Kemarahan bisa Nimas rasakan dari suara Arjuna yang berat terdengar seperti menggeram. Pria itu juga menggenggam erat tangan Nimas sampai terasa sakit. Nimas masih terkejut dengan perbuatan Arjuna awalnya hanya mengikuti begitu saja langkahnya yang tergesa sambil terseok-seok. Arjuna sudah pasti tidak memperhitungkan kondisi Nimas yang sedang tidak memakai sendal saat ini."Mas!" seru Nimas saat ia mulai sadar dari keterkejutannya. "Arjuna, lepas!"Tapi pria itu tidak mendengarkan Nimas sama sekali sehingga Nimas meningkatkan perlawanan dengan berusaha menarik tangannya dari genggaman pria itu. Ah bukan genggaman, lebih tepatnya cengkraman."Mas Arjun, tanganku sakit dan aku bisa jatuh kalau kamu tarik-tarik seperti ini!!" Nimas naikkan satu oktaf suaranya saat mereka sudah berada di luar rumah.Dan itu akhirnya berhasil membuat Arjuna memerankan langkahnya dan mengurangi cengkraman nya pada tangan Nimas. Tapi dia masih terus berjalan sampai akhirnya mereka keluar dari halaman. Kemudi
Arjuna tanpa sadar menarik tubuh Nimas dengan kuat, amarah menghilangkan akal sehatnya, Nimas hampir saja terpelanting jika saja tangan Bisma tidak cepat membelitnya.Dengan cepat Bisma menarik Nimas dan membawanya ke balik punggung lebarnya. Untuk kesekian kalinya Nimas harus melihat perdebatan dua saudara."Bisa nggak sih nggak usah kasar, Arjun."Berbeda dengan Arjuna yang dikuasai amarah, Bisma masih bisa mengontrol diri. Arjuna bukanya sadar, malah dengan kesal dia menjawab."Kamu yang harusnya berhenti ikut campur, Bis!" Bisma memperingatkan dengan tenang namun Arjuna benar-benar seperti orang sinting. "di sini aku sedang berusaha memperbaiki hubunganku dengan Nimas, semuanya oke sampai kamu dengan sok nya muncul merusak semuanya!" Nimas pikir Bisma akan langsung menjawab kalimat tidak mengenakkan Arjuna dengan berkata jika dia tidak ikut campur mengingat hubungannya dengan Arjuna sudah berakhir, tapi yang dilakukan Bisma justru menoleh ke arah Nimas dan justru bertanya. "Nima
Nimas menatap nyalang pada Arjuna. Kebencian itu berkobar hingga seluruh tubuhnya terasa gemetar. Nimas sudah berusaha baik namun laki-laki ini terus mengusiknya. Melukai bukan hanya hati tapi juga fisik. Dulu berulang kali Nimas berusaha memaafkannya, tapi kini tidak akan lagi.Arjuna masih tercengang dengan perlawanan Nimas."Kenapa diam? Ayo hina aku lagi! Hina sekeji yang kamu bisa. Mau kamu bilang aku kebelet kawin bodo amat!"Arjuna kehabisan kata-kata, kepercayaan diri yang dibangun tinggi kini jatuh berserakan karena kalimat yang terucap dari bibir Nimas.Perempuan itu benar. Terlalu banyak luka yang pernah dia torehkan di hati wanita itu, rasanya sangat tidak tahu diri jika dia mencari kambing hitam untuk menutupi kesalahannya sendiri.Arjuna meninggalkan rumah Nimas tanpa berpamitan pada Vanilla. Hal itu membuat Bisma dan Nimas geleng-geleng kepala."Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Nimas setelah mereka berhasil menidurkan Vanilla dan kembali duduk di ruang tamu dengan t
