"Woeee!!?"Suara nyaring dari dalam sudah Bisma perhitungkan.Dua manusia yang saling baku tindih, didalam ruangan mewah itu begitu marah dan terkejut aktivitasnya di ganggu.Wajah Bisma tidak menunjukkan rasa takut, tapi lebih ke rasa kecewa karena kamar yang dia geledah diisi orang yang tak sesuai dari data tamu.Namun begitu Bisma tidak menunjukkan rasa bersalah, dia segera meminta pada timnya untuk meringkus keduanya.Dua orang itu di interogasi. Yang tadinya pria itu begitu berani kini tampak menciut dihadapan Bisma yang tegas dan berwibawa."Ampun, Pak. Saya hanya disuruh untuk menempati kamar hotel ini bersama dengan istri oleh orang yang kini berada di rumah kami." dengan gemetar pria itu mengatakan alasannya berada di hotel ini.Istri pria tersebut bahkan terus menangis.Dari pasangan suami istri itu Bisma bisa tahu jika Yudhistira telah menggunakan kekuasaannya untuk menekan orang.Sosok lembut dan pendiam yang selama ini Yudhistira tampilkan, rupanya hanya topeng belaka.Bi
Bisma dibantu pihak kepolisian setempat segera membawa Nimas dan Vanilla menuju mobil."Nimas, Demi Allah tolong tetap buka matamu," lirih Bisma seperti sedang membujuk kekasih hatinya.Perhatian Bisma terbagi dua, satu untuk kekasih hatinya satu untuk Vanilla yang terus nangis memanggil nama Nimas.Sesampainya di rumah sakit dokter segera melakukan pertolongan pertama untuk pasien yang hilang kesadaran.Di atas brankar beralaskan sprei putih dan ditemani beberapa alat kesehatan, di sanalah kini Nimas berbaring dengan mata tertutup.Salah seorang perawat berjalan mendatangi Bisma yang menunggu di depan ruang IGD bersama dengan polisi lainnya.Perawat itu berkata bahwa Nimas dalam kondisi baik-baik saja, pasien pingsan karena kelelahan dan tekanan darah rendah. Perawat juga mengatakan bahwa beberapa jahitan di punggung Nimas terbuka, lukanya yang belum kering kembali terluka karena kembali mendapatkan kekerasan.Mendengar hal itu, emosi Bisma meledak.Seorang polisi meremas pundak Bism
Bisma berdiri dengan sikap tegak di hadapan komandan tertingginya.Wajahnya baru saja mendapatkan satu tamparan keras karena secara terang-terangan menolak dan membantah perintah pemimpin.Namun, meskipun begitu Bisma tidak akan gentar ataupun kalah, apalagi manut dengan perintah.Bisma berpegang teguh pada kebenaran. Dia akan melawan kejahatan, biar kebenaran yang akan membantunya."Kerjakan perintah saya, AKP Bisma!" bentak komandan tersebut dengan suara lantang."Tidak akan!" tolak Bisma lugas."Belagu kau mentang-mentang baru dapat penghargaan naik jabatan? Sombong kau karena pangkatmu naik sekarang? Komandan Bisma terdengar nyinyir. Pundak Bisma bahkan dipukul tapi dia tetap bergeming."Jalani perintah saya atau saya akan membuatmu di demosi 1 tahun?" Ancam atasan Bisma.Bisma meneguk air liur. Dia menatap tegas komandan yang kini dianggap sebagai lawan."Silakan, saya tidak takut, Komandan. Bagi saya, kebenaran harus tetap ditegakkan.""Kamu tahu siapa yang kamu lawan? Yudhistir
