang abai.Arjuna ikut berdiri, matanya menatap tajam pada Winda yang terang-terangan melawannya."Siapa yang mengizinkanmu pergi, ha?" suara Arjuna tak kalah keras.Pyarrrrttrr!Semangkok mie yang baru saja Winda letakkan di atas meja itu kini sudah berceceran di lantai beserta serpihan kaca. Akibat sapuan tangan Arjuna.Secepat kilat Arjuna mendekat pada Winda, tangannya terulur untuk meraih rahang Winda dan menekannya sangat kuat.Winda berusaha mendorong dada Arjuna, tetapi tenaganya tak s
Pagi di markas kepolisian wajah cerah Bisma menarik perhatian. Gimana nggak bahagia orang yang diincar sejak lama akhirnya setuju untuk di halalkan."Bis, dengar-dengar akan ada tugas berat minggu ini!" ucap Yusup membuat raut lesu pada wajah Bisma.Bisma lantas menepuk keningnya sendiri sembari melenguh panjang."Allahu Akbar! Mau nikah kok susah banget ya perasaan. Ada aja kendalanya. Ini aku mau ibadah loh, bukan mau zina." rutuk Bisma merutuki dirinya sendiri dengan keadaan frustasi. Wajah cerahnya pagi itu seketika sirna."Mau protes? Gih protes sama yang buat skenario hidup," timpal Yusup sambil tertawa meledek."Memang rencananya kapan bawa Nimas untuk sidang?" sambung Novrian sembari menyeruput kopi hitam yang tadi sempat dibelinya di kantin."Rencananya minggu depan," jawab Bisma nyolot. Kepalang kesal dia."Kalau gitu jangan di undur. Lagian kondisi Nimas mulai pulih. Kalau ngga ada masalah, mending lanjut. Dari pada diundur, lama lagi." Novrian memberikan saran yang cukup b
Bisma dan Nimas pamit pulang setelah hampir dua jam dikediaman Burhan Adiwijaya. Kepulangan mereka diiringi tatapan sendu Bunda Zoe.Rasa bersalah mencekal hati wanita paruh baya itu. Nyatanya dia tidak bisa menghadapi suami dan nama besar anaknya.Rasa sayang pada Bisma itu nyata bukan hanya sekedar gurauan. Cintanya kepada ayah kandung Yudhistira sangatlah besar. Walaupun Bisma dilahirkan dari rahim yang berbeda, mereka tetap memiliki darah campuran yang sama."Aku harap apapun yang terjadi, kalian tidak akan pernah saling membenci, anak-anakku." gumam kecil Zoe setelah mobil Bisma meninggalkan rumah megahnya.Bisma dan Nimas sampai di rumah. Bisma turun dan mengitari mobil guna membukakan pintu mobil untuk Nimas. Mereka disambut Bu Yuri dan Vanilla di teras rumah.Melihat kedatangan mamanya Vanilla langsung berlari memeluk lutut Nimas."Wah, Vanilla sudah bangun ternyata." ujar Nimas sambil meraih tubuh gemoy putrinya untuk di gendong. Melihat pemandangan itu Bisma segera menghampi
"Bun,..""Keputusanku untuk bercerai sudah bulat Pak Adi yang terhormat, sabarku cukup sampai disini." Zoe berbalik membelakangi suaminya dan hendak berlalu. Tetapi ucapan Adi berhasil mengurungkan niatnya."Apa jika aku menyerahkan diri, kamu bersedia menungguku bebas?"Zoe tertegun sejenak karena ucapan suaminya. Laki-laki yang selama ini begitu tegas dan keras, bagaimana bisa merendah.Yudhistira menatap wajah papanya dengan sendu."Usia kita tidak lagi muda, hidup sampai besok saja belum tentu, mengapa harus menunggu sesuatu yang tidak pasti." Zoe tidak seketika luluh."Bun, Papa mohon!" Adi menekuk lututnya dan menunduk di belakang tubuh istrinya. Tanpa perduli di lihat oleh beberapa anak buahnya, termasuk Yudhistira."Pa." Yudhistira ingin membantu Adi berdiri tetapi Adi menolaknya. "Biarkan bunda mu tahu jika laki-laki ini sangat mencintainya, aku memang pernah salah ucap dengan mengatakan kata seandainya, tetapi ucapan itu hanya sedikit keegoisan. Nyatanya itu tak mengurangi k