Pengakuan yang tak terduga dari Bisma sungguh bisa meluluhkan hati seorang Nimas. Pada akhirnya wanita itu bersedia pulang kembali ke Jakarta.Bu Surti yang sudah seperti ibu kandung untuk Nimas menangis sesenggukan melepas kepergian perempuan itu, wanita paruh baya itu berat melepas Nimas dan Vanilla, tapi juga tidak bisa ikut serta karena dia memiliki banyak tanggung jawab di kota Solo.Nimas meninggalkan usaha catering yang dirintisnya setahun belakangan untuk dikelola oleh Bu Surti. Namun, wanita paruh baya itu tidak sanggup mengemban tanggung jawab tersebut, sehingga Nimas menyumbangkan segala peralatan masak untuk usaha catering nya untuk warga RT setempat, supaya jika ada hajatan barang yang dia tinggalkan bisa bermanfaat untuk warga.Disinilah Nimas sekarang, duduk di sebuah ruang tamu rumah Bu Jihan dan putranya Genta.Pria itu tengah menatap dua orang yang duduk di sofa ruang tamu. Genta masih memusatkan pandangannya pada Nimas, hingga akhirnya tanya itu keluar dari bibirny
"Tolong dong kalau layani suami jangan kusut mukanya!" Winda menatap suaminya datar.Sudah sejak tadi malam apa yang dilakukannya selalu salah dimata Arjuna.Pria itu bahkan dengan tega meninggalkan Winda disaat wanita itu belum tuntas syahwatnya.Dan pagi ini, Arjuna kembali berulah. Winda merasa tidak tahan lagi. Wanita itu dengan kesal meletakkan semangkuk mie dihadapan suaminya dengan cukup keras."Aku lelah, Mas. Urus dirimu sendiri!" teriak Winda sudah sangat kepayahan dengan sikap Arjuna yang abai.Arjuna ikut berdiri, matanya menatap tajam pada Winda yang terang-terangan melawannya."Siapa yang mengizinkanmu pergi, ha?" suara Arjuna tak kalah keras.Pyarrrrttrr!Semangkok mie yang baru saja Winda letakkan di atas meja itu kini sudah berceceran di lantai beserta serpihan kaca. Akibat sapuan tangan Arjuna.Secepat kilat Arjuna mendekat pada Winda, tangannya terulur untuk meraih rahang Winda dan menekannya sangat kuat.Winda berusaha mendorong dada Arjuna, tetapi tenaganya tak s
Pagi di markas kepolisian wajah cerah Bisma menarik perhatian. Gimana nggak bahagia orang yang diincar sejak lama akhirnya setuju untuk di halalkan."Bis, dengar-dengar akan ada tugas berat minggu ini!" ucap Yusup membuat raut lesu pada wajah Bisma.Bisma lantas menepuk keningnya sendiri sembari melenguh panjang."Allahu Akbar! Mau nikah kok susah banget ya perasaan. Ada aja kendalanya. Ini aku mau ibadah loh, bukan mau zina." rutuk Bisma merutuki dirinya sendiri dengan keadaan frustasi. Wajah cerahnya pagi itu seketika sirna."Mau protes? Gih protes sama yang buat skenario hidup," timpal Yusup sambil tertawa meledek."Memang rencananya kapan bawa Nimas untuk sidang?" sambung Novrian sembari menyeruput kopi hitam yang tadi sempat dibelinya di kantin."Rencananya minggu depan," jawab Bisma nyolot. Kepalang kesal dia."Kalau gitu jangan di undur. Lagian kondisi Nimas mulai pulih. Kalau ngga ada masalah, mending lanjut. Dari pada diundur, lama lagi." Novrian memberikan saran yang cukup b
Bisma dan Nimas pamit pulang setelah hampir dua jam dikediaman Burhan Adiwijaya. Kepulangan mereka diiringi tatapan sendu Bunda Zoe.Rasa bersalah mencekal hati wanita paruh baya itu. Nyatanya dia tidak bisa menghadapi suami dan nama besar anaknya.Rasa sayang pada Bisma itu nyata bukan hanya sekedar gurauan. Cintanya kepada ayah kandung Yudhistira sangatlah besar. Walaupun Bisma dilahirkan dari rahim yang berbeda, mereka tetap memiliki darah campuran yang sama."Aku harap apapun yang terjadi, kalian tidak akan pernah saling membenci, anak-anakku." gumam kecil Zoe setelah mobil Bisma meninggalkan rumah megahnya.Bisma dan Nimas sampai di rumah. Bisma turun dan mengitari mobil guna membukakan pintu mobil untuk Nimas. Mereka disambut Bu Yuri dan Vanilla di teras rumah.Melihat kedatangan mamanya Vanilla langsung berlari memeluk lutut Nimas."Wah, Vanilla sudah bangun ternyata." ujar Nimas sambil meraih tubuh gemoy putrinya untuk di gendong. Melihat pemandangan itu Bisma segera menghampi
