Beranda / Romansa / Tunangan Kontrak Presdir Tampan / Bab 4 - Pertemuan Keluarga, Hamil?

Share

Bab 4 - Pertemuan Keluarga, Hamil?

Penulis: Ainjae
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-17 22:40:04

“Tentu saja lukisannya yang indah, memangnya apa lagi kalau bukan lukisannya?” dusta Lydia.

Padahal yang dia maksud indah adalah pria di dekatnya ini.

Lydia memasang senyum anggun, senyum palsu yang sudah bertahun-tahun diasahnya dengan sempurna. Tanpa ragu, Lydia merogoh tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah kartu nama, kemudian menyodorkannya kepada pria di hadapannya.

“Saya seorang pelukis. Lukisan saya juga ada di sini,” ucapnya.

Pria itu mengambil kartu nama Lydia, menatapnya sekilas lalu kembali mengamati wajah Lydia dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Lydia menahan napas untuk sesaat, jantungnya masih berdegup tak karuan.

Lydia belum pernah merasa begitu terpikat oleh seorang pria seperti ini. Ada sesuatu tentang pria ini yang membuatnya bergidik, bukan karena takut, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam dan sulit dijelaskan.

Lydia mengamati pria itu. Barang-barang yang dikenakannya jelas bukan barang biasa.

Sepatu kulit berkualitas tinggi yang harganya mencapai ratusan juta, jas hitam yang terjahit sempurna di tubuhnya serta jam tangan yang bernilai miliaran rupiah.

Dari caranya berdiri dan menatap, dia bukan sembarang pria kaya, tapi seperti seseorang dari kalangan old money. Itu berarti, kemungkinan besar dia memiliki pengaruh dan status yang tinggi.

Tidak mungkin pria seperti itu mau menjadi muse untuk lukisan telanjang ‘kan? Lydia bisa saja menawarkan uang kepada para pria agar mau menjadi musenya, tapi pria ini jelas berbeda. Kalau dia melakukan hal itu, mungkin dia bisa dimarahi atau terkena masalah.

Namun, Lydia tetap tidak bisa mengabaikan keinginan kuatnya untuk melukis tubuh pria itu. Baginya, pria itu seperti patung yang dipahat sempurna—sebuah mahakarya seni yang hidup.

“Apa Anda seorang kolektor?” tanya Lydia, mencoba mencari celah untuk memperpanjang percakapan.

Pria itu sedikit mengangkat alis lalu menjawab,

“Saya hanya penikmat seni lukis, tapi terkadang mungkin bisa menjadi kolektor?”

Jawabannya terdengar juga seperti pertanyaan.

Lydia membuka mulutnya lalu menutupnya lagi. Rasanya sulit sekali menahan diri untuk tidak langsung mengajukan tawaran.

“Apa Anda pernah menjadi muse?” tanyanya akhirnya, dengan hati-hati.

Pria itu menatap Lydia dalam-dalam sebelum akhirnya bertanya balik,

“Maksud Anda, saya dilukis oleh seorang pelukis? Menjadi inspirasi mereka?”

“Ya.”

Pria itu terdiam sesaat, kemudian menggeleng. “Nggak pernah.” Setelah jeda sejenak, dia menambahkan dengan nada yang lebih tegas, “Dan nggak akan pernah.”

Lydia terbelalak sesaat. Ah, ini akan sulit.

Sebelum Lydia sempat berkata lebih lanjut, seorang pria berjas lain datang menghampiri pria bermata biru itu. Sekilas, dia tampak seperti sopir, ajudan, atau mungkin sekretaris?

Tanpa berkata apa pun, pria itu berbalik dan berjalan menjauh dari Lydia, meninggalkannya begitu saja.

Lydia menatap punggung tegap pria itu yang bergerak menjauh. Bahkan dilihat dari belakang pun menarik.

Lydia bisa membayangkan bagaimana bentuk otot punggung pria itu jika telanjang, bagaimana bayangan cahaya akan jatuh sempurna di kulitnya jika dia melukisnya. Dia yakin, pria itu adalah muse yang selama ini dia cari. Sumber inspirasinya.

“He’s perfect,” gumam Lydia. Dia berharap bisa bertemu dengan pria itu lagi.