"Aku sudah pasrah jika aku harus mati di tangannya. Aku pikir kamu nggak akan pernah datang." lirih Nimas masih dalam dekapan hangat Bisma. "Awalnya aku ingin berikan kamu kejutan, tapi nyatanya malah aku yang terkejut." timpal Bisma sambil terkekeh."Terimakasih sudah tolongin aku, saat aku membuka mata dan menemukan Vanilla berada di pelukanku, itu hadiah yang tak ternilai."Nimas tidak tahu, bagaimana hancur berkepingnya hari Bisma melihat luka-luka ditubuhnya akibat Yudhistira."Aku akan lakukan apapun untuk calon istri dan anakku." jawab Bisma getir mengingat keadaan Nimas sebelumnya."Maaf selalu membuatmu repot," Nimas kembali memeluk tubuh Bisma."Nggak mau. Aku nggak mau maafin sebelum kamu jadi istriku." Nimas menyunggingkan senyum manis. Dibalik punggung Nimas Bisma meneteskan air mata."Ini kenapa nangis?" ledek Nimas."Kangen, sayang." Bisma sedang memperlihatkan sisi anak kecilnya kepada perempuan yang sangat dia cintai dan dia rindukan.Tanpa jarum infus Nimas leluasa
"Sungguh?" tanya Bisma semakin mengeratkan pelukannya. Bisma seperti tidak rela berpisah dengan Nimas. Nimas hanya bergumam guna menjawab tanya Bisma. "Pelukanmu ada apanya sih? Begitu hangat dan nyaman."Pertanyaan Bisma kembali membuat Nimas tertawa kecil. Sepertinya kebahagiaan yang dirasa saat ini membuatnya mudah tertawa. "Aku pasang pemanas di sana.""Hemm, pantasan. Bisa bikin hatiku panas juga." kembali Bisma mengeratkan dekapannya pada tubuh Nimas lalu memejamkan mata."Mas harus memaafkan Bang Tira. Dia itu perlu dampingan " Bisma mengerucutkan bibirnya dengan mata yang masih terpejam."Nanti." Bisma hanya menjawab singkat. Matanya masih terus terpejam. Hal itu membuat Nimas menduga kalau dia sedang mengantuk."Udah dong Mas meluknya, aku nggak bakal kemana-mana, sini tidur di samping aku. Malu nanti dilihat sama Bu Surti dan Vanilla" Gurau Nimas, dia sadar Bisma pasti letih."Masih mau sama kamu," rajuknya manja.Nimas tertawa kecil melihatnya. "Ini beneran AKP Bisma yan
30 menit kemudian, meja makan di rumah Nimas sudah penuh dengan makanan hasil masakan Nimas dan Bu Surti."Wah..! Ini semua hasil masakan kamu?" tanya Bisma.Bu Surti mengangguk sambil berdiri di samping meja makan "Di cicipi Mas, dijamin ketagihan!""Ibu dan Nimas nggak ikut makan?" tanya Bisma saat Nimas dan Bu Surti nasih berdiri di samping meja."Badanku masih bau asap. Aku mau mandi dulu." Kata Nimas sambil mengendus tubuhnya sendiri."Aku tunggu kamu aja.""Eh, kamu langsung makan aja!"Tapi Bisma malah meninggalkan meja makan dan mengikuti langkah Nimas masuk kembali ke dalam kamar. Meninggalkan Bu Surti yang mengulum senyum.Bisma tertawa kecil menatap wajah Nimas."Mau dimandiin?" goda Bisma."Apaan, sih?" sahut Nimas sambil membalikkan tubuhnya kembali menatap lemari pakaian dengan pipi menghangat.Bisma tersenyum dengan Bibir bawahnya yang tergigit dan memainkan alisnya. Kemudian, ia melangkah santai masuk ke dalam kamar Vanilla sambil bersenandung.Sementara Nimas keluar
Mata Rubiah menilik kedua putranya dengan penuh pertimbangan."Kamu sungguh -sungguh ingin menikahi Nimas?" tanya Rubiah masih tidak yakin.Bisma mengangguk tegas sebagai jawaban."Ya sudah kalau itu keputusan kamu sama Nimas. Mama ikut saja."Mendengar persetujuan Rubiah membuat Nimas tidak percaya, selama ini wanita itu yang ingin menyingkirkan dia dari hidup putranya, tapi mengapa kini justru mendukung?Sayangnya respon positif yang mereka dapatkan dari Rubiah tidak didapati dari Arjuna."Kita coba bicara lagi baik-baik, Arjun," saran Rubiah setengah pasrah. Dia sangat tahu kehidupan rumah tangga putranya dengan Winda kacau, tapi saat ini kebahagiaan Bisma tidak bisa wanita paruh baya itu abaikan."Kita tidak boleh menghalangi niat baik mereka untuk menikah, Arjun!" tambahnya lembut."Tidak bisa!" sentak Arjuna lebih tegas.Nimas gegas menarik tangan Bisma untuk menjauh dari sana. Arjuna tak mungkin mengikuti karena ada Vanilla yang bersamanya.Di ruang tengah Nimas menumpahkan sem
