Pengakuan yang tak terduga dari Bisma sungguh bisa meluluhkan hati seorang Nimas. Pada akhirnya wanita itu bersedia pulang kembali ke Jakarta.Bu Surti yang sudah seperti ibu kandung untuk Nimas menangis sesenggukan melepas kepergian perempuan itu, wanita paruh baya itu berat melepas Nimas dan Vanilla, tapi juga tidak bisa ikut serta karena dia memiliki banyak tanggung jawab di kota Solo.Nimas meninggalkan usaha catering yang dirintisnya setahun belakangan untuk dikelola oleh Bu Surti. Namun, wanita paruh baya itu tidak sanggup mengemban tanggung jawab tersebut, sehingga Nimas menyumbangkan segala peralatan masak untuk usaha catering nya untuk warga RT setempat, supaya jika ada hajatan barang yang dia tinggalkan bisa bermanfaat untuk warga.Disinilah Nimas sekarang, duduk di sebuah ruang tamu rumah Bu Jihan dan putranya Genta.Pria itu tengah menatap dua orang yang duduk di sofa ruang tamu. Genta masih memusatkan pandangannya pada Nimas, hingga akhirnya tanya itu keluar dari bibirny
"Tolong dong kalau layani suami jangan kusut mukanya!" Winda menatap suaminya datar.Sudah sejak tadi malam apa yang dilakukannya selalu salah dimata Arjuna.Pria itu bahkan dengan tega meninggalkan Winda disaat wanita itu belum tuntas syahwatnya.Dan pagi ini, Arjuna kembali berulah. Winda merasa tidak tahan lagi. Wanita itu dengan kesal meletakkan semangkuk mie dihadapan suaminya dengan cukup keras."Aku lelah, Mas. Urus dirimu sendiri!" teriak Winda sudah sangat kepayahan dengan sikap Arjuna yang abai.Arjuna ikut berdiri, matanya menatap tajam pada Winda yang terang-terangan melawannya."Siapa yang mengizinkanmu pergi, ha?" suara Arjuna tak kalah keras.Pyarrrrttrr!Semangkok mie yang baru saja Winda letakkan di atas meja itu kini sudah berceceran di lantai beserta serpihan kaca. Akibat sapuan tangan Arjuna.Secepat kilat Arjuna mendekat pada Winda, tangannya terulur untuk meraih rahang Winda dan menekannya sangat kuat.Winda berusaha mendorong dada Arjuna, tetapi tenaganya tak s
Pagi di markas kepolisian wajah cerah Bisma menarik perhatian. Gimana nggak bahagia orang yang diincar sejak lama akhirnya setuju untuk di halalkan."Bis, dengar-dengar akan ada tugas berat minggu ini!" ucap Yusup membuat raut lesu pada wajah Bisma.Bisma lantas menepuk keningnya sendiri sembari melenguh panjang."Allahu Akbar! Mau nikah kok susah banget ya perasaan. Ada aja kendalanya. Ini aku mau ibadah loh, bukan mau zina." rutuk Bisma merutuki dirinya sendiri dengan keadaan frustasi. Wajah cerahnya pagi itu seketika sirna."Mau protes? Gih protes sama yang buat skenario hidup," timpal Yusup sambil tertawa meledek."Memang rencananya kapan bawa Nimas untuk sidang?" sambung Novrian sembari menyeruput kopi hitam yang tadi sempat dibelinya di kantin."Rencananya minggu depan," jawab Bisma nyolot. Kepalang kesal dia."Kalau gitu jangan di undur. Lagian kondisi Nimas mulai pulih. Kalau ngga ada masalah, mending lanjut. Dari pada diundur, lama lagi." Novrian memberikan saran yang cukup b
Bisma dan Nimas pamit pulang setelah hampir dua jam dikediaman Burhan Adiwijaya. Kepulangan mereka diiringi tatapan sendu Bunda Zoe.Rasa bersalah mencekal hati wanita paruh baya itu. Nyatanya dia tidak bisa menghadapi suami dan nama besar anaknya.Rasa sayang pada Bisma itu nyata bukan hanya sekedar gurauan. Cintanya kepada ayah kandung Yudhistira sangatlah besar. Walaupun Bisma dilahirkan dari rahim yang berbeda, mereka tetap memiliki darah campuran yang sama."Aku harap apapun yang terjadi, kalian tidak akan pernah saling membenci, anak-anakku." gumam kecil Zoe setelah mobil Bisma meninggalkan rumah megahnya.Bisma dan Nimas sampai di rumah. Bisma turun dan mengitari mobil guna membukakan pintu mobil untuk Nimas. Mereka disambut Bu Yuri dan Vanilla di teras rumah.Melihat kedatangan mamanya Vanilla langsung berlari memeluk lutut Nimas."Wah, Vanilla sudah bangun ternyata." ujar Nimas sambil meraih tubuh gemoy putrinya untuk di gendong. Melihat pemandangan itu Bisma segera menghampi