*

Malam ini, Lydia berada di sebuah retoran mewah, di private room. Ada makan malam bersama kedua keluarga.

Dan seperti biasa, Lydia terpaksa patuh untuk datang, meskipun sebenarnya tidak ingin.

“Anda terlihat semakin cantik,” puji Mama Lydia kepada Mama Marcell.

“Haha, Anda bisa saja.”

Orang tuanya tampak begitu ceria, berbicara dengan antusias kepada orang tua Marcell.

Lydia muak melihat dan mendengarnya, semakin lama semakin jelas kalau orang tuanya sedang menjilat orang tua Marcell agar tetap memiliki hubungan baik.

“Lydia, tadi Mama dengar kamu datang ke galeri seni?” tanya Mama Marcell.

Lydia mengernyit, tahu dari mana Mama mertuanya? Dia lantas melirik Marcell yang tampak cuek, tapi kemungkinan informasinya didapatkan dari Marcell, karena Lydia kalau keluar rumah memberikan laporan kepada Marcell.

“Iya, Ma,” angguk Lydia.

“Mama senang kamu pandai melukis, bahkan lukisanmu dihargai cukup tinggi. Tapi, kalau kamu sibuk melulu dengan melukis, kapan kamu akan memberi kami cucu?” tanya Mama Marcell.

“Benar, kalian sudah dua tahun menikah, tapi kami belum mendengar kabar baik itu,” imbuh Papa Marcell.

Lydia sontak terbelalak, perutnya tiba-tiba terasa mual. Bukan karena makanan atau hamil, tapi dia panik dan jijik membayangkan punya anak dari Marcell.

Lydia melirik orang tuanya yang menatapnya tajam, seperti biasa mungkin dia akan dimarahi atau disalahkan.

“Mungkin memang belum diberi, tapi saya yakin Lydia sedang berusaha. Iya ‘kan?” tanya Mama Lydia dengan tatapan yang mendesak Lydia.

“Ya.”

“Jangan mendesak Lydia, Ma. Kami juga masih muda, nanti aja punya anaknya, santai,” kata Marcell.

Lydia agak lega karena Marcell berada di pihaknya kali ini. Meskipun dia tahu Marcell berkata begitu karena masih ingin bersenang-senang dengan jal*ngnya.

“Santai sampai kapan? Kamu harus punya keturunan, kalian menikah juga sudah dua tahun. Apa kata orang-orang nantinya?” tanya Papa Marcell.

“Nggak usah pedulikan kata orang,” jawab Marcell. Tentu saja dia belum berminat punya anak, nanti waktunya untuk bersenang-senang dengan para jal*ngnya bisa berkurang.

“Kamu ingin dapat bagian lebih banyak di kepemilikan saham perusahaan ‘kan? Kalau begitu, Papa ajukan syarat tambahan. Beri cucu untuk Papa,” ujar Papa Marcell.

Marcell yang tadinya tampak santai, kini terlihat kaget.

“Pa! Kenapa syaratnya harus cucu? Sebelumnya nggak ada syarat itu!”

“Jangan protes,” tegas Papa Marcell.

Marcell menatap Lydia di sebelahnya, kemudian tiba-tiba merangkul Lydia.

“Kamu dengar itu? Papa minta cucu. Kita harus bekerja sama, Lydia,” bisik Marcell.

“Kamu lakukan aja sama jal*ngmu,” balas Lydia, dengan berbisik juga.

Marcell tergelak. “Mana bisa, harus kamu. Kita harus melakukannya.”

Tubuh Lydia menegang, barusan Marcell terdengar serius.

“Apa kamu gila?” desis Lydia.

“Mau nggak mau, cepat atau lambat, kita harus punya anak.”

Jantung Lydia berdegup kencang. Dia mulai panik, Marcell terdengar makin serius. Gawat! Apa Marcell akan memaksanya malam ini? Apa yang harus dia lakukan? Dia tidak ingin berhubungan badan atau punya anak dari Marcell!