Arjuna menatap cangkir teh yang ada dalam genggaman, sesekali ia menghembuskan nafas disertai kedua kaki yang terus bergerak gelisah di atas lantai. Hatinya merasa tak tenang, karena kabar yang baru saja di ketahui dari Rubiah.Segala pikiran kotor kini memenuhi otaknya. Bagaimana supaya Nimas mau menggagalkan rencana pernikahannya bersama Bisma.Mengambil alih Vanilla?Arjuna tidak yakin, Winda akan menerima anaknya dengan lapang. Sedangkan dirinya tahu sendiri bagaimana bencinya Winda terhadap Nimas. Tentu arjuna cemas jika vanila akan diapa-apakan.Saat ini Arjuna sedang ada di rumah Rubiah dan niatnya datang untuk mengajaknya menemui Vanilla. Tapi setelah sampai di rumah Mamanya dia malah mendapati Rubiah tengah bersiap menghadiri acara sidang nikah di aula kepolisian.Duduk gelisah dengan teh hangat yang baru saja mamanya buatkan. Arjuna terang-terangan melarang mamanya datang ke sidang nikah Bisma."Bisma itu adik kamu, Arjun. Bagaimana bisa kamu melarang mama untuk datang di ac
"Aku harus ke kantor polisi, bagaimanapun tidak ada bukti jika Bisma sudah tidak ada, Ma." Nimas baru tersadar tiga puluh menit yang lalu, dan kini wanita itu mulai merengek."Bangunan dan seisinya hancur, Nimas. Sulit untuk polisi,..."Nimas menggeleng, dia tidak ingin mendengar perkataan Rubiah selanjutnya.Hari Rubiah hancur melihat Nimas yang kehilangan semangat hidup.Di sisi lain, Arjuna menatap nanar mantan istrinya yang begitu terpukul karena kehilangan Bisma, untuk pertama kalinya Arjuna menyadari jika cinta Nimas untuknya benar-benar sudah habis.Mata keputusasaan itu menjadi bukti nyata jika ternyata dirinya benar-benar sudah kalah. Tidak ada lagi setitik cinta di hati Nimas untuknya.Nimas merasa sangat terluka, ketakutannya menjadi kenyataan. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan harus tiba-tiba berakhir, terkadang takdir sekejam itu bukan? Bahkan Nimas sudah berkali-kali sakit bertubi karena kehilangan, wajar jika Nimas tak ingin mengalaminya sekali lagi, tiada hentiny
Sekalipun disembunyikan rapat-rapat, akhirnya yang salah ketahuan juga.Hal tersebut pantas disematkan pada seorang jenderal bintang lima yang selama ini disegani oleh semua orang, tak terkecuali oleh istri dan anak sambungnya.Kepulangan Adi sepertinya sudah di tunggu oleh Zoe dan Yudhistira. Tapi raut wajah keduanya tidak seperti biasanya yang akan dipenuhi senyuman dan rona bahagia.Adi melihat mata istrinya sembab. Kedua tangan Yudhistira yang terkepal kuat di sisi tubuhnya. Seolah-olah siap menghantam lawan dengan sekuat tenaga."PEMBUNUH!!" desis Zoe dengan tatapan matanya yang galak. Perempuan yang terkenal sabar dan bijak sana itu tak lagi dapat mengendalikan amarahnya.Sepatah kata yang Zoe ucapkan membuat Adi terpana. Tak pernah sekalipun istrinya itu berani meninggikan suara di depannya selama puluhan tahun, apa lagi berani menghakimi seperti sekarang ini."Bun, kamu,.." Adi tak dibiarkan bicara. Zoe segera mengangkat telapak tangannya tinggi-tinggi."Ya Allah.... Ternyat