Arjuna menatap cangkir teh yang ada dalam genggaman, sesekali ia menghembuskan nafas disertai kedua kaki yang terus bergerak gelisah di atas lantai. Hatinya merasa tak tenang, karena kabar yang baru saja di ketahui dari Rubiah.Segala pikiran kotor kini memenuhi otaknya. Bagaimana supaya Nimas mau menggagalkan rencana pernikahannya bersama Bisma.Mengambil alih Vanilla?Arjuna tidak yakin, Winda akan menerima anaknya dengan lapang. Sedangkan dirinya tahu sendiri bagaimana bencinya Winda terhadap Nimas. Tentu arjuna cemas jika vanila akan diapa-apakan.Saat ini Arjuna sedang ada di rumah Rubiah dan niatnya datang untuk mengajaknya menemui Vanilla. Tapi setelah sampai di rumah Mamanya dia malah mendapati Rubiah tengah bersiap menghadiri acara sidang nikah di aula kepolisian.Duduk gelisah dengan teh hangat yang baru saja mamanya buatkan. Arjuna terang-terangan melarang mamanya datang ke sidang nikah Bisma."Bisma itu adik kamu, Arjun. Bagaimana bisa kamu melarang mama untuk datang di ac
Di aula markas polisi. Rekan-rekan Bisma pada terlihat gagah, di dampingi kedua orang tua masing-masing yang tampak berseri saat memandangi kedua putra putri mereka yang sebentar lagi akan memasuki gerbang pernikahan sakral.Hanya pasangan Nimas dan Bisma yang berjalan memasuki aula markas tanpa dampingan satu kerabat pun. Beruntung Novrian dan Yusup jadi sahabat yang peka. Merekalah yang menghantarkan sepasang calon pengantin itu.Di depan podium, sudah duduk berjejer beberapa petugas yang nantinya akan menanyai kedua calon pengantin secara bergantian.Nimas yang tadinya terlihat lebih tegar kini mulai dilanda gugup. Nimas merasakan debaran kencang pada jantung nya, padahal tadi dia tidak merasakan apa-apa, tiba sudah di waktu seperti ini, baru jantungnya berdegup cepat.Sidang pun dimulai, kini tibalah saatnya pasangan yang menarik perhatian banyak orang karena tidak adanya pendamping dari kedua belah pihak keluarga. Pertanyaan pertama yang diajukan petugas kepada Nimas tentu saja p
Bisma mengendarai mobilnya bak orang kesetanan. Pikirannya tertuju pada Nimas dan Vanilla. Memang dia belum begitu jauh meninggalkan rumah, tetapi dengan mengendarai mobil mencari putaran cukup sulit, apalagi dia sudah memasuki jalan satu arah.Ketukan pintu berulang-ulang. Membuat dada Nimas bergemuruh, karena orang yang mengetuk pintu adalah orang yang dilihatnya di sebrang jalan tadi."Jangan dibuka, Bu!" tutur Nimas pada Bu Yuri yang hendak beranjak."Mba Nimas kenal sama tamunya?" tanya Bu Yuri, mengamati wajah Nimas yang berubah pucat pasi."Dia... Dia orang yang pernah menganiaya saya hingga sampai dirawat di rumah sakit." jawab Nimas dengan tangan yang saling meremas."Bu, saya takut."Bu Yuri ikut khawatir. Apalagi kini orang yang mengetuk pintu mulai memanggil -manggil nama Nimas."Nimas, buka pintunya! Ada yang ingin saya bahas sama kamu!" teriak orang bermasker itu.Bohong. Ternyata wanita yang begitu dipercaya tega membohonginya. Orang yang katanya akan tetap di proses h
"Percaya sama aku, mereka memang saudara aku, tapi jangan pukul rata sifat seseorang. Kamu tidak harus percaya, tapi setelah nikah nanti biar aku buktikan sama kamu." Bisma membimbing Nimas masuk ke dalam pelukannya. Bisikan itu di harap bisa menenangkan hati Nimas.Bisma tidak akan membiarkan Nimas di sakiti oleh siapapun. Termasuk dua abangnya sendiri.Untuk Arjuna, pria itu keras, tapi Bisma masih sanggup melawan, untuk Yudhistira Bisma bahkan rela mengorbankan jabatannya demi pujaan hati. Ini prinsip hidupnya. Berperang sampai titik kehabisan. Lagipula Bunda Zoe ternyata berpihak pada putra dan suaminya. Siapa yang akan membelanya jika bukan jiwa juangnya."Aku rasa kita tidak bisa tinggal disini lagi, di rumah ini kalian sudah tidak bisa tenang. Aku akan bawa kalian ke tepat dimana pengganggu itu tidak bisa menemukan kita, aku takut lengahku mereka manfaatkan buat nyakitin kamu dan Vanilla.""Jangan bicara seperti itu, rumah ini banyak kenangan, disini tidak hanya ada duka, tapi