Bab terkait

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan    Bab 5 - Mabuk

    “Oke, Pa. Aku dan Lydia sudah sepakat, kami akan berusaha lebih keras agar bisa segera punya anak,” ujar Marcell.Sontak, Lydia melotot. Dia belum menyatakan setuju! Namun, pendapatnya mana mungkin digubris ‘kan?Lydia ingin tertawa miris. Setelah dinikahkan paksa, apa dia juga akan dipaksa hamil anak Marcell?Astaga, Lydia tidak bisa membayangkan, bahkan selama dua tahun ini, dia tidak pernah ‘tidur’ bersama Marcell.Ya, itu benar. Sejak malam pernikahan mereka, Lydia sempat menerima Marcell dan hendak pasrah jika diajak berhubungan badan. Namun, di hari itu, Lydia memergoki Marcell berselingkuh. Di hari pertama pernikahan mereka!Dia syok, dan mulai mengetahui tabiat buruk Marcell. Mulai saat itu, dia bertekad untuk tidak akan pernah membiarkan Marcell ‘tidur’ dengannya.Namun, tentu saja, orang tuanya dan orang tua Marcell tidak tahu tentang itu, soal mereka yang bahkan belum pernah ‘tidur’ bersama. Kalau tahu, mungkin dia yang akan dimarahi alih-alih Marcell.“Papa harap bisa mend

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 6 - Club Malam

    Baru saja Lydia mendapatkan ide agar Marcell tidak menyentuhnya malam ini.“Oke, aku setuju. Ayo kita ‘tidur’ bersama malam ini juga. Tapi ini pengalaman pertamaku dan aku gugup, bisa kita minum-minum dulu biar lebih rileks?”“Oke.”Lydia menghela napas lega ketika Marcell melepaskan tangannya. Rencananya adalah membuat Marcell tepar karena mabuk, dengan begitu mereka akan batal berhubungan badan.Marcell keluar kamar usai berganti pakaian. Tak lama, dia kembali dengan membawa sebotol vodka. Dia duduk di sebelah Lydia, bersama-sama di sofa panjang di kamar mereka.Lydia menerima gelas yang dituangkan cairan alkohol itu oleh Marcell. Mereka lantas mulai minum bersama.Sesekali Lydia melirik Marcell yang minum lebih cepat darinya. Memang toleransi alkohol Marcell lebih bagus darinya, Lydia pun hanya menyesap sedikit. Lagi pula, tujuannya membuat Marcell mabuk.“Sudah cukup rileks atau belum?” tanya Marcell.Lydia menggeleng. “Aku masih gugup, sebentar lagi. Kamu juga minumlah lagi.”Usa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 7 - Malam Panas, Hilang Keperawanan

    Lydia pikir, Marcell mungkin tak akan sudi menyentuhnya kalau dia sudah disentuh oleh pria lain.“Perfect!”Lydia menatap cermin, menampilkan pantulan dirinya yang mengenakan dress seksi setengah paha, berbelahan dada rendah, dan punggungnya terbuka. Dress berwarna merah menyala, dia juga memakai make up tebal dengan lipstik berwarna merah.“Bukankah aku sudah seperti wanita nakal?” kata Lydia ke dirinya sendiri.Ini sungguh bukan dirinya, tapi Lydia ingin membangkang untuk malam ini, untuk pertama kalinya setelah dua tahun pernikahan mereka.Lydia mengenakan cardigan panjang untuk menutupi tubuh seksinya, kemudian ke basement untuk mengambil salah satu mobil Marcell.Lydia kemudikan mobil itu sendirian, membelah jalan raya di malam hari.Tiba di dalam sebuah night club, cahaya remang-remang dan musik yang memekakkan telinga menyambutnya. Lydia berkeliling sambil menatap sekitar, mencari seorang pria yang sekiranya bisa dia jadikan teman tidurnya malam ini.Belum ada pria yang menarik

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 8 - Kabur?