Kemarahan bisa Nimas rasakan dari suara Arjuna yang berat terdengar seperti menggeram. Pria itu juga menggenggam erat tangan Nimas sampai terasa sakit. Nimas masih terkejut dengan perbuatan Arjuna awalnya hanya mengikuti begitu saja langkahnya yang tergesa sambil terseok-seok. Arjuna sudah pasti tidak memperhitungkan kondisi Nimas yang sedang tidak memakai sendal saat ini."Mas!" seru Nimas saat ia mulai sadar dari keterkejutannya. "Arjuna, lepas!"Tapi pria itu tidak mendengarkan Nimas sama sekali sehingga Nimas meningkatkan perlawanan dengan berusaha menarik tangannya dari genggaman pria itu. Ah bukan genggaman, lebih tepatnya cengkraman."Mas Arjun, tanganku sakit dan aku bisa jatuh kalau kamu tarik-tarik seperti ini!!" Nimas naikkan satu oktaf suaranya saat mereka sudah berada di luar rumah.Dan itu akhirnya berhasil membuat Arjuna memerankan langkahnya dan mengurangi cengkraman nya pada tangan Nimas. Tapi dia masih terus berjalan sampai akhirnya mereka keluar dari halaman. Kemudi
"Aku harus ke kantor polisi, bagaimanapun tidak ada bukti jika Bisma sudah tidak ada, Ma." Nimas baru tersadar tiga puluh menit yang lalu, dan kini wanita itu mulai merengek."Bangunan dan seisinya hancur, Nimas. Sulit untuk polisi,..."Nimas menggeleng, dia tidak ingin mendengar perkataan Rubiah selanjutnya.Hari Rubiah hancur melihat Nimas yang kehilangan semangat hidup.Di sisi lain, Arjuna menatap nanar mantan istrinya yang begitu terpukul karena kehilangan Bisma, untuk pertama kalinya Arjuna menyadari jika cinta Nimas untuknya benar-benar sudah habis.Mata keputusasaan itu menjadi bukti nyata jika ternyata dirinya benar-benar sudah kalah. Tidak ada lagi setitik cinta di hati Nimas untuknya.Nimas merasa sangat terluka, ketakutannya menjadi kenyataan. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan harus tiba-tiba berakhir, terkadang takdir sekejam itu bukan? Bahkan Nimas sudah berkali-kali sakit bertubi karena kehilangan, wajar jika Nimas tak ingin mengalaminya sekali lagi, tiada hentiny
Sekalipun disembunyikan rapat-rapat, akhirnya yang salah ketahuan juga.Hal tersebut pantas disematkan pada seorang jenderal bintang lima yang selama ini disegani oleh semua orang, tak terkecuali oleh istri dan anak sambungnya.Kepulangan Adi sepertinya sudah di tunggu oleh Zoe dan Yudhistira. Tapi raut wajah keduanya tidak seperti biasanya yang akan dipenuhi senyuman dan rona bahagia.Adi melihat mata istrinya sembab. Kedua tangan Yudhistira yang terkepal kuat di sisi tubuhnya. Seolah-olah siap menghantam lawan dengan sekuat tenaga."PEMBUNUH!!" desis Zoe dengan tatapan matanya yang galak. Perempuan yang terkenal sabar dan bijak sana itu tak lagi dapat mengendalikan amarahnya.Sepatah kata yang Zoe ucapkan membuat Adi terpana. Tak pernah sekalipun istrinya itu berani meninggikan suara di depannya selama puluhan tahun, apa lagi berani menghakimi seperti sekarang ini."Bun, kamu,.." Adi tak dibiarkan bicara. Zoe segera mengangkat telapak tangannya tinggi-tinggi."Ya Allah.... Ternyat