"Bun,..""Keputusanku untuk bercerai sudah bulat Pak Adi yang terhormat, sabarku cukup sampai disini." Zoe berbalik membelakangi suaminya dan hendak berlalu. Tetapi ucapan Adi berhasil mengurungkan niatnya."Apa jika aku menyerahkan diri, kamu bersedia menungguku bebas?"Zoe tertegun sejenak karena ucapan suaminya. Laki-laki yang selama ini begitu tegas dan keras, bagaimana bisa merendah.Yudhistira menatap wajah papanya dengan sendu."Usia kita tidak lagi muda, hidup sampai besok saja belum tentu, mengapa harus menunggu sesuatu yang tidak pasti." Zoe tidak seketika luluh."Bun, Papa mohon!" Adi menekuk lututnya dan menunduk di belakang tubuh istrinya. Tanpa perduli di lihat oleh beberapa anak buahnya, termasuk Yudhistira."Pa." Yudhistira ingin membantu Adi berdiri tetapi Adi menolaknya. "Biarkan bunda mu tahu jika laki-laki ini sangat mencintainya, aku memang pernah salah ucap dengan mengatakan kata seandainya, tetapi ucapan itu hanya sedikit keegoisan. Nyatanya itu tak mengurangi k
"Jangan main-main Winda." mata Arjuna terbelalak saat Winda mendekatkan mata pisau di pergelangan tangannya sendiri.Negosiasi perceraian secara baik-baik tidak berjalan lancar. Winda tetap tidak mau Arjuna menceraikannya."Aku hanya perlu mati agar tak semakin sakit hati melihatmu tergila-gila dengan mantan!""Kamu salah paham. Aku ingin bercerai denganmu bulan karena Nimas tapi,..""Karena anak wanita itu, iya kan?"Arjuna mengusap wajahnya merasa frustasi berdebat dengan Winda hanya membuatnya semakin sakit kepala."Vanilla darah dagingku, dia anakku. Itu adalah faktanya." suara Arjuna memelan bersamaan dengan lelaki itu yang melangkah pelan mendekati Winda."Aku nggak perduli, kau yang janjikan kebahagiaan untukku, tetapi nyatanya kau hanya memprioritaskan kepentingan anak itu." Tubuh Winda bergetar, wanita itu terlihat sangat menyedihkan.Konsentrasi Winda mulai goyah, kesempatan itu dimanfaatkan Arjuna untuk menepis pisau di tangan Winda.Pergerakan Arjuna yang cepat mengejutkan
Adi seperti di paksa menelan ratusan pecahan kaca bulat-bulat, tidak hanya mulutnya yang terluka lambungnya pun terkoyak karena terlampau parah luka yang di derita.Ungkapan penyesalan sang istri seperti memukul telak harga dirinya.Adi lupa. Jika pengakuan Zoe setara dengan perkataannya yang menyinggung perihal istrinya yang terlalu lama membuatnya nunggu sehingga usia Zoe mempengaruhi mereka tidak bisa memiliki keturunan.Apa sebenarnya arti kecewa? Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya atau tidak diberi kepastian saat mengawali hubungan?Bagaimana dengan sebuah hubungan, yang dimulai baik-baik antara dua manusia harus disisipkan kebohongan demi mewujudkan sebuah luka dimasa depan?Menikah atas dasar saling menerima. Tidak ada ada yang menolak untuk melangkah ke jenjang yang serius.Namun, setelah belasan tahun, saat seharusnya mereka menikmati masa tua, semua justru menimbulkan perpecahan.Hingga klimaks, di usia pernikahan yang harusnya semakin kokoh.Lontaran kata yang tidak akan
Mobil Yudhistira baru saja memasuki area perumahan, ketika iring-iringan mobil pejabat menghalangi jalannya. Tidak perlu mencari tahu siapa yang berada di dalam mewah yang berhasil menghambat perjalanannya. Karena dari mobil berplat nomor pilihan itu keluar seorang pria yang langsung mengetuk kaca mobilnya. Alih-alih membuka jendela, Yudhistira memilih turun, dan menemui Papa sambungnya. Tetapi Adi membuka bagian pintu penumpang. "Kamu tidak mengangkat teleponku." "Apa itu perlu? " Amarah laki-laki itu sudah dipendam sejak kemarin. Jika ia marah sekarang, Bukankah hal yang wajar? Adi menoleh menatap Yudhistira. "Kamu juga tidak ada di kantor. Meeting? " Adi mendecih. "Apakah ada pertemuan di luar, benarkah itu bisnis? " "Aku tidak ingin berdebat dengan mu." Zoe membuka pintu mobil ingin keluar. "Aku belum selesai bicara, Zoe." tegas nada bicara Adi tidak membuat Zoe takut. "Jangan membentak Bunda!" Yudhistira mengingatkan Adi. "Kamu diam!" Adi tak suka ada seseorang yan
Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta
Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar. Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit. Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat. "Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama. Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanan
Derai tawa Winda membuat ketakutan Rubiah. Wanita itu berusaha mendekati Winda tapi di halangi oleh Arjuna."Biarkan Ma,""Tapi Arjuna, ..." Arjuna menggelengkan kepalanya, membuat Rubiah pasrah."Cerai kamu bilang? SETELAH AKU MATI-MATIAN BERJUANG, DAN KEGUGURAN BERKALI-KALI ANAK KAMU' KAMU AKAN MEMBUANG KU SEPERTI SAMPAH BEGITU??!!" Winda berteriak histeris."Berani kamu ceraikan aku, akan ku habisi anak perempuan jalang itu!!""WINDA!!""APA?!"Dada Arjuna naik turun, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, Winda benar-benar sudah tidak bisa di tolerir lagi, istrinya terlalu mengerikan."Vanilla tidak ada hubungannya dengan rusaknya hubungan ini, semua bermula dari KAMU!" hardik Arjuna.Rubiah terhenyak menatap wajah anak dan menantunya, untuk kali ini dia tidak mengharapkan Arjuna bercerai seperti yang sebelumnya, hatinya seperti teriris harus menyaksikan kegagalan Arjuna untuk yang kedua kalinya, dan sangat disesalkan perceraian putranya yang terdahulu akibat campur tangan dar
Terlalu bahagia mengetahui jika Bisma selamat, tak ada satupun dari mereka yang sempat memberi tahu perihal kehamilan Nimas pada keduanya.Rubiah mengingatnya setelah sampai di rumah. Ingin membahasnya, tapi dia tidak ingin menciptakan keributan untuk anak sulungnya. Terlebih Rubiah tahu jika mood menantunya sedang tidak baik.Rubiah tidak menutup mata dengan kebencian yang terang-terangan Winda tunjukkan untuk Nimas. Dirinya juga sedikit merasa bersalah dengan menantunya itu karena tidak bisa mengendalikan perasaan bahagianya mengetahui Nimas akan memberinya cucu lagi.Rubiah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Vanilla, wanita paruh baya itu merasa sangat berdosa pada cucunya itu karena dulu pernah meragukan ayah biologisnya.Sepanjang perjalanan menuju kediamannya, wanita itu sudah menangkap ekspresi jengah dari menantunya, Arjuna alih-alih mengajak istrinya bicara pria itu sejak tadi hanya sibuk dengan telpon genggam yang terus berada di genggaman."Untuk har
Polisi terlalu cepat menyampaikan kabar duka, terlalu gegabah mengambil kesimpulan jika Bisma tidak selamat. Hal itu tentu saja merugikan keluarga, membuat keluarga korban merasa berduka dan putus asa.Nimas tidak berani mengurai pelukan. Takut-takut jika sosok dihadapannya hanya bayangan. Nimas terlalu tenggelam dalam ketakutannya kehilangan suami sekali lagi.Arjuna membuang napas dari bibirnya seraya tersenyum saat melihat wanita yang begitu dicintainya sedang menangis di pelukan adiknya. Dadanya yang bergemuruh karena rasa sedih berangsur lega.Rasa cemburu itu masih menggerogoti, tetapi Arjuna berusaha sadar diri.Air mata Arjuna mengalir meskipun bibir pria itu tengah menerbitkan senyum.Yudhistira terpaku dengan pemandangan di hadapannya beberapa saat, sebelum pemuda itu menghampiri dimana sang bunda berdiri, Yudhistira segera bergegas membawa Bunda Zoe yang sedang duduk itu masuk kedalam dekapannya, dengan terburu-buru tanpa sepatah kata, tetapi siapapun tau hati pria itu se