    "Gila!" batin Lydia memikirkan semua. Dia dan Damian sudah mencapai puncaknya,tapi permainan belum barakhir.Damian membawanya ke hotel, kemudian berlanjut menggempurnya di ronde berikutnya. Lydia dibuat menjerit nikmat di kamar hotel, melakukan hubungan terlarang itu untuk yang kedua kalinya.Di pagi hari, Lydia terbangun dengan tubuh yang terasa begitu lelah, tulang-tulangnya seperti mau copot! Dan bagian bawahnya terasa nyeri.“Awh!” pekik Lydia ketika akan beranjak duduk.Lydia meringis, dia bangun perlahan sambil melirik di sebelahnya. Sosok Damian masih memejamkan mata, tidur dengan tampang tenang.Tatapan Lydia lantas tertuju ke dada bidang Damian yang terekspos, Damian masih belum mengenakan pakaian.Glek!Lydia meneguk ludahnya dengan kasar. Wah … betapa indahnya tubuh Damian, membuat keinginan Lydia untuk melukis tubuh telanjang itu muncul lagi.Lydia menggeleng, berusaha menyadarkan dirinya. Ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan itu. Sekarang dia harus segera kabur se

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 9 - Tawaran Lydia

    Jantung Lydia berdegup kencang, dadanya naik turun dalam ritme tak terkendali. Tenggorokannya mendadak kering, seolah kata-katanya tersangkut di sana, enggan keluar.Keterkejutan melandanya begitu dalam hingga Lydia hanya bisa kembali membisu, berdiri mematung di hadapan Damian.Sedangkan Damian tampak tenang, memandang Lydia dengan sorot yang sulit diartikan.“Kita bertemu lagi,” ucap Damian.Suara Damian yang dalam membuat Lydia tersentak, lamunannya buyar.Lydia berdehem. Hanya mendengar suara Damian pun membuatnya merasa tergoda, nada yang rendah dan sedikit serak membuatnya berdesir. Sejenak, Lydia lupa cara bernapas.Sial!Ada apa dengan dirinya? Lydia baru pertama kali merasakan hal seperti ini, bahkan dengan Marcell pun dia tidak pernah merasakannya. Apa mungkin karena malam itu mereka sudah menghabiskan kegiatan panas bersama?“Ya, kita bertemu lagi,” sahut Lydia, memaksakan senyum yang terkesan kaku. “Anda di sini …”Ingin sekali Lydia bertanya, mengapa bisa Damian ada di si

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 10 - Sindiran Pedas Damian

    Damian mengernyit. “Balas dendam?”“Ya. Detailnya akan saya jelaskan nanti, kita harus bertemu di tempat lain, hanya berdua. Anda masih menyimpan kartu nama saya ‘kan?”Damian mengangguk singkat.“Kalau begitu, hubungi saya saat Anda setuju, kita bisa langsung bertemu dan membicarakan detailnya.”Lydia tidak melihat perubahan di raut wajah Damian, masih tampak datar. Berbeda sekali dengan malam itu, dia bisa melihat raut kenikmatan di wajah Damian.Astaga, apa yang dia pikirkan?! Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal mesum.“Lalu apa yang saya dapatkan dengan membantumu? Selain kamu menjadi tunangan pura-pura saya. Tanpa kamu pun saya bisa mencari wanita lain,” ujar Damian.Lydia meneguk ludah. Dari perkataan Damian, seolah Damian ingin dia membuktikan ‘nilai’ dirinya di hadapan Damian, apakah dia benar-benar berguna atau tidak? Nada bicara Damian pun terkesan menuntut dengan aura mengintimidasi, berbeda dengan malam itu.“Harus saya, anda nggak akan kecewa kalau memanfaatkan saya.”

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 11 - Pria Licik yang Tamak

    “Anda mengenal suami saya?” tanya Lydia, dia berusaha tenang dan menahan sakit hati atas perkataan pedas Damian padanya.“Tentu.”“Boleh saya tahu anda siapa?”Karena Damian sudah mengulik tentangnya, dia juga berhak tahu tentang Damian ‘kan? Sebelum mereka bekerja sama.Lydia memperhatikan Damian yang mengeluarkan kartu nama pria itu lantas menyodorkan ke hadapannya.Lydia mengambilnya dan mulai membacanya. Beberapa detik kemudian, dia nyaris dibuat menganga.Damian Bradley Anderson. Tertulis nama lengkap Damian di situ.“I-ini …”Lydia meneguk ludah. Damian dari Anderson Group? Keluarga konglomerat yang masuk ke dalam daftar sepuluh besar orang terkaya di negara ini? Apa Damian salah satu penerusnya?Selama ini, yang Lydia tahu, mengenai perusahaan milik Anderson Group di dalam negeri dipimpin oleh generasi kedua yang itu artinya ayah Damian, apa sekarang sudah beralih ke Damian yang merupakan generasi ketiga?Dan, sepertinya benar, dilihat dari kartu nama Damian, tertera kalau pria