Tidak! Kepala Nimas seperti berputar - putar kala melihat kartu identitas suaminya yang hanya tinggal sepotong karena dimakan api, Belum lagi sejumlah barang lainnya yang semuanya tampak habis terbakar.Naasnya semua barang itu benar milik Bisma. Nimas mendadak kehilangan seluruh kosa katanya, wanita itu membisu hingga sebuah berita dari laman resmi Novrian tunjukkan.Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Bambang Prasetyo mengatakan hingga hari ini, tercatat ada 3 anggota Polri yang gugur saat menjalankan tugas menggagalkan penyelundupan barang terlarang."Sampai dengan hari ini, ada 3 anggota yang gugur dalam melaksanakan tugas, satu diantaranya adalah...Bisma." Novrian bicara dengan hati-hati di hadapan istri sahabatnya.Nimas tercengang, wanita itu menggeleng kuat-kuat, ini kenyataan paling buruk yang tak akan sanggup Nimas hadapi."Nggak! Ini nggak mungkin terjadi Bang, semalam Mas Bisma... Dia..," Nimas tak bisa melanjutkan ucapannya wanita itu menjarahkan tatapan
"Mas, tolong!" Nimas menatap Arjuna penuh permohonan. Arjuna yang sudah berada di hadapan Vanilla menoleh."Saya nggak larang Mas ketemu Vanilla kapan pun. Tapi libatkan istrimu, jangan hanya datang dengan Mama, atau bahkan sendirian."Permintaan Nimas upaya agar hidupnya tetap damai, tanpa lagi adanya tuduhan-tuduhan tak berdasar dari istri Arjuna. Nimas lelah, amat sangat lelah dengan kecemburuan Winda."Yang dikatakan Nimas ada benarnya. Bicara baik-baik sama Winda, lagian harusnya Winda memanfaatkan peluang untuk dekat sama Vanilla, siapa tahu dengan hadirnya Vanilla di tengah-tengah kalian, Winda bisa mendapat berkah hamil." Rubiah ikut angkat bicara."Ma! Tolong jangan terus menerus menyinggung soal hamil, cukup sekali aku kehilangan istri, jangan terulang lagi."Nimas membuang muka saat Arjuna menatapnya lekat. Ada wajah penyesalan di raut lelaki itu. Dan Nimas sama sekali tidak ingin melihatnya.Hari itu Nimas membiarkan mantan suaminya puas bermain dengan putrinya di kediaman
"Kamu tahu kenapa kamu sendiri tidak yakin aku mempercayai perkataan mu, Winda? Itu karena kau terlalu sering berbohong padaku!" Arjuna menekankan setiap perkataannya, seolah menelaah dosa yang sudah istrinya lakukan.Winda bungkam. Dia tidak bisa mengelak."Sekarang aku tanya baik-baik padamu, apa yang kamu katakan pada Bisma saat dia datang tadi. Apa kamu sungguh tidak ada menyinggung tentang Vanilla?""Mas, aku..""Jawab saja! Ada tidak kamu menyinggung tentang Vanilla?!" emosi Arjuna meluap-luap. Winda berhasil memancing amarahnya dengan sikapnya yang bertele-tele."Apa salah aku meminta adikmu itu untuk jangan melibatkan kamu? Dia sudah menikahi wanita itu, anak itu juga jadi tanggung jawabnya, harusnya kamu tidak lagi dilibatkan Mas!" alih-alih merasa bersalah Winda malah meluapkan kekesalannya.Arjuna tercengang mendengar penuturan ngelantur Winda. Apa perempuan itu lupa ikatan keluarga tak akan terputus oleh apa pun, dengan cara apa pun. Ikatan darah akan selalu mengalir dan
"Apa yang ingin kamu katakan sama suamiku? Kamu sudah menikahi wanita itu. Jangan libatkan lagi Arjun dalam urusan kalian. Mengertilah Bim! Aku butuh waktu bersama dengan suamiku tanpa ada orang lain di tengah-tengah hubungan kami."Egois. Satu kata yang bisa Bisma sematkan untuk istri abangnya ini.Belum juga mengatakan tujuannya datang, Bisma sudah di wanti-wanti oleh Winda, agar tak melibatkan Arjuna untuk masalah Vanilla."Kalau gitu sampaikan saja pesanku pada Bang Arjun, katakan bahwa dia tidak perlu datang ke rumah Mama karena Mama sedang berada di rumahku bersama Nimas."Winda cuma mengiyakan dengan wajah jutek, tidak berniat mempersilahkan Bisma untuk masuk kedalam rumah.Bisma tidak mempermasalahkannya, dia sama sekali tidak ada urusan dengan perempuan itu jadi Bisma juga tak berniat lebih lama disana.Bisma langsung menjemput Rubiah untuk dibawa kerumahnya. Bisma akan segera pergi tugas setelah mengantarkan mamanya.Kedatangan Rubiah di sambut Nimas dan Vanilla. Sejak menik