Tidak! Kepala Nimas seperti berputar - putar kala melihat kartu identitas suaminya yang hanya tinggal sepotong karena dimakan api, Belum lagi sejumlah barang lainnya yang semuanya tampak habis terbakar.Naasnya semua barang itu benar milik Bisma. Nimas mendadak kehilangan seluruh kosa katanya, wanita itu membisu hingga sebuah berita dari laman resmi Novrian tunjukkan.Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Bambang Prasetyo mengatakan hingga hari ini, tercatat ada 3 anggota Polri yang gugur saat menjalankan tugas menggagalkan penyelundupan barang terlarang."Sampai dengan hari ini, ada 3 anggota yang gugur dalam melaksanakan tugas, satu diantaranya adalah...Bisma." Novrian bicara dengan hati-hati di hadapan istri sahabatnya.Nimas tercengang, wanita itu menggeleng kuat-kuat, ini kenyataan paling buruk yang tak akan sanggup Nimas hadapi."Nggak! Ini nggak mungkin terjadi Bang, semalam Mas Bisma... Dia..," Nimas tak bisa melanjutkan ucapannya wanita itu menjarahkan tatapan
"Mas, tolong!" Nimas menatap Arjuna penuh permohonan. Arjuna yang sudah berada di hadapan Vanilla menoleh."Saya nggak larang Mas ketemu Vanilla kapan pun. Tapi libatkan istrimu, jangan hanya datang dengan Mama, atau bahkan sendirian."Permintaan Nimas upaya agar hidupnya tetap damai, tanpa lagi adanya tuduhan-tuduhan tak berdasar dari istri Arjuna. Nimas lelah, amat sangat lelah dengan kecemburuan Winda."Yang dikatakan Nimas ada benarnya. Bicara baik-baik sama Winda, lagian harusnya Winda memanfaatkan peluang untuk dekat sama Vanilla, siapa tahu dengan hadirnya Vanilla di tengah-tengah kalian, Winda bisa mendapat berkah hamil." Rubiah ikut angkat bicara."Ma! Tolong jangan terus menerus menyinggung soal hamil, cukup sekali aku kehilangan istri, jangan terulang lagi."Nimas membuang muka saat Arjuna menatapnya lekat. Ada wajah penyesalan di raut lelaki itu. Dan Nimas sama sekali tidak ingin melihatnya.Hari itu Nimas membiarkan mantan suaminya puas bermain dengan putrinya di kediaman
"Kamu tahu kenapa kamu sendiri tidak yakin aku mempercayai perkataan mu, Winda? Itu karena kau terlalu sering berbohong padaku!" Arjuna menekankan setiap perkataannya, seolah menelaah dosa yang sudah istrinya lakukan.Winda bungkam. Dia tidak bisa mengelak."Sekarang aku tanya baik-baik padamu, apa yang kamu katakan pada Bisma saat dia datang tadi. Apa kamu sungguh tidak ada menyinggung tentang Vanilla?""Mas, aku..""Jawab saja! Ada tidak kamu menyinggung tentang Vanilla?!" emosi Arjuna meluap-luap. Winda berhasil memancing amarahnya dengan sikapnya yang bertele-tele."Apa salah aku meminta adikmu itu untuk jangan melibatkan kamu? Dia sudah menikahi wanita itu, anak itu juga jadi tanggung jawabnya, harusnya kamu tidak lagi dilibatkan Mas!" alih-alih merasa bersalah Winda malah meluapkan kekesalannya.Arjuna tercengang mendengar penuturan ngelantur Winda. Apa perempuan itu lupa ikatan keluarga tak akan terputus oleh apa pun, dengan cara apa pun. Ikatan darah akan selalu mengalir dan
"Apa yang ingin kamu katakan sama suamiku? Kamu sudah menikahi wanita itu. Jangan libatkan lagi Arjun dalam urusan kalian. Mengertilah Bim! Aku butuh waktu bersama dengan suamiku tanpa ada orang lain di tengah-tengah hubungan kami."Egois. Satu kata yang bisa Bisma sematkan untuk istri abangnya ini.Belum juga mengatakan tujuannya datang, Bisma sudah di wanti-wanti oleh Winda, agar tak melibatkan Arjuna untuk masalah Vanilla."Kalau gitu sampaikan saja pesanku pada Bang Arjun, katakan bahwa dia tidak perlu datang ke rumah Mama karena Mama sedang berada di rumahku bersama Nimas."Winda cuma mengiyakan dengan wajah jutek, tidak berniat mempersilahkan Bisma untuk masuk kedalam rumah.Bisma tidak mempermasalahkannya, dia sama sekali tidak ada urusan dengan perempuan itu jadi Bisma juga tak berniat lebih lama disana.Bisma langsung menjemput Rubiah untuk dibawa kerumahnya. Bisma akan segera pergi tugas setelah mengantarkan mamanya.Kedatangan Rubiah di sambut Nimas dan Vanilla. Sejak menik