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 12 - Kesepakatan dengan Sang Presdir

    Namun, apa pun itu syarat dari Damian, Lydia bersedia. Justru bagus kalau seperti yang Damian katakan.“Saya bersedia melakukan apa pun selama bisa menjatuhkan Marcell. Senang mengetahui kalau kita punya musuh yang sama,” ungkap Lydia lantas tersenyum.Damian tidak merespon, tapi bisa Lydia lihat sudut bibir Damian sedikit tertarik ke atas seperti sedang tersenyum tipis.“Tapi kenapa anda nggak mencoba untuk mengakuisisi perusahaan Marcell secara damai?” tanya Lydia dengan tampang penasaran.“Saya pernah menawarkan kesepakatan bisnis, melakukan merger dan memberi janji kalau Marcell tetap bisa menjabat di posisi tertentu. Tapi nggak mudah, apalagi ayahnya, mereka menolak tegas.”Lydia manggut-manggut, meskipun tak terlalu paham karena dia tak peduli dengan apa yang Marcell kerjakan, tapi sepertinya memang rumit. Kedengarannya sih begitu.“Memakai cara dengan membeli saham mayoritas pun nggak bisa, karena saat ini pemegang saham utama adalah ayah Marcell, dan di bawahnya ada Marcell se

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04

Bab terbaru

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 18 - ‘Milik’ Anda ‘Berdiri’

    Mendengar bisikan Damian, Lydia langsung melotot.“S-saya nggak mesum!” ujar Lydia dengan wajah yang mulai memerah. “Ini seni tahu! Seni!”“Seni, ya?”Dari nada suaranya, Damian seperti sedang meledek Lydia. Dia manggut-manggut, tapi belum menjauhkan wajahnya dari wajah Lydia, sedangkan Lydia sudah memalingkan wajah karena tak sanggup terlalu lama menatap ketampanan Damian dari jarak sedekat itu.Dari jarak yang begitu dekat, Damian mengamati wajah Lydia. Ternyata wanita ini sungguh … cantik.Tanpa Damian sadari, dia sedang mengagumi kecantikan Lydia. Dia jadi bertanya-tanya, mengapa Marcell menyelingkuhi wanita seperti Lydia? Sampai saat ini, dia belum menemukan sisi negatif Lydia yang bisa dijadikan alasan dia diselingkuhi.Damian sudah mencari tahu tentang Lydia. Yang dia temukan justru berita positif semua, dan prestasi Lydia sejak masa sekolah, kuliah, hingga menjadi pelukis seperti sekarang.

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 17 - Melukis Tubuh Telanjang, Menolak atau Setuju?

    Marcell mengernyit, merasa aneh dengan tingkah sang istri.“Kenapa aku nggak boleh masuk ke kamar?” tanya Marcell, mendekati Lydia dengan tampang curiga. “Apa mungkin … kamu menyembunyikan sesuatu di sana?”Glek!Lydia refleks menelan ludah dengan kasar. Marcell memang benar, dia menyembunyikan sesuatu di dalam kamar, lebih tepatnya seseorang yang kalau Marcell tahu pasti akan membuat pria itu syok.Namun, Lydia berusaha untuk tetap tenang. Dia mendongak, menatap tepat ke mata Marcell.“Nggak. Aku nggak menyembunyikan apa pun. Hanya … kamarnya masih berantakan.”“Biarkan aja kalau berantakan, nanti dibereskan oleh ART. Kamu aneh.”“Ya, kamu benar.”“Kalau begitu, minggir, Lydia.”Kehabisan topik untuk membuat Marcell tak masuk ke kamar, Lydia akhirnya menyerah. Dia menggeser tubuhnya dari depan pintu kamar lantas membiarkan Mar

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 16 - Kedatangan Damian, Ada Marcell?