"Jangan main-main Winda." mata Arjuna terbelalak saat Winda mendekatkan mata pisau di pergelangan tangannya sendiri.Negosiasi perceraian secara baik-baik tidak berjalan lancar. Winda tetap tidak mau Arjuna menceraikannya."Aku hanya perlu mati agar tak semakin sakit hati melihatmu tergila-gila dengan mantan!""Kamu salah paham. Aku ingin bercerai denganmu bulan karena Nimas tapi,..""Karena anak wanita itu, iya kan?"Arjuna mengusap wajahnya merasa frustasi berdebat dengan Winda hanya membuatnya semakin sakit kepala."Vanilla darah dagingku, dia anakku. Itu adalah faktanya." suara Arjuna memelan bersamaan dengan lelaki itu yang melangkah pelan mendekati Winda."Aku nggak perduli, kau yang janjikan kebahagiaan untukku, tetapi nyatanya kau hanya memprioritaskan kepentingan anak itu." Tubuh Winda bergetar, wanita itu terlihat sangat menyedihkan.Konsentrasi Winda mulai goyah, kesempatan itu dimanfaatkan Arjuna untuk menepis pisau di tangan Winda.Pergerakan Arjuna yang cepat mengejutkan
Adi seperti di paksa menelan ratusan pecahan kaca bulat-bulat, tidak hanya mulutnya yang terluka lambungnya pun terkoyak karena terlampau parah luka yang di derita.Ungkapan penyesalan sang istri seperti memukul telak harga dirinya.Adi lupa. Jika pengakuan Zoe setara dengan perkataannya yang menyinggung perihal istrinya yang terlalu lama membuatnya nunggu sehingga usia Zoe mempengaruhi mereka tidak bisa memiliki keturunan.Apa sebenarnya arti kecewa? Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya atau tidak diberi kepastian saat mengawali hubungan?Bagaimana dengan sebuah hubungan, yang dimulai baik-baik antara dua manusia harus disisipkan kebohongan demi mewujudkan sebuah luka dimasa depan?Menikah atas dasar saling menerima. Tidak ada ada yang menolak untuk melangkah ke jenjang yang serius.Namun, setelah belasan tahun, saat seharusnya mereka menikmati masa tua, semua justru menimbulkan perpecahan.Hingga klimaks, di usia pernikahan yang harusnya semakin kokoh.Lontaran kata yang tidak akan
Mobil Yudhistira baru saja memasuki area perumahan, ketika iring-iringan mobil pejabat menghalangi jalannya. Tidak perlu mencari tahu siapa yang berada di dalam mewah yang berhasil menghambat perjalanannya. Karena dari mobil berplat nomor pilihan itu keluar seorang pria yang langsung mengetuk kaca mobilnya. Alih-alih membuka jendela, Yudhistira memilih turun, dan menemui Papa sambungnya. Tetapi Adi membuka bagian pintu penumpang. "Kamu tidak mengangkat teleponku." "Apa itu perlu? " Amarah laki-laki itu sudah dipendam sejak kemarin. Jika ia marah sekarang, Bukankah hal yang wajar? Adi menoleh menatap Yudhistira. "Kamu juga tidak ada di kantor. Meeting? " Adi mendecih. "Apakah ada pertemuan di luar, benarkah itu bisnis? " "Aku tidak ingin berdebat dengan mu." Zoe membuka pintu mobil ingin keluar. "Aku belum selesai bicara, Zoe." tegas nada bicara Adi tidak membuat Zoe takut. "Jangan membentak Bunda!" Yudhistira mengingatkan Adi. "Kamu diam!" Adi tak suka ada seseorang yan
Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta
Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar. Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit. Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat. "Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama. Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanan
Derai tawa Winda membuat ketakutan Rubiah. Wanita itu berusaha mendekati Winda tapi di halangi oleh Arjuna."Biarkan Ma,""Tapi Arjuna, ..." Arjuna menggelengkan kepalanya, membuat Rubiah pasrah."Cerai kamu bilang? SETELAH AKU MATI-MATIAN BERJUANG, DAN KEGUGURAN BERKALI-KALI ANAK KAMU' KAMU AKAN MEMBUANG KU SEPERTI SAMPAH BEGITU??!!" Winda berteriak histeris."Berani kamu ceraikan aku, akan ku habisi anak perempuan jalang itu!!""WINDA!!""APA?!"Dada Arjuna naik turun, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, Winda benar-benar sudah tidak bisa di tolerir lagi, istrinya terlalu mengerikan."Vanilla tidak ada hubungannya dengan rusaknya hubungan ini, semua bermula dari KAMU!" hardik Arjuna.Rubiah terhenyak menatap wajah anak dan menantunya, untuk kali ini dia tidak mengharapkan Arjuna bercerai seperti yang sebelumnya, hatinya seperti teriris harus menyaksikan kegagalan Arjuna untuk yang kedua kalinya, dan sangat disesalkan perceraian putranya yang terdahulu akibat campur tangan dar
Terlalu bahagia mengetahui jika Bisma selamat, tak ada satupun dari mereka yang sempat memberi tahu perihal kehamilan Nimas pada keduanya.Rubiah mengingatnya setelah sampai di rumah. Ingin membahasnya, tapi dia tidak ingin menciptakan keributan untuk anak sulungnya. Terlebih Rubiah tahu jika mood menantunya sedang tidak baik.Rubiah tidak menutup mata dengan kebencian yang terang-terangan Winda tunjukkan untuk Nimas. Dirinya juga sedikit merasa bersalah dengan menantunya itu karena tidak bisa mengendalikan perasaan bahagianya mengetahui Nimas akan memberinya cucu lagi.Rubiah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Vanilla, wanita paruh baya itu merasa sangat berdosa pada cucunya itu karena dulu pernah meragukan ayah biologisnya.Sepanjang perjalanan menuju kediamannya, wanita itu sudah menangkap ekspresi jengah dari menantunya, Arjuna alih-alih mengajak istrinya bicara pria itu sejak tadi hanya sibuk dengan telpon genggam yang terus berada di genggaman."Untuk har
Polisi terlalu cepat menyampaikan kabar duka, terlalu gegabah mengambil kesimpulan jika Bisma tidak selamat. Hal itu tentu saja merugikan keluarga, membuat keluarga korban merasa berduka dan putus asa.Nimas tidak berani mengurai pelukan. Takut-takut jika sosok dihadapannya hanya bayangan. Nimas terlalu tenggelam dalam ketakutannya kehilangan suami sekali lagi.Arjuna membuang napas dari bibirnya seraya tersenyum saat melihat wanita yang begitu dicintainya sedang menangis di pelukan adiknya. Dadanya yang bergemuruh karena rasa sedih berangsur lega.Rasa cemburu itu masih menggerogoti, tetapi Arjuna berusaha sadar diri.Air mata Arjuna mengalir meskipun bibir pria itu tengah menerbitkan senyum.Yudhistira terpaku dengan pemandangan di hadapannya beberapa saat, sebelum pemuda itu menghampiri dimana sang bunda berdiri, Yudhistira segera bergegas membawa Bunda Zoe yang sedang duduk itu masuk kedalam dekapannya, dengan terburu-buru tanpa sepatah kata, tetapi siapapun tau hati pria itu se