Nimas masuk kamar anaknya dan menemukan Bisma yang tengah menyuapi Vanilla makan." Mama." sambut Vanilla sudah kembali ceria, sangat berbeda sebelum Bisma datang.Nimas tersenyum dan turut melangkah mendekati mereka." Setelah ini princess harus minum obat, kalau sembuh ayah akan membawa kalian pergi jalan-jalan" Suara lembut Bisma terdengar membujuk membuat Vanilla bersorak bahagia.Setelah Vanilla makan beberapa suap dan minum obat, Bisma membenarkan selimutnya. "Cepat sembuh, ayah menyayangimu" Bisma mengelus kening putrinya.Bisma dan Nimas keluar dari kamar Vanilla setelah gadis itu terlelap." Apa kamu sudah makan?" Tanya Bisma pada Nimas yang mengekor di belakangnya.Bimas menggeleng." Makan dulu, aku akan mandi sebentar.""Sudah ku siapan air hangat untuk mandi."" Kamu tak perlu melakukannya, aku bisa mandi dengan air dingin." Bisma merasa Nimas terlalu memanjakannya.Walaupun sesungguhnya hatinya tengah berbunga mendapati perhatian dari sang istri.Nimas pura-pura tak mend
Siang sudah beranjak menjadi senja. Seorang wanita tengah menantikan kedatangan suaminya di teras rumah. Dia adalah Nimas, Sejak siang Bisma belum mengirimkan pesan. Tidak biasanya Bisma seperti ini.Nimas mulai merasa khawatir. Apalagi jam pulang tugas sudah lama terlewat. Ini kali pertama Bisma tak memberi kabar. Biasanya jika pulang telat atau ada sesuatu yang akan Bisma kerjakan dia akan mengatakannya pada Nimas.Nimas sudah mulai memahami kesibukan suaminya dan Nimas sudah bisa beradaptasi."Mas Bisma belum datang??" Ibu Yuri menghampiri Nimas yang sejak tadi mencoba menenangkan Vanilla.Vanilla jatuh dari tangga rumah mereka, tidak mengalami cidera serius, tetapi putri kecil Nimas itu mendapat luka kecil di bagian kepalanya.Sudah empat jam anak itu tak berhenti menangis, Vanilla terus mencari Bisma dan minta di gendongan pemuda itu." Belum Bu!" Jawab Nimas dengan tangan yang terus mengelus lembut kening Vanilla yang di tutupi kain kasa." Huaaa__Huaaa, aku mau sama Ayah." gadi
Bisma layak menjadi intelijen dia memiliki kemampuan dan memenuhi syarat. Memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi Bisma juga memiliki pemikiran yang tajam pandai berkamuflase dengan baik, serta berakal.Kali pertama Yusup melihat cara kerja Bisma, rekan Bisma Nurman belum pulih dari cidera karena luka tembak di bagian dada. Sedangkan Rendra memiliki tugas lain diluar kasus ini.Sebelumnya Nimas sudah Bisma antar pulang. Kini pemuda itu sedang berada di ruangan bersama Novrian yang baru datang setelah mengatur lalu lintas."Kamu sudah baca surat tugas dari komandan?" Novrian bertanya dengan nada khawatir.Bisma tidak mengelak, dia tetap mengangguk membenarkan. Karena pada dasarnya dia memang sudah membacanya. Tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu, tugas adalah tugas Bisma tidak akan mengurangi baktinya pada negara."Menurutmu, mengapa tiba-tiba komandan mengirim mu tugas lumayan jauh, sedangkan dia tahu jika kamu sedang menyelidiki kasus yang tak kalah pentingnya?" Novrian menarik k