    Lydia menahan tawa menatap ekspresi kaget yang terpampang di wajah Damian. Dia baru pertama kali melihatnya.Damian langsung terburu-buru mendorong kepala Lydia agar menjauh dari pundaknya.“Jangan dekat-dekat!” omel Damian.Lydia berdecak. “Anda sungguh nggak berperasaan! Jangan dorong saya!” serunya.Felix dan sang supir sontak terbelalak. Mereka tak menyangka Lydia akan seberani itu kepada Damian.“Saya nggak mendekati anda dengan sengaja. Lagi pula, anda yang membiarkan saya bersandar di pundak anda ‘kan?”Lydia merasa seperti orang lain saja, entah mengapa dia bisa seberani ini, bahkan dia tak pernah bertindak begini kepada Marcell.Damian diam, dia memalingkan wajahnya ke arah kaca jendela mobil di sampingnya.“Anda nggak mau menjawab?” desak Lydia.“Berpikirlah sesukamu,” ucap Damian dengan tampang sok cuek.Lydia mendengkus. Akhirnya mereka

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 15 - Anda Indah, Iseng Menggoda

    Lydia malu setengah mati! Dia salah tingkah dan tanpa pikir panjang mengambil sushi yang jatuh ke kotak menggunakan tangannya, tanpa sumpit, kemudian langsung dia lahap.Namun, karena terburu-buru, dia sampai tersedak.Uhuk-uhuk!Lydia tersedak semakin menjadi-jadi ketika melihat Damian mendekatinya. Dia pikir Damian mau apa, ternyata pria itu menyodorkan minum ke arahnya.“Minum perlahan,” suruh Damian.Lydia mengangguk lalu menerima minum dari Damian dan menegaknya sembari menahan malu dengan wajah yang sudah semerah tomat busuk.Setelah lebih tenang, Lydia melirik Damian dengan canggung, pria itu duduk di hadapannya.“Terima kasih,” ucap Lydia, tak menduga akan mendapatkan kepedulian dari Damian. Well … memberikan minum termasuk bentuk peduli kan?“Hm.”Damian hanya bergumam singkat dan mulai fokus menyantap makanannya.Lydia yang masih menyisakan perasaan mal

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 14 - Kepergok Damian, Wanita Aneh

    “Marcel …” geram Lydia.“Apa kata orang-orang kalau istriku bekerja di perusaahaan sainganku? Ini soal reputasiku juga, Lydia,” tegas Marcell dengan tampang serius.“Aku hanya akan menjadi karyawan biasa. Ada ribuan pekerja lain di sana, jadi mereka nggak akan tahu aku istrimu. Nggak semua orang hapal denganku, bahkan banyak yang nggak tahu tentang sosok istri Marcell. Iya ‘kan?”Lydia membatin, bahkan sepertinya lebih banyak orang yang tahu sosok jalang Marcell daripada istri Marcell.Marcell mendengkus. “Dari sekian banyak perusahaan, kenapa harus di sana, Lydia?”“Karena di sana yang saat itu sedang buka lowongan pekerjaan, kebetulan aja aku diterimanya di sana," dusta Lydia. Dia baru tahu kalau dirinya pintar mengarang.“Bagaimana kalau aku tetap menolak?”“Aku akan tetap berangkat,” ujar Lydia.Pasangan suami istri itu saling pandang dengan raut yang sama-sama serius, mereka seperti bersiap untuk berdebat dengan alot.Namun, sebelum itu terjadi, Lydia kembali berusaha meyakinkan

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 13 - Meminta Izin Marcell

    “Saya juga nggak akan menggoda anda lagi, dan nggak mau disentuh lagi. Dasar menyebalkan!” seru Lydia.Namun, tentu saja Lydia bicara begitu setelah Damian pergi dari sini. Dia tak mungkin mengutarakannya saat masih ada orangnya.Setelah kepergian Damian yang dengan tak berperasaan pergi lebih dulu dan meninggalkannya, Lydia yang tak ingin berlama-lama pun juga beranjak dari sana usai menghabiskan makanan dan minuman.“Berapa totalnya?” tanya Lydia saat akan membayarnya.“Sudah dibayar semua,” jawab pekerja di restoran tersebut.Lydia manggut-manggut. Tidak mengherankan, dia pun hanya berjaga-jaga bertanya begitu, pasti Damian sudah membayar. Justru aneh kalau Damian membiarkan Lydia yang membayar semuanya.Dalam perjalanan kembali ke rumah, Lydia berdebar-debar menantikan apa saja yang akan dia dan Damian lakukan ke depannya.Sudut bibir Lydia tertarik ke atas membentuk seringaian tipis. Dia tidak sabar menanti kehancuran keluarga Marcell dan keluarganya. Sudah lama dia ingin melihat