Nimas masuk kamar anaknya dan menemukan Bisma yang tengah menyuapi Vanilla makan." Mama." sambut Vanilla sudah kembali ceria, sangat berbeda sebelum Bisma datang.Nimas tersenyum dan turut melangkah mendekati mereka." Setelah ini princess harus minum obat, kalau sembuh ayah akan membawa kalian pergi jalan-jalan" Suara lembut Bisma terdengar membujuk membuat Vanilla bersorak bahagia.Setelah Vanilla makan beberapa suap dan minum obat, Bisma membenarkan selimutnya. "Cepat sembuh, ayah menyayangimu" Bisma mengelus kening putrinya.Bisma dan Nimas keluar dari kamar Vanilla setelah gadis itu terlelap." Apa kamu sudah makan?" Tanya Bisma pada Nimas yang mengekor di belakangnya.Bimas menggeleng." Makan dulu, aku akan mandi sebentar.""Sudah ku siapan air hangat untuk mandi."" Kamu tak perlu melakukannya, aku bisa mandi dengan air dingin." Bisma merasa Nimas terlalu memanjakannya.Walaupun sesungguhnya hatinya tengah berbunga mendapati perhatian dari sang istri.Nimas pura-pura tak mend
Siang sudah beranjak menjadi senja. Seorang wanita tengah menantikan kedatangan suaminya di teras rumah. Dia adalah Nimas, Sejak siang Bisma belum mengirimkan pesan. Tidak biasanya Bisma seperti ini.Nimas mulai merasa khawatir. Apalagi jam pulang tugas sudah lama terlewat. Ini kali pertama Bisma tak memberi kabar. Biasanya jika pulang telat atau ada sesuatu yang akan Bisma kerjakan dia akan mengatakannya pada Nimas.Nimas sudah mulai memahami kesibukan suaminya dan Nimas sudah bisa beradaptasi."Mas Bisma belum datang??" Ibu Yuri menghampiri Nimas yang sejak tadi mencoba menenangkan Vanilla.Vanilla jatuh dari tangga rumah mereka, tidak mengalami cidera serius, tetapi putri kecil Nimas itu mendapat luka kecil di bagian kepalanya.Sudah empat jam anak itu tak berhenti menangis, Vanilla terus mencari Bisma dan minta di gendongan pemuda itu." Belum Bu!" Jawab Nimas dengan tangan yang terus mengelus lembut kening Vanilla yang di tutupi kain kasa." Huaaa__Huaaa, aku mau sama Ayah." gadi
Bisma layak menjadi intelijen dia memiliki kemampuan dan memenuhi syarat. Memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi Bisma juga memiliki pemikiran yang tajam pandai berkamuflase dengan baik, serta berakal.Kali pertama Yusup melihat cara kerja Bisma, rekan Bisma Nurman belum pulih dari cidera karena luka tembak di bagian dada. Sedangkan Rendra memiliki tugas lain diluar kasus ini.Sebelumnya Nimas sudah Bisma antar pulang. Kini pemuda itu sedang berada di ruangan bersama Novrian yang baru datang setelah mengatur lalu lintas."Kamu sudah baca surat tugas dari komandan?" Novrian bertanya dengan nada khawatir.Bisma tidak mengelak, dia tetap mengangguk membenarkan. Karena pada dasarnya dia memang sudah membacanya. Tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu, tugas adalah tugas Bisma tidak akan mengurangi baktinya pada negara."Menurutmu, mengapa tiba-tiba komandan mengirim mu tugas lumayan jauh, sedangkan dia tahu jika kamu sedang menyelidiki kasus yang tak kalah pentingnya?" Novrian menarik k