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 12 - Kesepakatan dengan Sang Presdir

    Namun, apa pun itu syarat dari Damian, Lydia bersedia. Justru bagus kalau seperti yang Damian katakan.“Saya bersedia melakukan apa pun selama bisa menjatuhkan Marcell. Senang mengetahui kalau kita punya musuh yang sama,” ungkap Lydia lantas tersenyum.Damian tidak merespon, tapi bisa Lydia lihat sudut bibir Damian sedikit tertarik ke atas seperti sedang tersenyum tipis.“Tapi kenapa anda nggak mencoba untuk mengakuisisi perusahaan Marcell secara damai?” tanya Lydia dengan tampang penasaran.“Saya pernah menawarkan kesepakatan bisnis, melakukan merger dan memberi janji kalau Marcell tetap bisa menjabat di posisi tertentu. Tapi nggak mudah, apalagi ayahnya, mereka menolak tegas.”Lydia manggut-manggut, meskipun tak terlalu paham karena dia tak peduli dengan apa yang Marcell kerjakan, tapi sepertinya memang rumit. Kedengarannya sih begitu.“Memakai cara dengan membeli saham mayoritas pun nggak bisa, karena saat ini pemegang saham utama adalah ayah Marcell, dan di bawahnya ada Marcell se

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 11 - Pria Licik yang Tamak

    “Anda mengenal suami saya?” tanya Lydia, dia berusaha tenang dan menahan sakit hati atas perkataan pedas Damian padanya.“Tentu.”“Boleh saya tahu anda siapa?”Karena Damian sudah mengulik tentangnya, dia juga berhak tahu tentang Damian ‘kan? Sebelum mereka bekerja sama.Lydia memperhatikan Damian yang mengeluarkan kartu nama pria itu lantas menyodorkan ke hadapannya.Lydia mengambilnya dan mulai membacanya. Beberapa detik kemudian, dia nyaris dibuat menganga.Damian Bradley Anderson. Tertulis nama lengkap Damian di situ.“I-ini …”Lydia meneguk ludah. Damian dari Anderson Group? Keluarga konglomerat yang masuk ke dalam daftar sepuluh besar orang terkaya di negara ini? Apa Damian salah satu penerusnya?Selama ini, yang Lydia tahu, mengenai perusahaan milik Anderson Group di dalam negeri dipimpin oleh generasi kedua yang itu artinya ayah Damian, apa sekarang sudah beralih ke Damian yang merupakan generasi ketiga?Dan, sepertinya benar, dilihat dari kartu nama Damian, tertera kalau pria

  • Tunangan Kontrak Presdir Tampan   Bab 10 - Sindiran Pedas Damian

    Damian mengernyit. “Balas dendam?”“Ya. Detailnya akan saya jelaskan nanti, kita harus bertemu di tempat lain, hanya berdua. Anda masih menyimpan kartu nama saya ‘kan?”Damian mengangguk singkat.“Kalau begitu, hubungi saya saat Anda setuju, kita bisa langsung bertemu dan membicarakan detailnya.”Lydia tidak melihat perubahan di raut wajah Damian, masih tampak datar. Berbeda sekali dengan malam itu, dia bisa melihat raut kenikmatan di wajah Damian.Astaga, apa yang dia pikirkan?! Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal mesum.“Lalu apa yang saya dapatkan dengan membantumu? Selain kamu menjadi tunangan pura-pura saya. Tanpa kamu pun saya bisa mencari wanita lain,” ujar Damian.Lydia meneguk ludah. Dari perkataan Damian, seolah Damian ingin dia membuktikan ‘nilai’ dirinya di hadapan Damian, apakah dia benar-benar berguna atau tidak? Nada bicara Damian pun terkesan menuntut dengan aura mengintimidasi, berbeda dengan malam itu.“Harus saya, anda nggak akan kecewa kalau memanfaatkan saya.”

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status